ASUHAN BAYI BARU LAHIR (1)

ASUHAN BAYI BARU LAHIR (BUKU ACUAN APN)
Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang asuhan yang diperlukan bagi bayi baru lahir (BBL). Walaupun
sebagian proses persalinan terfokus pada ibu tetapi karena proses tersebut merupakan proses
pengeluaran hasil kehainilan (bayi), maka penatalaksanaan suatu persalinan dikatakan berhasil
apabila selain ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi yang optimal.
Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah bagian esensial dan asuhan
bayi baru lahir. Sebagian besar (85%-90%) persalinan adalah normal, tetapi gangguan dalam
kehainilan dan proses persalinan dapat mempengaruhi kesehatan bayi-bayi yang baru
dilahirkan. Sebagian besar kesakitan dan kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia,
hipotermia dan atau infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat dicegah bila asfiksia
segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat, dibarengi pula dengan penccgahan
hipotermia dan infeksi.
Tujuan
Pada akhir bab ini, penolong persalinan akan dapat :

1. Menjelaskan dan rnemperagakan langkah-langkah esensial dan asuhan BBL Asuhan
Esensial Neonatal.
2. Menjelaskan tindakan pencegahan infeksi yang berkaitan dengan asuhan BBL.
3. Menjelaskan penilaian awal bayi baru lahir.
4. Menjelaskan alasan dan cara melakukan pencegahan kehilangan panas.

5. Menjelaskan teknik-teknik mengeringkan, menghangatkan dan rangsangan taktil pada
BBL.
6. Membahas alasan untuk menempatkan bayi bersama ibunya setiap saat.
7. Membahas alasan untuk memulai pemberian AST secara dini.
8. Menjelaskan posisi dan cara pemberian ASI yang tepat. (Cara pemberian itu sudah
rnenjelaskan teknik menyusui sehingga tidak perlu disebutkan cara perlekatan karena
bayi tidak melekat pada payudara melainkan menghisap puting susu).
9. Menjelaskan perawatan payudara, gejala dan tanda tersumbatnya saluran ASI dan
mastitis.
10. Menjelaskan asuhan tali pusat yang tepat.
11. Menjelaskan bagaimana memberikan upaya profilaksis terhadap gangguan pada mata.
12. Menjelaskan dan memperagakan prosedur Resusitasi pada BBL yang mengalarni asfiksia.
13. Menjelaskan dan memperagakan langkah-langkah esensial inisiasi dan restorasi
pernapasan dengan ventilasi tekanan positif pada BBL yang mengalarni asfiksia.
14. Menjelaskan penatalaksanaan awal BBL jika terdapat pewarnaan mekonium pada cairan
ketuban.
15. Menjelaskan bagaimana cara mengenali masalah-masalah penyerta yang memerlukan
rujukan bagi hayi baru lahir.
Penatalaksanaan awal bayi baru lahir


Penatalaksanaan awal dimulai sejak proses persalinan hingga kelahiran bayi, dikenal sebagai
Asuhan Esensial Neonatal yang meliputi:
 Persalinan bersih dan aman.
 Memulai/inisiasi pernapasan spontan.
 Stabilisasi temperatur tubuh bayi/menjaga agar bayi tetap hangat.
 ASI dini dan eksklusif.
 Pencegahan infeksi.
 Pemberian Imunisasi.
Persalinan bersih dan aman

Telah dibicarakan dalam bab-bab terdahulu, yang penting di sini agar selalu menerapkan upaya
pencegahan infeksi yang baku (standar) dan ditatalaksana sesuai dengan ketentuan atau
indikasi yang tepat.
Memulai/inisiasi pernapasan spontan

Begitu bayi lahir segera dilakukan inisiasi pernapasan spontan dengan melakukan penilaian
awal, sebagai berikut:
 Segera lakukan penilaian awal pada bayi baru lahir secara cepat dan tepat (0-30 detik).
 Evaluasi data yang terkumpul, buat diagnosis dan tentukan rencana untuk asuhan bayi
baru lahir (lihat Bab 1 mengenai pembahasan pengumpulan data dan membuat

keputusan klinik).
 Nilai kondisi bayi baru lahir secara cepat dengan mempertimbangkan atau
menanyakan 5 pertanyaan sebagai berikut:
1. 1. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
2. 2. Apakah bayi bernapas spontan?
3. 3. Apakah kulit bayi berwarna kemerahan?
4. 4. Apakah tonus/kekuatan otot bayi cukup?
5. 5. Apakah ini kehainilan cukup bulan?
 Bila kelima pertanyaan tersebut jawabannya “Ya”, maka bayi dapat diberikan kepada
ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosional, kemudian di lakukan asuhan
bayi baru lahir normal sebagai berikut:
 Keringkan bayi dengan kain/handuk yang bersih, kering dan hangat, kemudian
lingkupi tubuh bayi dengan kain/handuk kering dan hangat yang lain.
 Bersihkan mulut dan hidung bayi secukupnya. Tidak perlu dilakukan penghisapan
lendir.
 Hangatkan tubuh bayi (selimuti dengan kain yang kering dan hangat, beri tutup
kepala).
 Berikan bayi pada ibunya untuk membangun hubungan emosional dan pemberian
ASI secara dini.


