Profil Pemimpin Perempuan yang Sukses da
Persoalan Kepemimpinan Perempuan
PEREMPUAN PEMIMPIN YANG SUKSES DI BERBAGAI PROFESI:
TANTANGAN DAN HARAPAN 1
Trias Setiawati, Dosen FE UII Yogyakarta2
[email protected]
Abstrak
Paper ini berjudul Perempuan Pemimpin yang Sukses: Tantangan dan Harapan. Paper
ini bertujuan untuk (1) Menggambarkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh perempuan
pemimpin di berbagai profesi kepemimpinan, (2) Memberikan gambaran temuan bahwa ada
banyak keberhasilan yang diraih oleh perempuan pemimpin di berbagai bidang kehidupan dalam
masyarakat, (3) Memberikan gambaran mengenai berbagai peluang harapan di masa depan bagi
perempuan pemimpin yang ingin mengembangkan karir di berbagai profesi dalam masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah riset pustaka.
Paper ini menemukan beberapa hal sebagai berikut: (1) Perempuan pemimpin di
berbagi profesi mengalami tantangan dalam pengembanagn karirnya jika perempuan pemimpin
tersebut ingin meraih sukses dalam berbagai profesi di masyarakat, seperti tantangan internal
yakni dalam diri perempuan sendiri, tantangan eksternal seperti tantangan dari keluarga,
tantangan di organisasi dimana yang bersangkutan mengembangkan karirnya dan tantangan
dalam masyarakat yang masih kuat budaya patriarkhat. (2) Perempuan pemimpin di berbagai
profesi tidak sedikit yang meraih prestasi dalam berbagai profesinya (3) Perempuan pemimpin
banyak yang meraih sukses di berbagai profesi meskipun mengalami berbagai tantangan dan
kendala, namun ada harapan yang besar untuk berperan dan memberikan sumbangsih pada
percaturan dunia yang makmur, sejahtera, aman dan damai.
Keywords: Perempuan Pemimpin, Sukses, Profesi, Tantangan, Hambatan
PENDAHULUAN
Perempuan pemimpin sering menjadi sorotan publik dalam berbagai peristiwa kehidupan
masyarakat, baik sorotan positif maupun sorotan negatif. Di satu sisi sorotan positif dipublikasi
karena kesukesan dan berbagai hasil positif yang dicapainya dan pengaruhnya pada kesuksesan
institusi dimana ia bekerja, atau lembaga yang ia pimpin maupun kesejahteraan masyarakat
umum dalam arti luas. Di sisi lain adalah sorotan negative bahwa perempuan pemimpin juga
1
Paper ini akan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Kepemimpinan Perempuan dan Tantangan Global yang
diselenggarakan oleh PSW UN Yogyakarta dan Konsorsium Kepemimpinan Perempuan dalam Pencapaian MDGs,
di Yogyakarta pada 18 Desember 2012.
2
Dosen Tetap Yayasan pada Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta sejak
tahun 1988.
1
sering disalahkan sedemikian rupa ketika ia masih bertatus single atau belum keluarga, atau
kemudian ketika ia tidak memiliki keturunan. Atau ketika anaknya mengalami masalah dalam
kehidupannya ataupun ketika suaminya mempunyai ulah yang tidak wajar dalam masyarakat.
Jumlah perempuan di Indonesia dapat dikatakan melebihi separoh dari jumlah
penduduknya. Jumlah yang besar sesungguhnya merupakan potensi SDM yang luar biasa,
namun akan menjadi tidak bermakna ketika pemerintah dan semua lembaga terkait tidak dapat
memberikan program dan peran yang optimal dalam masyarakat. Berbagai masalah yang
dihadapi
perempuan
sejak
masalah
kemiskinan,
kesehatan,
kesempatan
pendidikan,
ketidakadilan gender sehingga masalah-masalah hukum yang dialami perempuan di Indonesia
masih mencerminkan lemahnya kerjasama dan koordinasi dari berbagai lembaga yang ada.
Secara individual perempuan memiliki fungsi kesehatan reproduksi yang berbeda dengan
laki-laki, hal ini sudah menjadikan suatu keadaan dimana perempuan mesti lebih memahami
akan fungsi dan perkembangan tubuhnya sendiri. Dalam keluarga demikian halnya, harapan
keluarga pada anak perempuan akan tidak selalu sama dengan harapan keluarga pada anak lakilaki. Masyarakat pun memiliki budaya sendiri mengenai apa yang ideal bagi seorang perempuan
dan seorang lelaki di masyarakat. Namun disisi lain peraturan dan hukum serta pranata etika
dalam keluarga, di berbagai lembaga, termasuk di berbagai profesi menuntut perempuan
untuktampil prima sama dengan primanya seorang laki-laki.
Perempuan pemimpin yang banyak disandang oleh perempuan di Indonesia aalah suatu
harapan akan perannya yang optimal sehingga bangsa yang dikenal korup dan cenderung
mengalami degradasi moral untuk menjadi bangsa yang maju dan mulia di tengah peracturan
Negara-negara terkemuka di masa depan. Berbagai profesi di masyarakat yang disandang oleh
perempuan pemimpin memang dapat memberikan nafas lega dan harapan yang optimis akan
masa depan Indonesia, meskipun di sana-sini banyak sekali hambatan dan tantangan yang
dihadapi perempuan pemimpin.
