Koefisien Kekasaran menurut Manning dan Konstanta Chezy Rumus Manning

  TINJAUAN PUSTAKA Jaringan Irigasi

  Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya. Berdasarkan pengelolaanya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier

  1. Jaringan Irigasi Utama: Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder, termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploitasi meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi dan bangunan pengukur.

  2. Jaringan Irigasi Tersier: Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air keluar dari bangunan ukur tersier. Terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

  Menurut Pasandaran (1991), berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan yaitu :

  1. Jaringan Irigasi Sederhana

  4 Jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500 ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang alami.

  Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.

  2. Jaringan Irigasi Semi Teknis Untuk jaringan irigasi Semi Teknis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000 ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigsi sederhana akan tetapi sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Memiliki organisasi yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah.

  3. Jaringan Irigasi Teknis Pada jaringan irigasi teknis tidak memiliki batasan dalam luasan wilayahnya. Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Dalam hal ini saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih efisien.

  Koefisien Kekasaran menurut Manning dan Konstanta Chezy Rumus Manning

  Pada tahun 1889 seorang insinyur Irlandia, Robert Manning mengemukakan sebuah rumus untuk menghitung kecepatan rata rata aliran:

  1 2/3 1/2

  V = ……………..……………………...….(1)

  R . S

  N

  1 2/3 1/2

  Sehingga, N = ……………………..………………….(2)

  R . S

  V

  dengan V kecepatan rata rata (m/s); R jari jari hidrolik (m); S kemiringan saluran (%) dan N koefisien kekasaran, dikenal sebagai nilai N oleh Manning. Berikut Tabel 1 Mengenai nilai kekasaran saluran.

  Tabel 1. Nilai kekasaran saluran berdasarkan tipe dan deskripsinya Tipe Saluran dan deskripsinya Minimum Normal Maksimum

  a. Tanah lurus dan seragam

  1. Bersih, baru dibuat 0,016 0,018 0,020

  2. Bersih, telah melapuk 0,018 0,022 0,025

  3. Kerikil, penampang seragam, bersih 0,022 0,025 0,030

  4. Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu 0,022 0,027 0,033 b. Tanah, berkelok kelok dan tenang

  1. Tanpa tetumbuhan 0,023 0,025 0,030

  2. Rumput dengan beberapa tanaman pengganggu 0,025 0,030 0,033

  3. Banyak tanaman pengganggu atau tanaman air pada saluran yang dalam 0,030 0,035 0,040

  4. Dasar tanah dengan tebing dari batu pecah 0,028 0,030 0,035

  5. Dasar berbatu dengan tanaman pengganggu pada tebing 0,025 0,035 0,040

  6. Dasar berkerakal dengan tebing yang bersih 0,030 0,040 0,050 c. Hasil galian atau kerukan

  1. Tanpa tetumbuhan 0,025 0,028 0,033

  2. Semak semak kecil di tebing 0,035 0,050 0,060

  d. Pecahan batu

  1. Halus, seragam 0,025 0,035 0,040

  2. Tajam, tidak beraturan 0,035 0,040 0,050

  e. Saluran tidak dirawat, dengan tanaman pengganggu dan belukar tidak dipo- tong

  1. Banyak tanaman pengganggu seting- gi air 0,050 0,080 0,120

  2. Dasar bersih, belukar di tebing 0,040 0,050 0,080

  3. Idem, setinggi muka air tertinggi 0,045 0,070 0,110

  4. Banyak belukar setinggi air banjir 0,080 0,100 0,140 Chow, 1997

  Menurut Chow (1997), faktor faktor yang mempengaruhi koefisien manning yaitu :

1. Bahan Penyusun Permukaan

  Kekasaran permukaan ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran bahan yang membentuk luasan basah yang menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. Hal ini sering dianggap sebagai satu satunya faktor dalam memilih koefisien kekasaran, tetapi sebenarnya hanyalah satu dari beberapa faktor utama lainnya. Secara umum dikatakan bahwa, butiran halus mengakibatkan nilai N yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai N yang tinggi.