Bila salah satu atau lebih pertanyaan tersebut jawabannya “Tidak”, maka segera
lakukan Langkah Awal Resusitasi Bayi Baru Lahir (lihat di bagian Penatalaksanaan
Bayi Baru Lahir dengan Komplikasi di bagian selanjutnya dalam bab ini).
 Rangsangan taktil
Upaya ini merupakan cara untuk mengaktifkan berbagai refleks protektif pada tubuh bayi baru
lahir. Mengeringkan tubuh bayi juga merupakan tindakan stimulasi. Untuk bayi yang sehat, hal
ini biasanya cukup untuk merangsang terjadinya pernapasan spontan. Jika bayi tidak
memberikan respon terhadap pengeringan dan rangsangan taktil, kemudian menunjukkan
tanda-tanda kegawatan, segera lakukan tindakan untuk membantu pernapasan (lihat di bagian
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dengan Komplikasi di bagian selanjutnya dalam bab ini).
Stabilisasi temperatur tubuh bayi menjaga agar bayi tetap hangat
Pencegahan kehilangan panas
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai, dan dapat dengan
cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan
panas (hipotermia) berisiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam keadaan
basah atau tidak diselimuti, mungkin akan mengalami hipotermia, meskipun berada dalam
ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat badan lahir rendah sangat rentan
terhadap terjadinya hipotermia.
Mekanisme kehilangan panas
Kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

 Evaporasi adalah cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Kehilangan
panas terjadi karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh setelah bayi
lahir karena tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Hal yang sama dapat terjadi setelah
bayi dimandikan.
Gambar 4-1: Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir
Sumber: WHO/RHT/MSM/97-2.
 Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Bayi yang diletakkan di atas meja, tempat tidur atau timbangan
yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas tubuh akibat proses konduksi.
 Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi terpapar dengan udara sekitar
yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan dalam ruang yang dingin akan
cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga dapat terjadi jika ada tiupan
kipas angin, aliran udara atau penyejuk ruangan.
 Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi ditempatkan dekat benda yang
mempunyai temperatur tubuh lebih rendah dan temperatur tubuh bayi. Bayi akan
mengalami kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut
tidak bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
Upaya untuk mencegah kehilangan panas
Kehilangan panas tubuh bayi dapat dihindarkan melalui upaya-upaya berikut ini :
 Keringkan bayi secara seksama.

 Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.
 Tutupi kepala bayi.



 Anjurkan ibu untuk memeluk dan memberikan ASI.
 Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
 Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
Keringkan bayi secara seksama
Segera setelah lahir, segera keringkan permukaan tubuh sebagai upaya untuk mencegah
kehilangan panas akibat evaporasi cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi. Hal ini juga
merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasan.
Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Segera setelah tubuh bayi dikeringkan dan tali pusat dipotong, ganti handuk atau kain yang
telah dipakai kemudian selimuti bayi dengan selimut atau kain hangat, kering dan bersih. Kain
basah yang diletakkan dekat tubuh bayi akan menyebabkan bayi tersebut mengalami kehilangan
panas tubuh. Jika selimut bayi harus dibuka untuk melakukan suatu prosedur, segera selimuti
kembali dengan handuk atau selimut kering, segera setelah prosedur tersebut selesai.
Tutupi kepala bayi
Pastikan bahwa bagian kepala bayi ditutupi setiap saat. Bagian kepala bayi memiliki luas

permukaan yang cukup besar sehingga bayi akan dengan cepat kehilangan panas tubuh jika
bagian kepalanya tidak tertutup.
Anjurkan ibu untuk memeluk dan memberikan ASI
Memeluk bayi akan membuat bayi tetap hangat dan merupakan upaya pencegahan kehilangan
panas yang sangat baik. Anjurkan ibu untuk sesegera mungkin menyusukan bayinya setelah
lahir. Pemberian ASI, sebaiknya dimulai dalam waktu satu jam setelah bayi lahir (lihat bagian
pemberian ASI di bagian selanjutnya dalam bab ini).
Lakukan penimbangan setelah bayi mengenakan pakaian
Karena bayi baru lahir mudah mengalami kehilangan panas tubuh, (terutama jika tidak
berpakaian) sebelum melakukan penimbangan, selimuti tubuh bayi dengan kain atau selimut
bersih dan kering. Timbang selimut atau kain secara terpisah, kemudian kurangi berat selimut
atau kain tersebut dan total berat bayi saat memakai selimut tadi.
Jangan memandikan bayi setidak-tidaknya 6 jam setelah lahir
Tunda untuk memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam setelah lahir. Memandikan bayi
dalam beberapa jam pertama kehidupannya dapat mengarah pada kondisi hipotermia dan
sangat membahayakan keselamatan bayi.
Saat melakukan persiapan untuk memandikan bayi, ikuti rekomendasi-rekomendasi berikut:
 Tunggu sedikitnya enam jam setelah lahir, sebelum memandikan bayi. Waktu tunggu
menjadi lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermia.
 Sebelum memandikan bayi, pastikan bahwa temperatur tubuh bayi telah stabil

