HUBUNGAN PARITAS DAN USIA IBU HAMIL DENGAN BERAT BAYI LAHIR DI PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA KARANG BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012

(1)

Oleh Adriawan Tirta

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Jurusan Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

WITH INFANT BIRTH WEIGHT IN PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA KARANG BANDAR LAMPUNG IN 2012

By

ADRIAWAN TIRTA

Healthy infant is the key in creating quality of human. the condition of mother before and during pregnancy will determine the weight of the infant born. Infant birth weight is an indicator of the baby’s health. The purpose of this study is to determine the relationship of parity and maternal age with infant birth weight in Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung in 2012. This research design using analyticalcorrelative methods with retrospective approach. The study was conducted in April 2013 in Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung.

The sample of this research were 353 peoples that taken from medical record data. This research samples using total sampling technique. The results of normal infants birth weight in mothers with high parity is 122 to 208 births. While low birth weight infants in age of mother at risk only 2 births. Based on chisquare test on the number of parity has a value of p <0,144, so it concluded there was no correlation between the number of parity and birth weight. Results of research on maternal age has a value of p <0,649, so it concluded there was no correlation between maternal age and infant birth weight.


(3)

LAHIR DI PUSKESMAS RAWAT INAP KOTA KARANG BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012

Oleh

ADRIAWAN TIRTA

Bayi sehat adalah modal dalam mewujudkan manusia berkualitas. Keadaan ibu sebelum dan saat hamil akan menentukan berat bayi yang dilahirkan. Berat bayi lahir merupakan salah satu indikator kesehatan bayi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan paritas dan umur ibu hamil dengan berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang tahun 2012. Desain penelitian ini menggunakan metode analitik-korelatif dengan pendekatan retrospektif. Penelitian dilakukan pada bulan April 2013 di Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung .

Sampel penelitian berjumlah 353 orang yang di ambil melalui data rekam medik. Sampel penelitan ini menggunakan teknik total sampling. Dari hasil penelitian diperoleh berat bayi lahir normal pada ibu dengan jumlah paritas tinggi mencapai 122 sampai 208 kelahiran. Sedangkan berat bayi lahir rendah dengan usia ibu beresiko hanya terdapat 2 kelahiran. Berdasarkan uji chisquare pada jumlah paritas didapatkan p<0,144, sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara jumlah paritas dan berat bayi lahir. Hasil penelitian pada usia ibu didapatkan p<0,649, sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara usia ibu dan berat bayi lahir.


(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR ...

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah... 1

1.1.1. Latar Belakang ... 1

1.1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.2.1. Tujuan penelitian ... 5

1.2.1.1. Tujuan Umum ... 5

1.2.1.2. Tujuan Khusus... 6

1.2.2. Manfaat Penelitian... 6

1.3 Kerangka Pemikiran ... 6

1.3.1 Kerangka Teori ... 6

1.3.2 Kerangka Konsep... 7

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kehamilan ... 9

2.1.1. Fisiologi Kehamilan... 9

2.1.2. Pengaruh Gizi pada Kehamilan ... 12

2.1.3. Pemantauan Status Gizi Ibu Selama Hamil ... 13

2.1.4. Perencanaan Kehamilan dan Periode Kehamilan ... 13


(6)

2.3. Pertambahan berat badan ... 20

2.3.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin ... 22

2.3.2. Pertambahan Berat Badan Selama Kehamilan dengan.... Berat Lahir Bayi... 24

2.4. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Berat Bayi Lahir... 24

2.5. Pendidikan ... 27

2.6. Hubungan Paritas dengan Berat Bayi Lahir ... 27

2.7. Berat Badan Ibu Sebelum Hamil ... 30

2.8. Tekanan Darah Sistole pada Trimester III ... 31

2.9. Riwayat Keguguran ... 32

III. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Desain Penelitian ... 33

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 33

3.3. Populasi Penelitian... 34

3.4. Sample Penelitian ... 34

3.5. Definisi Operasional ... 35

3.6. Alat dan Cara Penelitian ... 36

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 40

4.1.1 Analisis Univariat... 40

4.1.2 Analisis Bivariat... 45

4.2 Pembahasan ... 47

V . KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 53

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori... 7 Gambar 2. Berbagai Hubungan Antar Variabel... 8


(8)

DAFTAR GRAFIK

Gambar Halaman

1. Perbandingan Jumlah dan Persentase Usia Ibu yang Melakukan Persalinan di Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung pada

Tahun 2012 ...42 2. Perbandingan Jumlah dan Persentase Jumlah Paritas Ibu yang

Melakukan Persalinan di Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung

Tahun 2012 ...43 3. Perbandingan Jumlah dan Persentase Berat Bayi Lahir yang

Dilahirkan di Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kenaikan Berat Badan pada Masa Kehamilan...20

Tabel 2. Rekomendasi Peningkatan Pertambahan BB bagi Ibu Hamil...22

Tabel 3. Definisi Operasional ...36

Tabel 4. Distribusi frekuensi Masingmasing Variabel ...40

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Usia Subjek Penelitian...41

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Jumlah Paritas Subjek Penelitian...43

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Berat Bayi Lahir Subjek Penelitian ...44

Tabel 8. Hubungan Antara Usia dan Berat Bayi Lahir ...46


(10)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Bayi sehat adalah modal utama dalam mewujudkan manusia berkualitas. Keadaan ibu sebelum dan saat hamil akan menentukan berat bayi yang dilahirkan. Asupan makanan yang baik dari segi kualitas dan kuantitas juga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam kandungan. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis dan sekaligus kejadian biologis. Kehamilan juga merupakan beban bagi tubuh yang dapat menimbulkan akibat yang cukup serius bagi ibu dan bayinya apabila calon ibu menderita kurang gizi. Dari setiap kehamilan tersebut selalu diharapkan lahirnya bayi yang sehat dan sempurna secara jasmani dengan berat badan yang cukup. Masa kehamilan merupakan fase terpenting dalam pertumbuhan anak dimasa datang (Rodhi, 2011)

World Health Organization (WHO) 2008, telah membagi umur kehamilan menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Pre-termyaitu kurang dari 37 minggu (259 hari), 2)Term, yaitu mulai 37 minggu sampai 42 minggu atau umur antara 259-293 hari, 3) Post-term, yaitu lebih dari 42 minggu (294 hari) (Manuaba, 2004).


(11)

Berat bayi lahir merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir, yang mana seorang bayi sehat dan cukup bulan, pada umumnya mempunyai berat lahir sekitar 3000 gram. Secara umum berat bayi lahir yang normal adalah antara 3000 gram sampai 4000 gram, dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gram dikatakan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR berhubungan dengan angka kematian dan kesakitan bayi, selain itu juga berhubungan dengan kejadian gizi kurang di kemudian hari yaitu pada periode balita, maka angka BBLR di suatu masyarakat dianggap sebagai indikator status kesehatan masyarakat (Sondari, 2006).

Angka kematian bayi dan angka kematian ibu di Indonesia dalah 32 per 1000 kelahiran hidup dan 355 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sudah menunjukkkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 37 per 1000 kelahiran hidup. Indikator lain meliputi kehamilan dini kurang dari 18 tahun (5,1 %), kehamilan terlalu tua lebih dari 34 tahun (10 %), paritas lebih dari 3 (10,4 %) , anemia pada ibu hamil ( 49,9 %) dan jarak persalinan yang terlalu dekat kurang dari 2 tahun (6,2 %), Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5 cm ( 25%), Wanita Usia Subur yang menderita Kekurangan Energi Kronis (KEK) yang berisiko melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Depkes RI, 2004).

Kondisi kesehatan ibu ketika memasuki kehamilan belum seperti yang diharapkan, ibu mengalami kekurangan gizi pada saat sebelum hamil dan hamil, serta keadaan ekonomi yang rendah merupakan risiko untuk melahirkan BBLR. BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan umur kehamilan. BBLR merupakan salah satu faktor utama yang


(12)

berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal mengalami kematian 6,5% kali lebih besar daripada bayi lahir dengan berat badan normal, prevalensi BBLR 7,5 % yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi setiap tahun (Saraswati, 2003).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun, ada satu neonatus meninggal. Penyebab utama kematian neonatal adalah BBLR sebanyak 29%. Insiden BBLR di Rumah Sakit di Indonesia berkisar 20% (Amiruddin, 2009).

Beberapa penyebab terjadinya bayi lahir dengan berat badan rendah diantaranya kehamilan di bawah umur 20 tahun merupakan kehamilan yang beresiko tinggi. Angka kesakitan dan kematian ibu demikian pula bayi, 2-4 kali dibandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur, Pada umur tersebut fungsi dari alat reproduksi belum siap, sehingga mengakibatkan banyak resiko (Trihardiani, 2011).

