Matriks Sistem Persamaan Linier Bilangan Kompleks Permutasi dan Kombinasi Aritmatika Interval

Elemen Matriks

Matrik adalah susunan teratur bilangan-bilangan dalam baris dan

Isi suatu matriks disebut elemen matriks

kolom yang membentuk suatu susunan persegi panjang yang kita perlakukan sebagai suatu kesatuan.

Contoh:

2, 4, 1 dan 3, 0, 2 adalah elemen-emenen

Contoh:

matriks yang membentuk baris baris

Bilangan ini bisa berupa

bilangan nyata atau kompleks.

Kita akan melihat matriks

2, 3 dan 4, 0, dan 1, 2 adalah elemen-elemen

berisi bilangan nyata.

matriks yang membentuk kolom

Ukuran Matriks

kolom Notasi: Nama matriks: huruf besar cetak tebal,

Secara umum suatu matrik terdiri dari b baris dan k kolom, sehingga suatu matrik akan terdiri dari b × k elemen-elemen

Contoh:

Ukuran matriks dinyatakan sebagai b × k

Contoh:

adalah matriks berukuran 2 × 3

Nama Khusus

Matriks dengan b = k disebut matriks bujur sangkar.

Diagonal Utama

Matriks dengan k = 1 disebut matriks kolom atau vektor kolom. Secara umum, matriks A dapat kita tuliskan sebagai Matriks dengan b = 1 disebut matriks baris atau vektor baris.

 a 11 a 12 L a 1 

Matriks dengan b ≠ k disebut matrik segi panjang

A =  a 21 a 22 L a 2 n  

L  = [] a bk

Notasi nama vektor: huruf kecil cetak tebal

mn 

Contoh:

b=k=3

b = 2, k = 3

elemen-elemen a …a

 3 2 1  sangkar 3 × 3  3 0 2  matriks segi    panjang 2 × 3

11 mn

disebut diagonal utama

 matriks bujur

p =  2   k=1  4  

q = [ 3 2 4 ] b=1

vektor kolom

vektor baris

Matriks Segitiga

Matriks Diagonal

Ada dua macam matriks segitiga yaitu

matriks segitiga bawah dan matriks segitiga atas

Matriks diagonal adalah matriks yang elemen-elemen di atas maupun di bawah diagonal utamanya bernilai nol.

Matriks segitiga bawah adalah matriks yang elemen-elemen di atas diagonal utamanya bernilai nol.

Contoh:

Matriks segitiga atas adalah matriks yang elemen-elemen di bawah diagonal utamanya bernilai nol.

  0 0 0 Contoh:   Matriks segitiga bawah :

Matriks segitiga atas :

Matriks Satuan

Anak matriks atau sub-matriks

Jika semua elemen pada diagonal utama adalah 1, sedang elemen

Contoh:

yang lain adalah 0, matriks itu disebut matriks satuan.

Matriks B memiliki:

Contoh:

- Dua anak matriks 1 ×

3 , yaitu:

A =   0 1 0   = I - Tiga anak matriks 2 ×

1, yaitu:

- Enam anak matriks 1 ×

1 yaitu: [2] , [4] , [1] , [3] , [0] , [2];

Matriks Nol

Matriks nol, 0, yang berukuran m × n adalah matriks yang

- Enam anak matriks 1 ×

2 yaitu:

berukuran m × n dengan semua elemennya bernilai nol.

- Tiga anak matriks 2 ×

2 yaitu:

Matriks dapat dipandang sebagai tersusun dari anak-anak matriks yang berupa vektor-vektor

Contoh:

Kesamaan Matriks

Dua matriks A dan B dikatakan 2 sama jika dan hanya jika berukuran 

A =  1 2 4  dapat kita pandang sebagai matriks A =  a   

sama dan elemen-elemen pada posisi yang sama juga sama.  3 2 1  

dengan anak-anak matriks berupa vektor baris

Contoh:

A=B

Contoh yang lain:

Jika A =

 1 2 4  dapat kita pandang sebagai matriks A = [ a 1 a 2 a 3 ]

maka haruslah B =  2 4 

 3 2 1   dengan anak-anak matriks yang berupa vektor kolom

Penjumlahan

Matriks Negatif Penjumlahan dua matriks hanya didefinisikan untuk matriks yang berukuran sama

Negatif dari matriks berukuran m × n adalah matriks berukuran Jumlah dari dua matriks A dan B yang masing-masing berukuran m × n yang diperoleh dengan mengalikan seluruh elemennya

m × n adalah sebuah matriks C berukuran m × n yang elemen- dengan faktor ( − 1). .

elemennya merupakan jumlah dari elemen-elemen matriks A dan

B yang posisinya sama

maka A + B =  3 7    

Sifat-sifat penjumlahan matriks:

Perkalian Matriks

Pengurangan Matriks

Perkalian antara dua matriks A dan B yaitu C = AB hanya terdefinisikan jika

Pengurangan matriks dapat dipandang sebagai

banyak kolom matriks A sama dengan banyak baris matriks B.

penjumlahan dengan matriks negatif

Dalam perkalian matriks, urutan hatus diperhatikan.

Perkalian matriks tidak komutatif.

Contoh:

AB ≠ BA

Jadi jika matriks A berukuran m × n dan B berukuran p × q

A =   a  L   − −   −   a 11 L a a 12 a 21  L 22 L a 1 2 n n  

A − A = A + ( − A ) = 0    a p 1 a m 2 L a pq   

A + 0 = A maka perkalian AB hanya dapat dilakukan jika n = p. Hasil kali matriks AB berupa matriks berukuran m × q dengan nilai elemen pada baris ke b kolom ke k merupakan hasil kali internal (dot product) vektor

baris ke b dari matriks A dan vektor kolom ke k dari matriks B

Perkalian Matriks dengan Bilangan Skalar

Perkalian Internal Vektor (dot product)

Hasil kali suatu bilangan skalar a dengan matriks berukuran m ×××× n

Perkalian internal antara dua vektor a dan b yaitu c = ab hanya

adalah matriks berukuran m ×××× n yang seluruh elemennya bernilai a kali.

terdefinisikan jika banyak kolom vektor a sama dengan banyak baris

a A=A a

vektor b.

Contoh:

Dalam perkalian internal vektor, urutan perkalian harus diperhatikan.

Contoh:

2 baris   3 2 3  

vektor baris: a = [] 2 3 vektor kolom: b =  

perkalian internal dapat dilakukan Perkalian matriks dengan bilangan skalar ini mempunyai sifat-sifat

2 kolom

c = a • b = [ 2 3 ] 4   = [ 2 × 4 + 3 × 3 ][] = 17

sebagai berikut

 3 =  ( Jika urutan dibalik, b : 1 kolom, a : 1 baris, perkalian juga dapat dilakukan

a + b ) A = a A + b A tetapi memberikan hasil yang berbeda

a [] b A = () ab A

17 Perkalian matriks tidak komutatif .

Perkalian Matriks Dengan Vektor

Perkalian Dua Matriks Bujur Sangkar

Contoh:

Contoh:

 baris = 2 Misalkan

A =  3 4  dan

dapat dikalikan

dapat dikalikan

Matriks A kita pandang sebagai

C = Ab =  a

Matriks B kita pandang sebagai

Jika urutan perkalian dibalik, perkalian tidak dapat dilakukan

C = AB =  a 1  b  a •  b  [ 1 b 2 ] =  1 1 a 1 • b 2 karena b terdiri dari satu kolom sedangkan A terdiri dari dua baris. 

