Matriks Sistem Persamaan Linier Bilangan Kompleks Permutasi dan Kombinasi Aritmatika Interval
Elemen Matriks
Matrik adalah susunan teratur bilangan-bilangan dalam baris dan
Isi suatu matriks disebut elemen matriks
kolom yang membentuk suatu susunan persegi panjang yang kita perlakukan sebagai suatu kesatuan.
Contoh:
2, 4, 1 dan 3, 0, 2 adalah elemen-emenen
Contoh:
matriks yang membentuk baris baris
Bilangan ini bisa berupa
bilangan nyata atau kompleks.
Kita akan melihat matriks
2, 3 dan 4, 0, dan 1, 2 adalah elemen-elemen
berisi bilangan nyata.
matriks yang membentuk kolom
Ukuran Matriks
kolom Notasi: Nama matriks: huruf besar cetak tebal,
Secara umum suatu matrik terdiri dari b baris dan k kolom, sehingga suatu matrik akan terdiri dari b × k elemen-elemen
Contoh:
Ukuran matriks dinyatakan sebagai b × k
Contoh:
adalah matriks berukuran 2 × 3
Nama Khusus
Matriks dengan b = k disebut matriks bujur sangkar.
Diagonal Utama
Matriks dengan k = 1 disebut matriks kolom atau vektor kolom. Secara umum, matriks A dapat kita tuliskan sebagai Matriks dengan b = 1 disebut matriks baris atau vektor baris.
a 11 a 12 L a 1
Matriks dengan b ≠ k disebut matrik segi panjang
A = a 21 a 22 L a 2 n
L = [] a bk
Notasi nama vektor: huruf kecil cetak tebal
mn
Contoh:
b=k=3
b = 2, k = 3
elemen-elemen a …a
3 2 1 sangkar 3 × 3 3 0 2 matriks segi panjang 2 × 3
11 mn
disebut diagonal utama
matriks bujur
p = 2 k=1 4
q = [ 3 2 4 ] b=1
vektor kolom
vektor baris
Matriks Segitiga
Matriks Diagonal
Ada dua macam matriks segitiga yaitu
matriks segitiga bawah dan matriks segitiga atas
Matriks diagonal adalah matriks yang elemen-elemen di atas maupun di bawah diagonal utamanya bernilai nol.
Matriks segitiga bawah adalah matriks yang elemen-elemen di atas diagonal utamanya bernilai nol.
Contoh:
Matriks segitiga atas adalah matriks yang elemen-elemen di bawah diagonal utamanya bernilai nol.
0 0 0 Contoh: Matriks segitiga bawah :
Matriks segitiga atas :
Matriks Satuan
Anak matriks atau sub-matriks
Jika semua elemen pada diagonal utama adalah 1, sedang elemen
Contoh:
yang lain adalah 0, matriks itu disebut matriks satuan.
Matriks B memiliki:
Contoh:
- Dua anak matriks 1 ×
3 , yaitu:
A = 0 1 0 = I - Tiga anak matriks 2 ×
1, yaitu:
- Enam anak matriks 1 ×
1 yaitu: [2] , [4] , [1] , [3] , [0] , [2];
Matriks Nol
Matriks nol, 0, yang berukuran m × n adalah matriks yang
- Enam anak matriks 1 ×
2 yaitu:
berukuran m × n dengan semua elemennya bernilai nol.
- Tiga anak matriks 2 ×
2 yaitu:
Matriks dapat dipandang sebagai tersusun dari anak-anak matriks yang berupa vektor-vektor
Contoh:
Kesamaan Matriks
Dua matriks A dan B dikatakan 2 sama jika dan hanya jika berukuran
A = 1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = a
sama dan elemen-elemen pada posisi yang sama juga sama. 3 2 1
dengan anak-anak matriks berupa vektor baris
Contoh:
A=B
Contoh yang lain:
Jika A =
1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = [ a 1 a 2 a 3 ]
maka haruslah B = 2 4
3 2 1 dengan anak-anak matriks yang berupa vektor kolom
Penjumlahan
Matriks Negatif Penjumlahan dua matriks hanya didefinisikan untuk matriks yang berukuran sama
Negatif dari matriks berukuran m × n adalah matriks berukuran Jumlah dari dua matriks A dan B yang masing-masing berukuran m × n yang diperoleh dengan mengalikan seluruh elemennya
m × n adalah sebuah matriks C berukuran m × n yang elemen- dengan faktor ( − 1). .
elemennya merupakan jumlah dari elemen-elemen matriks A dan
B yang posisinya sama
maka A + B = 3 7
Sifat-sifat penjumlahan matriks:
Perkalian Matriks
Pengurangan Matriks
Perkalian antara dua matriks A dan B yaitu C = AB hanya terdefinisikan jika
Pengurangan matriks dapat dipandang sebagai
banyak kolom matriks A sama dengan banyak baris matriks B.
penjumlahan dengan matriks negatif
Dalam perkalian matriks, urutan hatus diperhatikan.
Perkalian matriks tidak komutatif.
Contoh:
AB ≠ BA
Jadi jika matriks A berukuran m × n dan B berukuran p × q
A = a L − − − a 11 L a a 12 a 21 L 22 L a 1 2 n n
A − A = A + ( − A ) = 0 a p 1 a m 2 L a pq
A + 0 = A maka perkalian AB hanya dapat dilakukan jika n = p. Hasil kali matriks AB berupa matriks berukuran m × q dengan nilai elemen pada baris ke b kolom ke k merupakan hasil kali internal (dot product) vektor
baris ke b dari matriks A dan vektor kolom ke k dari matriks B
Perkalian Matriks dengan Bilangan Skalar
Perkalian Internal Vektor (dot product)
Hasil kali suatu bilangan skalar a dengan matriks berukuran m ×××× n
Perkalian internal antara dua vektor a dan b yaitu c = ab hanya
adalah matriks berukuran m ×××× n yang seluruh elemennya bernilai a kali.
terdefinisikan jika banyak kolom vektor a sama dengan banyak baris
a A=A a
vektor b.
Contoh:
Dalam perkalian internal vektor, urutan perkalian harus diperhatikan.
Contoh:
2 baris 3 2 3
vektor baris: a = [] 2 3 vektor kolom: b =
perkalian internal dapat dilakukan Perkalian matriks dengan bilangan skalar ini mempunyai sifat-sifat
2 kolom
c = a • b = [ 2 3 ] 4 = [ 2 × 4 + 3 × 3 ][] = 17
sebagai berikut
3 = ( Jika urutan dibalik, b : 1 kolom, a : 1 baris, perkalian juga dapat dilakukan
a + b ) A = a A + b A tetapi memberikan hasil yang berbeda
a [] b A = () ab A
17 Perkalian matriks tidak komutatif .
Perkalian Matriks Dengan Vektor
Perkalian Dua Matriks Bujur Sangkar
Contoh:
Contoh:
baris = 2 Misalkan
A = 3 4 dan
dapat dikalikan
dapat dikalikan
Matriks A kita pandang sebagai
C = Ab = a
Matriks B kita pandang sebagai
Jika urutan perkalian dibalik, perkalian tidak dapat dilakukan
C = AB = a 1 b a • b [ 1 b 2 ] = 1 1 a 1 • b 2 karena b terdiri dari satu kolom sedangkan A terdiri dari dua baris.