Paper ini bermaksud untuk dapat memaparkan beberapa hal berikut ini: (1)
Menggambarkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh perempuan pemimpin di berbagai
profesi kepemimpinan, (2) Memberikan gambaran temuan bahwa ada banyak keberhasilan yang
diraih oleh perempuan pemimpin di berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat, (3)
Memberikan gambaran mengenai berbagai peluang harapan di masa depan bagi perempuan
pemimpin yang ingin mengembangkan karir di berbagai profesi dalam masyarakat
2
PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Setiawati (2008) menemukan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan mengalami
kondisi sebagai berikut: (1) Kondisi PNS perempuan masih lebih rendah dibanding PNS lakilaki dalam masalah kepegawaian pada aspek kesejahteraan, kesadaran, akses, dan partisipasi.
Meskipun kontrol PNS perempuan lebih besar namun merupakan kontrol yang negatif. Manfaat
yang diperoleh PNS perempuan dalam pengembangan karir mereka belum optimal. (2) Masih
terdapat pandangan yang diskriminatif, bias dan sterotip pada PNS perempuan sehingga ada
perbedaan pandangan antara PNS laki-laki pada hal berikut: perbedaan persyaratan fisik untuk
laki-laki dan perempuan untuk menjadi PNS, Perbedaan persyaratan kemampuan akademik
untuk laki-laki dan perempuan untuk menjadi PNS, Penempatan PNS di suatu institusi
berdasarkan jenis kelamin, Jabatan yang khas untuk laki-laki dan perempuan dalam PNS dan
Perbedaan dalam pola pikir kerja antara PNS Laki-laki dan Perempuan. (3) Kondisi PNS
perempuan masih mengalami beban ganda yang tinggi dibanding PNS laki-laki dalam masalah
tugas domestik kerumahtanggaan pada aspek kesejahteraan, kesadaran, akses, partisipasi dan
kontrol. (4) Kondisi PNS perempuan masih mengalami beban ganda yang tinggi dibanding PNS
laki-laki dalam masalah tugas domestik mengurus anak pada aspek partisipasi yakni
pelaksanaan. Sementara ketika anak sudah SMP keatsa maka aspek kesejahteraan, kesadaran,
akses, dan kontrol PNS laki-laki lebih tinggi dibanding PNS perempuan. (5) Kondisi PNS
perempuan dalam masalah kesehatan reproduksinya, yakni haid, kehamilan, pemeliharaan
kesehatan dan keluarga berencana dapat dikatakan kesejahteraannya tinggi. Namun semakin
rendah pada kesadaran, akses dan partisipasinya, dan paling rendah pada kontrol artinya untuk
masalah reproduksi diri mereka sendiri PNS perempuan tidak punya kuasa atas dirinya sendiri.
(6) Paradigma pembagunan untuk pemberdayaan perempuan masih beragam belum sampai pada
kesepahaman dan kesatuan tindak untuk menjadi PUG (pengarusutamaan jender dalam
Pembangununan) dimana ada perlakuan khusus untuk memberdayakan perempuan (affirmative
action). (7) Pejabat struktural perempuan memiliki beberapa unsur yang positif yakni : prestasi
kerja, Kepemimpinan, kematangan emosi, kedisiplinan,
kecepatan dan keberanian dalam
mengambil keputusan, perubahan perilaku yang positif setelah menjadi penajabat struktural, PNS
laki-laki tidak merasa tersaingi, dan peningkatan kinerja setelah menjadi pejabat struktural.
Sementara yang menjadi pro-kontra adalah pada keharmonisan rumah tangganya dan minat
3
karirnya. (8) PNS perempuan memiliki tahap perkembangan karir yang berbeda dengan PNS
laki-laki maka perlu pemberdayaan yang proporsional dan adil jender sesuai dengan tahapannya.
Setiawati (2009a) dalam penelitiannya mengenai pejabat structural dalam perspektif
gender menemukan bahwa Kebijakan pemerintah daerah yang tercermin dalam berbagai aturan
tentang pengangkatan pejabat Struktural sudah berperspektif gender. Namun dalam
pelaksanaannya masih terapat bias gender dan ketidakadilan gender. Kinerja pejabat struktural
perempuan dan pejabat struktural laki-laki sesungguhnya memiliki hampir semua unsur yang
diperlukan untuk menjadi seorang pejabat Struktural, namun sering dipertanyakan keharmonisan
rumah tangga dan minat karirnya, suatu hal yang tidak dipertanyakan bagi pejabat struktural lakilaki.
Setiawati dkk (2009b) dalam penelitiannya mengenai “Dilema antara Pengembangan
Karir dan
Keluarga: Peran dan Kedudukan Dosen dalam Perspektif Gender”, menemukan
bahwa: (1) Profil peran dosen antara dosen laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan
yang jelas. Peran dosen perempuan secara umum berada dalam dilemma, pada saat ada anak
mungkin akan lebih mementingkan keluarga, namun pada saat unsure pengurang minat karir
seperti jabatan structural, anak dan lainnya maka akan lebih condong ke karir. Jadi secara umum
dosen perempuan memiliki peran yang lebih kecil dalam semua bidang tugasnya, yaitu
pengajaran, penelitian, pengabdian dan penunjang, Meski hal tersebut berkebalikan karena dosen
perempuan memiliki tugas yang lebih berat dalam ranah domestic. (2) Demikian halnya jika
dilihat dari analisis Longwenya, yakni sejak dari bidang kesejateraan, kesadaran, akses,
partisipasi dan kontrol. Secara umum dosen perempuan mendapat kesejahteraan dan kesadaran
yang lebih baik bila dibanding dengan dosen laki-laki, sementara tidak untuk lainnya yakni
akses, partisipasi, dan control. Sisi lain yang memberatkan dosen adalah tugas di ranah domestik
yang memberatkannya untuk mengembangkan karir secara maksimal, apalagi apabila memiliki
beberapa factor lain yang memberatkannya seperti adanya jabatan structural, adanya anak, dan
masa kerja yang masih yunior. (3) Kedudukan dosen menurut aturan formal organisasi
sesungguhnya tidak ada semangat diskriminasi dalam berbagai aturan yang ada, namun karena
budaya patriarkhat yang masih lekat maka peran dosen perempuan masih belum maksimal,
sementara kedudukan dosen perempuan dari sisi karir dapat disebutkan dengan kata “kerja yes,
karir no.”
