Ahli waris pengganti menurut H

DAFTAR ISI
Halaman
Daftar isi ........................................................................................................................ 1
BAB I Pendahuluan ..................................................................................................... 2
A. Latar belakang..................................................................................................... 2
B. Rumusan masalah................................................................................................ 2
BAB II Pembahasan ...................................................................................................... 3
A. Pengertian ahli waris pengganti.......................................................................... 3
B. Dasar ahli waris pengganti.................................................................................. 5
C. Bagian ahli waris pengganti................................................................................ 6
BAB III Penutup ............................................................................................................ 8
Daftar pustaka ............................................................................................................... 9

BAB I
Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari perincian ahli waris dan bagian masing-masing, terlihat bahwa ada ahli waris

dengan kedudukan tertentu dan bagian yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an, yaitu anak,
ayah, ibu, saudara, suami, atau istri. Kedudukan mereka sebagai ahli waris adalah murni
karena hubungannya dengan pewaris, bukan karena menempati kedudukan ahli waris yang
lain. Kelompok ahli waris dalam bentuk ini dapat disebut ahli waris langsung.
Di samping itu, terlihat pula bahwa di antara ahli waris yang disebutkan di atas ada
yang berhak menerima warisan disebabkan oleh karena tidak adanya ahli waris yang
menghubungkannya kepada pewaris. Mereka menjadi ahli waris menempati ahli waris
penghubung yang sudah tidak ada lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian ahli waris pengganti
2. Dasar hukum ahli waris pngganti
3. Bagian ahli waris pengganti

BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 2


A. Pengertian Ahli Waris Pengganti
Jika mendengar istilah “ahli waris pengganti” mungkin khalayak umum akan
mendefenisikannya sebagai orang yang tampil menjadi ahli waris karena menggantikan
kedudukan orang tuanya yang meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris, tanpa membedakan
apakah orang yang meninggal itu laki-laki atau perempuan. Namun Raihan A. Rasyid
berbeda pendapat, dia membedakan antara orang yang disebut “ahli waris pengganti” dan
“pengganti ahli waris”. Menurutnya, ahli waris pengganti adalah orang yang sejak semula
bukan ahli waris tetapi karena keadaan tertentu ia menjadi ahli waris dan menerima warisan
dalam status sebagai ahli waris. Misalnya, pewaris tidak meninggalkan anak tetapi
meninggalkan saudara laki-laki. Sedangkan pengganti ahli waris adalah orang yang sejak
semula bukan ahli waris tetapi karena keadaan tertentu dan pertimbangan tertentu mungkin
menerima warisan namun tetap dalam status bukan sebagai ahli waris. Misalnya, pewaris
meninggalkan anak bersama cucu baik laki-laki maupun perempuan yang orang tuanya
meninggal lebih dahulu daripada pewaris. Keberadaan cucu disini sebagai pengganti ahli
waris.
Mengenai istilah mana yang tepat, yang pasti dalam KHI menggunakan istilah ahli
waris pengganti, begitu pula dengan makalah ini juga akan dituliskan mengenai masalah ahli
waris pengganti.
Ahli waris pengganti adalah orang yang berhak menerima warisan disebabkan oleh
karena tidak adanya ahli waris. Mereka menjadi ahli waris menempati ahli waris yang sudah

tidak ada lagi (meninggal). Mereka adalah cucu menempati kedudukan anak, kakek
menempati kedudukan ayah, nenek menempati kedudukan ibu, saudara seayah menempati
kedudukan saudara, paman menempati kedudukan kakek, anak paman menempati kedudukan
paman.
Khusus yang berkenaan dengan cucu, pemikir dan mujtahid terdahulu menempatkan
cucu sebagai cucu, dan bukan sebagai pengganti anak. Cucu yang dimaksud adalah cucu dari
anak laki-laki, dan tidak melalui anak perempuan. Menurut ulama fikih terdahulu, cucu
dalam susunan kekerabatan ditempatkan pada lapisan dibawah anak. Dengan demikian
selama masih ada lapisan pertama yaitu anak, maka cucu sebagai lapisan dibawahnya tidak
Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 3