a 2 • b 1 a 2 • b 2 = 2 × 4 + 1 × 5 2 × 2 + 1 × 3 13 7
Perkalian dua matriks persegi panjang
Pernyataan matriks dengan anak matriks pada contoh di atas adalah
Contoh:
A = a 1 A = dan B = 4 3 baris = 3 a B = b
a • b a • b kolom = 3
dapat dikalikan
sehingga
C = AB = a
C AB 2 1 3 2 4 3
Dalam operasi perkalian matriks:
matriks yang pertama kita susun dari anak matriks yang berupa
vektor baris
matriks yang kedua kita susun dari anak matriks yang berupa
vektor kolom
Jadi perkalian matriks adalah perkalian dari baris ke kolom
Sifat-sifat perkalian matriks
Putaran matriks atau transposisi dari matriks A berukuran m×n
a. Asosiatif dan distributif terhadap penjumlahan adalah suatu matriks A T yang berukuran n×m dengan kolom-
() a A B = a () AB = A () kolom matriks A sebagai baris-barisnya yang berarti pula bahwa a B baris-baris matriks A menjadi kolom-kolom matriks A T
A ()() BC = AB C
a 11 a 12 L a 1 n (
A + B ) C = AC + BC
a 21 a 22 L a 2 n
C ( A + B ) = CA + CB Jika A = L L L L = [] a bk
b. Tidak komutatif. Jika perkalian AB maupun BA terdefinisikan,
a mn
BA
maka pada umumnya AB ≠
c. Hukum pembatalan tidak selalu berlaku.
11 21 a m 1
A = a 12 a 22 a m 2 L L L L = [] a pq
Jika AB = 0 tidak selalu berakibat A = 0 atau B = 0.
maka
mn
Putaran Vektor Baris Dan Vektor Kolom
Putaran Jumlah Dua Vektor Baris
Putaran vektor baris akan menjadi vektor kolom. Putaran jumlah dua vektor baris sama dengan jumlah putaran masing-masing vektor Sebaliknya putaran vektor kolom akan menjadi vektor baris.
a = [ 2 4 3 ] dan
maka
Secara umum :
Putaran Hasil Kali Vektor Baris Dan Vektor Kolom
Contoh:
Putaran hasil kali vektor baris dengan vektor kolom atau vektor kolom dengan vektor baris, sama dengan hasil kali putaran
Jika
dan
masing-masing dengan urutan dibalik
Contoh:
Jika
a = [ 2 4 3 ] dan
maka
ab = 4 × 1 4 × 3 4 × 2
maka
ab = [ 2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2 ]
() ab T = 2 × 3 4 × 3 3 × 3 = 1 3
ab T
Secara umum :
() ab T = b T a T
Putaran Matriks Persegi Panjang
Putaran Jumlah Matriks
Contoh: Putaran jumlah dua matriks sama dengan jumlah putaran masing-
masing matriks.
Hal ini telah kita lihat pada putaran jumlah vektor baris.
Jika
A = 1 3 2 maka
Jika
dan
Jika matriks A dinyatakan
A = a a 1 + b 1 L a m + b m vektor baris ] maka [ 1 m ]
sebagai susunan dari
maka
Dengan demikian
Jika matriks A
b 1 T dinyatakan dengan
= L + L = A T + B T vektor kolom
A = [ a 1 a 2 L a m ] maka A T = L
Putaran Hasil Kali Matriks
Matriks Simetris
Putaran hasilkali dua matriks sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan yang dibalik. Hal ini telah kita lihat
Berkaitan dengan putaran matriks, kita mengenal kesimetrisan pada
pada putaran hasil kali vektor baris dan vektor kolom.
matriks nyata.
Matriks simetris adalah matriks yang putarannya sama dengan matriksnya sendiri. Jadi matriks A dikatakan simetris apabila a
() AB T = B T A T
Jika
dan
Jika
maka AB =
dikatakan bahwa matriks B adalah simetris miring .
Karena dalam setiap putaran matriks nilai elemen-elemen diagonal utama tidak berubah, Dengan demikian maka
maka matriks simetris miring dapat terjadi jika
elemen diagonal utamanya bernilai nol. AB T =
Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui.
Bentuk umum:
a 11 x 1 + L + a 1 n x n = b 1
a 21 x 1 + L + a 2 n x n = b 2 . . . . . . . . . . .
Sistem Persamaan Linier
a m 1 x 1 + L + a mn x n = b m
Sistem ini mengandung m persamaan dengan n unsur yang tak
diketahui yaitu x 1 ….x n .
Bilangan a 11 …..a mn disebut koefisien dari sistem itu, yang biasanya merupakan bilangan-bilangan yang diketahui.
Bilangan-bilangan b 1 ….b m juga merupakan bilangan-bilangan yang diketahui, bisa bernilai tidak nol maupun bernilai nol
Jika seluruh
b bernilai nol maka sistem persamaan tersebut disebut
sistem persamaan homogen
Dari sistem persamaan linier diharapkan adanya solusi yaitu satu set nilai dari x 1 …x n yang memenuhi sistem persamaan tersebut.
Operasi Baris
a 11 x 1 + L + a 1 n x n = b 1
Jika sistem ini homogen, ia mengandung solusi trivial (solusi tak
penting) yaitu x 1 = 0, …., x = 0.
21 1 2 n n
a m 1 x 1 + L + a mn x n = b m
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang solusi dari sistem persamaan ini adalah:
Pada sistem ini kita dapat melakukan operasi-operasi yang disebut operasi baris sebagai berikut:
a). Benar adakah solusi dari sistem ini ? a). Ruas kiri dan ruas kanan dari setiap persamaan dapat dikalikan b). Bagaimanakah cara untuk memperoleh solusi?
dengan faktor bukan nol yang sama, tanpa mempengaruhi himpunan sistem persamaan tersebut.
c). Kalau sistem ini mempunyai lebih dari satu solusi, bagaimanakah himpunan solusi tersebut?
b). Ruas kiri dari setiap persamaan dapat dijumlahkan ke ruas kiri persamaan yang lain asal ruas kanannya juga dijumlahkan. Operasi ini
d). Dalam keadaan bagaimanakah sistem ini tepat mempunyai tidak mengganggu keseluruhan sistem persamaan tersebut. satu solusi?
c). Mempertukarkan tempat (urutan) persamaan tidaklah mengganggu himpunan sistem persamaan.
Penulisan Persamaan Linier Dalam Bentuk Matriks
Dari cara penulisan tersebut di atas, kita dapat membangun suatu matriks baru yang kita sebut matriks gandengan, yaitu dengan
Sistem persamaan linier dapat dituliskan dalam bentuk matriks dengan
menggandengkan matriks A dengan b menjadi
memanfaatkan pengertian perkalian matriks. Bentuk itu adalah
11 12 L
11 12 1 n
a 21 a 22 a 2 n x 2
a 21 a 22 a
LLL
m 1 m 2 mn
a m 1 a m 2 a mn x n
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan linier secara atau secara singkat
Ax b = lengkap. Operasi-operasi baris pada sistem persamaan linier kita terjemahkan ke dalam matriks gandengan menjadi sebagai berikut
dengan a 11 a 12 L a 1 n
a). Setiap elemen dari baris yang sama dapat dikalikan dengan
A = a 21 a 22 L a 2 n
faktor bukan nol yang sama. x 2
b). Satu baris boleh dijumlahkan ke baris yang lain.
m 1 m 2 mn
c). Tempat baris (urutan baris) dapat dipertukarkan.
Eliminasi Gauss
Setiap operasi baris akan menghasilkan matriks gandengan baru.