 a 2 • b 1 a 2 • b 2   =  2 × 4 + 1 × 5 2 × 2 + 1 × 3   13 7  

Perkalian dua matriks persegi panjang

Pernyataan matriks dengan anak matriks pada contoh di atas adalah

Contoh:

A =   a   1 A  = dan B = 4 3 baris = 3 a B =  b

 a • b a • b  kolom = 3

dapat dikalikan

sehingga

C = AB =  a 

C AB  2 1 3 2    4 3 

Dalam operasi perkalian matriks:

matriks yang pertama kita susun dari anak matriks yang berupa

vektor baris

 matriks yang kedua kita susun dari anak matriks yang berupa

vektor kolom

Jadi perkalian matriks adalah perkalian dari baris ke kolom

Sifat-sifat perkalian matriks

Putaran matriks atau transposisi dari matriks A berukuran m×n

a. Asosiatif dan distributif terhadap penjumlahan adalah suatu matriks A T yang berukuran n×m dengan kolom-

() a A B = a () AB = A () kolom matriks A sebagai baris-barisnya yang berarti pula bahwa a B baris-baris matriks A menjadi kolom-kolom matriks A T

A ()() BC = AB C

 a 11 a 12 L a 1 n ( 

A + B ) C = AC + BC 

 a 21 a 22 L a 2 n  

C ( A + B ) = CA + CB Jika A =  L L L L  = [] a bk

b. Tidak komutatif. Jika perkalian AB maupun BA terdefinisikan,

a mn 

BA

maka pada umumnya AB ≠

c. Hukum pembatalan tidak selalu berlaku.

 11 21 a m 1 

A = a 12 a 22 a m 2     L L L L  = [] a pq

Jika AB = 0 tidak selalu berakibat A = 0 atau B = 0.

maka

 mn 

Putaran Vektor Baris Dan Vektor Kolom

Putaran Jumlah Dua Vektor Baris

Putaran vektor baris akan menjadi vektor kolom. Putaran jumlah dua vektor baris sama dengan jumlah putaran masing-masing vektor Sebaliknya putaran vektor kolom akan menjadi vektor baris.

a = [ 2 4 3 ] dan

maka

Secara umum :

Putaran Hasil Kali Vektor Baris Dan Vektor Kolom

Contoh:

Putaran hasil kali vektor baris dengan vektor kolom atau vektor kolom dengan vektor baris, sama dengan hasil kali putaran

Jika

dan

masing-masing dengan urutan dibalik

Contoh:

Jika

a = [ 2 4 3 ] dan

maka

ab =    4 × 1 4 × 3 4 × 2  

maka

ab = [ 2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2 ]

() ab T =   2 × 3 4 × 3 3 × 3   =   1 3 

ab T

Secara umum :

() ab T = b T a T

Putaran Matriks Persegi Panjang

Putaran Jumlah Matriks

Contoh: Putaran jumlah dua matriks sama dengan jumlah putaran masing-

masing matriks.

Hal ini telah kita lihat pada putaran jumlah vektor baris.

Jika

A =   1 3 2  maka

Jika

dan

Jika matriks A dinyatakan

A = a a 1 + b 1 L a m + b m vektor baris ]   maka [ 1 m ]

sebagai susunan dari

maka

Dengan demikian

Jika matriks A

  b 1 T  dinyatakan dengan

 =  L  +  L   = A T + B T vektor kolom

A = [ a 1 a 2 L a m ] maka A T =   L  

Putaran Hasil Kali Matriks

Matriks Simetris

Putaran hasilkali dua matriks sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan yang dibalik. Hal ini telah kita lihat

Berkaitan dengan putaran matriks, kita mengenal kesimetrisan pada

pada putaran hasil kali vektor baris dan vektor kolom.

matriks nyata.

Matriks simetris adalah matriks yang putarannya sama dengan matriksnya sendiri. Jadi matriks A dikatakan simetris apabila  a 

() AB T = B T A T

Jika

  dan

Jika

maka AB = 

dikatakan bahwa matriks B adalah simetris miring .

Karena dalam setiap putaran matriks nilai elemen-elemen diagonal utama tidak berubah, Dengan demikian maka

maka matriks simetris miring dapat terjadi jika

elemen diagonal utamanya bernilai nol. AB T = 

Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui.

Bentuk umum:

a 11 x 1 + L + a 1 n x n = b 1

a 21 x 1 + L + a 2 n x n = b 2 . . . . . . . . . . .

Sistem Persamaan Linier

a m 1 x 1 + L + a mn x n = b m

Sistem ini mengandung m persamaan dengan n unsur yang tak

diketahui yaitu x 1 ….x n .

Bilangan a 11 …..a mn disebut koefisien dari sistem itu, yang biasanya merupakan bilangan-bilangan yang diketahui.

Bilangan-bilangan b 1 ….b m juga merupakan bilangan-bilangan yang diketahui, bisa bernilai tidak nol maupun bernilai nol

Jika seluruh

b bernilai nol maka sistem persamaan tersebut disebut

sistem persamaan homogen

Dari sistem persamaan linier diharapkan adanya solusi yaitu satu set nilai dari x 1 …x n yang memenuhi sistem persamaan tersebut.

Operasi Baris

a 11 x 1 + L + a 1 n x n = b 1

Jika sistem ini homogen, ia mengandung solusi trivial (solusi tak

penting) yaitu x 1 = 0, …., x = 0.

21 1 2 n n

a m 1 x 1 + L + a mn x n = b m

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang solusi dari sistem persamaan ini adalah:

Pada sistem ini kita dapat melakukan operasi-operasi yang disebut operasi baris sebagai berikut:

a). Benar adakah solusi dari sistem ini ? a). Ruas kiri dan ruas kanan dari setiap persamaan dapat dikalikan b). Bagaimanakah cara untuk memperoleh solusi?

dengan faktor bukan nol yang sama, tanpa mempengaruhi himpunan sistem persamaan tersebut.

c). Kalau sistem ini mempunyai lebih dari satu solusi, bagaimanakah himpunan solusi tersebut?

b). Ruas kiri dari setiap persamaan dapat dijumlahkan ke ruas kiri persamaan yang lain asal ruas kanannya juga dijumlahkan. Operasi ini

d). Dalam keadaan bagaimanakah sistem ini tepat mempunyai tidak mengganggu keseluruhan sistem persamaan tersebut. satu solusi?

c). Mempertukarkan tempat (urutan) persamaan tidaklah mengganggu himpunan sistem persamaan.

Penulisan Persamaan Linier Dalam Bentuk Matriks

Dari cara penulisan tersebut di atas, kita dapat membangun suatu matriks baru yang kita sebut matriks gandengan, yaitu dengan

Sistem persamaan linier dapat dituliskan dalam bentuk matriks dengan

menggandengkan matriks A dengan b menjadi

memanfaatkan pengertian perkalian matriks. Bentuk itu adalah

 11 12 L

 11 12 1 n

 a 21 a 22 a 2 n   x 2 

a 21 a 22 a

LLL

 m 1 m 2 mn

 a m 1 a m 2 a mn   x n 

Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan linier secara atau secara singkat

Ax b = lengkap. Operasi-operasi baris pada sistem persamaan linier kita terjemahkan ke dalam matriks gandengan menjadi sebagai berikut

dengan  a 11 a 12 L a 1 n 

a). Setiap elemen dari baris yang sama dapat dikalikan dengan

A =  a 21 a 22 L a 2 n

 faktor bukan nol yang sama.  x 2

b). Satu baris boleh dijumlahkan ke baris yang lain.

 m 1 m 2 mn 

c). Tempat baris (urutan baris) dapat dipertukarkan.