4
Setiawati (2010a) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa pemimpin perempuan di
bidang agama (PPBA) untuk meningkatkan derajad kesehatan reproduksi perempuan (DKRP)
memiliki beberapa masalah yakni: (1) Kemampuan yang perlu dimiliki oleh PPBA agar dapat
meningkatkannya dalam program adalah adalah pelatihan untuk pelatih, kemampuan kerja sama
dengan tim manajemen, pendampingan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam
sosialisasi kespro untuk peningkatan DKRP, Monev untuk perbaikan proses sosialisasi,
penyegaran dengan materi komunikasi dan kerjasama. (2) Permasalahan yang diidentifikasi oleh
PPBA dalam upaya peningkatan DKRP di masyarakat perempuan adalah pengetahuan yang
rendah tentang kespro, adat istiadat dan budaya masyarakat yang mendiskriminasi dan
mengakibatkan beratnya perempuan, kerentanan yang dialami perempuan sepanjang masa
reproduksinya fungsional, bahkan hingga masa lansianya. (3) Adapun hambatan secara teknis
administratif yang dialami PPBA adalah soal pengetahuan kespro dari PPBA yang terbatas,
peralatan media sosialisasi, jejaring kerjasama, advokasi anggaran kepada pemerintah, (4) Gaya
PPA-MA yang mendukung keberhasilan program DKRP adalah gaya the mother, the pet dan the
sexual object.Sementara gaya the iron maden tak banyak digunakan.
Setiawati (2010b) dalam papernya yang berjudul Studi Kepemimpinan Perempuan: Suatu
Keharusan Pengarusutamaan Studi Kepemimpinan menemukan bahwa (1)Permasalahan yang
ada pada studi kepemimpinan perempuan yakni belum sepahamnya berbagai pihak bahwa
perempuan pemimpin memiliki kondisi yang berbeda sehingga tidak dapat disamakan dengan
laki-laki pemimpin, ada persoalan ketidakadilan gender dan berbagai paradigma wanita jika
dikaitkan dengan persoalan pembangunan yang dipakai oleh para peneliti maupun pelaku. (2)
Berbagai faktor yang mendorong sukses pada perempuan pemimpin adalah adanya prestasi kerja,
kepemimpinan, kematangan emosi, kedisiplinan, kecepatan dan keberanian dalam mengambil
keputusan, perubahan perilaku yang positif setelah menjadi penajabat struktural, PNS laki-laki
tidak merasa tersaingi, dan peningkatan kinerja setelah menjadi pejabat struktural. Namun ada
beberapa faktor yang sering dilekatkan pada kesuksesan seorang perempuan pemimpin yang
sukses yakni keharmonisan keluarganya
dan kekurang gigihannya dalam meningkatkan
karirnya. (3) Karena keadaan perempuan pemimpin yang berbeda maka suatu studi khusus
tentang kepemimpinan perempuan menjadi keharusan untuk mengarusutamakan studi
kepemimpinan perempuan sehingga para pemimpin perempuan yang lebih berorientasi luas
dapat memberikan adil yang besar pada masyarakatnya.
5
Secara khusus Setiawati (2010b) memberikan rekomendasi untuk pengembangan studi
kepemimpinan perempuan adalah perlunya affirmative action pada perempuan pemimpin karena
ada ketidakadilan gender yang dialami sehingga ada banyak hal yang harus diberikan
kesempatan kepada perempuan pemimpin untuk diberdayakan. Seperti misalnya dalam aspek
pejabat sruktural di pemerintahan perlu peningkatan pengetahuan/wawasan melalui berbagai
pelatihan seperti pelatihan kepemimpinan (leadership), Pelatihan manajemen Resiko, Pelatihan
pengambilan keputusan, Pelatihan komunikasi massa, Studi lanjut. Juga perlu pelatihan untuk
pengembangan sikap mental/kepribadian dengan pelatihan Achievement Motivation Training,
Goal setting training, Pelatihan pengembangan kepribadian, Pelatihan pengembangan karir dan
pelatihan sikap lainnya yang mendukung pengembangan karir. Disamping memerlukan
penambahan ketrampilan (diklat fungsional) seperti Pelatihan teknologi komunikasi, Pelatihan
software untuk kelancaran kerja, Pelatihan teknis lainnya yang mendukung pengembangan karir.
Pasangan para perempuan pemimpin juga perlu diberi kesempatan untuk di ruang publik
pasangannya agar dapat saling memahami dunia kerjanya masing-masing. Secara Institusional di
berbagai instiusi sejak dari tingkat pusat sampai daerah perlu mengutamakan peran pemimpin
perempuan. Seperti misalnya Pemerintah Daerah perlu membentuk hingga mengefektifkan
Badan khusus pemberdayaan perempuan dan berbagai perangkat pendukungnya untuk
memberikan peluang yang sama pada perempuan dan laki-laki pemimpin untuk mengeluarkan
semua potensinya dalam dunia kerja.