Eliminasi Gauss merupakan langkah-langkah sistematis untuk Matriks gandengan baru ini disebut sebagai setara baris dengan matriks
memecahkan sistem persamaan linier. Karena matriks gandengan gandengan yang lama.
merupakan pernyataan lengkap dari suatu sistem persamaan linier, maka eliminasi Gauss cukup dilakukan pada matriks gandengan ini.
Operasi baris dapat kita lakukan lagi pada matriks gandengan baru dan menghasilkan matriks gandengan yang lebih baru lagi dan yang terakhir
Contoh:
inipun setara baris dengan matriks gandengan yang lama.
Suatu sistem persamaan linier:
− x A + 4 x B − 2 x C = 0 Dengan singkat kita katakan bahwa operasi baris menghasilkan
x A − 3 x B + 5 x C − 2 x D = 8 matriks gandengan yang setara baris dengan matriks gandengan
− x A + 4 x B − 3 x C + 2 x D = 0 asalnya.
Kita tuliskan persamaan ini dalam bentuk matriks:
Hal ini berarti bahwa matriks gandengan baru menyatakan sistem
persamaan linier yang sama dengan matriks gandengan asalnya.
Matriks gandengnya
adalah:
Langkah-1: Langkah pertama pada eliminasi Gauss pada matriks gandengan adalah mempertahankan baris ke-1 (disebut mengambil
Langkah-2: Langkah kedua adalah mengambil baris ke-2 dari matriks baris ke-1 sebagai pivot ) dan membuat suku pertama baris-baris
gandeng yang baru saja kita peroleh sebagai pivot, dan membuat suku berikutnya menjadi bernilai nol.
kedua baris-baris berikutnya menjadi nol. Ini kita lakukan dengan mengalikan baris ke-2 dengan 2/3 kemudian menambahkannya ke
Pada matriks yang diberikan ini, langkah pertama ini dilaksanakan baris ke-3, dan mengurangkan baris ke-2 dari baris ke-4. Hasil operasi dengan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-2, mengurangkan baris
ini adalah
ke-1 dari baris ke-3 dan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-4. Hasil operasi ini adalah
(pivot)
pivot
( + 2/3 baris 2)
( + baris1) 0 0 5 − 4 / 3 − 2 | 16 / 3
( − baris 1) 0 0 − 1 2 |
(-baris 2)
( + baris 1) 41
Kalikan baris ke 3
Langkah-3: Langkah ketiga adalah mengambil baris ke-3 sebagai
dengan 3 agar diperoleh
pivot dan membuat suku ke-3 dari baris ke-4 menjadi nol. Ini dapat
bilangan bulat
kita lakukan dengan mengalikan baris ke-4 dengan 11 kemudian menambahkan kepadanya baris ke-3. Hasilnya adalah:
pivot
0 0 0 16 | 16 × 11 + baris 3
Sistem-sistem Tertentu Dan Tidak Tertentu
Hasil terakhir
langkah ketiga
adalah:
Sistem tertentu adalah sistem yang memberikan tepat satu solusi.
Sistem tertentu terjadi jika unsur yang tak diketahui sama banyak
dengan persamaannya, dan persamaan-persamaan ini tidak saling Matriks gandeng terakhir ini menyatakan bentuk matriks:
bergantungan.
Jika unsur yang tak diketahui lebih banyak dari persamaannya, maka
sistem itu menjadi kurang tertentu. Sistem yang kurang tertentu
memberikan tidak hanya satu solusi akan tetapi banyak solusi.
0 0 11 − 6 x C = 16
0 0 0 16 x D 16
Jika persamaan lebih banyak dari unsur yang tak diketahui, sistem
menjadi tertentu berlebihan.
Matriks terakhir ini menyatakan sistem persamaan linier: Sistem yang kurang tertentu selalu mempunyai solusi (dan banyak) sedangkan sistem tertentu dan tertentu berlebihan bisa memberikan
x A − x B = 8 yang dengan substitusi
solusi bisa juga tidak memberikan solusi.
3 x B − 2 x C = 8 mundur akan memberikan:
D = 1 ; x C = 2 ; x B = 4 ; x A = 16 12 x
11 x C − 6 x D = 16 x
D = 16 45
Contoh Sistem Persamaan Yang Memberikan Banyak Solusi
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan :
Contoh:
Matriks gandeng:
Dari persamaan ke-2 kita mendapatkan
yang kemudian memberikan x
Karena x C tetap sembarang maka kita mendapatkan banyak Eliminasi Gauss:
solusi. Kita hanya akan memperoleh nilai x A dan x B jika kita menentukan nilai x lebih dulu
Contoh Sistem Yang Tidak Memberikan Solusi
Sistem persamaan dari matriks gandeng terakhir ini adalah
Contoh:
− 3 x B + 2 x C = − 10
Matriks gandeng dan eliminasi Gauss memberikan Kita lihat di sini bahwa penerapan eliminasi Gauss pada akhirnya menghasilkan suatu kontradiksi yang dapat kita lihat pada baris 1 − 1 0 |
terakhir. − 1 4 − 2 |
Hal Ini menunjukkan bahwa sistem persamaan yang sedang kita tinjau
tidak memberikan solusi.
Bentuk Eselon
dan sistem yang
a 11 x 1 + a 12 x 2 + L L L L + a 1 n x n = b 1
2 eselon .
telah tereduksi
c Bentuk matriks pada langkah terakhir eliminasi Gauss, disebut bentuk x 22 2 + L L L L + a 2 n x n = b ′
pada langkah akhir eliminasi Gauss
Dari contoh di atas, bentuk eselon matriks koefisien dan matriks
k rr x r + L + k rn x n = b r ′ gandengannya adalah
akan berbentuk
0 3 − 2 dan
dengan
a 11 ≠ 0 , a 22 ≠ 0 , k rr ≠ 0 , dan r ≤ n
a 11 a 12 L
Perhatikan bentuk ini:
b r ′ + 1 , K , b ′ m sama dengan nol atau tidak ada, maka Secara umum bentuk
0 c 22 L
a). Jika
r = n dan
eselon matriks M
sistem persamaan ini akan memberikan tepat satu solusi.
b ′ gandengan adalah
, b m ′ sama dengan nol atau tidak ada, maka
b). Jika
dan
K rr rn r r < n b ′
+ 1 sistem persamaan ini akan memberikan banyak solusi.
c). Jika r = n ataupun
b r ′ + 1 , K , b m ′ tidak sama dengan nol atau mempunyai nilai, maka sistem persamaan ini tidak memberikan
Bebas Linier Dan Tak-bebas Linier Vektor-vektor
Jadi suatu sistem persamaan akan memberikan solusi jika
Misalkan
sama dengan nol atau tidak ada. adalah vektor-vektor baris dari suatu matriks A =[a bk ]. Pada suatu sistem persamaan yang memberikan solusi, ketunggalan
solusi terjadi jika r = n .
Kita tinjau suatu persamaan vektor
Jika persamaan akan memberikan banyak solusi. r < n
(c 1 … c m ) bernilai nol, maka vektor-vektor baris tersebut adalah Pengertian tentang kebebasan linier vektor-vektor kita bahas berikut
Nilai r yang dimiliki oleh matriks gandengan ditentukan oleh Apabila persamaan vektor ini terpenuhi hanya jika semua koefisien banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam matriks gandeng.
bebas linier .
ini. Jika persamaan vektor tersebut dapat dipenuhi dengan koefisien yang tidak semuanya bernilai nol (artinya setidak-tidaknya ada satu koefisien yang tidak bernilai nol) maka vektor-vektor itu
tidak bebas linier .