Eliminasi Gauss

Setiap operasi baris akan menghasilkan matriks gandengan baru.

Eliminasi Gauss merupakan langkah-langkah sistematis untuk Matriks gandengan baru ini disebut sebagai setara baris dengan matriks

memecahkan sistem persamaan linier. Karena matriks gandengan gandengan yang lama.

merupakan pernyataan lengkap dari suatu sistem persamaan linier, maka eliminasi Gauss cukup dilakukan pada matriks gandengan ini.

Operasi baris dapat kita lakukan lagi pada matriks gandengan baru dan menghasilkan matriks gandengan yang lebih baru lagi dan yang terakhir

Contoh:

inipun setara baris dengan matriks gandengan yang lama.

Suatu sistem persamaan linier:

− x A + 4 x B − 2 x C = 0 Dengan singkat kita katakan bahwa operasi baris menghasilkan

x A − 3 x B + 5 x C − 2 x D = 8 matriks gandengan yang setara baris dengan matriks gandengan

− x A + 4 x B − 3 x C + 2 x D = 0 asalnya.

Kita tuliskan persamaan ini dalam bentuk matriks:

Hal ini berarti bahwa matriks gandengan baru menyatakan sistem

persamaan linier yang sama dengan matriks gandengan asalnya.

Matriks gandengnya

adalah: 

Langkah-1: Langkah pertama pada eliminasi Gauss pada matriks gandengan adalah mempertahankan baris ke-1 (disebut mengambil

Langkah-2: Langkah kedua adalah mengambil baris ke-2 dari matriks baris ke-1 sebagai pivot ) dan membuat suku pertama baris-baris

gandeng yang baru saja kita peroleh sebagai pivot, dan membuat suku berikutnya menjadi bernilai nol.

kedua baris-baris berikutnya menjadi nol. Ini kita lakukan dengan mengalikan baris ke-2 dengan 2/3 kemudian menambahkannya ke

Pada matriks yang diberikan ini, langkah pertama ini dilaksanakan baris ke-3, dan mengurangkan baris ke-2 dari baris ke-4. Hasil operasi dengan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-2, mengurangkan baris

ini adalah

ke-1 dari baris ke-3 dan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-4. Hasil operasi ini adalah

 (pivot) 

pivot

( + 2/3 baris 2) 

( + baris1)   0 0 5 − 4 / 3 − 2 | 16 / 3 

( − baris 1)  0 0 − 1 2 |

(-baris 2)

( + baris 1) 41

Kalikan baris ke 3

Langkah-3: Langkah ketiga adalah mengambil baris ke-3 sebagai

dengan 3 agar diperoleh

pivot dan membuat suku ke-3 dari baris ke-4 menjadi nol. Ini dapat

bilangan bulat

kita lakukan dengan mengalikan baris ke-4 dengan 11 kemudian menambahkan kepadanya baris ke-3. Hasilnya adalah:

pivot

 0 0 0 16 | 16   × 11 + baris 3

Sistem-sistem Tertentu Dan Tidak Tertentu

Hasil terakhir 

langkah ketiga

adalah:

Sistem tertentu adalah sistem yang memberikan tepat satu solusi.

Sistem tertentu terjadi jika unsur yang tak diketahui sama banyak

dengan persamaannya, dan persamaan-persamaan ini tidak saling Matriks gandeng terakhir ini menyatakan bentuk matriks:

bergantungan.

Jika unsur yang tak diketahui lebih banyak dari persamaannya, maka 

sistem itu menjadi kurang tertentu. Sistem yang kurang tertentu

memberikan tidak hanya satu solusi akan tetapi banyak solusi. 

 0 0 11 − 6   x C  =  16 

 0 0 0 16   x      D   16 

Jika persamaan lebih banyak dari unsur yang tak diketahui, sistem

menjadi tertentu berlebihan.

Matriks terakhir ini menyatakan sistem persamaan linier: Sistem yang kurang tertentu selalu mempunyai solusi (dan banyak) sedangkan sistem tertentu dan tertentu berlebihan bisa memberikan

x A − x B = 8 yang dengan substitusi

solusi bisa juga tidak memberikan solusi.

3 x B − 2 x C = 8 mundur akan memberikan:

D = 1 ; x C = 2 ; x B = 4 ; x A = 16 12 x

11 x C − 6 x D = 16 x

D = 16 45

Contoh Sistem Persamaan Yang Memberikan Banyak Solusi

Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan :

Contoh:

Matriks gandeng:

Dari persamaan ke-2 kita mendapatkan

yang kemudian memberikan x

Karena x C tetap sembarang maka kita mendapatkan banyak Eliminasi Gauss:

solusi. Kita hanya akan memperoleh nilai x A dan x B jika kita menentukan nilai x  lebih dulu

Contoh Sistem Yang Tidak Memberikan Solusi

Sistem persamaan dari matriks gandeng terakhir ini adalah

Contoh:

− 3 x B + 2 x C = − 10

Matriks gandeng dan eliminasi Gauss memberikan Kita lihat di sini bahwa penerapan eliminasi Gauss pada akhirnya menghasilkan suatu kontradiksi yang dapat kita lihat pada baris  1 − 1 0 |

 terakhir. − 1 4 − 2 |

Hal Ini menunjukkan bahwa sistem persamaan yang sedang kita tinjau

tidak memberikan solusi.

Bentuk Eselon

dan sistem yang

a 11 x 1 + a 12 x 2 + L L L L + a 1 n x n = b 1

2 eselon .

telah tereduksi

c Bentuk matriks pada langkah terakhir eliminasi Gauss, disebut bentuk x 22 2 + L L L L + a 2 n x n = b ′

pada langkah akhir eliminasi Gauss

Dari contoh di atas, bentuk eselon matriks koefisien dan matriks

k rr x r + L + k rn x n = b r ′ gandengannya adalah

akan berbentuk

 0 3 − 2  dan

dengan

a 11 ≠ 0 , a 22 ≠ 0 , k rr ≠ 0 , dan r ≤ n

 a 11 a 12 L

Perhatikan bentuk ini:

b r ′ + 1 , K , b ′ m sama dengan nol atau tidak ada, maka Secara umum bentuk

  0 c 22 L

a). Jika

r = n dan

 eselon matriks M 

sistem persamaan ini akan memberikan tepat satu solusi.

b ′ gandengan adalah  

, b m ′ sama dengan nol atau tidak ada, maka 

b). Jika

dan

 K rr rn r  r < n b ′

+ 1 sistem persamaan ini akan memberikan banyak solusi. 

c). Jika r = n ataupun

b r ′ + 1 , K , b m ′ tidak sama dengan nol atau mempunyai nilai, maka sistem persamaan ini tidak memberikan

Bebas Linier Dan Tak-bebas Linier Vektor-vektor

Jadi suatu sistem persamaan akan memberikan solusi jika

Misalkan

sama dengan nol atau tidak ada. adalah vektor-vektor baris dari suatu matriks A =[a bk ]. Pada suatu sistem persamaan yang memberikan solusi, ketunggalan

solusi terjadi jika r = n .

Kita tinjau suatu persamaan vektor

Jika persamaan akan memberikan banyak solusi. r < n

(c 1 … c m ) bernilai nol, maka vektor-vektor baris tersebut adalah Pengertian tentang kebebasan linier vektor-vektor kita bahas berikut

Nilai r yang dimiliki oleh matriks gandengan ditentukan oleh Apabila persamaan vektor ini terpenuhi hanya jika semua koefisien banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam matriks gandeng.

bebas linier .

ini. Jika persamaan vektor tersebut dapat dipenuhi dengan koefisien yang tidak semuanya bernilai nol (artinya setidak-tidaknya ada satu koefisien yang tidak bernilai nol) maka vektor-vektor itu

tidak bebas linier .