Usia ibu mempengaruhi tingkat kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) terutama ibu dengan paritas tinggi yaitu usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pada usia ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) peredaran darah menuju serviks dan juga menuju uterus masih belum sempurna sehingga hal ini dapat mengganggu proses penyaluran nutrisi dari ibu ke janin yang dikandungnya (Manuaba, 2004).


(13)

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga meningkat seiring dengan penambahan usia ibu, karena dengan meningkatnya usia akan terjadi perubahan -perubahan pada pembuluh darah dan juga ikut menurunnya fungsi hormon yang mengatur siklus reproduksi (endometrium). Disamping itu, semakin bertambahnya usia maka akan semakin meningkatkan pula risiko hipertensi yang juga merupakan faktor predisposisi terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Sondari, 2006)

Penelitian yang dilakukan oleh Suhaili di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung pada tahun 2003 memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara kejadian BBLR dengan usia ibu, tingkat pendidikan ibu, paritas lebih dari 4, dan interval kehamilan yang kurang dari 2 tahun. Penelitian lain yang dilakukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2003, menemukan adanya hubungan yang bermakna antara penambahan berat badan ibu selama kehamilan dengan berat bayi yang dilahirkan (Boedjang, 2004).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia sebesar 11,5 %. Sedangkan dari data rekam medik yang ada di Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung, angka kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) sebanyak 484 kejadian dari total 8490 kelahiran hidup pada tahun 2011 (Rodhi, 2011). Dan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) pada tahun 2011 sebesar 30 dari total 328 kelahiran hidup.


(14)

Karena masih tingginya angka kejadian BBLR yang ada di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung yaitu sebesar 30 dari total 328 kelahiran hidup pada tahun 2011, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor -faktor yang mempengaruhi kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) terutama hubungannya dengan usia ibu dan paritas. maka hal inilah yang menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan suatu penelitian tentang hubungan paritas dan usia ibu selama hamil dengan berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012.

1.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana gambaran paritas dan usia ibu hamil di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang tahun 2012?

2. Bagaimana gambaran berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang di tahun 2012?

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.2.1 Tujuan penelitian

1.2.1.1 Tujuan Umum

Dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan paritas dan usia ibu hamil dengan berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang tahun 2012.


(15)

1. 2. 1. 2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran paritas ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012?

2. Untuk mengetahui gambaran usia ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012?

3. Untuk mengetahui gambaran berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012?

4. Untuk mengetahui hubungan paritas dan usia ibu hamil dengan berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang tahun 2012?

1.2.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kesehatan masyarakat.

b. Institusi

1) Sebagai bahan masukan tentang faktor yang berhubungan dengan berat bayi lahir yang dapat dijadikan evaluasi dan pengambilan kebijakan di dinas kesehatan.

2) Sebagai bahan masukan kepada pihak puskesmas sehingga dapat melakukan konseling kepada masyarakat tentang pengaruh usia calon ibu hamil yang termasuk resiko tinggi dalam rangka mencegah bayi lahir dengan berat rendah dan kematian bayi dan ibu.


(16)

c. Masyarakat

Sebagai sumber informasi yang berguna bagi masyarakat untuk lebih mengetahui hubungan paritas dan usia ibu hamil dengan berat bayi lahir. d. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat menjadi acuan serta tambahan

kepustakaan.

1.3 Kerangka Pemikiran

1.3.1 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir terbagi dalam dua kelompok: 1. Faktor biologi: usia, paritas, IMT.

2. Faktor lingkungan: status sosial ekonomi, intake gizi selama hamil, pelayanan kesehatan, prilaku merokok, alkohol, obat-obatan, dan pendidikan (Setiyaningrum, 2005).

Gambar 1. Kerangka teori menurut Sondari, 2006) Faktor Biologis

Usia Paritas IMT

Ibu hamil

Faktor Lingkungan IntakeGizi Sosioekonomi Kebiasaan (merokok, alkohol Pendidikan


(17)

1.3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antar variabel yang akan diamati atau diukur melalui suatu penelitian. Dalam penelitian yang dilakukan kali ini yang menjadi variabel terikat (dependen) adalah Berat Bayi Lahir dan variabel bebas (independen) meliputi usia dan paritas.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2. Berbagai hubungan antara variabel

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diambil suatu hipotesis bahwa: Terdapat hubungan antara paritas dan usia ibu dengan berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012.

Berat badan bayi lahir Usia


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri dari:

1) Ovulasi

2) Migrasi spermatozoa dan ovum 3) Konsepsi dan pertumbuhan zigot 4) Nidasi (implantasi) pada uterus 5) Pembentukan plasenta

6) Tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2004).

2.1.1 Fisiologi Kehamilan

Kehamilan akan memicu perubahan baik secara anatomis, fisiologis, maupun biokimia. Adanya perubahan tersebut akan sangat mempengaruhi kebutuhan gizi ibu hamil yang bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan janin. Berikut ini beberapa perubahan yang terjadi pada ibu hamil yang secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kebutuhan gizi ibu :


(19)

a. Sistem Endrokin

Plasenta menghasilkan berbagai hormon yang sangat penting untuk kesinambungan kehamilan itu sendiri. Hormon yang dihasilkan terdiri dari human chorionic gonadotropin (hCG), human plasental lactogen (hPL), human chorionic thyroptropin, estrogen, progesteron. Peningkatan produksi estrogen akan mempengaruhi pembesaran uterus, buah dada, dan organ genital, retensi cairan yang menyebabkan pertambahan natrium, perubahan deposisi lemak, relaksasi persendian, penurunan produksi HCl dan pepsin lambung serta berpengaruh pada fungsi kelenjar tiroid serta mengganggu metabolisme asam folat. Hormon progesteron akan memacu pertumbuhan endometrium, penumpukan sel lemak, retensi natrium, menurunkan motilitas saluran cerna dan tonus otot dan menurunkan kontraksi rahim. Kelenjar endokrin seperti kelenjar hipofise dan tiroid membesar sedikit, basal metabolism meningkat. Paratiroid membesar sehingga akan meningkatkan kebutuhan kalsium dan vitamin D.

b. Saluran pencernaan

Penambahan hormon estrogen menyebabkan sekresi air ludah bertambah dan sifatnya menjadi lebih asam. Hal ini relatif sering menimbulkan kerusakan gigi (berlubang) sewaktu hamil. Ibu hamil juga mengalami perubahan metabolisme glukosa untuk menjamin kebutuhan glukosa untuk janin. Keadaan ini berpotensi mengakibatkan terjadinya diabetes kehamilan. Human plasental lactogen (hPL) menyebabkan terjadinya lipolisis serta meningkatkan kadar asam lemak bebas di dalam plasma untuk penyiapan sumber energi pengganti bagi ibu. Hormon ini juga mengganggu kerja insulin, sehingga


(20)

kebutuhan insulin akan meningkat. Ibu hamil yang tidak mampu memenuhi kebutuhan insulin yang meningkat tersebut akan menyebabkan ibu mengalami diabetes kehamilan. Peningkatan hormon progesteron mengakibatkan motilitas saluran cerna berkurang dan transit makanan menjadi lebih panjang sehingga lebih banyak air terserap sehingga terjadi sembelit atau konstipasi. c. Ginjal dan saluran kemih

Terdapat perubahan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh Adreno cortico tropic hormon (ACTH), Anti diuretic hormon (ADH), kortisol, dan aldosteron. Piala ginjal melebar sampai 60 cc, sedangkan bila tidak hamil 10 cc. Panjang dan berat ginjal bertambah 1-1,5 cm. Glomerular filtration rate (GFR) meningkat sampai 50%. Aliran plasma ginjal meningkat sampai 25- 50%. Peningkatan GFR terkadang tidak dibarengi dengan kemampuan tubulus menyerap glukosa yang tersaring sehingga mengakibatkan glukosuria. Hal ini harus dipantau untuk mendeteksi adanya tanda awal dari diabetes kehamilan.

d. Sistem kardiovaskular

Pembesaran uterus akan menekan pembuluh darah panggul dan paha sehingga aliran darah balik akan terganggu dan darah akan mengumpul pada tungkai bawah, pada posisi tidur uterus akan menekan vena cava sehingga akan mengurangi suplai darah ke atrium. Dampaknya adalah terjadi hipotensi. Perubahan yang nampak mencolok adalah kenaikan volume plasma sampai dengan 50% dengan diikuti peningkatan hemoglobin sampai dengan 20% yang meningkat pada trimester II dan mencapai puncaknya pada pertengahan trimester ke II. Kadar hemoglobin dan besi menurun oleh karena adanya hemodilusi.