berhak menerima warisan, meskipun yang disebut anak adalah ayahnya sendiri yang
menghubungkannya kepada pewaris.
Menurut Hukum Perdata (BW) cucu ditempatkan sebagai ahli waris karena
menggantikan ayahnya yang meninggal lebih dahulu. Cucu tidak dapat menerima warisan
bila ayahnya masih hidup. Dengan begitu yang dapat menutup cucu hanyalah ayah atau anak
yang menghubungkan kepada pewaris dan tidak tertutup oleh semua yang berada dalam
lapisan anak. Cara pewarisan seperti ini dalam BW disebut kewarisan secara plaatsvervulling. Sedangkan dalam fikih dikenal dalam kewarisan dzaul arham, dalam bentuk

pembagian menurut ahlu al-tanzi. Dalam Hukum Perdata, paman (anak pewaris) yang masih
hidup tidak dapat menutup kedudukan cucu, namun dalam fikih, paman dapat menutup
kedudukan cucu. Perbedaan ini telihat jelas bila terjadi seperti kasus dalam contoh berikut;
Cucu perempuan yang ayahnya telah lebih dahulu meninggal, yang menjaga kakeknya
dengan seorang anak laki-laki (paman si cucu) jarang merawat si kakek. Dalam pandangan
fikih, bila si kake meninggal, maka yang menerima warisan sepenuhnya adalah anak laki-laki
(paman si cucu), sedangkan si cucu tidak menerima sedikitpun dari harta warisan si kakek.
Dari contoh tersebut hukum fikih terlihat tidak adil. Oleh karena itu Prof. Hazairin
mengemukakan pendapat yang berbeda dengan pendapat para mujtahid terdahulu. Cucu yang
ayahnya meninggal terlabih dahulu dapat menempati kedudukan ayahnya dalam
mendapatkan harta warisan si kakek. Menurut Prof. Hazairin ahli waris pengganti adalah
mereka yang memiliki pertalian darah dengan pewaris vertikal ke bawah dan vertikal ke atas,
yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Bagi mereka digunakan sistem mawali atau
penggantian, baik vertikal kebawah sebagai pengganti anak maupun vertikal ke atas sebagai
pengganti orang tua. Ahlus sunnah menyebut kelompok ini sebagai dzawul arham

B. Dasar Hukum Ahli Waris Pengganti
Jika kita pahami dari apa yang telah dijelaskan dalam pengertian ahli waris pengganti,
maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya dasar hukum dari ahli waris pengganti itu sendiri
tidak ada yang mnjelaskan secara pasti dan detail. Namun, beberapa ulama menafsirkan dari

Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 4

surat An-Nisa’ ayat 33, dengan menafsirkan kata mawali, serta menghubungkannya dengan
KHI Pasal 185.
Berikut isi Surat an-Nisa ayat 33:

Menurut terjemahan departemen agama, ayat tersebut diartikan
bagi tiap tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat,
kami jadikan ahli waris. Dan orang orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka.
Sedangkan Prof. Mahmud yunus ayat tersebut diartikan:
untuk masing-masing (laki laki dan perempuan) kami jadikan ahli waris dari peninggalan
ibu bapak dan karib kerabat...
Menurut tafsiran harfiyah:
bagi setiap orang (ahli waris yang disebutkan dalam ayat ayat sebelumnya) kami jadikan
mawali untuk menerima harta yang ditinggalkan orang tua dan karib kerabat.
Serta dalam KHI pasal 185 dijelaskan sebagai berikut :
Pasal 185
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya

dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang
sederajat dengan yang diganti.

C. Bagian ahli waris pengganti
Bila kita membagi warisan dengan mengikuti pendapat dari Prof. Hazairin, maka
pembagian warisan akan terlihat lebih adil, namun sistem pembagian seperti ini hanya cocok
dilakukan dalam sistem kewarisan BW yang tidak membedakan penerimaan anak laki-laki
dengan anak perempuan. Berbeda dengan sistem pembagian warisan ala Islam yang
membedakan anak laki-laki dengan anak perempuan, yang terlihat janggal dan tidak adil.
Sebagai contoh:
Ahli waris yang terdiri dari seorang anak perempuan yang mengurus kepentingan
ayahnya, kemudian ada cucu perempuan melalui anak laki-laki yang sama sekali belum
Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 5