(temperatur aksila antara 36,5°C – 37,5°C). Jika temperatur tubuh bayi di bawah
36,5°C, selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi bagian kepalanya dan
tempatkan bayi bersama ibunya di tempat tidur atau lakukan kontak kulit langsung ibu
bayi kemudian selimuti keduanya. Tunda waktu untuk memandikan bayi hingga
temperatur tubuh bayi tetap stabil paling sedikit setelah satu jam dilakukan observasi.
 Jangan memandikan bayi yang mengalami masalah pernapasan.

Sebelum memandikan bayi, pastikan ruangan tersebut hangat dan tidak ada hembusan
angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan bayi dan beberapa lembar
kain atau selimut bersih dan kering untuk menyelimuti bayi setelah dimandikan.
 Mandikan bayi secara cepat dengan air yang bersih dan hangat.
 Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan kering.
 Ganti handuk yang basah dan segera selimuti kembali bayi dengan kain atau selimut
bersih dan kering secara longgar. Pastikan bagian kepala bayi ditutupi dengan baik
(Bayi dibaringkan dalam dekapan ibunya dan diselimuti dengan baik).
 Tempatkan bayi di tempat tidur yang sama dengan ibunya dan anjurkan ibu untuk
menyusukan bayinya.
Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat




Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat. Idealnya, segera setelah lahir bayi harus
ditempatkan bersama ibunya di tempat tidur yang sama. Menempatkan bayi bersama ibunya
adalah cara yang paling mudah untuk menjaga bayi agar tetap hangat, mendorong upaya untuk
menyusui dan mencegah bayi terpapar infeksi.
Asuhan tali pusat

Mengikat tali pusat
Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil (lihat Bab 5), ikat atau jepitkan (jika
tersedia) klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
 Basuh tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh lainnya.
 Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi.
 Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau kain bersih dan
kering.
 Ikat puntung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan benang DTT
atau klem plastik tali pusat atau potongan slang karet infus (DTT atau steril). Lakukan
simpul kunci atau jepitkan secara mantap klem tali pusat tersebut.
 Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang di sekeliling puntung tali pusat
dan lakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci di bagian tali pusat pada sisi yang

berlawanan.
 Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klorin 0,5%.
 Selimuti kembali bayi dengan kain bersih dan kering. Pastikan bahwa bagian kepala
bayi tertutup dengan baik.
Menangani tali pusat
 Jangan membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan bahan atau ramuan apapun
ke puntung tali pusat, dan nasehati keluarga untuk tidak memberikan apapun pada pusar
bayi.

Mengusapkan alkohol ataupun povidon iodin masih diperkenankan sepanjang tidak
menyebabkan tali pusat basah/lembab.
 Beri nasehat pada ibu dan keluarganya sebelum penolong meninggalkan bayi:

Lipat popok di bawah puntung tali pusat.

Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air matang (DTT) dan sabun.
Keringkan secara seksama dengan kain bersih.

Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan perawatan jika pusar menjadi merah
atau mengeluarkan nanah atau darah,