(21)

e. Hati

Alkaline fosfatase serum meningkat dua kali lipat hal ini diduga akibat penambahan isoenzim alkaline fosfotase plasenta. Kadar albumin menurun lebih banyak dari pada globulin. Sehingga rasio albumin globulin juga menurun tajam. Waktu pengosongan cairan empedu lebih pendek, cairan lebih kental dan terkadang terjadi statis sehingga berisiko terjadi batu empedu (Suliatyoningsih, 2011).

2.1.2 Pengaruh Gizi pada Kehamilan

Keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil mempengaruhi status gizi ibu dan bayi. Pertumbuhan dan perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh asupan gizi ibu, karena kebutuhan gizi janin berasal dari ibu. Berbagai resiko dapat terjadi jika ibu mengalami kurang gizi, diantaranya adalah perdarahan abortus bayi lahir mati, bayi lahir dengan berat rendah, kelainan kongenital, retardasi mental, dan lain sebagainya. Penelitian yang dilakukan terhadap 216 wanita hamil di sebuah klinik di Boston menunjukkan bahwa ibu hamil dengan gizi kurang dan buruk dapat melahirkan bayi dengan kondisi fisik kurang, beberapa bayi lahir mati, meninggal setelah beberapa hari lahir, dan sebagian besar lahir dengan cacat bawaan (Pudjiadi, 2005). Perempuan yang mengalami kekurangan gizi sebelum hamil atau selama minggu pertama kehamilan memiliki resiko lebih tinggi melahirkan bayi yang mengalami kerusakan otak dan sumsum tulang karena pembentukan sistem saraf sangat peka pada 2-5 minggu pertama. Ketika seorang perempuan mengalami kekurangan gizi pada trimester terlahir maka cenderung melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah (kurang dari 2500 gram), hal ini


(22)

dikarenakan pada masa ini janin akan tumbuh dengan sangat cepat dan terjadi penimbunan jaringan lemak (Arisman, 2004).

2.1.3 Pemantauan Status Gizi Ibu Selama Hamil

Pemantauan status gizi ibu hamil dapat dilakukan dengan melihat penambahan berat badan selama kehamilan. Kenaikan berat badan bisa dijadikan indikator kesehatan ibu dan juga janinnya. Laju pertambahan berat badan selama kehamilan merupakan petunjuk yang sama pentingnya dengan pertambahan berat itu sendiri. Oleh karena itu sebaiknya ditentukan patokan besaran pertambahan berat badan sampai kehamilan berakhir. Sekaligus serta mematau prosesnya dan dituliskan dalam KMS ibu hamil. Pemantauan yang sering dilakukan adalah dengan pemeriksaan antropometri yaitu dengan melakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan penentuan berat badan ideal serta pola pertambahan berat. Upaya pemantauan statis gizi ibu selama hamil memerlukan data berat badan sebelum hamil serta berat badan pada kunjungan pertama. Berat badan sekarang diperlukan untuk penentuan pola pertambahan berat badan ibu hamil. Hal ini sangat diperlukan sebagai perimbangan prognosis serta perlu tidaknya intervensi gizi (Arisman, 2004)

Selama kehamilan, ibu akan mengalami penambahan berat badan sekitar 10-12 kg, sedangkan ibu hamil dengan tinggi badan kurang dari 150 cm cukup sekitar 8,8-13,6 kg. Selama trimester I pertambahan berat badan sebaiknya sekitar 1-2 kg (350-400 gram/minggu), sementara trimester II dan III sekitar 0,34-0,5 kg tiap minggu. Ibu yang sebelum hamil memiliki berat normal kemungkinan tidak memiliki masalah dalam konsumsi makan setiap hari, namun penambahan berat


(23)

badannya harus tetap dipantau agar selama hamil tidak mengalami kekurangan atau sebaliknya kelebihan. Ibu hamil dengan berat badan kurang harus mengatur asupan gizinya sehingga bisa mencapai berat badan normal, sedangkan ibu dengan berat badan berlebih tetap dianjurkan makanan yang seimbang dengan bahan makanan bervariasi, dengan mengurangi bahan makanan berkalori tinggi serta lemak (Pudjiadi, 2005).

Selain melihat penambahan berat badan selama hamil, status gizi ibu hamil dapat juga dilihat dari ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) dan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah. Ukuran LILA yang normal adalah 23,5 cm, ibu dengan ukuran LILA dibawah ini menunjukkan adanya kekurangan energi kronis. Hasil penelitian Edwi Saraswati, dkk di Jawa Barat (2003) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (KEK) dengan batas LILA 23 cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Kadar Hb menunjukkan status anemia. Menurut Saefudin (2002) anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II (Saraswati, 2003).

2.1.4 Perencanaan Kehamilan dan Periode Kehamilan

Terdapat dua hal penting dalam membahas kehamilan pada seorang wanita, yaitu perencanaan kehamilan dan periode kehamilan itu sendiri.

1. Perencanaan Kehamilan

Seharusnya seorang calon ibu bisa merencanakan kapan ia akan hamil. Dengan demikian persiapan dalam menyongsong kehamilan dan kehadiran bayi yang didambakan akan lebih matang. Persiapan tersebut meliputi:


(24)

a. Aspek Psikologis

Seorang calon ibu diharapkan siap secara psikologis, ia harus mengetahui bahwa kehamilan yang nanti dijalaninya akan memberikan dampak pada perubahan fisik ibu yang akan mengubah secara total penampilannya. Seorang calon ibu yang tidak matang secara psikologis, misalnya remaja sekolah yang hamil, kemungkinan akan menghadapi kendala yang besar. b. Status Gizi Calon Ibu

Pasangan usia subur yang menginginkan kehamilan diharapkan mempunyai berat badan yang ideal. Dengan kondisi ini ia akan relatif lebih mudah menjalani kehamilan dibandingkan dengan calon ibu dengan berat badan berlebih atau lebih kurus. Kenyataannya adalah, data menunjukkan bahwa sepertiga (35,6%) wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK). Kondisi ini akan menghambat pertumbuhan janin sehingga akan menimbulkan resiko pada bayi dengan BBLR. Mengingat besarnya angka wanita subur yang menderita KEK maka terdapat potensi terjadinya gagal tumbuh antargenerasi. Menurut Hadi (2005) ibu hamil yang menderita kurang gizi, beresiko melahirkan anak BBLR. Apabila bayi yang dilahirkan nanti dapat bertahan hidup tingkat perkembangan dan pertumbuhannya lebih lambat. Terlebih lagi bila kurang mendapat ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang tidak cukup. Bayi BBLR cenderung menjadi balita dengan status gizi yang lebih jelek. Balita kurang gizi akan mengalami hambatan pertumbuhan terutama bila konsumsi dan pola asuhnya tidak benar, bila dapat bertahan hidup


(25)

akan menjadi remaja dan kemudian dewasa dengan tubuh yang pendek, serta produktivitasnya yang rendah (Badriah, 2011) .

Data dari Depkes RI (2004) menunjukkan 52% remaja perempuan menderita anemia. Pada remaja Indonesia (berumur 15 dampai 19 tahun), angka tertinggi kurang gizi kronis mencapai 36%. Masalah kesehatan gizi pada remaja sering berlanjut pada masalah gizi masa dewasa. Bila anaknya lahir hidup akan disertai dengan gangguan pertumbuhan dan tingkat kecerdasan yang kurang. Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu-minggu kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan otak dan sumsum tulang, karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2 sampai 5 minggu pertama konsepsi. Sedangkan ibu dengan malnutrisi sepanjang trimester III akan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) < 2500 gr (Hadi, 2005).

c. Persiapan Materi

Keluarga idealnya mempunyai tabungan untuk menghadapi kehamilan dan persalinan. Baik kehamilan maupun persalinan saat ini membutuhkan biaya yang cukup besar, karenanya perlu dipersiapkan dengan baik. Biaya tersebut dibutuhkan untuk pemeriksaan antenatal care minimal 4 kali selama kehamilan, biaya pembelian makanan, vitamin, dan biaya persalinan pada bidan atau rumah sakit. Biaya untuk antisipasi kemungkinan akan terjadinya kasus emergensi perlu disediakan. Disebutkan pula bahwa prematuritas merupakan hasil kombinasi dari


(26)

beberapa faktor antara lain nutrisi, karakteristik mental dan sosial, juga dipengaruhi oleh kesejahteraan ibu secara umum (William, 2003).