  Pada sungai alluvial dimana butir butir bahannya halus, seperti pasir, lempung, lanau, efek hambatan jauh lebih kecil daripada bila bahannya kasar seperti kerikil dan kerakal. Bila bahannya halus, nilai N rendah dan relatif tidak terpengaruh oleh perubahan taraf/debit aliran. Bila bahan terdiri dari kerikil dan kerakal, nilai N biasanya tinggi terutama pada taraf air tinggi atau rendah. Berikut Tabel 2 Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Bahan Pembentuk Tabel 2. Nilai Koefisien Kekasaran Berdasarkan Bahan Pembentuk

  Bahan Pembentuk Nilai N (Kekasaran) Tanah 0,020 Batu Pecah 0,025 Kerikil Halus 0,024 Kerikil Kasar 0,028

  Chow, 1997

2. Sifat Fisik Tanah

  Sifat Fisik tanah terdiri dari :

a). Tekstur Tanah

  Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekerasan tanah. Lebih khasnya tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah liat. Partikel debu terasa halus seperti tepung dan mempunyai sedikit kecenderungan untuk saling melekat atau menempel pada partikel lain. Tanah dengan kapasitas terbesar untuk menahan air melawan tarikan gravitasi merupakan ciri utama tanah liat. Tanah berdebu mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada tegangan air yang sama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan demikian tanah bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang bertekstur kasar (Foth, 1994).

  Tekstur tanah diartikan sebagai proporsi pasir, debu dan lempung. Partikel ukuran lebih dari 2 mm, bahan organik dan agen perekat seperti kalsium karbonat harus dihilangkan sebelum menentukan tekstur. Tanah bertekstur sama misal geluh berdebu mempunyai sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan syarat mineralogi lempung. Tekstur tanah ditentukan di lapangan dengan cara melihat gejala konsistensi dan rasa perabaan menurut bagan alir dan di laboratorium dengan metode pipet atau metode hydrometer.

  Tekstur tanah menentukan tata air, tata udara, kemudahan pengolahan dan struktur tanah. Penyusun tekstur tanah berkaitan erat dengan kemampuan memberikan zat hara untuk tanaman, kelengasan tanah, perambatan panas, perkembangan akar tanaman dan pengolahan tanah. Berdasarkan persentase perbandingan fraksi- frasksi tanah, maka tekstur tanah dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu; halus, sedang dan kasar. Makin halus tekstur tanah mengakibatkan kwalitasnya semakin menurun karena berkurangnya kemampuan mengisap air. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah dengan kadar liat yang besar memiliki porositas yang besar juga dan daya ikat yang kuat antarpartikel, sehingga kemungkinan untuk terjadi penggerusan di dalam saluran irigasi kecil. Tanah dengan kondisi seperti ini memiliki kekasaran yang kecil di dalam saluran irigasi (Harry dan Nyle, 1982).

  b). Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa- senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Bahan organik tanah dapat berupa : (a) daun, (b) ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar. Sumber sekunder, yaitu : jaringan mikro fauna dan kotorannya, Sumber dari luar : pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk kandang, (b) pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati. Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu: (1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida (CO2), air dan energi. (2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara essensial berupa hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S). (3) pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten berupa humus tanah. Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan organik digolongkan menjadi 2, yaitu: (1) proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion atau hara yang tersedia bagi tanaman. (2) proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa- senyawa yang resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang lebih resisten terhadap proses dekomposisi. Tanah dengan kadar bahan organik yang tinggi memiliki porositas yang besar pula sehingga ikatan antarpartikel tanah kuat yang mana akan sulit digerus air, sehingga apabila tanah dengan kondisi seperti ini memiliki nilai tahanan untuk mengurangi laju air kecil (Foth, 1994).

  c). Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

  Bulk Density merupakan berat suatu massa tanah persatuan

  volume tertentu, dimana volume kerapatan tanah termasuk

  3

  didalamnya adalah ruang pori, yang satuannya adalah gr/cm . Secara Matematis dapat dituliskan sebagai :

  

Berat tanah kering oven (gr)

  Bulk density (BD) = (3) …………..