Contoh:

Dua vektor baris

a 1 = [ 2 3 1 2 ] dan a 2 = [ 4 2 6 2 ]

Jika satu himpunan vektor terdiri dari vektor-vektor yang bebas linier,

Vektor a 1 dan a 2 adalah bebas linier karena

maka tak satupun dari vektor-vektor itu dapat dinyatakan dalam kombinasi linier dari vektor yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena

c 1 a 1 + c 2 a 2 = c 1 [ 2 3 1 2 ][ + c 2 4 2 6 2 ] = 0

dalam persamaan tersebut di atas semua koefisien bernilai nol untuk dapat dipenuhi.

hanya akan terjadi jika

Jika vektor-vektor tidak bebas linier maka nilai koefisien pada

Ambil vektor ketiga

persamaan tersebut di atas (atau setidak-tidaknya sebagian tidak

Vektor a 3 dan a

1 tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a 3

bernilai nol) maka satu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi

sebagai

linier dari vektor yang lain.

a 3 = 2 a 1 = 2 [ 2 3 1 2 ][ = 4 6 2 4 ]

Vektor a 1 misalnya, dapat dinyatakan sebagai Vektor a 1 ,a 2 dan a 3 juga tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan

a sebagai

1 1 a 3 = 2 a 1 + 0 a 2 = 2 [ 2 3 1 2 ][ + 0 4 2 6 2 ][ = 4 6 2 4 ]

karena koefisien-koefisien ini tidak seluruhnya bernilai nol Akan tetapi jika kita hanya melihat a 3 dan a 2 saja, mereka adalah

bebas linier.

Rank Matriks

Dengan pengertian tentang vektor yang bebas linier, didefinisikan rank

Contoh:

matriks. Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem Banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam suatu matriks A = [a ]

persamaan yang memberikan solusi tunggal dalam contoh, adalah disebut rank matriks A disingkat rank A. bk

8  Jika matrik B = 0 maka rank B adalah nol.

  0 0 0 16 | 16   Operasi baris pada suatu matriks menghasilkan matriks yang setara

Bagaimana menentukan rank suatu matriks?

baris dengan matriks asalnya. Hal ini berarti pula bahwa rank matriks Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks baru sama dengan rank matriks asalnya.

gandengan, yaitu 4. Selain dari pada itu rank matriks sama dengan Dengan perkataan lain operasi baris tidak mengubah rank matriks.

banyaknya unsur yang tak diketahui yaitu 4 Jadi rank suatu matriks dapat diperoleh melalui operasi baris, yaitu

sama dengan rank matriks yang dihasilkan pada langkah terakhir eliminasi Gauss.

Bentuk eselon matriks yang diperoleh pada langkah terakhir eliminasi Gauss, mengandung vektor-vektor baris yang bebas linier karena vektor yang tak bebas linier telah tereliminasi.

Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan banyak solusi, adalah

Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang tidak memberikan solusi, adalah

dan

dan

  0 0 0 | − 2   Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank

matriks gandengan, yaitu 2. Akan tetapi rank matriks ini lebih Dalam kasus ini rank matriks koefisien tidak sama dengan kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui.

rank matriks gandengan. Rank matriks koefisien adalah 2 sedangkan rank matriks gandengannya adalah 3. Ketidak

samaan rank dari kedua matriks ini menunjukkan tidak

adanya solusi.

Sistem Persamaan Homogen

Apa yang kita amati dalam contoh-contoh di atas

ternyata berlaku umum.

Sistem persamaan disebut homogen apabila nilai b di ruas kanan dari persamaan sistem bernilai nol. Jika tidak demikian maka sistem itu

a). agar suatu sistem persamaan memberikan solusi maka rank disebut tak homogen. Sistem persamaan homogen berbentuk matriks koefisien harus sama dengan rank matriks gandengannya;

a 11 x 1 + a 12 x 2 + L + a 1 n x n = 0

a 21 x 1 + a 22 x 2 + L + a 2 n x n = 0

b). agar sistem persamaan memberikan solusi tunggal maka rank

matriks koefisien harus sama dengan banyaknya unsur yang tak

diketahui;

a m 1 x 1 + a m 2 x 2 + L + a mn x n = 0

c). jika rank matriks koefisien lebih kecil dari banyaknya unsur yang

Bentuk matriks gandengan sistem ini adalah

tak diketahui maka akan diperoleh banyak solusi.

Sistem Persamaan Homogen Yang Hanya Memberikan Solusi Trivial

Eliminasi Gauss pada sistem demikian ini akan menghasilkan  a 11 ′ a 12 ′ L

Matriks gandengan sistem ini dan hasil eliminasi Gauss-nya adalah Jika rank matriks gandengan terakhir ini sama dengan banyaknya

  1 − 1 0 0 | 0   unsur yang tak diketahui, r = n, sistem persamaan akhirnya akan

M Rank matrik koefisien adalah 4; banyaknya unsur yang tak diketahui

a ′ mn x n = 0 juga 4. Sistem persamaan liniernya menjadi

Dari sini terlihat bahwa x n = 0 dan substitusi mundur akhirnya

memberikan semua x bernilai nol. Ini merupakan solusi trivial dan

3 x B − 2 x C = 0 yang akhirnya memberikan x D = x C = x B = x A = 0 solusi trivial ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa r = n. Solusi tak

11 x C − 6 x D = 0

Inilah solusi trivial yang

trivial hanya akan diperoleh jika

16 x D = 0 dihasilkan jika terjadi keadaan r = n

Sistem Persamaan Yang Memberikan Solusi Tak Trivial

Jika kita mengambil nilai x D = 1 maka akan diperoleh

x A − 3 x B + 5 x C − 2 x D = 0 Solusi ini membentuk vektor solusi

− x A + 4 x B − 13 x C + 6 x D = 0 

 12 33  x =  12 / 33  

Matriks gandengan dan hasil eliminasinya adalah

  1 − 3 5 2 | 0  − eliminasi Gauss:

Ax 1 =  0 3 − 2 0   12/33  =  0  Sistem persamaan menjadi

yang jika matriks koefisiennya

digandaawalkan akan

menghasilkan vektor nol b = 0

11 x C − 6 x D = 0

Jika kita menetapkan nilai x D yang lain, misalnya

x D = 33 akan

menjumlahkan vektor-vektor solusi, misalnya x 1 dan x 2 .

6 / 11  +  18  = x 1 + 33 x 1 = 34 x 1 Penggandaawalan matriks koefisiennya juga akan menghasilkan vektor nol

Vektor solusi x 2 ini merupakan perkalian solusi sebelumnya dengan bilangan skalar (dalam hal ini 33), yang sesungguhnya bisa bernilai sembarang. Secara umum vektor solusi berbentuk

Jelas bahwa x 3 juga merupakan solusi karena jika digandaawalkan akan memberikan hasil vektor nol. Jadi

c c x 1 menjumlahkan vektor solusi yang kita nyatakan sebagai dengan c adalah skalar sembarang

x = secara umum vektor solusi dapat juga diperoleh dengan

Sistem Persamaan Dengan Vektor Solusi Berdimensi 2

Contoh di atas memperlihatkan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk vektor-vektor yang seluruhnya dapat

Contoh:

diperoleh melalui perkalian salah satu vektor solusi dengan skalar

serta penjumlahan vektor-vektor solusi. Kita katakan bahwa solusi

dari sistem persamaan homogen membentuk suatu x ruang vektor. A − 4 B + 5 C − 2 D = 0

− x A + 7 x B − 10 x C + 4 x D = 0

Dalam sistem persamaan homogen yang sedang kita tinjau ini, Matriks gandengan dan hasil eliminasi Gauss adalah ruang vektor yang terbentuk adalah ber-dimensi satu. Perhatikan bahwa setiap vektor solusi merupakan hasilkali skalar

 0 0 0 0 |  0  Jika kita perhatikan lebih lanjut ruang vektor yang terbentuk oleh

dengan vektor x 1 .