2. Periode Kehamilan

Kehamilan yang normal akan berlangsung selama 38-40 minggu dan jika diukur dari hitungan gari maka kehamilan akan berakhir sesudah 226 hari atau 38 minggu pasca ovulasi atau kira-kira 40 minggu dari akhir hari pertama menstruasi terakhir. Seorang wanita baru dikatakan hamil bila pemeriksaan paramedis telah menemukan tanda pasti kehamilan yaitu: mendengar detak jantung bayi, meraba bentuk janin, atau melihat dengan USG. Dengan pemeriksaan fisik kita dapat menemukan tanda kemungkinan hamil melalui tanda Hegar, Chadwig, Balottemen ditambah dengan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar HCG (human chorionic gonadotropine) di dalam urin yang ditemukan 4 minggu setelah HPHT (hari pertama haid terakhir) atau sekitar 2 minggu setelah pembuahan.

a. Periode Trimester Pertama

Pada masa ini organ-organ tubuh janin mulai dibentuk (organogenesis). Kekurangan zat gizi pada rentang usia ini akan berdampak negatif pada perkembangan otak dan janin. Diperlukan pangan berkualitas bagi ibu hamil yang nutrisinya adekuat dan tidak bersifat/mengandung racun (bahan kimia berbahaya). Misalnya pengawet, pewarna, penyedap, pestisida yang ditambahkan di perkebunan, dan senyawa antibiotik serta hormon yang siberikan di peternakan. Menu ibu hamil harus benar-benar mengandung makanan gizi seimbang. Pada periode ini sangat dibutuhkan penambahan protein dan asam folat.


(27)

b. Periode Trimester Kedua

Pada masa ini asupan gizi masih fokus dipergunakan untuk pembentukkan kepala dan badan janin. Pertumbuhan janin berlangsung sangat cepat. Minggu ke-19 konsepsi (minggu ke-21 HPHT). Di minggu ini berat janin sekitar 300 gram. Panjang janin dari puncak kepala hingga bokong mencapai 16-18 cm. Berbagai sistem organ mengalami pematangan dan terbentuk jaringan lemak sebagai bahan dasar bagi produksi panas tubuh serta sumber energi untuk beraktivitas.

c. Periode Trimester Ketiga

Pada periode ini, faktor penyulit kehamilan semakin banyak. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan dukungan suami dan keluarga untuk mengurangi rasa tidak nyaman, stress, ketakutan, dan terkadang dangat emosional. Ibu hamil harus membersihkan kulit, organ reproduksi, mandi, dan upayakan mengonsumsi makanan bervariasi dan gizi seimbang terutama sayur dan buah yang banyak mengandung vitamin A, C, E, dan serat (selulosa) serta minum air putih setidaknya 8 gelas per hari, dan cukup istirahat. Kebutuhan meningkat sesuai dengan kebutuhan janin yang sudah mampu menyimpan zat besi, vitamin, dan gula melalui plasenta. Kebutuhan air yang adekuat juga akan menjaga suhu intra uterin nyaman untuk janin pada saat bernapas dan belajar mencerna.


(28)

2.2 Berat Bayi Lahir

Ukuran dan besarnya bayi lahir menggambarkan dua faktor, yaitu lama kehamilan dan rata-rata pertumbuhan fetus. Umur kehamilan menjadi hal yang harus dipertimbangkan, sebaliknya peningkatan dalam ukuran yang terjadi terhadap umur sangat didominasi dan dipengaruhi oleh faktor confounding pertumbuhan dan kematangan. Pada umumnya bayi yang lebih besar adalah yang lebih matang dan diketahui bahwa bayi yang tidak matang (terutama sekali secara eksterm pada bayi yang tidak cukup bulan seperti kelahiran kurang dari 32 minggu) mempunyai risiko lebih tinggi untuk meninggal, sakit dan kegagalan perkembangan. Kegagalan dalam mempertimbangkan/memperhitungkan umur gestasional menjadi dominan dan problem utama dalam interpretasi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pembuat keputusan pada klinik serta pada tingkat kesehatan masyarakat (WHO, 2003).

Tiga golongan berat lahir menurut WHO (2003):

1. Bayi dengan berat lahir < 2500 gram, berat bayi lahir rendah 2. Bayi dengan berat lahir >2500 gram, berat bayi lahir normal

Bayi berat lahir 2500-2999 gram masih menunjukkan risiko yang tinggi untuk kematian dan morbiditas seperti ISPA, diare, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Dalam kelompok ini masih terdapat bayi dengan ukuran kecil untuk masa kehamilan (IUGR). Sedang bayi berat lahir baik (≥ 3000 gram), merupakan kelompok yang menunjukkan angka kematian dan kesakitan yang paling rendah (Puffer, 2002).


(29)

2.3 Pertambahan berat badan

Pertambahan berat selama kehamilan adalah salah satu indikator ekspansi volume plasma dan keseimbangan positif kalori dan menggambarkan secara kasar kecukupan diet (Brown, 2005). Rekomendasi untuk pertambahan berat badan selama kehamilan terutama didasarkan pada pertambahan dihubungkan dengan ukuran bayi sehat baru lahir, kira-kira 3500 – 4500 gram (Brown, 2005).

1. Kenaikan Berat Badan

Kenaikan berat badan ibu hamil yang normal berkisar antara 10-12,5 kg. Secara umum, kenaikan berat badan selama kehamilan berkaitan dengan hal sebagai berikut:

Tabel 1. Kenaikan Berat Badan pada Masa Kehamilan

Macam Umur Kehamilan

10 minggu 20 minggu 30 minggu 40 minggu

Fetus 5 300 1500 3300

Plasenta 20 170 430 65

Macam Umur Kehamilan

10 minggu 20 minggu 30 minggu 40 minggu

Uterus 135 585 810 900

Kelenjar mammae 34 180 360 405

Darah ibu 100 600 1300 1250

Lain-lain 326 1915 3500 5795

Total 650 4000 8500 12500

Protein deposite 35 210 535 910


(30)

Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa untuk meningkatkan mutu kehamilan dan menyusui laktasi) diperlukan: (a) pengaturan gizi sebelum, selama, dan sesudah kehamilan; (b) pemeriksaan kesehatan yang teratur selama kehamilan dapat mencegah terjadinya komplikasi; (c) pentingnya tambahan zat gizi, karena ibu hamil tidak hanya makan untuk dirinya, tetapi untuk bayi yang dikandungnya dan ketika menyusui.

2. Pertambahan berat badan yang dianjurkan

Sebelum dekade tujuh puluhan, banyak paramedis (termasuk dokter) yang menganut semi kelaparan, yaitu pembatasan pertambahan berat badan untuk membantu mencegah toksemia. Mereka menganjurkan agar pertambahan berat badan hingga kehamilan berakhir tidak lebih dari 8,2 kg dan menganjurkan pertambahan berat sekitar 9 – 11,3 kg. Pada tahun 1983 usulan ini diubah menjadi 10 – 12,2 kg, dan pada tahun 1990 bersama Institute of Medical angka tersebut diperbaiki menjadi 11,3 – 15,9 kg untuk wanita yang berat terhadap tingginya normal (Arisman, 2004).

3. Kehamilan pada Usia Dewasa

Selama trimester I kisaran pertambahan berat badan sebaiknya 1-2 kg (350-400 g/mg), sementara trimester II dan III sekitar 0,34-0,5 kg tiap minggu. Berat badan ibu hamil akan bertambah sampai 12,5 kg, bergantung berat badan sebelum hamil. Sesuai dengan angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia pada tahun 2004, maka didapat kebutuhan energi wanita dewasa usia 30-39 tahun adalah 1900 kkal. Kebutuhan energi tambahan bila dalam keadaan hamil pada trimester I sebesar 180 kkal, trimester II dan trimester III sebesar 300 kkal (antara 2080 kkal sampai 2200 kkal). Laju pertambahan berat


(31)

badan selama kehamilan merupakan petunjuk yang sama pentingnya dengan pertambahan berat itu sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya ditentukan patokan besaran pertambahan berat sampai kehamilan berakhir, sekaligus memantau prosesnya dan dituliskan dalam KMS ibu hamil (Arisman 2004).

Tabel 2. Rekomendasi Peningkatan Pertambahan BB bagi Ibu Hamil BMI American College-of obgyn Spears

19.8 12.7 – 21.8 kg 12.5 – 18.0 kg

19.8 – 26.0 – 11.5 – 16.0 kg

26.1 – 29 0 6.8 – 11.3 kg 7.0 – 11.5 kg

> 29.0 6.8 kg –

4. Kehamilan pada Remaja

Pada prinsipnya kehamilan remaja tidak berbeda dengan kehamilan pada usia dewasa dengan beberapa pengecualian. Penambahan berat badan dan protein yang direkomendasikan tidak berbeda akan tetapi kehamilan pada remaja membutuhkan lebih banyak kalori untuk mendukung pertumbuhan bayi yang dikandungnya serta kebutuhan kalsium 1300 mg/hari. Kehamilan remaja lebih beresiko dengan anemia, kelahiran prematur, dan pendarahan post partum (Prawirohartono, 2004).