Contoh:
Dua vektor baris
a 1 = [ 2 3 1 2 ] dan a 2 = [ 4 2 6 2 ]
Jika satu himpunan vektor terdiri dari vektor-vektor yang bebas linier,
Vektor a 1 dan a 2 adalah bebas linier karena
maka tak satupun dari vektor-vektor itu dapat dinyatakan dalam kombinasi linier dari vektor yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena
c 1 a 1 + c 2 a 2 = c 1 [ 2 3 1 2 ][ + c 2 4 2 6 2 ] = 0
dalam persamaan tersebut di atas semua koefisien bernilai nol untuk dapat dipenuhi.
hanya akan terjadi jika
Jika vektor-vektor tidak bebas linier maka nilai koefisien pada
Ambil vektor ketiga
persamaan tersebut di atas (atau setidak-tidaknya sebagian tidak
Vektor a 3 dan a
1 tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a 3
bernilai nol) maka satu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi
sebagai
linier dari vektor yang lain.
a 3 = 2 a 1 = 2 [ 2 3 1 2 ][ = 4 6 2 4 ]
Vektor a 1 misalnya, dapat dinyatakan sebagai Vektor a 1 ,a 2 dan a 3 juga tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan
a sebagai
1 1 a 3 = 2 a 1 + 0 a 2 = 2 [ 2 3 1 2 ][ + 0 4 2 6 2 ][ = 4 6 2 4 ]
karena koefisien-koefisien ini tidak seluruhnya bernilai nol Akan tetapi jika kita hanya melihat a 3 dan a 2 saja, mereka adalah
bebas linier.
Rank Matriks
Dengan pengertian tentang vektor yang bebas linier, didefinisikan rank
Contoh:
matriks. Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem Banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam suatu matriks A = [a ]
persamaan yang memberikan solusi tunggal dalam contoh, adalah disebut rank matriks A disingkat rank A. bk
8 Jika matrik B = 0 maka rank B adalah nol.
0 0 0 16 | 16 Operasi baris pada suatu matriks menghasilkan matriks yang setara
Bagaimana menentukan rank suatu matriks?
baris dengan matriks asalnya. Hal ini berarti pula bahwa rank matriks Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks baru sama dengan rank matriks asalnya.
gandengan, yaitu 4. Selain dari pada itu rank matriks sama dengan Dengan perkataan lain operasi baris tidak mengubah rank matriks.
banyaknya unsur yang tak diketahui yaitu 4 Jadi rank suatu matriks dapat diperoleh melalui operasi baris, yaitu
sama dengan rank matriks yang dihasilkan pada langkah terakhir eliminasi Gauss.
Bentuk eselon matriks yang diperoleh pada langkah terakhir eliminasi Gauss, mengandung vektor-vektor baris yang bebas linier karena vektor yang tak bebas linier telah tereliminasi.
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan banyak solusi, adalah
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang tidak memberikan solusi, adalah
dan
dan
0 0 0 | − 2 Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank
matriks gandengan, yaitu 2. Akan tetapi rank matriks ini lebih Dalam kasus ini rank matriks koefisien tidak sama dengan kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui.
rank matriks gandengan. Rank matriks koefisien adalah 2 sedangkan rank matriks gandengannya adalah 3. Ketidak
samaan rank dari kedua matriks ini menunjukkan tidak
adanya solusi.
Sistem Persamaan Homogen
Apa yang kita amati dalam contoh-contoh di atas
ternyata berlaku umum.
Sistem persamaan disebut homogen apabila nilai b di ruas kanan dari persamaan sistem bernilai nol. Jika tidak demikian maka sistem itu
a). agar suatu sistem persamaan memberikan solusi maka rank disebut tak homogen. Sistem persamaan homogen berbentuk matriks koefisien harus sama dengan rank matriks gandengannya;
a 11 x 1 + a 12 x 2 + L + a 1 n x n = 0
a 21 x 1 + a 22 x 2 + L + a 2 n x n = 0
b). agar sistem persamaan memberikan solusi tunggal maka rank
matriks koefisien harus sama dengan banyaknya unsur yang tak
diketahui;
a m 1 x 1 + a m 2 x 2 + L + a mn x n = 0
c). jika rank matriks koefisien lebih kecil dari banyaknya unsur yang
Bentuk matriks gandengan sistem ini adalah
tak diketahui maka akan diperoleh banyak solusi.
Sistem Persamaan Homogen Yang Hanya Memberikan Solusi Trivial
Eliminasi Gauss pada sistem demikian ini akan menghasilkan a 11 ′ a 12 ′ L
Matriks gandengan sistem ini dan hasil eliminasi Gauss-nya adalah Jika rank matriks gandengan terakhir ini sama dengan banyaknya
1 − 1 0 0 | 0 unsur yang tak diketahui, r = n, sistem persamaan akhirnya akan
M Rank matrik koefisien adalah 4; banyaknya unsur yang tak diketahui
a ′ mn x n = 0 juga 4. Sistem persamaan liniernya menjadi
Dari sini terlihat bahwa x n = 0 dan substitusi mundur akhirnya
memberikan semua x bernilai nol. Ini merupakan solusi trivial dan
3 x B − 2 x C = 0 yang akhirnya memberikan x D = x C = x B = x A = 0 solusi trivial ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa r = n. Solusi tak
11 x C − 6 x D = 0
Inilah solusi trivial yang
trivial hanya akan diperoleh jika
16 x D = 0 dihasilkan jika terjadi keadaan r = n
Sistem Persamaan Yang Memberikan Solusi Tak Trivial
Jika kita mengambil nilai x D = 1 maka akan diperoleh
x A − 3 x B + 5 x C − 2 x D = 0 Solusi ini membentuk vektor solusi
− x A + 4 x B − 13 x C + 6 x D = 0
12 33 x = 12 / 33
Matriks gandengan dan hasil eliminasinya adalah
1 − 3 5 2 | 0 − eliminasi Gauss:
Ax 1 = 0 3 − 2 0 12/33 = 0 Sistem persamaan menjadi
yang jika matriks koefisiennya
digandaawalkan akan
menghasilkan vektor nol b = 0
11 x C − 6 x D = 0
Jika kita menetapkan nilai x D yang lain, misalnya
x D = 33 akan
menjumlahkan vektor-vektor solusi, misalnya x 1 dan x 2 .
6 / 11 + 18 = x 1 + 33 x 1 = 34 x 1 Penggandaawalan matriks koefisiennya juga akan menghasilkan vektor nol
Vektor solusi x 2 ini merupakan perkalian solusi sebelumnya dengan bilangan skalar (dalam hal ini 33), yang sesungguhnya bisa bernilai sembarang. Secara umum vektor solusi berbentuk
Jelas bahwa x 3 juga merupakan solusi karena jika digandaawalkan akan memberikan hasil vektor nol. Jadi
c c x 1 menjumlahkan vektor solusi yang kita nyatakan sebagai dengan c adalah skalar sembarang
x = secara umum vektor solusi dapat juga diperoleh dengan
Sistem Persamaan Dengan Vektor Solusi Berdimensi 2
Contoh di atas memperlihatkan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk vektor-vektor yang seluruhnya dapat
Contoh:
diperoleh melalui perkalian salah satu vektor solusi dengan skalar
serta penjumlahan vektor-vektor solusi. Kita katakan bahwa solusi
dari sistem persamaan homogen membentuk suatu x ruang vektor. A − 4 B + 5 C − 2 D = 0
− x A + 7 x B − 10 x C + 4 x D = 0
Dalam sistem persamaan homogen yang sedang kita tinjau ini, Matriks gandengan dan hasil eliminasi Gauss adalah ruang vektor yang terbentuk adalah ber-dimensi satu. Perhatikan bahwa setiap vektor solusi merupakan hasilkali skalar
0 0 0 0 | 0 Jika kita perhatikan lebih lanjut ruang vektor yang terbentuk oleh
dengan vektor x 1 .