  0 0 0 0 | vektor solusi akan berdimensi (n 0  

− r ), yaitu selisih antara

banyaknya unsur yang tak diketahui dengan rank matriks koefisien. Dalam kasus yang sedang kita tinjau ini, banyaknya

Rank matriks ini adalah 2 sedangkan banyaknya unsur tak diketahui 4. unsur yang tak diketahui adalah 3 sedangkan rank matriks

Sistem persamaan menjadi

koefisien adalah 2.

Jika kita memberi nilai

x C = 1 dan x D = 0 Jika Ax

1 = 0, maka perkalian dengan skalar k akan memberikan kita akan mendapatkan

x B = 5 / 3 x ; A = 5/3

x 1 =  5 / 3     adalah salah satu vektor solusi

dan

Ganda-awal matriks koefisien dengan

Dengan kata lain, jika x adalah vektor solusi, maka vektor ini akan memberikan vektor b = 0 , 1 k

adalah juga vektor-vektor solusi dan sebagaimana kita tahu vektor- Ax 1 =

vektor ini kita peroleh dengan memberi nilai x C = 1 dan x D = 0 .

Jika x C = 0 dan x D = 1 akan kita peroleh

dan x A = − 2 / 3 yang membentuk vektor solusi Dari dua contoh terakhir ini terbukti teorema yang menyatakan bahwa solusi sistem persamaan linier homogen  −

akan membentuk ruang vektor berdimensi (n − r ). x 2 =

dengan n unsur tak diketahui dan rank matriks koefisien r

Dengan skalar l sembarang kita akan memperoleh vektor-vektor solusi yang lain seperti

Secara keseluruhan maka vektor-vektor solusi kita adalah

Inilah vektor-vektor solusi yang membentuk ruang vektor berdimensi 2.

Kebalikan Matriks Dan Metoda Eliminasi Gauss-Jordan

Tidak semua matriks bujur sangkar memiliki kebalikan; jika Pengertin tentang kebalikan matriks (inversi matriks) erat kaitannya

A memiliki kebalikan maka A disebut matriks tak singular dengan pemecahan sistem persamaan linier. Namun demikian

dan jika tak memiliki kebalikan disebut matriks singular. pengertian ini khusus ditujukan untuk matriks bujur sangkar n × n .

Kebalikan matriks A (inversi matriks A) didefinisikan sebagai Jika A adalah matriks tak singular maka hanya ada matriks yang jika digandaawalkan ke matriks A akan menghasilkan

satu kebalikan A; dengan kata lain kebalikan matriks

matriks identitas. Kebalikan matriks A dituliskan sebagai A − 1 adalah unik atau bersifat tunggal.

sehingga definisi ini memberikan relasi Hal ini mudah dimengerti sebab jika A mempunyai

A − 1 A = I = AA − 1 dua kebalikan, misalnya P dan Q, maka AP = I =PA dan juga AQ = I =QA, dan hal ini hanya mungkin

Jika A berukuran n × n maka A − 1 juga berukuran n × n dan

terjadi jika P = Q.

demikian pula matriks identitasnya.

Berbekal pengertian kebalikan matriks, kita akan meninjau Dari pembahasan sebelumnya kita mengetahui bahwa jika matriks persamaan matriks dari suatu sistem persamaan linier tak

koefisien A adalah matriks bujur sangkar n × n , maka solusi tunggal homogen, yaitu

akan kita peroleh jika rank A sama dengan n. Hal ini berarti bahwa − 1 Ax = b vektor x pada persamaan di atas dapat kita peroleh jika rank A sama dengan n. Dengan perkataan lain

Jika kita menggandaawalkan kebalikan matriks A ke ruas kiri dan kanan persamaan ini, akan kita peroleh

matriks A yang berukuran n × n tak singular jika

rank A =n

A − 1 Ax = A − 1 b →

Ix = x = A − 1 b dan akan singular jika rank A < n.

Persamaan ini menunjukkan bahwa kita dapat memperoleh vektor Mencari kebalikan matriks A dapat kita lakukan dengan cara eliminasi solusi x dari sistem persamaan linier jika kebalikan matriks koefisien

Gauss-Jordan. Metoda ini didasari oleh persamaan Ax = b.

A ada, atau jika matriks A tak singular. Jika X adalah kebalikan matriks A maka Jadi persoalan kita sekarang adalah bagaimana mengetahui apakah

AX = I

matriks A singular atau tak singular dan bagaimana mencari kebalikan matriks A jika ia tak singular.

Untuk mencari X kita bentuk matriks gandengan

Contoh:

Kita akan mencari kebalikan dari matriks

Jika kita lakukan eliminasi Gauss pada

matriks gandengan ini berubah menjadi

Kita bentuk matriks gandengan [ A I ]

dengan U berbentuk matriks segitiga atas.

A I Eliminasi Gauss-Jordan selanjutnya beroperasi pada  [ ] =

yaitu dengan mengeliminasi unsur-unsur segitiga atas pada U Kita lakukan eliminasi Gauss pada matriks gandengan ini sehingga U berbentuk matriks identitas I.

Langkah akhir ini akan menghasilkan

pivot  0 − 8 − 4 | − 3 1 0   − 3 × baris 1

Hasil terakhir ini memberikan kebalikan matriks A, yaitu  0 − 8 − 4 |

pivot

− 1 1 1   + baris 2 −  1  10 / 8 − 6 / 8 − 1 A 

Kemudian kita lakukan eliminasi Gauss-Jordan

Dengan demikian untuk suatu sistem persamaan linier tak

homogen yang persamaan matriksnya

baris 3  3 − 2 2     x  =  0  

0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2  − 0 . 5 × baris3

vektor solusinya adalah

 1 0 0 | 10 / 8 − 6 / 8 − 1  − 2 × baris 2  x 1 

Kebalikan Matriks Diagonal

Kebalikan Dari Perkalian Matriks

Kebalikan matriks diagonal dapat dengan mudah kita peroleh. Kebalikan dari perkalian dua matriks adalah perkalian dari kebalikan masing-masing matriks dengan urutan dibalik.

 a 11 0 0  − 1 

 1 / a 11 0 0  

() AB − 1 = B − L 1 A − 1

  0 0 a nn  

  0 0 1 / a nn  

Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut

I = ( )( ) AB AB − 1

Kebalikan Dari Kebalikan Matriks

A − 1 I = A − 1 ( )( ) AB AB − 1 = () A − 1 A B () AB − 1 = IB () AB − 1

Kebalikan dari kebalikan matriks adalah matriks itu sendiri.

A − 1 = B () AB − 1

() A − 1 − 1 = A B − 1 A − 1 = B − 1 B () AB − 1 = I () AB − 1 = () AB − 1

Definisi

Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan kompleks sebagai berikut

Bilangan Kompleks Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y)

dari bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan

bagian nyata (real part)

bagian khayal (imaginary part)

dari z

dari z

kita tuliskan Re z = x

Im z = y

Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari pengertian tentang bilangan nyata.