Jika pusar menjadi merah atau rnengeluarkan nanah atau darah, segera rujuk bayi
tersebut ke fasilitas yang mampu untuk memberikan asuhan bayi baru lahir secara lengkap.
Memulai pemberian ASI (menyusui)
Pastikan bahwa pemberian ASI dimulai dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Anjurkan ibu
untuk memeluk dan mencoba untuk menyusukan bayinya segera setelah tali pusat di klem dan
dipotong. Tenteramkan ibu bahwa penolong akan membantu ibu menyusukan bayi setelah
plasenta lahir dan penjahitan laserasi selesai dikerjakan. Anggota keluarga mungkin bisa
membantunya untuk memulai pemberian ASI lebih awal. Setelah semua prosedur yang
diperlukan diselesaikan, ibu sudah bersih dan mengganti baju, (lihat Bab 5) bantu ibu untuk
rnenyusukan bayinya.
Pemberian ASI memiliki beberapa keuntungan
Memulai pemberian ASI secara dini akan :
 Merangsang produksi air susu ibu (ASI)
 Memperkuat refleks menghisap (refleks menghisap awal pada bayi, paling kuat dalarn
beberapa jam pertarna setelah lahir). Memulai pemberian ASI secara dini akan
memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan bayi.
 Mempromosikan hubungan emosional antara ibu dan bayinya.
 Memberikan kekebalan pasif segera kepada bayi melalui kolostrum.
 Merangsang kontraksi uterus.
Pedoman umum untuk Ibu saat menyusui
 Mulai menyusui segera setelah lahir, dalam 30 menit pertama.
 Jangan berikan makanan atau minuman lain kepada bayi (misalnya air, madu, larutan
air gula atau pengganti susu ibu) kecuali ada indikasi yang jelas (atas alasan-alasan
medis). Jarang sekali para ibu tidak cukup memiliki air susu sehingga bayi memerlukan
asupan susu buatan tambahan (Enkin, et al, 2000).
 Berikan ASI saja selama enam bulan pertama kehidupannya.
 Berikan ASI pada bayi sesuai dengan kebutuhannya, baik siang maupun malam (delapan
kali atau lebih dalam 24 jam) selama bayi menginginkannya.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang manfaat kontak langsung ibu-bayi dan perbolehkan
untuk menyusui sesering mungkin untuk merangsang produksi ASI. Pastikan bahwa jumlah air
susu ibu memadai (Enkin, et al, 2000). Yakinkan ibu dan keluarganya bahwa kolostrum (susu
selama beberapa hari pertama setelah kelahiran) mernpunyai nilai nutrisi yang tinggi dan
mengandung semua unsur yang diperlukan oleh bayi. Minta ibu untuk membiarkan bayinya
menyusu tanpa henti sesuai dengan yang diinginkannya. Pada saat bayi melepaskan puting



susu, minta ibu untuk menawarkan puting susu sebelahnya. Jelaskan pada ibu bahwa membatasi
waktu untuk bayi menyusu akan mengurangi jumlah nutrisi yang seharusnya diterima oleh bayi
dan akan menurunkan produksi susunya (Enkin, et al, 2000). Anjurkan ibu untuk bertanya
tentang pemberian ASI dan berikan jawaban sejelas dan selengkap mungkin. Anjurkan ibu untuk
mencari pertolongan dan pemberi asuhan jika ada masalah dengan pemberian ASI.
Posisi yang tepat untuk menyusui
Posisi yang tepat untuk bayi, sangat penting dalam menjamin keberhasilan pemberian ASI dan
mencegah lecet atau retak pada puting susu (Enkin, et al, 2000). Periksa bahwa ibu telah
rneletakkan bayinya pada posisi yang tepat dan bayi melakukan kontak dengan ibunya secara
benar. Berikan bantuan dan dukungan jika ibu memerlukannya, terutama jika ibu baru pertama
kali menyusukan atau ibu berusia sangat muda.

Ingat bahwa ibu yang berpengalaman juga mungkin memerlukan bantuan untuk memulai
menyusukan bayi barunya.
Jelaskan pada ibu bagaimana memeluk bayi dan, mulai menyusukan bayinya
 Beritahukan pada ibu untuk memeluk tubuh bayi secara lurus agar muka bayi
menghadap ke payudara ibu dengan hidung bayi di depan puting susu ibu. Posisinya
harus sedemikian rupa sehingga perut bayi rnenghadap ke perut ibu. Ibu harus
menopang seluruh tubuh bayi, tidak hanya leher dan bahunya.
 Beritahukan pada ibu untuk mendekatkan bayinya ke payudara jika bayi tampak siap
untuk menghisap puting susu. Tanda-tanda siap menyusu adalah bila bayi membuka
mulut, mencari, menoleh dan bergerak mencari sesuatu.
 Tunjukkan pada ibu bagaimana membantu bayinya untuk menempelkan mulut bayi pada
puting susu.
 Beritahukan pada ibu untuk :

Menyentuhkan bibir bayi dengan puting susunya.

Menunggu hingga mulut bayi terbuka lebar.

Mendekatkan bayi dengan cepat ke payudaranya sehingga bibir bawah bayi tepat di
bawah puting susu.
Nilai posisi menyentuhkan mulut bayi pada puting payudara dan caranya menghisap
Tanda-tanda bayi menempel dengan baik pada payudara adalah :
 Dagu menyentuh payudara ibu
 Mulut terbuka lebar
 Mulut bayi menutupi seluas mungkin areola (tidak hanya puting saja)
 Bibir bayi bagian bawah melengkung keluar
 Bayi menghisap dengan perlahan dan kuat, serta kadang-kadang berhenti
 Tidak terdengar suara apapun kecuali suara bayi menelan.
Perawatan payudara
Jelaskan pada ibu bagaimana merawat payudaranya :
 Jika posisi bayi tidak baik, minta ibu untuk berhenti menyusukan bayinya. Atur ulang
posisi bayi, dan kemudian teruskan pemberian ASI. Jika posisi bayi terhadap payudara