Paramitha dan Setiawati (2011) dalam penelitiannya tentang “Motivasi Ibu Rumah
Tangga dalam Berwirausaha: Studi Kasus Tiga Wirausaha Handicraft di Yogyakarta,”
menemukan bahwa: (1) Motivasi awal yang muncul pada diri seorang ibu rumah tangga untuk
menjadi seorang pengusaha perempuan adalah karena alasan keuangan keluarga. Selain itu
ditemukan juga motivasi lain yang melatar belakangi keinginan untuk berwirausaha yakni
adanya latar belakang keluarga yang bergerak dalam bidang yang sama, adanya kegemaran
pribadi dalam bidang kerajinan dan kondisi pasar yang mendukung kegiatan usaha. (2)Sementara
itu peranan motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh David McClelland juga sangat besar
pengaruhnya pada diri pengusaha perempuan. Motivasi berusaha bukanlah merupakan motivasi
awal yang membuat ketiga objek penelitian memutuskan untuk menjadi pengusaha perempuan,
namun seiring dengan berjalannya usaha, motivasi berprestasi muncul dalam diri ketiganya.
Dengan motivasi untuk berprestasi, para pengusaha perempuan tersebut terpacu untuk bisa selalu
6
memperbaiki usahanya. (3) Dalam hal masalah ketidakadilan, diketahui bahwa masalah
ketidakadilan gender masih dialami oleh pengusaha perempuan, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Semua komponen dalam ketidakadilan gender baik marginalisasi, subordinasi,
stereotip, kekerasan dan beban ganda pernah dialami oleh pengusaha perempuan yang menjadi
objek dalam penelitian ini.
Nugroho dan Setiawati (2012) dalam penelitiannya tentang “Kepemimpinan Perempuan
di Organisasi Pemerintah: Studi Kasus Kualitatif Tiga Lurah di Kota Yogyakarta” menemukan
bahwa (1) Sifat kepemimpinan perempuan hadir dalam tiap lurah dalam penelitian ini baik the
mother, the pet, the sex object, maupun the iron maiden, namun memang hanya ada satu sifat
yang dominan. Sifat tersebut hadir bukan hanya karena berasal dari diri tiap lurah itu sendiri,
melainkan karena adaptasi mereka dengan keadaan dalam lingkungan kerja dan situasi rumah
tangga yang mereka jalani. Sifat kepemimpinan ini pun memberikan pengaruh yang berbeda
pada tiap karyawan di masing-masing instansi. (2) Peranan motivasi baik karir maupun motivasi
prestasi juga memberikan pengaruh dalam diri perempuan pemimpin. Menjadi pemimpin
memang bukan tujuan awal pada tiap diri narasumber. Namun seiring dengan waktu dan fase
karir dalam organisasi kepemerintahan membuat mereka memiliki motivasi untuk memperbaiki
posisi serta meraih prestasi baik untuk diri sendiri maupun untuk organisasi yang mereka pimpin.
(3)Dalam hal ketidak adilan gender, diketahui bahwa ketidak adilan gender masih dialami oleh
perempuan pemimpin. Namun tidak semua komponen ketidak adilan gender yang dialami
perempuan pemimpin yang menjadi objek dalam penelitian ini. Dari lima bentuk ketidak adilan
gender, ketiga narasumber mengalami bentuk perlakuan stereotipe, kekerasan psikis, dan beban
ganda selama masa kerja mereka sebagai pemimpin.
Sari dan Setiawati (2012b) dalam papernya yang berjudul “The Favorites Woman Leader
That Expressed: Qualitative Case Study: BMT Bina Dhuafa Beringharjo Yogyakarta and BMT
Charisma Magelang - Central Java” menemukan bahwa: 1) by the nature of their mother aspect,
they tend to make Ibu Rambe and Ibu Ririn can establish a good relationship with their
employees. (2) The nature of the pet that they had been pointed by Ibu Rambe and Ibu Ririn,
they provide exemplary a role model for their employees and they always encourage to their
employees to perform their best. (3) The nature of the sex object aspect of Ibu Rambe and Ibu
Ririn indicated that they have ability to motivate their employees. (4) Women leaders as the iron
maiden and Ibu Rambe and Ibu Ririn were able to being assertive. (5) In the career woman
7
leader, those are Ibu Rambe and Ibu Ririn, they had not been marginalized in their life
experience in either in family life or in the course of their careers. (6) Both subjects did not have
any violence experience in their lives, either physically, psychologically, and sexually. (7) Both
Ibu Rambe and Ibu Ririn equally had experience a double burden of home life.