0 0 0 0 | vektor solusi akan berdimensi (n 0
− r ), yaitu selisih antara
banyaknya unsur yang tak diketahui dengan rank matriks koefisien. Dalam kasus yang sedang kita tinjau ini, banyaknya
Rank matriks ini adalah 2 sedangkan banyaknya unsur tak diketahui 4. unsur yang tak diketahui adalah 3 sedangkan rank matriks
Sistem persamaan menjadi
koefisien adalah 2.
Jika kita memberi nilai
x C = 1 dan x D = 0 Jika Ax
1 = 0, maka perkalian dengan skalar k akan memberikan kita akan mendapatkan
x B = 5 / 3 x ; A = 5/3
x 1 = 5 / 3 adalah salah satu vektor solusi
dan
Ganda-awal matriks koefisien dengan
Dengan kata lain, jika x adalah vektor solusi, maka vektor ini akan memberikan vektor b = 0 , 1 k
adalah juga vektor-vektor solusi dan sebagaimana kita tahu vektor- Ax 1 =
vektor ini kita peroleh dengan memberi nilai x C = 1 dan x D = 0 .
Jika x C = 0 dan x D = 1 akan kita peroleh
dan x A = − 2 / 3 yang membentuk vektor solusi Dari dua contoh terakhir ini terbukti teorema yang menyatakan bahwa solusi sistem persamaan linier homogen −
akan membentuk ruang vektor berdimensi (n − r ). x 2 =
dengan n unsur tak diketahui dan rank matriks koefisien r
Dengan skalar l sembarang kita akan memperoleh vektor-vektor solusi yang lain seperti
Secara keseluruhan maka vektor-vektor solusi kita adalah
Inilah vektor-vektor solusi yang membentuk ruang vektor berdimensi 2.
Kebalikan Matriks Dan Metoda Eliminasi Gauss-Jordan
Tidak semua matriks bujur sangkar memiliki kebalikan; jika Pengertin tentang kebalikan matriks (inversi matriks) erat kaitannya
A memiliki kebalikan maka A disebut matriks tak singular dengan pemecahan sistem persamaan linier. Namun demikian
dan jika tak memiliki kebalikan disebut matriks singular. pengertian ini khusus ditujukan untuk matriks bujur sangkar n × n .
Kebalikan matriks A (inversi matriks A) didefinisikan sebagai Jika A adalah matriks tak singular maka hanya ada matriks yang jika digandaawalkan ke matriks A akan menghasilkan
satu kebalikan A; dengan kata lain kebalikan matriks
matriks identitas. Kebalikan matriks A dituliskan sebagai A − 1 adalah unik atau bersifat tunggal.
sehingga definisi ini memberikan relasi Hal ini mudah dimengerti sebab jika A mempunyai
A − 1 A = I = AA − 1 dua kebalikan, misalnya P dan Q, maka AP = I =PA dan juga AQ = I =QA, dan hal ini hanya mungkin
Jika A berukuran n × n maka A − 1 juga berukuran n × n dan
terjadi jika P = Q.
demikian pula matriks identitasnya.
Berbekal pengertian kebalikan matriks, kita akan meninjau Dari pembahasan sebelumnya kita mengetahui bahwa jika matriks persamaan matriks dari suatu sistem persamaan linier tak
koefisien A adalah matriks bujur sangkar n × n , maka solusi tunggal homogen, yaitu
akan kita peroleh jika rank A sama dengan n. Hal ini berarti bahwa − 1 Ax = b vektor x pada persamaan di atas dapat kita peroleh jika rank A sama dengan n. Dengan perkataan lain
Jika kita menggandaawalkan kebalikan matriks A ke ruas kiri dan kanan persamaan ini, akan kita peroleh
matriks A yang berukuran n × n tak singular jika
rank A =n
A − 1 Ax = A − 1 b →
Ix = x = A − 1 b dan akan singular jika rank A < n.
Persamaan ini menunjukkan bahwa kita dapat memperoleh vektor Mencari kebalikan matriks A dapat kita lakukan dengan cara eliminasi solusi x dari sistem persamaan linier jika kebalikan matriks koefisien
Gauss-Jordan. Metoda ini didasari oleh persamaan Ax = b.
A ada, atau jika matriks A tak singular. Jika X adalah kebalikan matriks A maka Jadi persoalan kita sekarang adalah bagaimana mengetahui apakah
AX = I
matriks A singular atau tak singular dan bagaimana mencari kebalikan matriks A jika ia tak singular.
Untuk mencari X kita bentuk matriks gandengan
Contoh:
Kita akan mencari kebalikan dari matriks
Jika kita lakukan eliminasi Gauss pada
matriks gandengan ini berubah menjadi
Kita bentuk matriks gandengan [ A I ]
dengan U berbentuk matriks segitiga atas.
A I Eliminasi Gauss-Jordan selanjutnya beroperasi pada [ ] =
yaitu dengan mengeliminasi unsur-unsur segitiga atas pada U Kita lakukan eliminasi Gauss pada matriks gandengan ini sehingga U berbentuk matriks identitas I.
Langkah akhir ini akan menghasilkan
pivot 0 − 8 − 4 | − 3 1 0 − 3 × baris 1
Hasil terakhir ini memberikan kebalikan matriks A, yaitu 0 − 8 − 4 |
pivot
− 1 1 1 + baris 2 − 1 10 / 8 − 6 / 8 − 1 A
Kemudian kita lakukan eliminasi Gauss-Jordan
Dengan demikian untuk suatu sistem persamaan linier tak
homogen yang persamaan matriksnya
baris 3 3 − 2 2 x = 0
0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 − 0 . 5 × baris3
vektor solusinya adalah
1 0 0 | 10 / 8 − 6 / 8 − 1 − 2 × baris 2 x 1
Kebalikan Matriks Diagonal
Kebalikan Dari Perkalian Matriks
Kebalikan matriks diagonal dapat dengan mudah kita peroleh. Kebalikan dari perkalian dua matriks adalah perkalian dari kebalikan masing-masing matriks dengan urutan dibalik.
a 11 0 0 − 1
1 / a 11 0 0
() AB − 1 = B − L 1 A − 1
0 0 a nn
0 0 1 / a nn
Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut
I = ( )( ) AB AB − 1
Kebalikan Dari Kebalikan Matriks
A − 1 I = A − 1 ( )( ) AB AB − 1 = () A − 1 A B () AB − 1 = IB () AB − 1
Kebalikan dari kebalikan matriks adalah matriks itu sendiri.
A − 1 = B () AB − 1
() A − 1 − 1 = A B − 1 A − 1 = B − 1 B () AB − 1 = I () AB − 1 = () AB − 1
Definisi
Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan kompleks sebagai berikut
Bilangan Kompleks Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y)
dari bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan
bagian nyata (real part)
bagian khayal (imaginary part)
dari z
dari z
kita tuliskan Re z = x
Im z = y
Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari pengertian tentang bilangan nyata.