  

volume tanah (cc)

  Bulk Density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka nilai dari Bulk Densiti juga semakin tinggi, ini berarti makin sulit pula meneruskan air atau makin sulit ditembus oleh akar tanaman, dan apabila tanah yang memiliki Bulk Density yang tinggi, berada di dalam saluran irigasi maka akan sulit digerus oleh air. Sehingga, tanah dengan kondisi seperti ini memiliki nilai kekasaran rendah. (Hardjowigeno, 1992).

  d). Kerapatan Partikel Tanah (Partikel Density)

  Partikel density (PD) adalah berat tanah kering persatuan

  volume partikel-partikel tanah (tidak termasuk volume pori-pori tanah ). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai :

  Berat tanah keing oven (gr)

  PD (gr/cc) = (4) ……...….

  volume tanah − volume ruang pori (cc)

  Faktor- faktor yang mempengaruhi Partikel density adalah BD (Bulk

  

Density ) dan bahan organik, semakin tinggi BD (Bulk Density) tanah

  dan bahan organik tanah maka partikel density dalam tanah tersebut akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya ( Hardjowigeno, 1992).

  Pada umumnya kisaran partikel density tanah

  • – tanah

  3

  mineral kecil adalah 2,6-2,93 gr/cm . Hal ini disebabkan mineral kwarsa, feldspart dan silikat koloida yang merupakan komponen

  • – tanah sekitar angka tersebut. Jika dalam tanah terdapat mineral mineral berat sepereti magnetik, garmet, sirkom, tourmaline dan

  3

  hornblende, partikel density dapat melebihi 2,75 gr/cm . besar ukuran dan cara teraturnya partikel tanah tidak dapat berpengaru dengan partikel density. Ini salah satu pebnyebab tanah lapisan atas mempunyai nilai partikel density yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan bawahnya.karena banyak mengandung bahan organik ( Hakim, 1986).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi.

  Kadar air mempengaruhi volume kepadatan tanah, dimana untuk mengetahui volume kepadatan tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, sebab tanpa adanya pengaruh kadar air maka proses

  

particle density tidak berlangsung, karena air sangat mempengaruhi

  volume kepadatan tanah. Selanjutnya volume padatan tanah tersusun oleh fraksi pasir, liar, dan debu sehingga untuk mengetahui volume padatan tanah tertentu dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai nya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan

  particle density

  organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan kerapatan butirnya lebih kecil daripada sub soil. Top soil banyak mengandung bahan organik dan kerapatan butirnya sampai 2,4

  3

  gr/cm atau bahkan lebih rendah dari nilai itu. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil (Hanafiah 2005). e). Porositas Tanah (Total Ruang Pori Tanah) Pori tanah adalah ruang-ruang yang terletak antara padatan bahan tanah. Total ruang pori tanah diartikan sebagai persentase perbandingan antara volume total ruang pori tanah dengan volume tanah (volume padatan tanah), secara matematis dapat dituliskan sebagai :

  Volume ruang pori

  Porositas (%) = 100 %

  x …….…...…(5) volume tanah

  Pori tanah diklasifikasikan berdasar pada ukuran yang setara ruang antar bahan padat tanah. Pengklasifikasian pori tanah dapat dilaksanakan dengan menganggap pori tanah ini sebagai badan tunggal di dalam tubuh tanah. Antar poribesar berukuran setara akan dihubungkan oleh sekumpulan pori-pori berukuran sangat kecil. Pada susunan padat sederhana butiran pasir, dengan pori yang berbentuk dan berukuran serupa, saling berhubungan, maka bidang kerut-tegas yang terlihat dianggap sabagai batas dari suatu pori. Pori dengan O < 30 mikron berperan penting bagi jasad renik tanah dan tanaman, pori dengan O 30-100 mikron penting pada fenomena pergantian udara tanah dan cadangan untuk transpot dan pengagihan air tanah, dan pori dengan O > 100 mikron berperan besar dalam mempercepat laju penetrasi udara ke bagian tubuh tanah sebelah dalam, serta mempercepat pelaluan air. Pori tanah dapat dikelompokkan menjadi delapan kategori, yaitu packing void yang terdiri dari simple packing dan compoud packing, vugh, vesicle, channel dan chamber, plane yang terdiri dari joint, craze dan skew. Ukuran porositas suatu tanah juga mempengaruhi kekasaran saluran suatu irigasi, dimana tanah dengan porositas besar memiliki ikatan yang kuat antarpartikel, sehingga sulit untuk digerus oleh air, atau dalam arti kuat untuk mempertahankan kondisi yang sebenarnya (tidak berubah). Sehingga bentuk dasar saluran tidak berubah dan tidak meningkatkan kekasaran saluran (Poerwowidodo, 1990).