Saputra dan Setiawati (2012 c) dalam papernya yang berjudul “Bu Lies, Competent
Female Entrepreneur: A Biographic Study of Female Leadership in Developing Family
Business,” menemukan bahwa: (1) The nature of women's leadership the mother, the pet, the
sex object, as well as the iron maiden there in the object of this research, but indeed there is only
one dominant nature, i.e. the mother. The mother style is clearly visible on Bu Lies leadership
and gives it charm. These properties exist in self resource not just because it comes from herself,
but it was rather because of the leader drive those closest to and adaptation to the circumstances
in the work environment and the situation of households she was living. The nature of leadership
Bu Lies exert influence are different for each employee in the Bu Lies stalls. (2)Business
development that be more focus done by Bu Lies was innovations that have been carried out as
part of the Gudeg cans that will be released a couple of months in the future and Gudeg instant
types that become her dream to realized. Many ways that have Bu Lies practiced either
promotional, product introduction, creates innovation, and aiming for its business market. From
the beginning all forms of Bu Lies product have been conceptualized before being sold in the
market. With the great intention and determination, Bu Lies was able to bestow power and as a
dream in her Gudeg‟s family business. Bu Lies business had supported the wealth of herself, her
family and her employees. (3) Gender inequalities that become Bu Lies experience. There are
several components that Bu Lies never get, but not all of the components of gender inequalities
experienced by women leaders who became key person in this research. Bu Lies had experience
in all forms of gender inequality, but the form of gender inequalities are not overly burden. She
has never been in her career. Bu Lies always has its own solution for addressing gender
inequalities. Bu Lies more has experience that relate to a form of treatment, and the double
burden of stereotype for her leadership.
Kajian Pustaka
Teori Kepemimpinan. Menurut Tim FISIP tentang teori kepemimpinan (Tim FISIP, 2008)
bahwa teori kepemimpinan dapat dibagi menjadi tiga hal yaitu teori sifat, teori perilaku, dan
8
teori kontingensi. Berikut penjabaran dari masing-masing teori tersebut.
(1) Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory). Studi mengenai sifat-sifat mulamula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian,
dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang
sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan
yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian
mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu
berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi
menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang
pemimpin.
(2) Kepemimpinan
Menurut
Teori
Perilaku
(Behavioral
Theory).
Hasil
studi
kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada
dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil
penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki
kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil.
Sementara itu, model leadership continuum dan Likert‟s Management Sistem
menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan
keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara
grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan
oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri
dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat
perhatiannya pada produksi.
(3) Teori Kontingensi (Contigensy Theory). Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa
berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi
efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana
empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada
umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka
tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya
bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang
demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspekaspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan
9
tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan
usaha para pengikut.
Kepemimpinan Perempuan. Secara umum kaum laki-laki dan perempuan mempunyai hak
yang sama dalam setiap aspek kehidupan. Saat ini belum ada pendapat ahli yang secara khusus
mengkaji tentang kepemimpinan perempuan. Akan tetapi berdasarkan wacana yang timbul di
masyarakat, yang dirangkum oleh Trias Setiawati bahwasannya pemimpin apapun jenis
kelaminnya, yang penting membawa kemajuan bagi perempuan khususnya dan kemanusiaan
pada umumnya. (Setiawati, 2006, hlm. 5). Wanita pemimpin umumnya lebih berorientasi pada
pendukung. Penelitan mengungkapkan bahwa wanita pemimpin memberdayakan para
pendukung dengan memberi kesempatan kepada orang-orang yang mereka pimpin untuk
menyatakan pendapat dan memberi masukan. Para wanita pemimpin ini juga melakukan
berbagai upaya untuk pengembangan diri. Selain memberdayakan pengikut mereka, para wanita
pemimpin lebih banyak yang bertindak sebagai mentor daripada sebagai ”bos”.
Wanita pemimpin memberi petunjuk dan bimbingan yang diperlukan kepada para
pendukung untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan. Selain bertindak sebagai mentor, para
wanita pemimpin juga cenderung untuk memimpin dengan memberi teladan kepemimpinan pada
para pendukung melalui sikap dan tindakan mereka. Jika mereka menginginkan disiplin untuk
diterapkan oleh anak buah, maka mereka pun akan menunjukkan sikap disiplin, jika mereka
ingin agar anak buah bersikap jujur dan terbuka, mereka pun akan memberikan teladan yang
sama. (Prijosaksono, 2003, hlm. 1). Dari berbagai wacana yang ada tersebut dapat diambil suatu
kesimpulan umum bahwa pemimpin perempuan mempunyai kelebihan utama yaitu lebih teliti
dan perhatian pada bawahannya, sebagaimana halnya naluri perempuan.
Menurut Kanter (1976, hlm. 233-236) ada empat faktor yang berpengaruh dalam
kepemimpinan perempuan, yaitu: (1) The mother (keibuan): Pemimpin perempuan cenderung
bersikap sebagaimana layaknya seorang ibu, misalnya dikala sang anak sakit, sang ibu akan
menyediakan obat. Nantinya akan timbul asumsi bahwa pemimpin perempuan mempunyai sifat
simpatik, pendengar yang baik, dan mudah untuk mencurahkan permasalahan. (2) The pet
(kesayangan): Pemimpin perempuan cenderung menjadi kesayangan bagi bawahannya, sehingga
bawahan akan lebih menjaganya. Dalam hal ini karyawan akan menganggap pemimpin
perempuan sebagai orang dekat, sehingga tidak terdapat rasa canggung. (3) The sex object
(obyek seksual): Pemimpin perempuan cenderung menjadi penyemangat kerja bagi
10
karyawannya. Dalam hal ini, pemimpin perempuan dianggap sebagai sebuah faktor yang
memotivasi karyawan untuk bekerja lebih giat, akan tetapi kemauan yang timbul dari karyawan
untuk bekerja lebih giat bukan karena perintah yang diberikan, tetapi karena ada dorongan dari
dalam. (4) The iron maiden (wanita besi): Pemimpin perempuan cenderung bersikap tegas dalam
memimpin bawahannya, sehingga timbul kesan tegas. Dengan adanya sikap ini, maka pemimpin
digambarkan sebagai sosok pemimpin yang keras.