Tinjaulah suatu fungsi

Bilangan Nyata

3.5 y 3

Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3 dan seterusnya;

bilangan nyata pecahan ¼, ½, ¾ dan seterusnya, serta bilangan nyata

yang hanya dapat di angankan seperti π . Walaupun hanya dapat

diangankan, bilangan ini tetap nyata, nilainya adalah 3,14……., dengan

angka desimal yang tak diketahui ujungnya.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu

sumbu yang disebut sumbu nyata, tidak ada nilai y yang nyata untuk x negatif namun untuk x yang negatif dapat didefinisikan suatu | | | | | | | |

bilangan imajiner (khayal)

Jika bilangan nyata 1 menjadi satuan dari bilangan nyata, misalnya

Pernyataan Bilangan Kompleks

10 = 10 × 1 dan seterusnya Satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen nyata maka bilangan imajiner j = √−

dan komponen imajiner dan dituliskan bilangan imajiner, misalnya

1 menjadi satuan dari

z = a + jb

imajiner 2 = j 2 bilangan kompleks

bagian imajiner

imajiner 3 = j 3

bagian nyata

imajiner 9 = j 9 dan seterusnya

Bilangan kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks

Diagram Argand

yang dibatasi oleh sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner (diberi tanda Im)

z = a + jb z = ρ (cos θ + j sin θ ) yang saling tegaklurus satu sama lain

Im

disebut modulus

jb

2 2 • modulus z = ρ = a + b ρ

b = ρ sin θ

setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangan-kompleks

z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ ) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah komponen imajiner-nya

(x,,y)

disebut argumen

a Re

arg z = θ = tan − 1  b    a 

a = ρ cos θ

Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai

z 1 = 3 + j 4 Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai

Sudut dengan sumbu nyata adalah

z 2 = 10 ( cos 20 o + j sin 20 o

θ = tan − 1

1 ( 4 / 3 ) ≈ 53 , 1 o

Pernyataan ini dapat kita tuliskan

Pernyataan z 1 dapat kita tuliskan

z 2 = 10 ( cos 20 o + j sin 20 o )

3 2 + 4 2 ( cos 53 , 1 o + j sin 53 , 1 o )

= 5 ( cos 53 , 1 o + j sin 53 , 1 o )

Kesamaan Bilangan Kompleks

Negatif dari Bilangan Kompleks

a 2 + b 2 merupakan nilai mutlak Nilai negatif dari suatu bilangan kompleks adalah Modulus

nilai negative dari kedua komponennya Dua atau lebih bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang

Jika z = a + jb maka − z = − a − jb sama akan tetapi dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda.

Im

Dua bilangan kompleks dikatakan sama besar jika mereka

jb

• z = a + jb

mempunyai baik ρ maupun θ yang sama besar.

θ + 180 o

Dengan kata lain, mereka memiliki bagian nyata dan bagian

a Re

imajiner yang sama besar..

ρ − z = − a • − jb

CONTOH

Konjugat Bilangan Kompleks

Jika * z

1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z 1 = − 4 − j 6 Konjugat dari suatu bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z yang memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif dari komponen imajiner z.

Sudut dengan sumbu nyata θ 1 = tan − 1 ( 6 / 4 ) = 56 , 3 o

Jika z = a + jb maka z ∗ = a − jb

θ 2 = 56 , 3 o + 180 o = 236 , 3 o

Im

• z = a + jb

z 1 dapat dinyatakan sebagai

jb

z 1 = 4 2 + 6 2 ( cos 56 , 3 o + j sin 56 , 3 o )

− ( θ cos 56 , 3 o + j sin 56 , 3 o )

a Re

z = 7 , 2 cos( 56 , 3 o + 180 o ) j sin( 56 , 3 o + 180 o ) − + jb

• z = a − jb

= 7 , 2 ( − 0 , 55 − j 0 , 83 ) = − 3 , 96 − j 6

CONTOH:

Im Jika z 5

CONTOH:

5 6 = + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6 z = − + j •

Sudut dengan sumbu nyata • z = 5 + j 6 Jika z = − 5 − j 6 maka z ∗ = − 5 + j 6 Re θ = tan − 1 ( 6 / 5 ) = 50 , 2 o

Im

θ ∗ = − 50 , 2 o

Re

z dapat dinyatakan sebagai

• z * = 5 − j 6 Im

z = 5 + 6 2 ( cos 50 , 2 o + j sin 50 , 2 o )

= 7 , 8 ( cos 50 , 2 o + j sin 50 , 2 o )

Jika z = 5 − j 6 maka z ∗ = 5 + j 6

z ∗ = 7 , 8 ( cos 50 , 2 o − j sin 50 , 2 o )

Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks

Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.

z 1 + z 2 = ( a 1 + jb 1 ) + ( a 2 + jb 2 )

Operasi-Operasi Aljabar

Hasil selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen imajiner.

z 1 − z 2 = ( a 1 + jb 1 ) − ( a 2 + jb 2 ) = ( a 1 − a 2 ) + j ( b 1 − b 2 )

Perkalian Bilangan Kompleks

CONTOH:

Perkalian dua bilangan kompleks dilaksanakan seperti halnya kita Diketahui s 1 = 2 + j 3 dan

s 2 = 3 + j 4 melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan perkalian komponen per komponen

( z 1 )( z 2 ) = ( a 1 + jb 1 )( a 2 + jb 2 )

= 5 + j 7 = a 1 a 2 + jb 1 a 2 + jb 1 a 2 − b 1 b = 2 a 1 a 2 + 2 jb 1 a 2 − b 1 b 2

Jika z 2 = z 1 ∗

= − 1 − j 1 z 1 × z 1 ∗ = ( a + jb )( a − jb ) = a 2 − jba + jba + b 2

= a 2 + b 2 Perhatikan: z 1 × z 1 ∗ = z 1 2 = a + jb 2

Pembagian Bilangan Kompleks

CONTOH:

z 1 = 2 + j 3 dan z 2 = 3 + j 4 Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika

( z 1 )( z 2 ) = ( 2 + j 3 )( 3 + j 4 ) = 6 + j 8 + j 9 − 12

pembagian itu dikalikan dengan 1

z 1 = 2 + j 3 dan

( z 1 )( z 1 ∗ ) = ( 2 + j 3 )( 2 − j 3 )

CONTOH:

z 1 = 2 + j 3 dan

3 + j 4 3 − j 4 = ( 6 + 12 ) + j ( − 8 + 9 ) = 18 + j 2 1 2 3 2 + 4 2 25 25

z 1 z 1 ∗ = z 1 2 = ( 2 2 + 3 2 ) = 4 + 9 = 13

Fungsi Eksponensial Kompleks

Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi ekponensial

merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata

Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar

Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + j θ

fungsi eksponensial kompleks didefinisikan

e z = e ( σ + j θ ) = e σ (cos θ + j sin θ ) ;

dengan

e σ adalah fungsi eksponensi al riil`

Melalui identitas Euler e j θ = cos θ + j sin θ

fungsi exponensial kompleks dapat kita tuliskan

Bentuk Polar

CONTOH:

Representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar adalah j θ

z = ρ e Im

Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4

Modulus

arg z = ∠ z = θ

z = 5e j CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e 0,93 Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan

j 0,5

Representasi polar

argumennya ∠ z = 0,5 rad

Bentuk sudut sikunya adalah:

j 0 , 5 z 5 = 10 (cos 0 , 5 + j sin 0 , 5 ) • z = 5 e

CONTOH: .