  3. Ketidakteraturan Saluran

  Ketidakteraturan saluran mencakup ketidakteraturan keliling basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran. Pada saluran alam, ketidakteraturan seperti ini biasanya diperlihatkan dengan adanya alur alur pasir, gelombang pasir, cekungan dan gundukan, lubang lubang dan tonjolan di dasar saluran. Secara umum, perubahan lambat laun dan teratur dari penampang aliran basah saluran baik dari bentuk dan ukurannya tidak terlalu mempengaruhi nilai N, tetapi perubahan tiba tiba atau peralihan dari penampang kecil ke besar akibat dari banjir ataupun pekerjaan manusia akan mengakibatkan meningkatnya nilai N. Berikut Tabel 3 Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Derajat Ketidakteraturan Tabel 3. Tabel Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Derajat

  Ketidakteraturan Derajat Ketidakteraturan Nilai N (Kekasaran Permukaan) Sangat Kecil 0,000 Sedikit 0,005 Sedang 0,010 Besar 0,020

  Chow, 1997

  4.Trase Saluran (Kelengkungan Saluran)

  Trase saluran menunjukkan belok belokan pada saluran. Kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan mengakibatkan nilai N yang relatif rendah, sedangkan kelengkungan yang tajam dengan belok belokan yang patah akan memperbesar nilai N. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh Scobey (1978), dengan memakai talang sebagi saluran, bahwa nilai N akan naik sebesar 0,001 untuk setiap kelengkungan 20 dalam saluran sepanjang 100 kaki. Kelengkungan dapat mengakibatkan bertumpuknya endapan sehingga secara tidak langsung akan memperbesar nilai N.

  5. Vegetasi

  Vegetasi dapat digolongkan dalam jenis kekasaran permukaan, tetapi hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran.

  Suatu aliran dengan kedalaman secukupnya cenderung melenturkan dan menenggelamkan tetumbuhan dan mengakibatkan nilai N lebih kecil.

  Kemiringan yang besar menimbulkan kecepatan yang besar sehingga lebih mampu untuk melunturkan tumbuhan di sekitar saluran dan mengakibatkan nilai N yang kecil. Berikut Tabel 4 Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Vegetasi Tabel 4. Tabel Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Vegetasi

  Tetumbuhan Nilai N (Kekasaran Permukaan) Rendah 0,005 - 0,010 Sedang 0,010 - 0,025 Tinggi 0,025 - 0,050 Sangat Tinggi 0,050 - 0,100

  Chow, 1997

  5. Pengendapan dan Penggerusan

  Secara umum pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil nilai N, sedangkan penggerusan dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar nilai N. Namun efek utama dari pengendapan akan bergantung pada sifat alamiah bahan yang diendapkan. Endapan yang tidak teratur seperti gelombang pasir dan alur alur pasir menjadikan saluran tidak beraturan dan kekasaran meningkat. Sebab itu, dasar yang berpasir atau kerikil akan tererosi secara lebih seragam dibandingkan dasar yang berlempung. Pengendapan hasil erosi di hulu akan cenderung memperbaiki ketidakteraturan saluran dibandingkan dengan tanah liat. Energi yang dipakai untuk menggerus dan mengangkut bahan dalam suspensi atau menggulingkannya sepanjang dasar saluran juga akan memperbesar nilai N. Kecepatan aliran kritis adalah kecepatan aliran yang tidak menimbulkan pengendapan atau penggerusan di saluran. Kennedy (1990), menggeluarkan persamaan kecepatan aliran sebagai berikut:

  0,64

  V = 0,546 x D ………………………………………..(6)

  Dimana D adalah kedalaman air di saluran, dalam satuan meter dan V adalah kecepatan aliran Kritis (m/s). Rasio kecepatan aliran kritis adalah perbandingan antara kecepatan rata-rata aliran terhadap kecepatan kritis.

  V V

  Rkk = atau ……………………...……….(7) m =

V0 V0

  Jika m = 1, tidak terjadi pengendapan atau penggrusan m > 1, terjadi penggerusan m < 1, terjadi pengendapan (Basak, 1999).