tidak benar maka bayi tidak akan menerima nutrisi yang cukup dan puting susu ibu
mungkin mengalami trauma.
 Minta ibu untuk memastikan bahwa ia menjaga puting susunya tetap bersih dan kering.
Anjurkan ibu untuk mengeringkan payudaranya setelah menyusui. Gunakan kain bersih
dan kering ; minta ia dengan lembut mengeluarkan sedikit ASI dan kemudian
mengoleskannya ke puting susu. Hal ini dapat mencegah retak dan lecet. Ibu harus
membiarkan payudaranya kering oleh udara, sebelum berpakaian.
 Yakinkan ibu bahwa jika puting susunya lecet dan retak, hal itu tidak akan memba
hayakan jika ibu terus memberikan ASI. Jika puting susu ibu lecet dan retak, amati cara
ibu saat menyusui, jika terjadi kesalahan, bantu ibu untuk memperbaiki teknik pemberian
ASI. Anjurkan ibu untuk melanjutkan perawatan payudara seperti yang telah di. jelaskan
sebelumnya.
 Bersama ibu dan keluarganya, kaji tanda dan gejala tersumbatnya saluran ASI atau
mastitis. Anjurkan ibu untuk mencari perawatan segera (tapi meneruskan pemberian
ASI) jika ia mengalami masalah dengan payudaranya.
Gangguan pada payudara dapat berupa :

Bintik merah, garis atau bintik panas pada salah satu payudaranya

Benjolan dengan rasa nyeri

Temperatur tubuh lebih dan 38°C, perasaan yang umurnnya terjadi saat tidak enak
badan dan atau sakit.
Pencegahan infeksi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi. Saat melakukan penanganan bayi baru lahir,
pastikan untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi berikut ini:
 Cuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi.
 Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
 Pastikan bahwa semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat telah
didisinfeksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan bola karet penghisap, pakai
yang bersih dan baru.

Jangan pernah menggunakan bola karet penghisap dari satu bayi ke bayi yang lain.
 Pastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan untuk bayi,
telah dalam keadaan bersih.
 Pastikan bahwa timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop dan benda-benda
lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaininasi, cuci,
dan keringkan setiap kali setelah digunakan [ Bab 1]).
Upaya profilaksis terhadap gangguan pada mata
Bayi bisa diberi ASI dan “bertemu” dengan ibu dan keluarganya sebelum mendapatkan tetes
mata profilaktik (larutan perak nitrat 1%) atau salep (salep tetrasiklin % atau salep mata
eritroinisin 0,5%). Tetes mata atau salep antibiotika tersebut harus diberikan dalam waktu satu

jam pertama setelah kelahiran. Upaya profilaksis untuk gangguan pada mata tidak akan efektif
jika tidak diberikan dalam satu jam pertama kehidupannya.
Teknik pemberian profilaksis mata
 Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
 Jelaskan pada keluarganya tentang apa yang anda lakukan, yakinkan mereka bahwa
obat tersebut akan sangat menguntungkan bayinya.
 Berikan salep atau tetes mata dalam satu garis lurus, mulai dan sudut medial mata
(dekat hidung bayi) menuju ke sudut lateral mata (dekat telinga bayi).
 Pastikan ujung mulut tabung salep atau tabung penetes tidak menyentuh mata bayi.
 Jangan menghapus salep atau tetes mata dan mata bayi dan minta agar keluarganya
tidak rnenghapus obat tersebut.
Ingat :
 Nilai bayi dalam waktu beberapa detik dari 30 detik pertama kehidupannya dengan
menjawab lima pertanyaan pada penilaian awal, bila salah satu jawaban “tidak” lakukan
langkah awal resusitasi.
 Cuci tangan setiap kali sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi.
 Gunakan perlengkapan dan bahan-bahan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
 Jangan menghisap lendir bayi secara rutin.
 Keringkan dan berikan rangsangan pada bayi segera setelah lahir.
 Ganti handuk basah dengan selimut atau kain bersih dan kering.
 Tunda untuk menimbang bayi selama beberapa jam, jaga agar bayi tetap diselimuti
dengan baik selama ditimbang.
 Tunggu sedikinya 6 jam setalah lahir, sebelum bayi dimandikan.
 Jaga agar tubuh dan kepala bayi terselimuti dengan baik, setiap saat.
 Anjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI dalam satu jam pertama kehidupannya.
 Anjurkan ibu untuk menempatkan bayinya di tempat tidur yang sama.
 Berikan asuhan tali pusat.
 Berikan profilaksis mata dalam satu jam setelah kelahiran.
 Berikan profilaksis mata dalam satu jam setelah kelahiran.
Penata bayi baru lahir dengan komplikasi
Jika bayi menunjukkan tanda penyulit pada saat penilaian awal. (bayi tidak bernapas secara
spontan, atau napas megap-megap atau kulit bayi berwarna biru atau pucat)berarti bayi
mengalami asfiksia, maka segera lakukan Langkah Awal Prosedur Resusitasi bayi baru lahir.
Dalam menyambut setiap kelahiran, lakukan persiapan peralatan dan prosedur gawat darurat
bayi baru lahir (lihat daftar titik perlengkapan dan bahan-bahan yang esensial pada lampiran
B-1).
Asfiksia
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan
teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam
kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami
asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder).
Gejala dan tanda asfiksia adalah :

Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dan 30 kali
per menit).
 Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada).
 Tangisan lemah atau merintih.
 Warna kulit pucat atau biru.
 Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai.
 Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikerdia) (kurang dari 100 kali per menit).
Semua bayi yang menunjukkan tanda-tanda asfiksia memerlukan perawatan dan perhatian
segera.
Penatalaksanaan Asfiksia
Penatalaksanaan asfiksia terdiri dan:
1. Langkah Awal
2. Langkah Resusitasi



Langkah Awal
 Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan hangat
untuk melakukan pertolongan.
 Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi atau
mengganjal bahu bayi dengan kain).
 Bersihkan jalan napas dengan alat penghisap yang tersedia.
Keterangan
Cara membersihkan jalan napas bayi
*
Membersihkan jalan napas dengan ketentuan sebagai berikut:

Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir pada mulut baru pada
hidung.

Bila air ketuban bercampur mekonium, mulai penghisapan lendir setelah kepala lahir,
(berhenti sebentar untuk menghisap lendir di mulut dan hidung). Bila bayi menangis, napas
teratur, lakukan asuhan bayi baru lahir normal. Bila bayi mengalami depresi, tidak menangis,
lakukan upaya maksimal untuk mernbersihkan jalan napas dengan jalan membuka mulut lebih
lebar dan menghisap lendir di mulut lebih dalam secara hati-hati.
*
Menilai bayi dengan melihat usaha napas, denyut jantung dan warna kulitnya

Bila bayi menangis, atau sudah bernapas dengan teratur, warna kulit kemerahan,
lakukan asuhan bayi baru lahir normal.

Bila bayi tidak menangis atau megap-megap, warna kulit biru atau pucat, denyut jantung
kurang dan 100 kali per menit, lanjutkan langkah resusitasi dengan melakukan ventilasi tekanan
positif.
(Selanjutnya lihat Langkah Resusitasi)
 Keringkan tubuh bayi dengan kain yang kering dan hangat, setelah itu gunakan kain
kering dan hangat yang baru untuk melingkupi tubuh bayi sambil melakukan rangsangan
taktil.

Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha bernapas,
frekuensi denyu jantung dan warna kulit.
Keterangan
Cara Memposisikan bayi dan Membersihkan jalan napas bayi
Memposisikan bayl dan inenibersihkan jalan napas bayi
*
Posisikan bayi untuk berbaring pada punggungnya atau miring dengan kepala/leher
sedikit diekstensikan agar jalan napasnya terbuka dan memudahkan aliran udara. Hindarkan
hiperekstensi kepala, atau menekuk kepala ke arah dada karena kedua perasat (manuver) ini
dapat menghalangi jalan napas bayi. (Jika belum dilakukan, klem dan potong tali pusat untuk
memudahkan pengaturan posisi seperti yang di inginkan).
 Gunakan pengisap lendir De Lee yang telah diproses hingga tahap disinfeksi tingkat
tinggi/steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih untuk rnenghisap lendir di
mulut, kemudian hidung bayi secara halus dan lembut. Hisap mulut terlebih dulu untuk
memastikan tidak ada sesuatu yang dapat teraspirasi oleh bayi saat hidungnya
dihisap.Jangan menghisap jalan napas dengan kuat atau terlalu dalam karena hal ini
dapat menyebabkan jantung bayi melambat atau bayi berhenti bernapas (Enkin, et al,
2000). Penghisapan lendir secara hati-hati akan membersihkan cairan dan lendir dari
jalan napas dan dapat merangsang bayi untuk mulai bernapas. (Jika bayi tidak mulai
bernapas, lihat diagram alur 4-1 Memulai Pernapasan pada Bayi Baru Lahir).
Rangsangan taktil
Jika bayi baru lahir tidak mulai bernapas secara memadai (setelah tubuhnya dikeringkan dan
lendirnya dihisap) berikan rangsangan taktil secara singkat. Pada saat melakukan rangsangan
taktil, pastikan bahwa bayi diletakkan dalam posisi yang benar dan jalan napasnya telah bersih.
Rangsangan taktil harus dilakukan secara lembut dan hati-hati sebagai berikut :
 Dengan lembut, gosok punggung, tubuh, kaki atau tangan (ekstremitas) satu atau dua
kali.
 Dengan lembut, tepuk atau sentil telapak kaki bayi (satu atau dua kali).
Berbagai bentuk rangsangan taktil yang dulu pernah dilakukan, sebagian besar dapat
membahayakan bayi sehingga tidak lagi dilakukan pada bayi baru lahir (lihat Tabel 4-1).
Proses menghisap lendir, pengeringan, dan merangsang bayi tidak berlangsung lebih dan 30
sampai 60 detik dari sejak lahir hingga proses tersebut selesai. Jika bayi terus mengalami
kesulitan bernapas, segera mulai tindakan ventilasi aktif terhadap bayi (lihat Diagram Alur 4-1
Memulai Pernapasan pada Bayi Baru Lahir). Meneruskan rangsangan pada bayi yang tidak
memberi respons untuk bernapas hanya akan membuang waktu yang berharga untuk melakukan
tindakan lanjut di fasilitas kesehatan rujukan, membahayakan kesehatan dan kenyamanan bayi.
Rangsangan yang kasar, keras atan terus menerus, tidak akan banyak menolong dan malahan
dapat membahayakan bayi.
Tabel 4-1: Bentuk rangsangan taktil yang harus dihindari
Bentuk rangsangan taktil yang tidak boleh dilakukan
Bahaya / resiko
Menepuk bokong
Trauma dan luka
Meremas rongga dada
FrakturPneumotoraksGawat
napas