Ketidakadilan Gender yang Dialami Perempuan. Menurut Setiawati (2006, hlm. 6-9) dari
istilah seks atau jenis kelamin inilah akhirnya dikenal ada “jenis kelamin” secara kodrati, tetapi
ada pula “jenis kelamin” secara kultural atau piskologis yang disebut gender. Gender merupakan
sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial budaya atau
sering disebut kodrat budaya. Peran gender menurut Mansour Faqih dalam Setiawati (2006, hlm.
7) adalah peran yang berkaitan dengan sifat maskulinitas-feminitas yang melekat pada pria
wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Sejarah perbedaan jender antara pria dan
wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan itu dibentuk, disosialisasikan,
diperkuat bahkan dikonstruksikan secara sosial, kultural melalui ajaran agama bahkan oleh
negara. Dengan demikian konsep tentang jender ini terkadang telah mejadi satu stereotipe yang
sangat mempengaruhi seorang individu dalam bersikap serta bertingkah laku dalam
lingkungannya.
Menurut Bem dalam Setiawati (2006, hlm. 7) mengemukakan sebuah fenomena yang
disebut androgini. Androgini merupakan percampuran antara karakteristik maskulin dan feminim
yang seimbang dalam taraf yang tergolong cukup tinggi pada diri seseorang. Menurut Spencer
dan Helmreich dalam Setiawati (2006, hlm. 7), individu androgin memiliki harga diri yang lebih
tinggi, lebih fleksibel dan lebih efektif dalam hubungan interpersonal. Peran gender menjadi
sangat bervariasi dalam pola kehidupan tiap orang, tiap keluarga juga tiap budaya maupun
negara. Namun budaya yang cenderung sangat patriarkhis sering menimbulkan ketidakadilan
gender, yang cenderung merugikan kaum perempuan. Ketidakadilan gender menurut Mansour
Fakih dalam Setiawati (2006, hlm. 8-9) terwujud dalam hal-hal berikut:
(1). Marginalisasi, peminggiran peran kaum perempuan; kaum perempuan dianggap sebagai
warga masyarakat kelas dua. Perempuan sendiri cenderung enggan menjadi orang nomor satu,
karena takut dijauhi atau dicela kaum laki-laki (cinderella complex), perempuan lebih memilih
jadi subordinat laki-laki.
11
(2) Stereotipe, masyarakat mempunyai norma tertentu tentang perempuan yang ideal yaitu
feminin, sementara laki-laki adalah maskulin, padahal terjadi pada kenyataannya setiap orang
memiliki dua karakteristik sekaligus (androgin), yaitu feminim sekaligus maskulin. Dalam
kehidupannya sebagai suatu stereotipe, perempuan diharapkan menjadi figur yang feminin:
lembut, halus, teliti, rajin, patuh, taat, cantik, cermat dsb, sementara laki-laki diharapkan menjadi
figur yang maskulin: gagah, perkasa, gentleman, kuat, cerdas, kasar, memimpin, macho, dsb.
Padahal secara psikologis orang yang androgen secara seimbang memiliki banyak kelebihanseperti harga diri yang lebih tinggi, kemampuan berkomunikasi yang lebih efektif, dan lebih
fleksibel. Dalam setiap individu besarnya kadar feminitas maupun maskulinitas sangat variatif
antara satu orang dengan orang lain. Meskipun kemudian ada yang lebih memperdalam lagi
menjadi feminitas positif dan feminitas negatif, serta maskulinitas positif dan maskulinitas
negatif.
(3) Beban ganda, pembagian kerja di dunia domestik untuk perempuan, sementara laki-laki di
sektor publik, sehingga ketika perempuan pergi ke sektor publik ada beban ganda yang
disandangnya. Beban ganda ini sebagian besar dijalani oleh kaum perempuan sementara
semestinya ada juga beban ganda juga untuk kaum laki-laki, karena memang pekerjaan domestik
bukanlah kodrat perempuan.
(4) Kekerasan, perempuan dengan fungsi reproduksinya sering mengalami kekerasan di tempat
kerja atau bahkan di dalam rumah tangga sendiri. Mulai dari kekerasan fisik, psikis dan seksual.
Juga kekerasan yang dilakukan oleh individu, institusi maupun negara. Dalam rumah tangga
perempuan dianggap tidak produktif, sehingga harus menuruti kemauan laki-laki si pencari
nafkah utama, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam dunia publik, di tempat kerja
perempuan yang haid, mengandung, melahirkan, menyusui, sering tidak memperoleh haknya
secara wajar. Bahkan sering mengalami intimidasi untuk dikeluarkan. Sementara dalam tingkat
negara, kadang kekerasan yang diderita perempuan sering tidak tampak di mata publik, karena
terjadi di sektor domestik. Kadang perempuan yang mengalami tindak kekerasan dipersalahkan
publik, karena perempuan tersebut berdandan menor ataupun sebab lainnya yang lebih
disebabkan, karena ia berjenis kelamin perempuan.
Menurut Archer & Lloyd, dan Doyle dalam Muljani (2000, hlm. 45) terdapat peran
gender berdasarkan stereotip dan umumnya dapat diterima secara luas oleh masyarakat.
Beberapa anggapan yang umum mengenai pria tetap dipertahankan, bahwa mereka bersifat
12
(paling tidak asertif), logic, unemotional, indepedendent, dominan, kompetitif, objektif, aktif dan
diatas semuanya adalah kompeten. Sebaliknya wanita seringkali dianggap tampak pasif, nonasertif, ilogical, emotional, dependent, subordinat, hangat dan nurturing. Tidak semua orang
berpatokan pada gender stereotip ini, tetapi terdapat fakta-fakta yang kuat bahwa hal ini sudah
begitu berurat akar dalam masyarakat.