2.3.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Janin

Defisiensi diet ibu lebih cenderung mempengaruhi berat badan dan keadaan umum bayi manusia ketimbang menimbulkan cacat anatomik spesifik seperti yang


(32)

terjadi pada binatang tertentu. Malnutrisi pada ibu hamil menimbulkan tingginya insiden lahir mati atau berat badan lahir rendah, dan defisiensi kalsium di dalam diet ibu mungkin berhubungan dengan struktur tulang neonatus. Kekurangan gizi ibu yang belangsung lama, yang memanjang sampai masa hamil, mungkin mempunyai efek yang lebih serius pada bayi ketimbang gangguan gizi akut selama kehamilan seorang ibu yang sebelumnya mempunyai gizi baik. Efek jangka panjang pada seorang anak lebih berat dan mungkin sangat merusak jika malnutrisi intauterus diikuti oleh malnutrisi dalam bulan-bulan pertama kehidupan. Janin yang dilahirkan secara prematur mulai mempunyai perubahan survival yang besar pada umur kehamilan sekitar 26-28 minggu, pada berat sekitar 800 - 1000 gram, dan panjang sekitar 33-35 cm. Bayi permatur mengalami kesulitan karena kegagalan maturasi yang memadai dari mekanisme enzimatik, ginjal, metabolik, hematologik, dan imunologik. Ciri-ciri tingkah laku bayi prematur berbeda beda menurut umur kahamilan (Nelson,2004).

Kepala bayi yang berat badannya 1000-1500 gram cenderung bulat dan besar jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya; kulitnya kelihatan tembus pandang. Mereka cenderung terutama atonik dan bebaring dalam sikap leher tonik, sering dengan sedikit gerakan pada ekstremitasnya. Suaranya lemah, demikian pula dengan respons memegang. Respons mengisap mungkin pula lemah, dan bayi-bayi ini mungkin memperlihatkan sedikit tanda-tanda lapar bila tidak diberikan makanan. Sulit untuk mengetahui kapan mereka bangun kapan mereka tidur, meskipun mereka dapat dirangsang ke tingkat kewaspadaan yang lebih besar (Nelson, 2004).


(33)

2.3.2 Pertambahan Berat Badan Selama Kehamilan dengan Berat Lahir Bayi

Beberapa penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa jumlah pertambahan berat badan selama kehamilan terutama untuk perempuan yang memulai kehamilannya dalam keadaan status gizi yang tidak menguntungkan. Kombinasi antara berat badan pra-hamil yang rendah dan pertambahan berat badan selama kehamilan yang rendah menjadikan perempuan mempunyai risiko terbesar untuk melahirkan BBLR. Di negara-negara yang sedang berkembang, dimana umumnya ibu dalam keadaan status gizi yang tidak menguntungkan, pertambahan berat badan ibu selama hamil merupakan determinan penting untuk outcome kehamilan (Achadi, 2005).

Pertambahan berat badan menjadi ukuran yang paling umum untuk menilai status gizi wanita hamil dan janin selama kehamilan. Berat badan ibu sangat sensitif terhadap kekurangan gizi akut selama kehamilan, dan merupakan indikator yang mudah dilihat untuk menilai pertumbuhan janin dibandingkan dengan pengukuran antropometri lainnya (Krasovec, 2003).

2.4. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Berat Bayi Lahir

Semakin muda seorang ibu, semakin besar risiko bagi ibu dan bayinya. Bagi remaja putri di bawah usia 15 tahun, risiko kematian meningkat dengan tajam. Remaja putri yang melahirkan sebelum usia 15 tahun memiliki risiko kematian lima kali lipat dibandingkan dengan ibu usia 20 tahunan. Setelah usia 35 tahun,


(34)

risiko yang terkait dengan kehamilan dan persalinan bagi perempuan meningkat lagi. Risiko tersebut termasuk tekanan darah tinggi, perdarahan, keguguran dan diabetes selama kehamilan serta cacat bawaan pada bayi (Depkes, 2007).

Perlu diketahui oleh pasangan usia subur (PUS), bahwa usia terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun) beresiko dengan kehamilan. Wanita yang dinikahkan pada usia terlalu muda umur 13-15 tahun maka perkembangan rongga panggul belum maksimal. Perkembangan rongga panggul baru maksimal setelah titik pertumbuhan tinggi badan telah berhenti (antara 18-22 tahun). Akibatnya kehamilan pada usia muda akan lebih beresiko dengan penyulit pada waktu persalinan, bayi yang akan lahir nantinya relatif lebih sulit melewati diameter rongga panggul ibu yang belum maksimal. Usia terlalu tua pada kehamilan juga beresiko dengan penyulit pada persalinan seperti perdarahan (Kartika, 2000).

Menurut Depkes RI (2004) umur ibu yang beresiko tinggi melahirkan bayi kecil adalah kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Umur merupakan salah satu faktor penting dalam kehamilan. Wanita hamil di negara berkembang menikah pada usia muda, sekitar usia menarche dimana resiko melahirkan BBLR 2 kali lebih rendah dalam 2 tahun setelah menarche. Di samping itu beresiko terjadinya keguguran dan lahir mati. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi makanan antara janin dan ibunya yang masih dalam pertumbuhan, serta adanaya perubahan hormonal selama kehamilan sehingga wanita tersebut mempunyai kebutuhan tubuh terhadap zat gizi yang lebih besar dari pada wanita dewasa lainnya.


(35)

Tambahan kebutuhan akan zat gizi yang disebabkan oleh kehamilan menyesuaikan diri dengan pertumbuhan yang diperlukan akan meningkatkan resiko bagi kehamilannya. Selain itu umur yang terlalu muda mempunyai resiko karena secara biologis dan psikologis belum matang (Turhayati, 2006).

Umur ibu yang terlalu tua sudah tidak baik lagi bagi pertumbuhan janin. Untuk ibu yang berumur lebih dari 35 tahun kemungkinan penyebabnya adalah karena memang adanya gangguan pertumbuhan intrauterin (Kramer, 2007). Resiko melahirkan bayi dengan berat lahir tidak normal (< 2500 gram) pada ibu yang berusia < 20 tahun sebesar 4,3 kali dibandingkan ibu hamil yang berusia 20 - 35 tahun dan berusia > 35 tahun sebesar 2,5 kali dibandingkan yang berusia 20 - 35 tahun. Bagi remaja putri yang hamil dibawah 15 tahun, risiko ini meningkat dengan sangat bermakna (Boedjang, 2004).

Melahirkan begi seorang remaja putri akan lebih berbahaya dan lebih sulit dibandingkan dengan perempuan dewasa. Bayi yang lahir dari seorang ibu yang masih sangat muda cenderung meninggal pada tahun pertama kehidupan bayi. Remaja putri umumnya belum memiliki pinggul yang berkembang sempurna. Dengan demikian kehamilan bagi kelompok ini akan memberikan konsekuensi yang serius seperti keracunan kehamilan, kelahiran prematur, kelahiran lewat waktu, kelahiran dengan penyulit, anemia (kurang darah) bahkan kematian ibu dan bayi (Depkes, 2004).


(36)

2.5 Pendidikan

Remaja putri yang memperoleh pendidikan formal lebih siap untuk mengisi kehidupannya. Mereka biasanya mengetahui tentang perawatan kesehatan, dan tidak hamil pada usian muda. Biasanya mereka juga baru menikah setelah dewasa, memiliki jumlah anak yang sedikit, mengatur jarak kehamilan lebih baik, serta mencari perawatan kehamilan serta persalinan. Diperkirakan 2 per 100 kematian ibu dapat dicegah untuk setiap tahun tambahan kehadiran sekolah (Depkes, 2004).

Masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang nilai gizi, lebih mempertimbangkan kebutuhan fisiologis dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi pada umumnya akan terjadi kompromi antara kebutuhan psikis dan kebutuhan fisiologis tubuh, sehingga terdapat komposisi hidangan yang memenuhi kepuasan psikis maupun kebutuhan fisiologis tubuh. Ibu yang berpendidikan lebih rendah atau tidak berpendidikan pada umumnya tidak dapat atau sulit untuk diajak memahami dampak negatif mengenai keadaan kurang gizi pada dirinya sendiri, anak dan keluarganya. Hal ini berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan baik pada kualitas maupun kuantitasnya yang setiap hari di konsumsi (Sediaoetama, 2008).

2.6 Hubungan Paritas dengan Berat Bayi Lahir

Paritas adalah banyaknya ibu melahirkan anak selama masa reproduksi yang pernah dialami ibu serta status terminasi kehamilan tersebut. Kehamilan yang terlalu sering dengan jarak waktu antara 2 kehamilan terlalu pendek dapat


(37)

mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi pada ibu dan anak. Minimnya pengetahuan dan mekanisme-mekanisme biologi dan perilaku yang membuat jarak kelahiran pendek akan menjadi lebih berisiko bagi ibu dan bayi. Ada faktor lain yang berpengaruh diantaranya adalah maternal depletion syndrom, kelahiran prematur, penyusutan ASI dan persaingan antar saudara (Turhayati, 2006).

