Tugas Ekonomi Kelembagaan Teori Hak Kepe
Tugas Ekonomi Kelembagaan
Teori Hak Kepemilikan
SEKAR WIDIYANTI
05011381320015
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2015
Tuliskan pendapat anda tentang
1. Pelaksanaan hak kepemilikan komunal dalam mengelola SDA di Indonesia?
Jawab:
Menurut pendapat saya semua sumberdaya alam yang dikuasai secara komunal
seperti laut, sungai, udara, padang penggembalaan, dan hutan belantara diasumsikan
sangat rentan terhadap eksploitasi berlebihan,karena sumber daya yang demikian tidak
dimiliki oleh orang per orang sehingga tidak seorang pun yang punya kepedulian untuk
melindunginya.
Oleh karena itu, pada intinya isu-isu kepemilikan tersebut sangat terkait dengan
bagaimana sumber daya yang dimiliki dan dapat diakses bersama oleh semua orang di
dalam suatu komuniti dapat dilindungi dari perusakan. Garett Hardin mengajukan
sebuah solusi alternatif berupa intervensi kebijakan, penguatan kontrol, dan koersi dari
pemerintah terhadap system pengelolaan sumber daya. Sementara itu, dalam pandangan
para ahli ekonomi, harta milik bersama lebih tidak efisien ketimbang milik pribadi,
karena mode pemilikanbersama itu membutuhkan biaya transaksi yang lebih tinggi,
cenderung terjadi maldistribusi danover kapitalisasi. Karena itu solusi yang ditawarkan
ekonom untuk menghindari “tragedi kepemilikan bersama” adalah mendorong peralihan
dari system kepemilikan bersama ke kepemilikan yang bersifateksklusif atau kepemilikan
pribadi.
Klaim pemilikan terhadap suatu kawasan tanah ulayat atau communally owned
resources terkait erat dengan sistem penguasaan (tenure system), yaitu seperangkat hak
yang dimiliki oleh seseorang, atau beberapa entitas privat maupun publik, terhadap suatu
sumber daya tertentu (Bruce, 1989). Sistem penguasaan merupakan suatu produk
kebudayaan. Seperangkat hak atas sumber daya tersebut biasa dikukuhkan melalui
aturan hukum dan adat-istiadat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. System yang efisien dalam memberantas pembajakan produk yang ada hak
kepemilikannya?
Jawab:
Seperti yang sudah kita ketahui di Indonesia sangat marak terjadi “pembajakan”
terhadap hasil-hasil karya milik orang lain. Memperhatikan begitu besarnya peran, pihak
yang berkepentingan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta. Jika terjadi pelanggaran terhadap hak yang dimiliki atau dipegangnya, maka
orang-orang yang mengalami gangguan tersebut akan mencari jalan untuk dapat
memulihkan hak-hak atau kepentingannya. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, untuk memulihkan hak-hak atau kepentingannya dengan mengajukan:
1. Gugatan Perdata.
Pemilik/pemegang hak cipta berhak untuk mengajukan ganti rugi ke Pengadilan
Niaga atas pelanggaran hak cipta dan dapat meminta penyitaan terhadap benda hasil
pelanggaran hak cipta (a quo hak merchandising), dengan membayar sejumlah nilai
benda (merchansdise) yang diserahkan oleh pihak yang beritikad baik. Hakim
berdasarkan keyakinan selama pemeriksaan dapat memerintahkan pelanggar untuk
menghentikan kegiatan perbanyakan merchansdise, untuk mencegah kerugian yang lebih
besar pada pihak yang haknya dilanggar.
2. Tuntutan Pidana
Dengan adanya hak untuk mengajukan gugatan perdata oleh pemegang hak tidak
mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana atas pelanggaran hak cipta itu.
Adanya ancaman pidana itu adalah sebagai salah satu upaya penangkal pelanggaran hak
cipta, serta untuk lebih melindungi pemegang hak cipta juga memungkinkan penahanan
sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Berdasarkan Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu:
a. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
b. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau enjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Ketentuan di atas sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sejatinya ditujukan untuk melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pencipta atau pemegang hak cipta, namun dirasakan
kenyataannya belum dapat terwujud. Dalam sebuah seminar, praktisi hak kekayaan
intelektual, Justisiari P Kusumah menegaskan bahwa upaya perlindungan hak kekayaan
intelektual di Indonesia tidak cukup dengan menyerahkan perlindungan kepada aparat
atau sistem hukum yang ada, tetapi perlu langkah-langkah non-legal. Langkah itu di
antaranya adalah pemberian informasi mengenai kepemilikan hak kekayaan intelektual
oleh pemilik hak, survei lapangan, peringatan kepada pelanggar, dan sebagainya. Selain
langkah tersebut di atas, ada juga tindakan pemilik/pemegang hak merchandising dengan
menempelkan hang tag sebagai salah satu upaya untuk memberantas praktek
pembajakan, sebagaimana dilakukan oleh PT Arema, untuk mengurangi pembajakan dan
beredarnya merchansdise yang tidak membayar royalty.