Berdasarkan stereotip tersebut ada beberapa fenomena psikologis yang mempengaruhi
cara wanita berpikir, bertindak dan berbicara. Fenomena-fenomena psikologis tersebut,
diantaranya: (1) Cinderella complex, menurut Dowling dalam Muljani (2000, hlm. 42), yaitu
suatu jaringan sikap dan rasa takut yang sangat menekan sehingga wanita tidak bisa dan tidak
berani memanfaatkan sepenuhnya kemampuan otak dan kreativitasnya. Sebagaimana halnya
Cinderella yang menanti Sang Pangeran untuk menyelamatkannya, demikianlah menurut
Dowling (1981) wanita masa kini masih menanti sesuatu hal yang berasal dari luar untuk
mengubah hidup mereka. (2) Fear of success, menurut Horner dalam (Stefani, Pudjibudojo, dan
Prihanto, 2000, hlm. 52) yaitu ketakutan wanita akan keberhasilan, karena akan diterimanya
konsekuensi negatif dari masyarakat. Para wanita khawatir bahwa keberhasilannya dalam dunia
kerja justru akan menimbulkan konflik dalam rumah tangga, karena mungkin dengan posisinya
yang semakin menonjol, suami tidak bisa menerima dan merasa tersaingi. Untuk menghindari
kondisi ini, banyak wanita yang akhirnya sudah merasa puas hanya dengan bekerja sekedar
memperoleh penghasilan tanpa terlalu mempersoalkan peningkatan prestasi ataupun keberhasilan
dalam karier. Mereka tidak ingin gagal, namun juga tidak mau mencapai prestasi yang optimal.
Faktor dukungan keluarga akan memberikan pengaruh bagi akum wanita dalam usahanya
mewujudkan karier, terutama suami. Wanita akan mampu berkarier dengan optimal dan tidak
mengalami kecemasan ketika meraih keberhasilan dalam karier karena dukungan tersebut. Dan
juga karena adanya anggapan bahwa kesuksesan identik dengan sifat maskulin, dehingga lebih
pantas diraih oleh kaum pria. Wanita menghindari sukses karena takut akan kehilangan
feminitasnya, seperti tidak menarik di hadapan kaum pria.
PEMBAHASAN
Perempuan Pemimpin secara Individual.
Perempuan secara fisik memang memiliki perbedaan dengan laki-laki, namun bukan
untuk dipertentangkan perbedaannya. Kedua jenis kelamin tersebut memiliki tugasnya masing13
masing. Fungsi kesehatan reproduksinya yang berbeda memerlukan perlakuan yang berbeda jika
kita mengharapkan kualitas SDM bangsa di masa depan akan makin meningkat dan hebat sejajar
dengan kualitas SDM di Negara-negara yang maju. Berbagai contoh menunjukkan bahwa ketika
perempuan memasuki kehidupan keluarga dengan hamil, melahirkan, menyusui dan
mengasuhnya maka perempuan sendiri sudah menjalankan tugas yang berat luar biasa secara
fisik. Apalagi sekarang penyakit fisik seperti kanker payudara, kanker leher rahim adalah
penyakit yang sangat bersahabat dengan perempuan Indonesia. Apalagi ketika perempuan yang
sedang menjalankan tugas fisik ini adalah perempuan pemimpin yang di profesinya ia juga
dituntut untuk sama dengan para laki-laki lainnya. Di sisi lain perempuan sesungguhnya juga
banyak yang tidak mengenali saat-saat pre-menstruation syndrome (PMS) sehingga kadang
bertindak pada situasi yang tidak tepat karena fungsi reproduksinya yang sedang berbeda dari
hari-hari biasa, ia bisa marah tak terkendali tanpa mengetahui ujung pangkal penyebabnya.
Secara psikologis perempuan juga mengalami berbagai persoalan dalam dirinya.
Perempuan kadang sangat cemas dan takut untuk menjadi perempuan yang sukses karena
kesuksesan perempuan yang masih gadis sering mengkhawatirkan mereka akan tidak
mendapatkan pasangan hidupnya. Alih-alih tidak sedikit perempuan yang mengerem laju
kecepatan kecerdasan dan kesuksesannya. Sindrom takut sukses atau fear of success adalah
sindroma yang sangat disayangkan dan membuang potensi dan energy perempuan untuk
berkarya. Perempuan pun di masyarakat seolah dituntut untuk memiliki standar penampilan yang
prima seperti dongeng Putri Cinderella yang cantik dan dipersunting Pangeran yang Gagah
Perkasa. Sindrom Cinderella complex memberikan tambahan aktifitas yang luar biasa bagi para
perempuan seperti pemahaman akan dunia kosmetika, dunia mode dengan baju, sepatu haka
tinggi, rambut, tas dan lainnya yang trendy dan mengikuti jamannya.
Perempuan Pemimpin dalam Keluarga.
Perempuan yang berkarir di profesi berarti akan memiliki dua pekerjaan yakni pekerjaan
domestic dan pekerjaan domestic. Tidak semua perempuan dapat menjadi “super woman” yang
kuat dan hebat menjalani dua dunia tersebut secara bersama. tidak sedikit yang memilih “kerja
yes, karir no” ketika ia mengembangkan karirnya karena ia memang hanya mampu atau memberi
prioritas pada keluarganya. Beban ganda dengan ungkapan bahwa perempuan jam kerjanya
sungguh luar biasa “Dari matahari belum terbit sampai mata anggota semua keluarga terbenam.”