Tinjaulah suatu fungsi
Bilangan Nyata
3.5 y 3
Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3 dan seterusnya;
bilangan nyata pecahan ¼, ½, ¾ dan seterusnya, serta bilangan nyata
yang hanya dapat di angankan seperti π . Walaupun hanya dapat
diangankan, bilangan ini tetap nyata, nilainya adalah 3,14……., dengan
angka desimal yang tak diketahui ujungnya.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu
sumbu yang disebut sumbu nyata, tidak ada nilai y yang nyata untuk x negatif namun untuk x yang negatif dapat didefinisikan suatu | | | | | | | |
bilangan imajiner (khayal)
Jika bilangan nyata 1 menjadi satuan dari bilangan nyata, misalnya
Pernyataan Bilangan Kompleks
10 = 10 × 1 dan seterusnya Satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen nyata maka bilangan imajiner j = √−
dan komponen imajiner dan dituliskan bilangan imajiner, misalnya
1 menjadi satuan dari
z = a + jb
imajiner 2 = j 2 bilangan kompleks
bagian imajiner
imajiner 3 = j 3
bagian nyata
imajiner 9 = j 9 dan seterusnya
Bilangan kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks
Diagram Argand
yang dibatasi oleh sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner (diberi tanda Im)
z = a + jb z = ρ (cos θ + j sin θ ) yang saling tegaklurus satu sama lain
Im
disebut modulus
jb
2 2 • modulus z = ρ = a + b ρ
b = ρ sin θ
setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangan-kompleks
z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ ) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah komponen imajiner-nya
(x,,y)
disebut argumen
a Re
arg z = θ = tan − 1 b a
a = ρ cos θ
Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
z 1 = 3 + j 4 Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
Sudut dengan sumbu nyata adalah
z 2 = 10 ( cos 20 o + j sin 20 o
θ = tan − 1
1 ( 4 / 3 ) ≈ 53 , 1 o
Pernyataan ini dapat kita tuliskan
Pernyataan z 1 dapat kita tuliskan
z 2 = 10 ( cos 20 o + j sin 20 o )
3 2 + 4 2 ( cos 53 , 1 o + j sin 53 , 1 o )
= 5 ( cos 53 , 1 o + j sin 53 , 1 o )
Kesamaan Bilangan Kompleks
Negatif dari Bilangan Kompleks
a 2 + b 2 merupakan nilai mutlak Nilai negatif dari suatu bilangan kompleks adalah Modulus
nilai negative dari kedua komponennya Dua atau lebih bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang
Jika z = a + jb maka − z = − a − jb sama akan tetapi dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda.
Im
Dua bilangan kompleks dikatakan sama besar jika mereka
jb
• z = a + jb
mempunyai baik ρ maupun θ yang sama besar.
θ + 180 o
Dengan kata lain, mereka memiliki bagian nyata dan bagian
a Re
imajiner yang sama besar..
ρ − z = − a • − jb
CONTOH
Konjugat Bilangan Kompleks
Jika * z
1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z 1 = − 4 − j 6 Konjugat dari suatu bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z yang memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif dari komponen imajiner z.
Sudut dengan sumbu nyata θ 1 = tan − 1 ( 6 / 4 ) = 56 , 3 o
Jika z = a + jb maka z ∗ = a − jb
θ 2 = 56 , 3 o + 180 o = 236 , 3 o
Im
• z = a + jb
z 1 dapat dinyatakan sebagai
jb
z 1 = 4 2 + 6 2 ( cos 56 , 3 o + j sin 56 , 3 o )
− ( θ cos 56 , 3 o + j sin 56 , 3 o )
a Re
z = 7 , 2 cos( 56 , 3 o + 180 o ) j sin( 56 , 3 o + 180 o ) − + jb
• z = a − jb
= 7 , 2 ( − 0 , 55 − j 0 , 83 ) = − 3 , 96 − j 6
CONTOH:
Im Jika z 5
CONTOH:
5 6 = + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6 z = − + j •
Sudut dengan sumbu nyata • z = 5 + j 6 Jika z = − 5 − j 6 maka z ∗ = − 5 + j 6 Re θ = tan − 1 ( 6 / 5 ) = 50 , 2 o
Im
θ ∗ = − 50 , 2 o
Re
z dapat dinyatakan sebagai
• z * = 5 − j 6 Im
z = 5 + 6 2 ( cos 50 , 2 o + j sin 50 , 2 o )
= 7 , 8 ( cos 50 , 2 o + j sin 50 , 2 o )
Jika z = 5 − j 6 maka z ∗ = 5 + j 6
z ∗ = 7 , 8 ( cos 50 , 2 o − j sin 50 , 2 o )
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks
Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.
z 1 + z 2 = ( a 1 + jb 1 ) + ( a 2 + jb 2 )
Operasi-Operasi Aljabar
Hasil selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen imajiner.
z 1 − z 2 = ( a 1 + jb 1 ) − ( a 2 + jb 2 ) = ( a 1 − a 2 ) + j ( b 1 − b 2 )
Perkalian Bilangan Kompleks
CONTOH:
Perkalian dua bilangan kompleks dilaksanakan seperti halnya kita Diketahui s 1 = 2 + j 3 dan
s 2 = 3 + j 4 melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan perkalian komponen per komponen
( z 1 )( z 2 ) = ( a 1 + jb 1 )( a 2 + jb 2 )
= 5 + j 7 = a 1 a 2 + jb 1 a 2 + jb 1 a 2 − b 1 b = 2 a 1 a 2 + 2 jb 1 a 2 − b 1 b 2
Jika z 2 = z 1 ∗
= − 1 − j 1 z 1 × z 1 ∗ = ( a + jb )( a − jb ) = a 2 − jba + jba + b 2
= a 2 + b 2 Perhatikan: z 1 × z 1 ∗ = z 1 2 = a + jb 2
Pembagian Bilangan Kompleks
CONTOH:
z 1 = 2 + j 3 dan z 2 = 3 + j 4 Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika
( z 1 )( z 2 ) = ( 2 + j 3 )( 3 + j 4 ) = 6 + j 8 + j 9 − 12
pembagian itu dikalikan dengan 1
z 1 = 2 + j 3 dan
( z 1 )( z 1 ∗ ) = ( 2 + j 3 )( 2 − j 3 )
CONTOH:
z 1 = 2 + j 3 dan
3 + j 4 3 − j 4 = ( 6 + 12 ) + j ( − 8 + 9 ) = 18 + j 2 1 2 3 2 + 4 2 25 25
z 1 z 1 ∗ = z 1 2 = ( 2 2 + 3 2 ) = 4 + 9 = 13
Fungsi Eksponensial Kompleks
Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi ekponensial
merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata
Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar
Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + j θ
fungsi eksponensial kompleks didefinisikan
e z = e ( σ + j θ ) = e σ (cos θ + j sin θ ) ;
dengan
e σ adalah fungsi eksponensi al riil`
Melalui identitas Euler e j θ = cos θ + j sin θ
fungsi exponensial kompleks dapat kita tuliskan
Bentuk Polar
CONTOH:
Representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar adalah j θ
z = ρ e Im
Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4
Modulus
arg z = ∠ z = θ
z = 5e j CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e 0,93 Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan
j 0,5
Representasi polar
argumennya ∠ z = 0,5 rad
Bentuk sudut sikunya adalah:
j 0 , 5 z 5 = 10 (cos 0 , 5 + j sin 0 , 5 ) • z = 5 e
CONTOH: .
CONTOH
Misalkan z = − 2 + j 0 Misalkan z = 0 − j 2 Modulus | z = | ρ = 4 + 0 = 2 Modulus | z = | ρ = 0 + 4 = 2
Argumen θ = tan − 1 ( 0 / − 2 ) = ± π tidak bernilai tunggal
Argumen θ = tan − 1 ( − 2 / 0 ) = − π / 2
Di sini kita harus memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0
− 2 Im
komponen nyata: 0 sedangkan komponen nyata − 2 komponen imajiner:
Representasi polar adalah
Im
z = 2 e − j π / 2 Re z = 2 e j π
Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks
Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah
operasi perkalian dan pembagian.