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim dengan umur kehamilan 28 minggu. Adapun pembagian paritas yaitu pertama primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. Yang kedua yaitu multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya 2 kali atau lebih. Yang ketiga yaitu grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Prawirohardjo, 2006).

Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga berbeda dilihat dari paritas, kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih sering terjadi pada ibu yang mempunyai paritas tinggi dibandingkan dengan ibu yang mempunyai paritas rendah, hal ini disebabkan karena terdapatnya jaringan parut akibat kehamilan dan persalinan terdahulu sehingga perlekatan plasenta tidah adekuat yang menyebabkan penyaluran nutrisi dari ibu ke janin terhambat (Raymond, 2006). Penyaluran nutrisi dari ibu ke janin dapat diterangkan sebagai berikut embrio memiliki dua lapisan pelindung, lapisan dalam dinamakan amnion dan lapisan


(38)

luar dinamakan korion. Bagian dari korion yaitu vili korialis menembus dinding uterus dan berfungsi sebagai pengangkut bahan makanan dari darah ibu ke embrio. Kemudian sebagian dari korion masuk ke dalam placenta dan memberi makan kepada embrio selama kehamilan berlangsung. Embrio berhubungan dengan placenta melalui tali pusat. melalui tali pusat embrio memperoleh makanan dan membuang sisa metabolismenya (Green, 2002).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri Sondari di RS. Dr. .Hasan Sadikin Bandung tahun 2006 mengenai hubungan antara beberapa faktor ibu dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) didapatkan hasil ada hubungan antara paritas dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (nilai p = 0,031) tetapi tidak ada hubungan usia dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (nilai p = 0,372) (Fitri, 2006). Sedangkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Zaenab dan Joeharno di R.S. Al Fatah Ambon pada tahun 2006 mengenai beberapa faktor risiko kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) didapatkan hasil bahwa paritas merupakan faktor resiko penyebab kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada bayi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengujian statistik yang diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,438 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dimana ibu dengan paritas > 3 anak berisiko 2 kali melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Zaenab dan Joeharno, 2006)


(39)

Ibu yang terlalu sering hamil dapat menguras cadangan zat gizi dalam tubuh (Arisman, 2004). Jarak kelahiran yang lebih pendek tidak memungkinkan waktu yang cukup bagi ibu untuk mengembalikan tingkat cadangan nutrisi yang diperlukan bagi perkembangan tubuh ibu dan janin. Selain itu akan menjadi beban tambahan pada tubuh ibu sendiri, tidak ada waktu yang cukup diantara kehamilan yang menyebabkan ibu tidak mampu untuk mengganti simpanan zat gizi dalam tubuhnya yang telah digunakan olehnya sendiri dan anaknya. Hal ini akan membuat ibu dan anaknya menjadi rentan terhadap gizi kurang (Turhayati, 2006).

2.7 Berat Badan Ibu Sebelum Hamil

Banyak studi yang menjelaskan bahwa pertambahan berat badan pada kehamilan sangat penting untuk wanita yang ingin memulai kehamilan terutama di negara yang buruk status gizinya. Kombinasi dari berat badan yang rendah sebelum hamil dan rendahnya pertambahan berat badan selama hamil, menyebabkan risiko wanita tersebut melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (Robert, 1993). Berat badan prahamil banyak yang mengasumsikan sama dengan berat badan awal kehamilan (trimester I). Kenaikan berat badan ibu pada minggu kehamilan adalah sangat rendah. Pada masa itu secara fisiologis pertumbuhan bayi baru taraf pembelahan sel dan mulai pembentukkan organ (Badriah, 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan WHO tahun 2008, yang menggabungkan penelitian dari 22 negara menunjukkan bahwa hubungan kuat antara pengukuran tunggal berat badan ibu pada akhir kehamilan dengan BBLR dan SGA (Turhayati 2006). Berat badan ibu pra hamil berguna untuk penentuan prognosis serta


(40)

keputusan perlu tidaknya dilakukan terapi gizi secara intensif. Status gizi buruk ditandai oleh berat sebelum hamil 10% dibawah atau 20% diatas berat ideal. Berat badan pra hamil kini diperlukan untuk menentukan pola pertambahan berat (Arisman, 2004).

Penelitian Kusin (2004) menunjukkan rata-rata BBpH perempuan di Sampang, Madura adalah 42 kg. Sebagian besar wanita yang mempunyai BB kurang dari 42 kg ini mempunyai IMT dibawah 18,5 dan dapat dianggap kurang energi kronis (KEK). Terdapat hubungan yang kuat antara keadaan gizi ibu sebelum hamil dengan berat bayi yang dilahirkan ditegaskan bahwa, faktor-faktor biologis yang berpengaruh kuat pada berat bayi lahir adalah status gizi ibu.

William membuktikan bahwa, berat badan lahir bayi naik dan insidensi berat bayi lahir rendah menurun, bila kandungan energi makanan ibu bertambah. Pada penelitian laboratorium dapat dibuktikan bahaya dari kekurangan zat gizi tertentu yang dialami beberapa spesies hewan dalam masa gestasi. Berdasarkan hasil beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa status gizi ibu hamil sebelum dan pada saat hamil sangat berpengaruh pada berat bayi yang akan dilahirkannya. Pada status gizi kurang sampai buruk akan melahirkan bayi yang malnutrisi (BBLR dalan beberapa stadium) dan premature (William, 2003).

2.8. Tekanan Darah Sistol pada Trimester III

Studi Epidemiologi di beberapa negara yang telah mendokumentasikan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki tekanan darah yang tinggi seperti


(41)

anak-anak dan orang dewasa. Hubungan antara berat badan lahir rendah dan hipertensi dapat disebabkan oleh kurangnya zat gizi pada janin selama kehamilan yang merupakan hasil dari gizi ibu hamil yang kurang terjadi disfungsi plasenta. Pengukuran tekanan darah pada trimester ketiga kehamilan berguna untuk mendeteksi hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan (preeklampsia/toksemia) yang ditandai dengan hipertensi, albuminuria dan edema yang berlebihan. Penyebab hipertensi tidak diketahui, tetapi makanan yang cukup protein, kalori, kalsium dan natrium dihubungkan dengan rendahnya insiden atau kejadian hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan (Kusharisupeni, 2000).

2.9. Riwayat Keguguran

Riwayat abortus diketahui berhubungan dengan berat badan lahir. Ibu yang mengalami abortus spontan maupun paksa dan pernah melahirkan bayi dengan BBLR sebelumnya mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan BBLR pada kelahiran berikutnya. Penelitian Brown (2005) menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara pengalaman abortus dengan kejadian BBLR. Sedangkan penelitian lain menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengalaman abortus dengan kejadian BBLR. Melahirkan bayi dengan berat badan tidak normal (<2500 gram) 2,9 kali dialami pada ibu yang pernah mengalami abortus dibandingkan dengan yang tidak pernah mengalami abortus (Sulistyoningsih, 2011).


(42)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analitik korelatif yang bersifat retrospektif. Pada penelitian ini seluruh variabel yang diamati, diukur dalam 1 tahun. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang sudah tersedia di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar lampung pada tahun 2012 yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paritas dan usia Ibu hamil dengan berat badan bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar lampung.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian


(43)

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998) adalah keseluruhan subjek penelitian. Menurut Ridwan (2008) populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi target penelitian adalah seluruh ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Kota Karang Bandar Lampung pada tahun 2012 sebanyak 353 orang.

3.4 Sampel Penelitian

Estimasi besar sampel ditentukan berdasarkan total sampling dimana semua subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan objek penelitian.

Kriteria Inklusi

1. Subjek merupakan seseorang yang Ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung.

2. Data rekam medis Ibu hamil saat melakukan persalinan yang berisi tentang umur dan paritas serta berat bayi lahir tercatat lengkap.

Kriteria Ekslusi


(44)

3.4.1 Identifikasi Variabel Penelitian

3.4.2 Variabel Bebas

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah paritas dan usia. Data tersebut diperoleh dari rekam medik ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar lampung pada tahun 2012.

3.4.3 Variabel Terikat

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah berat bayi lahir. Berat bayi lahir diperoleh dari data sekunder yang didapat dari Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar lampung pada tahun 2012.