  Rumus Chezy

  Pada awal tahun 1769 seorang insinyur Perancis, Antoine Chezy membuat rumus yang mungkin merupakan pertama kali untuk aliran seragam, yaitu rumus

2 Chezy yang terkenal, yang biasanya dinyatakan sebagai berikut :

  V = C x √RS …………………………………………………….(8)

  V Sehingga, C =

  …………………………………….……………………(9)

  √RS

  Dengan V kecepatan rata

  • – rata (m/s), R jari jari Hidrolik (m), S kemiringan (%) (Chow, 1997).

  Rancangan Saluran Irigasi 1). Debit Air

  Debit air adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. Pengukuran debit dengan bendung 2.

  Pengukuran debit berdasarkan kerapatan larutan obat 3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir 4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukuran arus magnetis dan pengukuran arus gelombang supersonis (Dumiary,

  1992).

  Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1992) pengukuran debit air dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dapat dilakukan dengan beberapa metode dan alat-alat pengukur, sehingga dalam pelaksanaanya tidak mengalami kesulitan. Dalam pengukuran tidak langsung yang sangat diperhatikan yaitu tentang kecepatan aliran (v) dan luas penampang aliran (A), sehingga terdapat rumus pengukuran debit air sebagai berikut:

  Q = V x A ..............................................................................(10)

  Q

  Sehingga, V = …………………………………….………………....(11)

  A

  dimana:

3 Q = debit air (m /detik)

  V = kecepatan aliran (m/detik)

  2 A = luas penampang aliran (m ).

  Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan

  o

  sekat ukur tipe Thomson (Segitiga 90 ). Persamaannya adalah:

  5/2

  Q = 0.0138H .................................................................(12) Di mana Q dalam liter per detik dan H dalam sentimeter. Sekat ukur segitiga

  o

  90 (tipe Thomson) baik digunakan untuk pengukuran aliran yang tidak lebih dari 112 l/det atau aliran dengan debit relatif kecil, selain itu sekat ukur

  o

  segitiga 90 (tipe Thomson) juga sangat mudah konstruksi dan pengaplikasiannya, Untuk lebih jelasnya sekat ukur tipe Thompson dapat ditunjukkan pada Gambar 1.

  Segitiga samakaki H

  Gambar 1. Sekat ukur tipe Thompson (Lenka, 1991).

  Pada alat pengukur Thomson, harus dipasang tegak lurus pada sumbu saluran pengukur. Pemasangan alat pengukur ini harus betul-betul mendatar, dengan sudut siku-siku di sebelah bawah. Penentuan nilai H dari persamaan 3 diukur dari permukaan air yang meluap setelah disekat sampai ke sudut 90 dari sekat yang telah dimodifikasi sebagai tempat pengeluaran air (Soekarto dan Hartoyo, 1981).

  2). Kecepatan Aliran Rata Rata

  Kecepatan aliran diukur melalui aliran permukaan yang dikenal sebagai kecepatan aliran permukaan. Kecepatan aliran tidak sama pada setiap kedalaman saluran atau sungai. Oleh sebab itu untuk menghitung kecepatan rata-rata digunakan kedalaman 0.6D, dimana D adalah kedalaman air di saluran atau sungai. Kecepatan aliran rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Chezy (Persamaan 1) atau Manning (Persamaan 8).

  3). Kemiringan Saluran

  Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf muka air yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan tinggi air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan kehilangan tinggi tekan di setiap bangunan dan di sepanjang saluran. Kemiringan talud saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalam saluran dan terjadinya rembesan aliran. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah lempung berpasir, tanah berpasir kohesif yaitu 1,5 % - 2,5 %. Untuk jenis tanah pasir lanauan 2 % - 3% dan untuk jenis batu < 0,25 % (Mawardi, 2007).

  Persoalan kedudukan saluran dalam berbagai segi serupa dengan persoalan letak jalan raya, tetapi pemecahannya dapat lebih sulit karena kemiringan dasar saluran haruslah selalu mengarah ke bawah dan perubahan kemiringan yang berkali-kali (dan demikian juga perubahan penampangnya) haruslah dihindari. Dalam batasan topografi, jalur saluran yang pasti ditentukan oleh kemiringan yang dapat diterima. Kemiringan yang berlebihan dapat mengakibatkan kecepatan yang cukup untuk menggerus dasar dari sisi saluran. Kecepatan yang mengakibatkan mulainya penggerusan tergantung pada jenis bahan dasar dan bentuk penampang saluran. Tanah berbutir halus biasanya tergerus oleh kecepatan yang lebih rendah daripada untuk tanah berbutir kasar, tetapi tidak selalu demikian, karena adanya bahan-bahan perekat pada tanah yang bersangkutan dapat sangat meningkatkan daya tahannya terhadap penggerusan (Linsley and Franzini, 1991).