CONTOH

Misalkan z = − 2 + j 0 Misalkan z = 0 − j 2 Modulus | z = | ρ = 4 + 0 = 2 Modulus | z = | ρ = 0 + 4 = 2

Argumen θ = tan − 1 ( 0 / − 2 ) = ± π tidak bernilai tunggal

Argumen θ = tan − 1 ( − 2 / 0 ) = − π / 2

Di sini kita harus memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0

− 2 Im

komponen nyata: 0 sedangkan komponen nyata − 2 komponen imajiner:

Representasi polar adalah

Im

z = 2 e − j π / 2 Re z = 2 e j π

Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks

Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah

operasi perkalian dan pembagian.

( z 1 )( z 2 ) = ρ 1 e j θ 1 ρ 2 e j θ 2 z 1 j θ = 1 ρ 1 e = ρ 1 j j ( e θ 1 − θ 2 )

Manfaat Bentuk Polar

CONTOH:

Misalkan z 1 = 10 e j 0,5 dan z 2 =5e j 0,4

z 1 z 2 = 10 e j 0 , 5 × 5 e j 0 , 4 = 50 e j 0 , 9

z 1 10 e j 0 , = 5

Konjugat Kompleks

CONTOH:

argumen konjugat berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya

Misalkan z 1 = 10 e j 0 , 5 dan

Im

z 1 z 1 ∗ = 10 e j 0 , 5 × 10 e − j 0 , 5 = 100

Re

z 2 z 2 ∗ = 25

[] z 1 z 2 ∗ = 10 [ e j 0 , 5 × 5 e j 0 , 4 ][ ∗ = 5 0 e j 0 , 9 ] ∗ = 5 0 e − j 0 , 9

Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan

= 10 e − j 0 , 5 × 5 e − j 0 , 4 = 50 e − j 0 , 9

konjugat bilangan kompleks lainnya adalah sebagai berikut ( z )( z *) = | z | 2 atau

|z| =

 z 1  ∗  10 e j 0 , 5  ∗

[ z 1 z 2 ] * = ( )( ) z 1 z 2  z 2     5 e j 0 , 4  

= 10 e − j 0 ,  5 z  = = 2 e − j 0 , 1

Permutasi dan Kombinasi

Permutasi

Permutasi adalah banyaknya pengelompokan sejumlah tertentu komponen

dan A, B, C yang diambil dari sejumlah komponen yang tersedia; dalam setiap

Misalkan tersedia 3 huruf yaitu

Kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3 huruf adalah: kelompok urutan komponen diperhatikan

C A C B B C diperoleh 6 kelompok

B dan kita diminta untuk membuat kelompok yang setiap kelompoknya C

Misalkan tersedia 2 huruf yaitu A dan B

terdiri dari 2 huruf Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama Kelompok yang yang bisa kita bentuk adalah

tinggal 2 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi kedua

B dan A diperoleh 2 kelompok

Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama dan salah satu dari 2 yang tersisa sudah menempati posisi kedua maka hanya tinggal 1 kemungkinan komponen yang dapat menempati

Ada dua kemungkinan huruf yang bisa menempati posisi terakhir yaitu posisi ketiga posisi pertama yaitu A atau B

Jadi jumlah kelompok yang bisa diperoleh adalah Jika A sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu B

Jumlah kemungkinan

Jumlah kemungkinan Jika B sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu

komponen yang

komponen yang kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu A

menempati posisi pertama

Jumlah kemungkinan

komponen yang

menempati posisi ketiga

menempati posisi kedua

Secara umum jumlah kelompok yang dapat kita bangun Dari 4 huruf yaitu

dan A, B, C D kita dapat membuat kelompok yang

dari n komponen

setiap kelompoknya terdiri dari 4 huruf yang setiap kelompok terdiri dari n komponen adalah

Kemungkinan penempatan posisi pertama : 4

Kemungkinan penempatan posisi kedua : 3

Kemungkinan penempatan posisi ketiga : 2 Kita katakan bahwa permutasi dari n komponen adalah n! Kemungkinan penempatan posisi keempat : 1

dan kita tuliskan

jumlah kelompok yang mungkin dibentuk

4 × 3 × 2 × 1=24 kelompok Kita baca : n fakultet yaitu:

Namun dari n komponen tidak hanya dapat dikelompokkan

ABCD BACD CDAB DABC

dengan setiap kelompok terdiri dari n komponen,

ABDC BADC CDBA DACB ACBD BCAD CABD DBCA

ada

tetapi juga dapat dikelompokkan dalam kelompok yang masing-

ACDB BCDA CADB DBAC

24 kelompok

masing kelompok terdiri dari k komponen dimana k < n

ADCB BDAC CBAD DCAB

Kita sebut permutasi k dari n

ADBC BDCA CBDA DCBA

komponen dan kita tuliskan

Contoh: Permutasi dua-dua dari empat komponen adalah

Secara Umum:

4 P 2 = 4 × 3 = 12

Di sini kita hanya mengalikan kemungkinan penempatan

( n − k )!

pada posisi pertama dan ketiga saja yaitu 4 dan 3. Tidak ada komponen yang menempati posisi berikutnya.

Contoh:

Penghitungan 4 P 2 dalam contoh di atas dapat kita tuliskan

P = 4 × 3 × 2 × 4 1 2 = 12

2 × 1 Contoh:

Kombinasi merupakan pengelompokan sejumlah komponen yang mungkin dilakukan

tanpa mempedulikan urutannya

Jika dari tiga huruf A, B, dan C, dapat 6 hasil permutasi yaitu ABC, ACB, BCA, BAC, CAB, dan CBA

Kombinasi namun hanya ada satu kombinasi dari tiga huruf tersebut yaitu

ABC

karena dalam kombinasi urutan posisi ketiga huruf itu tidak diperhatikan ABC = ACB = BCA = BAC = CAB = CBA

Oleh karena itu kombinasi k dari sejumlah n

Contoh:

komponen haruslah sama dengan Berapakah kombinasi dua-dua dari empat huruf jumlah permutasi n P k

dan A, B, C, D

dibagi dengan permutasi k

Jawab:

Kombinasi k dari sejumlah n komponen

dituliskan sebagai n C k

yaitu: AB

AC

AD

Jadi

n C k = k ! = ( n − k )! × k !

BC BD CD

Distribusi Maxwell-Boltzman

Contoh Aplikasi Energi elektron dalam padatan terdistribusi pada tingkat-tingkat

energi yang diskrit; kita sebut

E 1 E 2 E 3 dst.

Distribusi Maxwell-Boltzman

Setiap tingkat energi dapat ditempati oleh

Distribusi Fermi-Dirac

elektron mana saja dan setiap elektron memiliki probabilitas yang sama untuk menempati suatu tingkat energi

Jumlah cara penempatan elektron di E 2 merupakan permutasi n 2 dari dan kita misalkan bahwa distribusi yang terbentuk adalah

Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada

(N − n 1 ) karena sejumlah n 1 sudah menempati E 1

di E 1 terdapat n 1 elektron

di E 2 terdapat n 2 elektron P 2 = n 2 P N n =

( N − n )!

( N − n 1 − n 2 )!

di E 3 terdapat n 3 elektron dst.

maka jumlah cara penempatan elektron di E 1 Jumlah cara penempatan elektron di E 3 merupakan permutasi n 3 dari merupakan permutasi n 1 dari N yaitu

(N − n 1 − n 2 ) karena sejumlah (n 1 +n 2 ) sudah menempati E 1 dan E 2

P 1 = n 1 P N = N ! ( N − n 1 )!

( N − n − n )!

1 2 dst. ( N − n 1 − n 2 − n 3 )!