Dengan adanya sistem atau hukum yang dibuat dalam mengatur pelanggaran hak
cipta atau hak milik ini, diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang merasa dirugikan
jika hasil karya atau hasil cipta mereka dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung
jawab dan hanya menginginkan keuntungan yang besar.
3. Perdagangan bebas ASEAN dengan Cina?
Jawab:
Pendapat saya mengenai perdagangan china – ASEAN adalah pemerintah
indonesia memberikan peluang kepada masyarakat untuk berwirausaha (ukm)
meningkatkan hasil tangan (produk) dengan memberikan modal yang cukup dan bunga
yang rendah agar tercipta barang yang berkualitas eksport dan mempromosikannya
kepada negara-negara lain.
Karena perdagangan china – ASEAN adalah bentuk dari Free Trade Area di
kawasan Asia Tenggara dan China merupakan kerjasama regional dalam bidang ekonomi
mempunyai tujuan untuk meningkatkan volume perdagangan di antara negara anggota
melalui penurunan tarif beberapa komoditas tertentu, termasuk di dalamnya beberapa
komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5 persen. Inti AFTA ASEAN-China adalah
CEPT (Common Effective Preferential Tariff), yakni barang-barang yang diproduksi di
antara negara ASEAN dan China yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 %
kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %.
Indonesia sebagai Negara yang menyetujui AFTA ASEAN-China, yang sudah
masuk ke dalam era perdagangan bebas, sehingga bangsa ini bersaing dengan bangsabangsa ASEAN lainnya dan juga China. Dengan kondisi bangsa Indonesia dan
perekonomian Indonesia saat ini, Indonesia dapat dikatakan masih belum siap dalam
menghadapi persaingan global. Sumber daya manusia Indonesia dengan masih
banyaknya masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang minim membuat
Indonesia diprediksikan akan kalah dalam persaingan. Situasi politik dan hukum di
Indonesia yang amat sangat tidak pasti juga menambah jumlah nilai minus Indonesia
dalam menghadapi AFTA ASEAN-China. Seperti; banyaknya industri yang gulung tikar
karena tidak mampu bersaing yang menyebabkan phk dan pengangguran berdampak pada
pendapatan perkapita masyarakat dan secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi nasional.
Walaupun terdapat dampak negatif dari AFTA ASEAN-China. Indonesia juga
diuntungkan dengan melakukan free export ke negara-negara ASEAN dan China, Seperti;
minyak kelapa sawit, tekstil, alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Selain itu
juga, kita bisa meningkatkan investasi lokal yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran dengan berdirinya produkproduk baru.
Teori Hak Kepemilikan
SEKAR WIDIYANTI
05011381320015
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2015
Tuliskan pendapat anda tentang
1. Pelaksanaan hak kepemilikan komunal dalam mengelola SDA di Indonesia?
Jawab:
Menurut pendapat saya semua sumberdaya alam yang dikuasai secara komunal
seperti laut, sungai, udara, padang penggembalaan, dan hutan belantara diasumsikan
sangat rentan terhadap eksploitasi berlebihan,karena sumber daya yang demikian tidak
dimiliki oleh orang per orang sehingga tidak seorang pun yang punya kepedulian untuk
melindunginya.
Oleh karena itu, pada intinya isu-isu kepemilikan tersebut sangat terkait dengan
bagaimana sumber daya yang dimiliki dan dapat diakses bersama oleh semua orang di
dalam suatu komuniti dapat dilindungi dari perusakan. Garett Hardin mengajukan
sebuah solusi alternatif berupa intervensi kebijakan, penguatan kontrol, dan koersi dari
pemerintah terhadap system pengelolaan sumber daya. Sementara itu, dalam pandangan
para ahli ekonomi, harta milik bersama lebih tidak efisien ketimbang milik pribadi,
karena mode pemilikanbersama itu membutuhkan biaya transaksi yang lebih tinggi,
cenderung terjadi maldistribusi danover kapitalisasi. Karena itu solusi yang ditawarkan
ekonom untuk menghindari “tragedi kepemilikan bersama” adalah mendorong peralihan
dari system kepemilikan bersama ke kepemilikan yang bersifateksklusif atau kepemilikan
pribadi.
Klaim pemilikan terhadap suatu kawasan tanah ulayat atau communally owned
resources terkait erat dengan sistem penguasaan (tenure system), yaitu seperangkat hak
yang dimiliki oleh seseorang, atau beberapa entitas privat maupun publik, terhadap suatu
sumber daya tertentu (Bruce, 1989). Sistem penguasaan merupakan suatu produk
kebudayaan. Seperangkat hak atas sumber daya tersebut biasa dikukuhkan melalui
aturan hukum dan adat-istiadat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. System yang efisien dalam memberantas pembajakan produk yang ada hak
kepemilikannya?