  Pengukuran Kemiringan saluran dapat dilakukan dilakukan dengan 3 cara yaitu Profile Levelling, Differential Levelling dan Breaking Taping.

  

Profile Levelling merupakan salah satu metode mengukur beda ketinggian

  pada dua titik yang mempunyai kemiringan yang relatif kecil, dan alat utama yang digunakan yaitu abney level. Differential Levelling merupakan salah satu metode mengukur beda ketinggian pada dua titik yang mempunyai kemiringan relatif besar, dan alat utama yang digunakan adalah abney level. Breaking Taping merupakan salah satu metode pengukuran yang menggunakan pembagian pengukuran tinggi menjadi beberapa tahap.

  Pada pekerjaan breaking taping dilakukan pengukuran jarak vertikal antara garis bidik (stasiun) dengan permukaan titik bidik selanjutnya, alat yang digunakan adalah waterpass, tape (pita ukur) dan jalon. Data yang didapat di lapangan dengan menggunakan salah satu metode tersebut dapat dimasukkan ke dalam rumus :

  Beda Elevasi Kemiringan = x 100 %...

  …………………….(13)

  Jarak Horizontal

  dimana Beda Elevasi = Elevasi Akhir

  • – Elevasi Awal (m) (Sumono dan Susanto, 2006).

  Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukankemiringan maksimum untuk dinding saluran yang stabil.

  Kemiringan talud untuk berbagai jenis bahan disajikan pada Tabel 5 dan kemiringan dinding minimum untuk saluran yang dipadatkan diberikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kemiringan minimum talut untuk berbagai bahan tanah

  No. Bahan Tanah Kemiringan

  • – 2.0 1 : 1.5 3.
  • – 1.5
  • – 5
  • – 10.0
  • – 15.0
dimana:

  Tinggi jagaan suatu saluran adalah jarak dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk mencegah kenaikan muka air ke tepi saluran. Tinggi jagaan minimum pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana saluran diperlihatkan pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Tinggi jagaan minimum untuk saluran tanah

  A Pw

  R =

  Kedalaman hidrolik adalah perbandingan antara penampang aliran dengan perimeter basah saluran. Persamaan kedalaman hidrolik adalah sebagai berikut:

  4). Kedalaman Hidrolik

  Setiawan dan Jahiel, 2004

  0,85 6. > 15.0 1,00

  0,75 5. 10.0

  0,60 4. 5.0

  0,50 3. 1.5

  No. Debit aliran ( m3/ detik ) Tinggi jagaan (m) 1. < 0.5 0,40 2. 0.5

  ≥ 2.0 1 : 2 Direktorat Jenderal SDA, 2010

  1. Batu

  ≤ 1.0 1 : 1 2. 1.0

  No Tinggi Jagaan (m) Kemiringan minimum 1.

  Kemiringan talud minimum untuk saluran tanah dipadatkan

   Triatmodjo, 1993 Tabel 6.

  ¼ : 1 ½ : 1 sampai 1 : 1 1 : 1 1 ½ : 1 2 : 1 3 : 1

  7. Lempung berpasir Hampir tegak lurus

  Tanah berlapis lepas

  5. Lempung kaku 6.

  4. Tanah berlapis batu

  Tanah berlapis beton

  2. Tanah gambut, rawa 3.

  ......................................................................................(14)

  2 A = Penampang melintang saluran (m )

  Pw = Perimeter basah (m) (Bazak,1999).

  Penampang melintang saluran dan parimeter basah tergantung pada bentuk saluran.

  • Saluran berbentuk persegi panjang :

  A = b x y …………………………………………………...…(15)

  Pw = b + 2y …………………………………………………...(16) dimana b = lebar saluran (m) y = kedalaman aliran (m) untuk lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada gambar 3. y b

  Gambar 2. Penampang melintang saluran berbentuk persegi panjang (Chow, 1997).