Kematian
Ruptura hati atau
Menekankan kedua paha bayi ke perutnya
hmpaPerdarahan di dalam
Mendilatasi sfingter ani
Sfingter ani robek
Menempelkan kompres panas atau dingin atau menempatkan
HipotermiaHipertermiaLuka
bayi di air panas atau dingin
bakar
Mengguncang bayi
Kerusakan otak
Menlupkan oksigen atau udara dingin ke tubuh bayi
Hipotermia
Suinber: Rachimhadhi et al, 1997 ; American Academy of Pediatrics, 2000
Langkah Resusitasi

1. Bila bayi tidak menangis atau megap-megap, warna kulit bayi biru atau pucat, denyut
jantung kurang dan 100 kali per menit, lakukan langkah resusitasi dengan melakukan
ventilasi tekanan positif.
2. Sebelumnya periksa dan pastikan bahwa alat resusitasi (balon resusitasi dan sungkup
muka) telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan tes untuk balon dan sungkup muka).
3. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau memeriksa bayi.
4. Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan dada bagian atas,
kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang hangat.
5. Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala telah dalam posisi setengah tengadah
(sedikit ekstensi).
6. Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga terbentuk semacam
pertautan antara sungkup dan wajah.
7. Tekan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan seluruh jari tangan (tergantung
pada ukuran balon resusitasi).
8. Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua kali dan periksa
gerakan dinding dada.
9. Bila pertautan baik (tidak bocor) dan dinding dada mengembang, maka lakukan ventilasi
dengan menggunakan oksigen (bila tidak tersedia oksigen gunakan udara ruangan).
10. Pertahankan kecepatan ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik dengan tekanan yang tepat
sambil melihat gerakan dada (naik turun) selama ventilasi.
11. Bila dinding dada naik turun dengan baik berarti ventilasi berjalan secara adekuat.
12. Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi, atau terjadi kebocoran
lekatan atau tekanan ventilasi kurang.
13. Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik : kemudian lakukan penilaian segera
tentang upaya bernapas spontan dan warna kulit :
*
Bila frekuensi napas normal (30-60 kali per menit), hentikan ventilasi, lakukan kontak
kulit ibu – bayi, lakukan asuhan normal bayi baru lahir (menjaga bayi tetap hangat, mulai
pemberian ASI dini dan pencegahan infeksi dan imunisasi).