3.5 Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar penelitian tidak terlalu luasnya penelitian ini maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:


(45)

Tabel 3. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Skala Hasil Ukur 1. Paritas Jumlah (kali) ibu

pernah melahirkan

Telaah data Rekam medik

Ordinal 1. Primipara = 1 kali

2. Multipara = 2 kali – 5 kali 3. Grande Multipara= diatas 5kali (Prawirohardjo, 2006).

2. Usia ibu Usia yang tertera di rekam medis

Telaah data Rekam medik

Ordinal 1. < 20 tahun dan > 35 Tahun = beresiko

2. 20 – 35 tahun = tidak beresiko (Manuaba, 2004). 3. Berat badan

bayi lahir

Berat badan bayi saat dilahirkan dengan umur kehamilan 37 minggu atau lebih

Telaah data Rekam medik

Ordinal 1. < 2500 gr = rendah

2. >2500 gr = normal (WHO, 2003)

3.6 Alat dan Cara Penelitian

3.6.1 Alat penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat–alat sebagai berikut:

1. Data sekunder Ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung.


(46)

3.6.2 Cara Penelitian

Tehnik penelitian dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pemilihan subjek penelitian melalui data sekunder yang sesuai dengan kriteria inklusi.

2. Mengumpulkan dan mencatat hasil data sekunder yang didapatkan dari rekam medis yang telah terpilih.

3. Mengkategorikan hasil data sekunder berdasarkan umur, paritas, dan berat bayi lahir.

4. Menganalisis dan meneliti hasil pencatatan data.

5. Melakukan uji statistik terhadap variabel yang diteliti dengan menggunakan Program SPSS.

6. Membaca dan menginterpretasikan hasil uji statistik ke dalam kalimat.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program SPSS 17.0. for Windows α=0,05. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah:

a) Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis. b) Data entry, memasukkan data kedalam komputer.


(47)

c) Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

d) Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.7.2 Analisis Data

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows dimana akan dilakukan dua macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

1. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel bebas dan variabel terkait, yaitu distribusi rata-rata paritas Ibu, distribusi rata-rata usia Ibu, distribusi rata-rata berat badan bayi lahir.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen (variabel terkait). Selain itu, analisis ini juga memberikan hasil tentang pembuktian dari hipotesis yang telah disampaikan. Pembuktian hipotesis ini menggunakan uji statistik chi square dengan derajat kemaknaan p<0,05. Hasil uji statistik tersebut akan bermakna, jika hasil dari analisis bivariat menunjukkan nilai p<0,05. Tetapi tidak bermakna, jika analisis bivariat menunjukkan nilai p>0,05. Analisis bivariat menggunakan uji chi square untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian. Uji chi square digunakan karena variabel umur dan paritas adalah variabel numerik yang dikelompokkan menjadi variable kategorik. Analisis chi square memiliki batas kemaknaan p≤0,05 berdasarkan tingkat


(48)

kepercayaan 95 %. Apabila uji Chi Square tidak memeuhi syarat parametrik jikaexpected count > 20 %, maka digunakan uji alternatif :

A. Bila tabel 2x2 digunakan uji Fisher Exact


(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Jumlah paritas ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012 berkisar antara 1 kali sampai 8 kali dengan rerata 2,1 dan jumlah paritas tersebut terdapat pada 122 Ibu pada kategori primipara, 208 Ibu pada kategori multipara, dan 23 Ibu pada kategori grande multipara.

2. Usia ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012 berkisar antara 15 tahun sampai 40 tahun dengan rerata 26,79 tahun dan terdapat pada 77 Ibu dengan umur beresiko, dan 276 Ibu yang melakukan persalinan tanpa umur beresiko.

3. Berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012 berkisar antara 1.500 gram sampai 4.700 gram dengan rerata 3.175 gram dimana bayi yang lahir dengan berat bayi lahir rendah terdapat 7 bayi, sedangkan berat bayi lahir normal 346 bayi.

4. Tidak terdapat hubungan berat bayi lahir dengan usia dan paritas Ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung Tahun 2012.


(50)

5.2Saran

1. Masih perlu penelitian lebih lanjut dengan subjek yang lebih banyak untuk melihat hubungan antara usia dan paritas terhadap berat bayi lahir.

2. Masih perlunya dilakukan konseling kepada masyarakat tentang pengaruh umur calon ibu hamil yang termasuk resiko tinggi dalam rangka mencegah bayi lahir dengan berat rendah dan kematian bayi dan ibu.

3. Masih perlunya dilakukan penggalakan program Keluarga Berencana untuk mengontrol jumlah paritas.

4. Masih perlunya dilakukan penyuluhan untuk memenuhi kecukupan gizi Ibu hamil agar bayi yang di lahirkan terhindar dari berat bayi lahir rendah.


(51)

Achadi, E.L, Nurhayati P, dan Setyawa, 2005. Pengaruh Kadar Hb pada Ibu Hamil Trimester III terhadap kejadian BBLR, Prematur, dan IUGR di Kecamatan Sliyeg dan Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat”. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol.I Edisi 3.

Amiruddin, A. 2009. Hubungan Antara Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohamad Hoesin Palembang Tahun 2009. Palembang.

Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.

Badriah, D, 2011. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Refika Aditama: Bandung. Boedjang, 2004. Factors Affecting Low Birth Weight Incidence at Cipto

Mangunkusumo Hospital, Jakarta Paedicitrica Indonesiana. No.38, 255-264.

Brown. Judith E, 2005. Nutrition Through The Life Cycle. Second Edition. International Thomson Company: Wadsworth.

Chalik, E. A, 2003. Aspek Perinatologi Anemia Ibu Hamil. MOGI. Vol.I No.2 Tahun 11: UNDIP.

Depkes RI, 2004. Pedoman Penggunaan Alat Ukur LILA pada WUS, Direktorat Bina Gizi Masyarakat,Jakarta.

Depkes RI. 2007. Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia. Jakarta. p: 211 Dinas Kesehatan Lampung, 2012. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

Angka kejadian BBLR di Bandar Lampung tahun 2011. Lampung Hadi. 2005. Pentingnya Keseimbangan Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta.

Kartika, N, 2000. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR di RSUP DR. Hasan Sadikin, Bandung pada Tahun 2000. Tesis Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM UI Depok. Kramer, MS. 2007. Determinan of Low Birth Weight. Methodological Assesment


(52)

Kusharisupeni, 2000. Peran Berat Lahir dan Masa Gestasi terhadap Pertambahan Linier Bayi di Kecamatan Sliyeg dan Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu. Jawa Barat 1995-1997. Disertasi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok.

Kusin, J,A. 2004. Maternal and Nutrition in Madura, Indonesia. Royal Tropical Institute, Amsterdam.

Ganong, F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.

Green, J.H, 2002. Pengantar Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : Binarupa Aksara Lea. F, 2004. Modern Nutrition in Health and Disease. 8th Edition, A Waverly

Company: USA.

Lomeshow, 2007. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Manuaba, 2004. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berenccana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.

Nelson, B, 2004. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol I. Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Oxorn, H. (2003). Ilmu kebidanan patologi dan fisiologi persalinan. Jakarta : Yayasan Esensial Medika.

Prawirohartono E.P. 2004. Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik Anak RSUP. Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM: Yogyakarta, hal 37-43.

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Puffer, R, R. 2002. Patterns of Birth Weight. Scientific Publication. No 504. Pan

American Health Organization, World Health Organization Washington. Rhodi, Ahmad. 2011. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Berat

Badan Lahir Rendah di Puskesmas Kedaton dan Puskesmas Sukarame Kota Bandar Lampung tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.


(53)

Salmah. 2006.Asuhan Antenatal Care.EGC: Jakarta

Santoso, S. 2001. Mengolah Data Statistika Secara Profesional. Elex Media Komputindo.

Saraswati. 2003. Risiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis dan Anemia Untuk Melahirkan Bayi dengan BBLR. Puslitbang Gizi, Jakarta

Sediaoetama. 2008, Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa, Jakarta : Dian Rakyat.

Setyowati, T. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Prematuritas dan Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), Journal JEN No.3, 1996, 1-6. Slamet. J. Soemirat. (1994). Kesehatan Lingkungan. Gama University Press.

Sondari, F. 2006. Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Dr.Hasan Sadikin Bandung Januari-Februari 2006. Skripsi

Soetjiningsih. 2003. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: ECG

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Thomson, 2006. Assesment of Fetal Growth. Journal Obstet Gynec Britania Vol. 75.

Trihardiani, I. 2011. Faktor Risiko Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur dan Utara Kota Singkawang Tahun 2011. Singkawang.

Turhayati, 2006. Faktor Biologis dan Psikologis Ibu Selama Kehamilan. Yogyakarta.

Walker, B. 1998. Contribution of Parental Blood Preassures to Association Between Low Birth Weight and Adult High Blood Preassure: Cross Sectional Study.British Medical Journal.

William, N.2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed. Kelima. Yogjakarta : Gajah Mada University Press.