( z 1 )( z 2 ) = ρ 1 e j θ 1 ρ 2 e j θ 2 z 1 j θ = 1 ρ 1 e = ρ 1 j j ( e θ 1 − θ 2 )
Manfaat Bentuk Polar
CONTOH:
Misalkan z 1 = 10 e j 0,5 dan z 2 =5e j 0,4
z 1 z 2 = 10 e j 0 , 5 × 5 e j 0 , 4 = 50 e j 0 , 9
z 1 10 e j 0 , = 5
Konjugat Kompleks
CONTOH:
argumen konjugat berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya
Misalkan z 1 = 10 e j 0 , 5 dan
Im
z 1 z 1 ∗ = 10 e j 0 , 5 × 10 e − j 0 , 5 = 100
Re
z 2 z 2 ∗ = 25
[] z 1 z 2 ∗ = 10 [ e j 0 , 5 × 5 e j 0 , 4 ][ ∗ = 5 0 e j 0 , 9 ] ∗ = 5 0 e − j 0 , 9
Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan
= 10 e − j 0 , 5 × 5 e − j 0 , 4 = 50 e − j 0 , 9
konjugat bilangan kompleks lainnya adalah sebagai berikut ( z )( z *) = | z | 2 atau
|z| =
z 1 ∗ 10 e j 0 , 5 ∗
[ z 1 z 2 ] * = ( )( ) z 1 z 2 z 2 5 e j 0 , 4
= 10 e − j 0 , 5 z = = 2 e − j 0 , 1
Permutasi dan Kombinasi
Permutasi
Permutasi adalah banyaknya pengelompokan sejumlah tertentu komponen
dan A, B, C yang diambil dari sejumlah komponen yang tersedia; dalam setiap
Misalkan tersedia 3 huruf yaitu
Kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3 huruf adalah: kelompok urutan komponen diperhatikan
C A C B B C diperoleh 6 kelompok
B dan kita diminta untuk membuat kelompok yang setiap kelompoknya C
Misalkan tersedia 2 huruf yaitu A dan B
terdiri dari 2 huruf Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama Kelompok yang yang bisa kita bentuk adalah
tinggal 2 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi kedua
B dan A diperoleh 2 kelompok
Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama dan salah satu dari 2 yang tersisa sudah menempati posisi kedua maka hanya tinggal 1 kemungkinan komponen yang dapat menempati
Ada dua kemungkinan huruf yang bisa menempati posisi terakhir yaitu posisi ketiga posisi pertama yaitu A atau B
Jadi jumlah kelompok yang bisa diperoleh adalah Jika A sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu B
Jumlah kemungkinan
Jumlah kemungkinan Jika B sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu
komponen yang
komponen yang kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu A
menempati posisi pertama
Jumlah kemungkinan
komponen yang
menempati posisi ketiga
menempati posisi kedua
Secara umum jumlah kelompok yang dapat kita bangun Dari 4 huruf yaitu
dan A, B, C D kita dapat membuat kelompok yang
dari n komponen
setiap kelompoknya terdiri dari 4 huruf yang setiap kelompok terdiri dari n komponen adalah
Kemungkinan penempatan posisi pertama : 4
Kemungkinan penempatan posisi kedua : 3
Kemungkinan penempatan posisi ketiga : 2 Kita katakan bahwa permutasi dari n komponen adalah n! Kemungkinan penempatan posisi keempat : 1
dan kita tuliskan
jumlah kelompok yang mungkin dibentuk
4 × 3 × 2 × 1=24 kelompok Kita baca : n fakultet yaitu:
Namun dari n komponen tidak hanya dapat dikelompokkan
ABCD BACD CDAB DABC
dengan setiap kelompok terdiri dari n komponen,
ABDC BADC CDBA DACB ACBD BCAD CABD DBCA
ada
tetapi juga dapat dikelompokkan dalam kelompok yang masing-
ACDB BCDA CADB DBAC
24 kelompok
masing kelompok terdiri dari k komponen dimana k < n
ADCB BDAC CBAD DCAB
Kita sebut permutasi k dari n
ADBC BDCA CBDA DCBA
komponen dan kita tuliskan
Contoh: Permutasi dua-dua dari empat komponen adalah
Secara Umum:
4 P 2 = 4 × 3 = 12
Di sini kita hanya mengalikan kemungkinan penempatan
( n − k )!
pada posisi pertama dan ketiga saja yaitu 4 dan 3. Tidak ada komponen yang menempati posisi berikutnya.
Contoh:
Penghitungan 4 P 2 dalam contoh di atas dapat kita tuliskan
P = 4 × 3 × 2 × 4 1 2 = 12
2 × 1 Contoh:
Kombinasi merupakan pengelompokan sejumlah komponen yang mungkin dilakukan
tanpa mempedulikan urutannya
Jika dari tiga huruf A, B, dan C, dapat 6 hasil permutasi yaitu ABC, ACB, BCA, BAC, CAB, dan CBA
Kombinasi namun hanya ada satu kombinasi dari tiga huruf tersebut yaitu
ABC
karena dalam kombinasi urutan posisi ketiga huruf itu tidak diperhatikan ABC = ACB = BCA = BAC = CAB = CBA
Oleh karena itu kombinasi k dari sejumlah n
Contoh:
komponen haruslah sama dengan Berapakah kombinasi dua-dua dari empat huruf jumlah permutasi n P k
dan A, B, C, D
dibagi dengan permutasi k
Jawab:
Kombinasi k dari sejumlah n komponen
dituliskan sebagai n C k
yaitu: AB
AC
AD
Jadi
n C k = k ! = ( n − k )! × k !
BC BD CD
Distribusi Maxwell-Boltzman
Contoh Aplikasi Energi elektron dalam padatan terdistribusi pada tingkat-tingkat
energi yang diskrit; kita sebut
E 1 E 2 E 3 dst.
Distribusi Maxwell-Boltzman
Setiap tingkat energi dapat ditempati oleh
Distribusi Fermi-Dirac
elektron mana saja dan setiap elektron memiliki probabilitas yang sama untuk menempati suatu tingkat energi
Jumlah cara penempatan elektron di E 2 merupakan permutasi n 2 dari dan kita misalkan bahwa distribusi yang terbentuk adalah
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada
(N − n 1 ) karena sejumlah n 1 sudah menempati E 1
di E 1 terdapat n 1 elektron
di E 2 terdapat n 2 elektron P 2 = n 2 P N n =
( N − n )!
( N − n 1 − n 2 )!
di E 3 terdapat n 3 elektron dst.
maka jumlah cara penempatan elektron di E 1 Jumlah cara penempatan elektron di E 3 merupakan permutasi n 3 dari merupakan permutasi n 1 dari N yaitu
(N − n 1 − n 2 ) karena sejumlah (n 1 +n 2 ) sudah menempati E 1 dan E 2
P 1 = n 1 P N = N ! ( N − n 1 )!
( N − n − n )!
1 2 dst. ( N − n 1 − n 2 − n 3 )!