Jawab:
Seperti yang sudah kita ketahui di Indonesia sangat marak terjadi “pembajakan”
terhadap hasil-hasil karya milik orang lain. Memperhatikan begitu besarnya peran, pihak
yang berkepentingan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta. Jika terjadi pelanggaran terhadap hak yang dimiliki atau dipegangnya, maka
orang-orang yang mengalami gangguan tersebut akan mencari jalan untuk dapat
memulihkan hak-hak atau kepentingannya. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, untuk memulihkan hak-hak atau kepentingannya dengan mengajukan:
1. Gugatan Perdata.
Pemilik/pemegang hak cipta berhak untuk mengajukan ganti rugi ke Pengadilan
Niaga atas pelanggaran hak cipta dan dapat meminta penyitaan terhadap benda hasil
pelanggaran hak cipta (a quo hak merchandising), dengan membayar sejumlah nilai
benda (merchansdise) yang diserahkan oleh pihak yang beritikad baik. Hakim
berdasarkan keyakinan selama pemeriksaan dapat memerintahkan pelanggar untuk
menghentikan kegiatan perbanyakan merchansdise, untuk mencegah kerugian yang lebih
besar pada pihak yang haknya dilanggar.
2. Tuntutan Pidana
Dengan adanya hak untuk mengajukan gugatan perdata oleh pemegang hak tidak
mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana atas pelanggaran hak cipta itu.
Adanya ancaman pidana itu adalah sebagai salah satu upaya penangkal pelanggaran hak
cipta, serta untuk lebih melindungi pemegang hak cipta juga memungkinkan penahanan
sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Berdasarkan Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu:
a. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
b. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau enjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Ketentuan di atas sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sejatinya ditujukan untuk melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pencipta atau pemegang hak cipta, namun dirasakan
kenyataannya belum dapat terwujud. Dalam sebuah seminar, praktisi hak kekayaan
intelektual, Justisiari P Kusumah menegaskan bahwa upaya perlindungan hak kekayaan
intelektual di Indonesia tidak cukup dengan menyerahkan perlindungan kepada aparat
atau sistem hukum yang ada, tetapi perlu langkah-langkah non-legal. Langkah itu di
antaranya adalah pemberian informasi mengenai kepemilikan hak kekayaan intelektual
oleh pemilik hak, survei lapangan, peringatan kepada pelanggar, dan sebagainya. Selain
langkah tersebut di atas, ada juga tindakan pemilik/pemegang hak merchandising dengan
menempelkan hang tag sebagai salah satu upaya untuk memberantas praktek
pembajakan, sebagaimana dilakukan oleh PT Arema, untuk mengurangi pembajakan dan
beredarnya merchansdise yang tidak membayar royalty.
Dengan adanya sistem atau hukum yang dibuat dalam mengatur pelanggaran hak
cipta atau hak milik ini, diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang merasa dirugikan
jika hasil karya atau hasil cipta mereka dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung
jawab dan hanya menginginkan keuntungan yang besar.
3. Perdagangan bebas ASEAN dengan Cina?
Jawab:
Pendapat saya mengenai perdagangan china – ASEAN adalah pemerintah
indonesia memberikan peluang kepada masyarakat untuk berwirausaha (ukm)
meningkatkan hasil tangan (produk) dengan memberikan modal yang cukup dan bunga
yang rendah agar tercipta barang yang berkualitas eksport dan mempromosikannya
kepada negara-negara lain.
Karena perdagangan china – ASEAN adalah bentuk dari Free Trade Area di
kawasan Asia Tenggara dan China merupakan kerjasama regional dalam bidang ekonomi
mempunyai tujuan untuk meningkatkan volume perdagangan di antara negara anggota
melalui penurunan tarif beberapa komoditas tertentu, termasuk di dalamnya beberapa
komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5 persen. Inti AFTA ASEAN-China adalah
CEPT (Common Effective Preferential Tariff), yakni barang-barang yang diproduksi di
antara negara ASEAN dan China yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 %
kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %.
Indonesia sebagai Negara yang menyetujui AFTA ASEAN-China, yang sudah
masuk ke dalam era perdagangan bebas, sehingga bangsa ini bersaing dengan bangsabangsa ASEAN lainnya dan juga China. Dengan kondisi bangsa Indonesia dan
perekonomian Indonesia saat ini, Indonesia dapat dikatakan masih belum siap dalam
menghadapi persaingan global. Sumber daya manusia Indonesia dengan masih
banyaknya masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang minim membuat
Indonesia diprediksikan akan kalah dalam persaingan. Situasi politik dan hukum di
Indonesia yang amat sangat tidak pasti juga menambah jumlah nilai minus Indonesia
dalam menghadapi AFTA ASEAN-China. Seperti; banyaknya industri yang gulung tikar
karena tidak mampu bersaing yang menyebabkan phk dan pengangguran berdampak pada
pendapatan perkapita masyarakat dan secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi nasional.
Walaupun terdapat dampak negatif dari AFTA ASEAN-China. Indonesia juga
diuntungkan dengan melakukan free export ke negara-negara ASEAN dan China, Seperti;
minyak kelapa sawit, tekstil, alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Selain itu
juga, kita bisa meningkatkan investasi lokal yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran dengan berdirinya produkproduk baru.