*
Bila bayi belum bernapas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik,
kemudian lakukan penilaian ulang.
*
Bila frekuensi napas menjadi normal (30-60 kali per menit), hentikan ventilasi, lakukan
kontak kulit ibu – bayi, lakukan asuhan normal bayi baru lahir.
*
Bila bayi bernapas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan ventilasi dengan
menggunakan oksigen (bila tersedia).
*
Bila bayi masih tidak bernapas, megap-megap teruskan bantuan pernapasan dengan
ventilasi.
*
Lakukan penilaian setiap 30 detik, dengan menilai usaha bernapas, denyut jantung dan
warna kulit.
*
Jika bayi tidak bernapas secara teratur setelah ventilasi selama 2-3 menit, rujuk ke
fasilitas pelayan Perawatan Bayi Risiko Tinggi.
*
Jika tidak ada napas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekuensi denyut jantung bayi
setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan ventilasi, bayi dinyatakan meninggal (jelaskan pada
keluarga bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri dukungan emosional pada keluarga.
Memasang Pipa Lambung
Indikasi
Ventilasi dengan balon dan sungkup dalam waktu yang cukup lama (beberapa menit) dan bila
perut bayi kelihatan membuncit, maka harus dilakukan pemasangan pipa lambung dan
pertahankan selama ventilasi karena udara dari orofarings dapat masuk ke dalam esofagus dan
lambung yang kemudian menyebabkan :
1. Lambung yang terisi udara akan membesar dan menekan diafragma sehingga
menghalangi paru-paru untuk berkembang.
2. Udara dalam lambung dapat menyebabkan regurgitasi isi lambung dan mungkin dapat
terjadi aspirasi.
3. Udara dalam lambung dapat masuk ke usus dan menyebabkan diafragma tertekan.
Perawatan Pascaresusitasi
 Setelah prosedur resusitasi berhasil, maka segera lakukan asuhan bayi normal dengan
jalan :

Menjaga bayi tetap hangat, lakukan kontak kulit ibu – bayi.

Lakukan pemberian ASI sedini mungkin.

Pencegahan infeksi dan imunisasi.
Jika terjadi kesulitan bernapas : frekuensi napas > 60 kali per menit, atau < 30 kali per menit
atau, terjadi sianosis sentral atau retraksi dada, merintih, segera tentukan klasifikasi masalah
bayi dengan gangguan napas, kemudian segera dirujuk.
Tindakan Pascaresusitasi
1. Buanglah kateter penghisap dan ekstraktor lendir sckali pakai (disposable) ke dalam
kantong plastik atau tempat yang tidak bocor.
2. Untuk kateter dan ekstraktor lendir yang dipakai daur ulang :
*
Rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit (dekontaininasi).

*
*
*

Cuci dengan deterjen dan air bersih yang mengalir.
Gunakan semprit untuk membilas kateter/pipa.
Rebus atau disinfeksi secara kimiawi.
1. Lepaskan katup dan sungkup, periksa apakah ada yang robek atau retak.
2. Cuci katup dan sungkup dengan deterjen dan air, periksa apakah ada kerusakan,
kemudian lakukan pembilasan dan keringkan.
3. Pilih salah satu cara sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi :
*
Sterilisasi dengan Autokiaf (Autoclave):

Suhu 120°C, selama 30 menit bila dibungkus, 20 menit bila tidak dibungkus.
*
DTT dengan :

Merebus/kukus selama 20 menit dihitung sejak air mendidih

Rendam dalam larutan kimiawi (klorin 0,1% atau cidex) selama 20 menit
1. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan dengan kain bersih dan
kering atau keringkan dengan udara.
2. Setelah disinfeksi kimiawi, bilas seluruh alat dengan air bersih dan biarkan kering
dengan udara.
3. Pasang kembali balon.
4. Lakukan pengujian untuk meyakinkan bahwa balon tetap berfungsi :

Tutup jalan udara keluar dengan telapak tangan dan amati apakah balon akan
mengembang kembali bila tahanan pada jalan udara dilepaskan.

Ulangi percobaan tersebut dengan memakai sungkup yang sudah dipasang pada balon.
Catatan Medik
Catat hal-hal di bawah ini dengan rinci
 Kondisi bayi saat lahir.
 Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernapasan.
 Waktu antara lahir dengan mulainya pernapasan.
 Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi.
 Hasil tindakan resusitasi.
 Bila tindakan resusitasi gagal, cari penyebab kegagalan tindakan tersebut.
 Nama-nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan.
Mekonium pada cairan ketuban
Komplikasi lain yang sering ditemui dan membahayakan kesehatan bayi baru lahir adalah
terdapatnya mekonium pada cairan ketuban. Sangat sulit untuk memperkirakan dengan tepat
kapan terjadinya pengeluaran mekonium. Untuk itu penolong harus selalu siap terhadap adanya
mekonium dalam cairan ketuban pada setiap kelahiran. Mekonium dalam cairan ketuban
merupakan indikasi adanya gangguan pada bayi yang berkaitan dengan masalah intrauterin
ataupun gangguan pernapasan karena aspirasi mekonium setelah bayi lahir. Amati bayi secara
cermat terhadap tanda-tanda adanya penyulit setelah bayi dilahirkan. Jika bayi mengalami
kesulitan bernapas, segera ikuti langkah-langkah penatalaksanaan asfiksia yang dibahas di
awal bab ini.

Bila terdapat mekonium dalam cairan ketuban, petugas yang menolong persalinan harus
bertindak proaktif, dengan jalan menghisap cairan dari mulut dan hidung bayi sebelum
melahirkan bahu. Setelah bahu dan badan bayi lahir seluruhnya, segera dilakukan langkah awal
prosedur resusitasi hingga tahap penilaian bayi.