Namun setiap tingkat energi juga memiliki probabilitas untuk ditempati, sudah tidak berarti lagi karena kita tidak dapat membedakan antara

Setelah n 1 menempati E 1 maka urutan penempatan elektron di E 1 ini

yang disebut intrinksic probability

satu elektron dengan elektron yang lain

Misalkan intrinksic probability tingkat E 1 adalah g 1 ,E 2 adalah g 2 , dst. yaitu

Jadi jumlah cara penempatan elektron di E 1 adalah kombinasi n 1 dari N

maka probabilitas tingkat-tingkat energi

E 1 ditempati n n 1 elektron F 1 = g 1 C 1

( N − n 1 )! n 1 !

E 2 ditempati n 2 elektron adalah

E 3 ditempati n 3 elektron F 3 = g 3 n 3 C 3

Demikian pula penempatan elektron di E 2 ,E 3 , dst.

dst.

dst.

( N − n 1 )!

Dengan demikian maka probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron

N-n 1 )! n 2 ! ( N − n 1 − n 2 )! n 2 !

seperti di atas adalah: n 1 n 2 n F 3 = F

1 F 2 F 3 .... = g 1 n 1 g 2 n 2 g 3 n 3 .... C 1 C 2 C 3 ...... = g 1 g 2 g 3 .....

( N − n 1 − n 2 )!

( N − n − n − n )! n ! = 1 3 3 3 ( N − n 1 − n 2 − n 3 )! n

n 1 ! n 2 ! n 3 !.....

dst.

Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Maxwell-Boltzmann

Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita

Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang

pada formulasi distribusi Maxwell-Boltzmann

paling mungkin terjadi

Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh

temperatur

ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian

Jumlah elektron pada

permutasi dan kombinasi

tingkat energi E i

konstanta Boltzmann tingkat energi ke-i

Pembaca dapat melihat proses perhitungan lanjutan ini

probabilitas intrinksik

di buku-e

tingkat energi ke-i

“Mengenal Sifat Material”

fungsi partisi

Distribusi Fermi-Dirac

Energi elektron dalam terdistribusi pada tingkat-tingkat energi

Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus

yang diskrit, misalnya kita sebut

terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada,

E 1 E 2 E 3 dst.

yaitu

Setiap tingkat energi mengandung

di E 1 terdapat n 1 elektron

sejumlah tertentu status kuantum

di E 2 terdapat n 2 elektron

dan tidak lebih dari dua elektron berada

di E 3 terdapat n 3 elektron

pada status yang sama.

dst.

Oleh karena itu jumlah status di tiap tingkat energi menjadi probabilitas intrinksik tingkat

energi yang bersangkutan Yang berarti menunjukkan jumlah

elektron yang mungkin berada di suatu tingkat energi

Maka banyaknya cara penempatan elektron di tingkat

E 1 , E 2 , E 3 dst. merupakan kombinasi C 1 , C 2 ,C 3 dst

Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang ( N − n 1 )! n 1 !

C 2 = ( N − n 1 )!

C 3 = ( N − n 1 − n 2 )!

( N − n 1 − n 2 )! n 2 !

( N − n 1 − n 2 − n 3 )! n 3 ! dst.

paling mungkin terjadi Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh

Dengan probabilitas intrinksik g 1 , g 2 , g

E 3 maka jumlah cara untuk

ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian

menempatkan elektron di tingkat 1 , E 2, E 3 dst. menjadi

permutasi dan kombinasi

g 2 ! n ! ( g − n )!

F 2 = ( g − n )! n !

g 3 − n 3 )! n 3 !

dst.

Pembaca dapat melihat proses perhitungang lanjutan

ini di buku-e

Sehingga probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron adalah:

“Mengenal Sifat Material”, Bab-9 yang dapat diunduh di situs ini juga

F = F 1 F 2 F 3 ... F i =

n i ! ( g i − n i )!

Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Fermi-Dirac namun kita tidak membicarakan lebih lanjut karena proses selanjutnya tidak menyangkut

permutasi dan kombinasi

Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita

pada formulasi distribusi Fermi Dirac

Jika kita perhatikan persamaan ini untuk T → → → → 0

Aritmatika Interval

lim e ( E i − E F ) / k B T

T → 0 = 0 untuk ( E i − E F ) < 0

= ∞ untuk ( E i − E F ) > 0

Jadi jika T = 0 maka n i = g i yang berarti semua tingkat energi sampai E F terisi penuh dan tidak terdapat

elektron di atas E F

E F inilah yang disebut tingkat energi Fermi.

Pengantar

Cakupan Bahasan

Dalam praktik rekayasa dijumpai operasi matematika yang

Pengertian-Pengertian Interval

melibatkan bilangan-bilangan dalam interval. Operasi-Operasi Aritmatika Interval Dalam keadaan demikian kita dihadapkan pada operasi-operasi

Sifat-Sifat Aritmatika Interval

interval.

Bilangan nyata yang biasa kita kita operasikan adalah bernilai tunggal, baik bilangan bulat maupun pecahan

Dalam analisis interval, bilangan yang kita operasikan memiliki nilai yang berada dalam suatu interval tertutup * )

Dengan demikian bilangan yang kita hadapi sesungguhnya

merupakan kumpulan bilangan

Pengertian-Pengertian Interval

Contoh:

Bilangan dalam interval 90 dan 110 adalah kumpulan bilangan yang bernilai antara 90 dan 110 termasuk 90 dan 110 itu sendiri

(interval tertutup).

) Lihat pula “Fungsi dan Grafik”

Suatu kumpulan dinyatakan dengan tanda kurung { }. Secara umum, suatu kumpulan kita nyatakan sebagai

Contoh

S = { x : p ( x )}

S = { x : x ∈ R , 90 ≤ x ≤ 110 }

menunjukkan kumpulan yang kita tinjau

p ( x ) = x ∈ R , 90 ≥ x ≤ 110 menunjukkan

menunjukkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk

menentukan apakah x benar

sembarang elemen

merupakan elemen dari S

dari S

atau tidak

R adalah kumpulan dari semua bilangan nyata

Secara umum, kumpulan bilangan nyata X dalam interval antara Suatu interval X yang memiliki batas bawah (nilai minimum) x

a dan b dengan a < b dan a maupun b terletak antara −∞ dan +

∞ dan kita tuliskan

batas atas (nilai maksimum)

x kita tuliskan

X = { x : x ∈ R , a ≤ x ≤ b , a , b ∈ R , − ∞ < a < b < +∞ }

X = [x x , ]

Penulisan ini tentu agak merepotkan dalam melakukan operasi- kita gunakan tanda kurung [ ] untuk operasi interval

mengakomodasi batas-batas interval. Kita memerlukan cara penulisan yang lebih sederhana agar

mudah melakukan operasi interval. Dalam penjelasan selanjutnya kita akan menggambarkan interval pada garis sumbu nyata sebagai berikut Dalam operasi interval, sesungguhnya kita akan berhubungan hanya dengan batas-batas interval.

Oleh karena itu kita akan menggunakan cara penulisan bilangan

interval yang lebih sederhana, dengan hanya menyatakan batas-

batas intervalnya.

interval X batas bawah batas atas

Lebar Interval

Degenerasi

Suatu interval mengalami degenerasi jika

Lebar suatu interval X adalah bilangan nyata

dan disebut degenerate interval; interval yang tidak mengalami degenerasi disebut nondegenerate.

Contoh:

X = [ 6 , 15 ] w ( X ) = 15 − 6 = 9 dapat dikatakan merupakan keadaan khusus dari suatu interval. Atau

Dengan pengertian ini maka suatu bilangan nyata bernilai tunggal

sebaliknya suatu interval merupakan pernyataan umum (generalisasi) suatu bilangan nyata.

Titik Tengah

Kesamaan