WHO Expert Commite. 2002. Physical Status: The Use and Interpretation of Birth Weight. Switzerland World Health Organization.


(54)

Wiknjosastro, H. 2007, Ilmu Kebidanan,Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Zaenab, R, Joeharno. 2006. Beberapa Faktor Risiko Kejadian BBLR di RS Al Fatah Amabon. Skripsi


(1)

53

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Jumlah paritas ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012 berkisar antara 1 kali sampai 8 kali dengan rerata 2,1 dan jumlah paritas tersebut terdapat pada 122 Ibu pada kategori primipara, 208 Ibu pada kategori multipara, dan 23 Ibu pada kategori grande multipara.

2. Usia ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012 berkisar antara 15 tahun sampai 40 tahun dengan rerata 26,79 tahun dan terdapat pada 77 Ibu dengan umur beresiko, dan 276 Ibu yang melakukan persalinan tanpa umur beresiko.

3. Berat bayi lahir di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung tahun 2012 berkisar antara 1.500 gram sampai 4.700 gram dengan rerata 3.175 gram dimana bayi yang lahir dengan berat bayi lahir rendah terdapat 7 bayi, sedangkan berat bayi lahir normal 346 bayi.

4. Tidak terdapat hubungan berat bayi lahir dengan usia dan paritas Ibu yang melakukan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang Bandar Lampung Tahun 2012.


(2)

54

5.2Saran

1. Masih perlu penelitian lebih lanjut dengan subjek yang lebih banyak untuk melihat hubungan antara usia dan paritas terhadap berat bayi lahir.

2. Masih perlunya dilakukan konseling kepada masyarakat tentang pengaruh umur calon ibu hamil yang termasuk resiko tinggi dalam rangka mencegah bayi lahir dengan berat rendah dan kematian bayi dan ibu.

3. Masih perlunya dilakukan penggalakan program Keluarga Berencana untuk mengontrol jumlah paritas.

4. Masih perlunya dilakukan penyuluhan untuk memenuhi kecukupan gizi Ibu hamil agar bayi yang di lahirkan terhindar dari berat bayi lahir rendah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, E.L, Nurhayati P, dan Setyawa, 2005. Pengaruh Kadar Hb pada Ibu Hamil Trimester III terhadap kejadian BBLR, Prematur, dan IUGR di Kecamatan Sliyeg dan Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat”. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol.I Edisi 3.

Amiruddin, A. 2009. Hubungan Antara Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohamad Hoesin Palembang Tahun 2009. Palembang.

Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.

Badriah, D, 2011. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Refika Aditama: Bandung. Boedjang, 2004. Factors Affecting Low Birth Weight Incidence at Cipto

Mangunkusumo Hospital, Jakarta Paedicitrica Indonesiana. No.38, 255-264.

Brown. Judith E, 2005. Nutrition Through The Life Cycle. Second Edition. International Thomson Company: Wadsworth.

Chalik, E. A, 2003. Aspek Perinatologi Anemia Ibu Hamil. MOGI. Vol.I No.2 Tahun 11: UNDIP.

Depkes RI, 2004. Pedoman Penggunaan Alat Ukur LILA pada WUS, Direktorat Bina Gizi Masyarakat,Jakarta.

Depkes RI. 2007. Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia. Jakarta. p: 211 Dinas Kesehatan Lampung, 2012. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

Angka kejadian BBLR di Bandar Lampung tahun 2011. Lampung Hadi. 2005. Pentingnya Keseimbangan Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta.

Kartika, N, 2000. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR di RSUP DR. Hasan Sadikin, Bandung pada Tahun 2000. Tesis Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM UI Depok. Kramer, MS. 2007. Determinan of Low Birth Weight. Methodological Assesment


(4)

Krasovec. K,2003. Maternal Nutrition and Pregnancy Outcomes, Anthropometric Assessment.

Kusharisupeni, 2000. Peran Berat Lahir dan Masa Gestasi terhadap Pertambahan Linier Bayi di Kecamatan Sliyeg dan Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu. Jawa Barat 1995-1997. Disertasi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok.

Kusin, J,A. 2004. Maternal and Nutrition in Madura, Indonesia. Royal Tropical Institute, Amsterdam.

Ganong, F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.

Green, J.H, 2002. Pengantar Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : Binarupa Aksara Lea. F, 2004. Modern Nutrition in Health and Disease. 8th Edition, A Waverly

Company: USA.

Lomeshow, 2007. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Manuaba, 2004. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berenccana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.

Nelson, B, 2004. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol I. Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Oxorn, H. (2003). Ilmu kebidanan patologi dan fisiologi persalinan. Jakarta : Yayasan Esensial Medika.

Prawirohartono E.P. 2004. Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik Anak RSUP. Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM: Yogyakarta, hal 37-43.

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Puffer, R, R. 2002. Patterns of Birth Weight. Scientific Publication. No 504. Pan

American Health Organization, World Health Organization Washington. Rhodi, Ahmad. 2011. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian Berat

Badan Lahir Rendah di Puskesmas Kedaton dan Puskesmas Sukarame Kota Bandar Lampung tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.


(5)

Roberts, W and Williams, SR. 1993. Nutrition in Pergnancy and Lactation. Edisi V. Mosby-Year Book-Inc: USA.

Salmah. 2006.Asuhan Antenatal Care.EGC: Jakarta

Santoso, S. 2001. Mengolah Data Statistika Secara Profesional. Elex Media Komputindo.

Saraswati. 2003. Risiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis dan Anemia Untuk Melahirkan Bayi dengan BBLR. Puslitbang Gizi, Jakarta

Sediaoetama. 2008, Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa, Jakarta : Dian Rakyat.

Setyowati, T. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Prematuritas dan Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), Journal JEN No.3, 1996, 1-6. Slamet. J. Soemirat. (1994). Kesehatan Lingkungan. Gama University Press.

Sondari, F. 2006. Hubungan Beberapa Faktor Ibu dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Dr.Hasan Sadikin Bandung Januari-Februari 2006. Skripsi

Soetjiningsih. 2003. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: ECG

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Thomson, 2006. Assesment of Fetal Growth. Journal Obstet Gynec Britania Vol. 75.

Trihardiani, I. 2011. Faktor Risiko Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur dan Utara Kota Singkawang Tahun 2011. Singkawang.

Turhayati, 2006. Faktor Biologis dan Psikologis Ibu Selama Kehamilan. Yogyakarta.

Walker, B. 1998. Contribution of Parental Blood Preassures to Association Between Low Birth Weight and Adult High Blood Preassure: Cross Sectional Study.British Medical Journal.

William, N.2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed. Kelima. Yogjakarta : Gajah Mada University Press.

WHO Expert Commite. 2002. Physical Status: The Use and Interpretation of Birth Weight. Switzerland World Health Organization.


(6)

WHO. 2003. Asuhan Kebidanan Post Partum. Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta.

Wiknjosastro, H. 2007, Ilmu Kebidanan,Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Zaenab, R, Joeharno. 2006. Beberapa Faktor Risiko Kejadian BBLR di RS Al Fatah Amabon. Skripsi


Dokumen yang terkait

Hubungan antara Pemberian Suplementasi Madu dengan Peningkatan Berat Badan Mencit (Mus musculus)

1 44 51

Hubungan Antara Periodontitis Dengan Kelahiran Bayi Prematur Berberat Badan Lahir Rendah Ditinjau Dari Aspek Kebersihan Rongga Mulut

3 57 92

Hubungan Antara Periodontitis Dengan Kelahiran Bayi Prematur Berberat Badan Lahir Rendah Ditinjau Dari Aspek Keparahan Inflamasi Gingiva

4 77 74

Hubungan Lingkar Lengan Atas Ibu Hamil dengan Berat Bayi Lahir di Puskesmas Sigumpar Kabupaten Tobasamosir

4 59 53

Gambaran kejadain berat badan lahir rendah dihubungkan dengan faktor usia dan jumlah paritas ibu di RS Prikasih Tahun 2014

0 22 49

HUBUNGAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN IBU HAMIL TRIMESTER II DENGAN BERAT BAYI LAHIR DI Hubungan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Trimester II dengan Berat Bayi Lahir di Kabupaten Semarang.

0 2 14

HUBUNGAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN IBU HAMIL TRIMESTER I DENGAN BERAT BAYI LAHIR DI Hubungan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Trimester I dengan Berat Bayi Lahir di Kabupaten Semarang.

0 1 13

HUBUNGAN PARITAS IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI PUSKESMAS MERGANGSAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun

0 2 12

HUBUNGAN USIA IBU DAN PARITAS IBU DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) SKRIPSI

0 0 25

HUBUNGAN PENINGKATAN BERAT BADAN IBU HAMIL DAN USIA KEHAMILAN DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH SKRIPSI

0 0 23