Namun setiap tingkat energi juga memiliki probabilitas untuk ditempati, sudah tidak berarti lagi karena kita tidak dapat membedakan antara
Setelah n 1 menempati E 1 maka urutan penempatan elektron di E 1 ini
yang disebut intrinksic probability
satu elektron dengan elektron yang lain
Misalkan intrinksic probability tingkat E 1 adalah g 1 ,E 2 adalah g 2 , dst. yaitu
Jadi jumlah cara penempatan elektron di E 1 adalah kombinasi n 1 dari N
maka probabilitas tingkat-tingkat energi
E 1 ditempati n n 1 elektron F 1 = g 1 C 1
( N − n 1 )! n 1 !
E 2 ditempati n 2 elektron adalah
E 3 ditempati n 3 elektron F 3 = g 3 n 3 C 3
Demikian pula penempatan elektron di E 2 ,E 3 , dst.
dst.
dst.
( N − n 1 )!
Dengan demikian maka probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron
N-n 1 )! n 2 ! ( N − n 1 − n 2 )! n 2 !
seperti di atas adalah: n 1 n 2 n F 3 = F
1 F 2 F 3 .... = g 1 n 1 g 2 n 2 g 3 n 3 .... C 1 C 2 C 3 ...... = g 1 g 2 g 3 .....
( N − n 1 − n 2 )!
( N − n − n − n )! n ! = 1 3 3 3 ( N − n 1 − n 2 − n 3 )! n
n 1 ! n 2 ! n 3 !.....
dst.
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Maxwell-Boltzmann
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang
pada formulasi distribusi Maxwell-Boltzmann
paling mungkin terjadi
Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh
temperatur
ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian
Jumlah elektron pada
permutasi dan kombinasi
tingkat energi E i
konstanta Boltzmann tingkat energi ke-i
Pembaca dapat melihat proses perhitungan lanjutan ini
probabilitas intrinksik
di buku-e
tingkat energi ke-i
“Mengenal Sifat Material”
fungsi partisi
Distribusi Fermi-Dirac
Energi elektron dalam terdistribusi pada tingkat-tingkat energi
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus
yang diskrit, misalnya kita sebut
terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada,
E 1 E 2 E 3 dst.
yaitu
Setiap tingkat energi mengandung
di E 1 terdapat n 1 elektron
sejumlah tertentu status kuantum
di E 2 terdapat n 2 elektron
dan tidak lebih dari dua elektron berada
di E 3 terdapat n 3 elektron
pada status yang sama.
dst.
Oleh karena itu jumlah status di tiap tingkat energi menjadi probabilitas intrinksik tingkat
energi yang bersangkutan Yang berarti menunjukkan jumlah
elektron yang mungkin berada di suatu tingkat energi
Maka banyaknya cara penempatan elektron di tingkat
E 1 , E 2 , E 3 dst. merupakan kombinasi C 1 , C 2 ,C 3 dst
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang ( N − n 1 )! n 1 !
C 2 = ( N − n 1 )!
C 3 = ( N − n 1 − n 2 )!
( N − n 1 − n 2 )! n 2 !
( N − n 1 − n 2 − n 3 )! n 3 ! dst.
paling mungkin terjadi Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh
Dengan probabilitas intrinksik g 1 , g 2 , g
E 3 maka jumlah cara untuk
ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian
menempatkan elektron di tingkat 1 , E 2, E 3 dst. menjadi
permutasi dan kombinasi
g 2 ! n ! ( g − n )!
F 2 = ( g − n )! n !
g 3 − n 3 )! n 3 !
dst.
Pembaca dapat melihat proses perhitungang lanjutan
ini di buku-e
Sehingga probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron adalah:
“Mengenal Sifat Material”, Bab-9 yang dapat diunduh di situs ini juga
F = F 1 F 2 F 3 ... F i =
n i ! ( g i − n i )!
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Fermi-Dirac namun kita tidak membicarakan lebih lanjut karena proses selanjutnya tidak menyangkut
permutasi dan kombinasi
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita
pada formulasi distribusi Fermi Dirac
Jika kita perhatikan persamaan ini untuk T → → → → 0
Aritmatika Interval
lim e ( E i − E F ) / k B T
T → 0 = 0 untuk ( E i − E F ) < 0
= ∞ untuk ( E i − E F ) > 0
Jadi jika T = 0 maka n i = g i yang berarti semua tingkat energi sampai E F terisi penuh dan tidak terdapat
elektron di atas E F
E F inilah yang disebut tingkat energi Fermi.
Pengantar
Cakupan Bahasan
Dalam praktik rekayasa dijumpai operasi matematika yang
Pengertian-Pengertian Interval
melibatkan bilangan-bilangan dalam interval. Operasi-Operasi Aritmatika Interval Dalam keadaan demikian kita dihadapkan pada operasi-operasi
Sifat-Sifat Aritmatika Interval
interval.
Bilangan nyata yang biasa kita kita operasikan adalah bernilai tunggal, baik bilangan bulat maupun pecahan
Dalam analisis interval, bilangan yang kita operasikan memiliki nilai yang berada dalam suatu interval tertutup * )
Dengan demikian bilangan yang kita hadapi sesungguhnya
merupakan kumpulan bilangan
Pengertian-Pengertian Interval
Contoh:
Bilangan dalam interval 90 dan 110 adalah kumpulan bilangan yang bernilai antara 90 dan 110 termasuk 90 dan 110 itu sendiri
(interval tertutup).
) Lihat pula “Fungsi dan Grafik”
Suatu kumpulan dinyatakan dengan tanda kurung { }. Secara umum, suatu kumpulan kita nyatakan sebagai
Contoh
S = { x : p ( x )}
S = { x : x ∈ R , 90 ≤ x ≤ 110 }
menunjukkan kumpulan yang kita tinjau
p ( x ) = x ∈ R , 90 ≥ x ≤ 110 menunjukkan
menunjukkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
menentukan apakah x benar
sembarang elemen
merupakan elemen dari S
dari S
atau tidak
R adalah kumpulan dari semua bilangan nyata
Secara umum, kumpulan bilangan nyata X dalam interval antara Suatu interval X yang memiliki batas bawah (nilai minimum) x
a dan b dengan a < b dan a maupun b terletak antara −∞ dan +
∞ dan kita tuliskan
batas atas (nilai maksimum)
x kita tuliskan
X = { x : x ∈ R , a ≤ x ≤ b , a , b ∈ R , − ∞ < a < b < +∞ }
X = [x x , ]
Penulisan ini tentu agak merepotkan dalam melakukan operasi- kita gunakan tanda kurung [ ] untuk operasi interval
mengakomodasi batas-batas interval. Kita memerlukan cara penulisan yang lebih sederhana agar
mudah melakukan operasi interval. Dalam penjelasan selanjutnya kita akan menggambarkan interval pada garis sumbu nyata sebagai berikut Dalam operasi interval, sesungguhnya kita akan berhubungan hanya dengan batas-batas interval.
Oleh karena itu kita akan menggunakan cara penulisan bilangan
interval yang lebih sederhana, dengan hanya menyatakan batas-
batas intervalnya.
interval X batas bawah batas atas
Lebar Interval
Degenerasi
Suatu interval mengalami degenerasi jika
Lebar suatu interval X adalah bilangan nyata
dan disebut degenerate interval; interval yang tidak mengalami degenerasi disebut nondegenerate.
Contoh:
X = [ 6 , 15 ] w ( X ) = 15 − 6 = 9 dapat dikatakan merupakan keadaan khusus dari suatu interval. Atau
Dengan pengertian ini maka suatu bilangan nyata bernilai tunggal
sebaliknya suatu interval merupakan pernyataan umum (generalisasi) suatu bilangan nyata.
Titik Tengah
Kesamaan