mengenal kakeknya, yang ayahnya telah lebih dahulu meninggal. Maka menurut cara
penggantian, ahli warisnya adalah anak perempuan dan cucu yang menggantikan ayahnya.
Berikut bagian masing-masing:

 untuk anak perempuan adalah 1/3 dari harta yang ditinggalkan
 untuk cucu perempuan adalah 2/3 (hak anak laki-laki yang ditinggalkan)
Bila hal ini dibandingkan dengan sistem kewarisan Islam, maka pembagiannya akan

seperti berikut:
 untuk cucu perempuan 1/6
 untuk anak perempuan 1/2, kemudian sisanya sebanyak 1/3 untuk anak dengan hak radd,
keseluruhannya menjadi 5/6.
Mengenai bagian warisan bagi ahli waris pengganti, seperti yang telah disebutkan dalam
KHI pasal 185 ayat 2, Bahwa bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian
ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Para mujtahid terdahulu juga berpendapat bahwa hak yang diterima bukanlah hak yang
seharusnya diterima oleh ahli waris yang digantikannya. Hal ini berarti mereka tidak
sepenuhnya menggantikan kedudukan ahli waris yang menghubungkannya kepada pewaris.
Berikut contoh bagian yang diterima oleh ahli waris pengganti:
1.

Bagian yang diterima oleh cucu laki-laki adalah sebagaimana yang diterima oleh anak
laki-laki; namun yang diterima oleh cucu perempuan (anak dari anak laki-laki) tidak
menerima sebagaimana yang diterima oleh ayahnya yang digantikannya, melainkan

hanya menerima sebanyak yang diterima oleh anak perempuan. Meskipun ia menempati
kedudukan anak laki-laki.

2.

Kakek menerima bagian sebagaimana yang diterima oleh ayah, yaitu 1/6 jika ada anak.

3.

Hak kewarisan nenek tidak sama dengan ibu, meskipun nenek adalah pengganti ibu,
sedangkan ibu dapat menerima 1/6 bila pewaris meninggalkan anak, dapat pula
menerima 1/3 bila pewaris tidak meninggalkan anak. Kecuali menurut pendapat ulama

Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 6

golongan Zhahiri yang berpendapat bahwa nenek sepenuhnya menerima seperti apa yang
diterima oleh ibu.
4.


Saudara seayah tidak sepenuhnya menempati kedudukan saudara kandung. Misal:


saudara laki-laki sekandung dapat membuat saudara perempuan kandung sebagai
ashabah, sedangkan saudara seayah tidak dapat membuat saudara perempuan
kandung menjadi ashabah sewaktu tidak ada saudara kandung laki-laki.



Saudara kandung dapat berserikat dengan saudara seibu dalam kasus himariyah,
sedangkan saudara seayah tidak dapat berbuat demikan.

5.

Anak saudara menerima warisan sebagaimana anak saudara bukan sebagai saudara,
karena anak saudara yang perempuan tidak berhak menerima warisan, sedangkan
saudara berhak menerima warisan.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ahli waris adalah mereka yang memiliki
pertalian darah dengan pewaris namun bukan ahli waris, yang dalam keadaan tertentu dapat
menjadi ahli waris bila ahli waris langsung telah lebih dahulu meninggal. penerapan
penggantian ahli waris adalah hasil ijtihad yang dapat diterapkan bila keadilan menghendaki
dan cara apapun yang diikuti tidak melanggar hak yang pokok dalam Islam. Bila keadilan
menghendaki dalam keadaan tertentu plaat svervulling yang diberlakukan, dan dalam
Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 7

keadaan lain bila keadilan menghendaki versi fikih juga dapat digunakan dalam pembagian
warisan.

DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, Amir. 2012. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana.
Azhar Basyir, Ahmad. 2001. Cetakan ke-14 Hukum Waris Islam. Yogyakarta: UII Press.
Ali Ash habuniy, Muhammad.1995. cetakan ke-1 Hukum Waris Islam. Surabaya: Al-Ikhlas


Makalah Hukum Perdata Islam, Ahli Waris Pengganti

Page 8