14
Tugas perempuan dalam keluarga memang bervariasi antara satu keluarga dengan
keluarga yang lain, termasuk kemampuan ekonominya dan situasi untuk memiliki orang yang
membantu tugas domestic tersebut seperti pekerja rumah tangga, perawat anak, guru les, atau
kakek nenek dari anak-anaknya. Situasi tersebut memberikan masalah dan tantangan yang
kompleks
dimana
tidak
setiap
perempuan
apalagi
perempuan
pemimpin
sanggup
menjalankannya apalagi dengan kategori sukses seperti yang dituntut masyarakat. Semuanya
memang seperti sangat subyektif situasinya namun tuntutan masyarakat dan public memiliki
standar yang sama. Perempuan pemimpin dituntut untuk lebih sabar dan bijaksana untuk
mensikapi berbagai situasi domestic tanpa kehilangan akal sehat untuk membabi buta dalam
mengambil tindakan-tindakan dalam keluarga maupun karir dalam profesinya.
Perempuan pemimpin yang sukses biasanya memang didampingi lelaki yang arif
bijaksana, dimana ketika situasi ini tidak ada bukan tak mungkin yang terjadi kemudian adalah
konflik dalam rumah tangga. Konflik rumah tangga dan berbagai permasalahan keluarga tidak
sedikit yang kemudian berakhir dengan perceraian. Ada proses perceraian yang cepat dan tidak
menjadi bulan-bulanan media massa namun ada juga yang sebaliknya. Pada akhirnya masyarakat
dan bangsa inilah yang akan mengalami penurunan kualitas SDM pada umumnya karena
berbagai persoalan keluarga yang tidak jelas ujung pangkal dan tidak tuntas pembicaraannya
Perempuan pemimpin di berbagai profesi.
Perempuan di berbagai profesi sangat banyak yang mengalami sukses, seperti di birokrasi
pemerintah dengan menjadi pejabat structural, meski ada diantaranya yang mengalami stagnasi
karir terlebih dahulu karena ia menjalani fungsi reproduksinya dengan berkeluarga, hamil,
melahirkan, menyusui kemudian mengasuhnya hingga mereka bersekolah dan dewasa. Ada 3
lurah perempuan di Kota Yogyakarta yang dapat berkarir dengan baik dan dapat dikatakan
sukses. Bahkan ada satu dari mereka yang masih berstatus single atau belum berkeluarga.
Mereka dengan perna-pernik persoalannya dalam keluarga dapat tetap dapat meniti karir
sebagaimana halnya para birokrat pria, meskipun mungkin lajunya kadang terhambat oleh
masalah pribadi, masalah keluarga, masalah organisasi ataupun budaya masyarakat yang tidak
selalu berpihak padanya.
Ada yang menjadi direktur Baitul Mal Wattamwil (BMT) yang sukses dengan pernakpernik romantika kehidupan keluarganya seperti Ibu Rambe dan Ibu Ririn. Ibu Rambe meniti
15
karir bukan dengan jalan yang landai dan sederhana, ia melewatinya dengan berbagai romantika
dengan terus belajar dan membangun visi diri yang kuat, bersinergi dengan suami, memiliki gaya
tegas yang khas hingga mencapai apa yang sering dikategorikan sukses oleh masyarakat.
Demikian halnya dengan Ibu Ririn yang memulai karirnya menjadi karyawan biasa, hidup
berkeluarga, membangun karir dan memajukan BMTnya dan mencapai perkembangan yang
member manfaat bagi karyawan maupun masyarakatnya.
Ada Ibu Lies pengusaha Gudeg yang sukses mengembangkan usahanya dari berjualan di
pinggir toko sampai memiliki 5 outlet dan ada yang di Ibu kota, juga dengan gudeg kalengnya.
Ketekunan, kesabaran dan kesunggugannya mengembangkan bisnis yang harus bermanfaat
untuk dirinya dan masyarakat sekitarnya, khususnya para perempuan telah sungguh dapat
menjadi tauladan bagi perempuan lainnya. Bu Lies juga tidak bekerja sendirian, ia bersinergi
dengan suaminya juga anak-anaknya dan yang lebih penting adalah bagaimana ia membangun
kemitraan dengan para karyawannya agar bisnisnya kuat dan mengakar di hati para
karyawannya.
Ada 3 pengrajin dari Bantul dan dari Yogyakarta dengan berbagai romantikanya dalam
berkeluarga ya mereka tetap jalan terus dan berusaha untuk maju dan berkembang, apalagi ketika
perekomian keluarga menjadi taruhan kebahagiaan keluarganya. Ada satu diantaranya yang
mengalami menikah lebih dari satu kali karena tidak mudah bagi perempuan aktif yang dapat
bertindak aktif, kreatif, sigap dan cepat dalam berbisnis untuk mendapatkan pasangan yang
saling memahami untuk selalu saling bekerja sama membangun perekonomian keluarga dan juga
kesejahteraan para karyawannya.
Ada para perempuan pemimpin informal di masyarakat yang menjadi pimpinan dan
mubalighat „Aisyiyah yang mengabdikan diri untuk mencerdaskan kehidupan masyarakatnya di
bidang kesehatan reproduksi, mereka pun bekerja dan menjadi pemimpin bagi masyarakatnya
dengan tanpa imbalan financial yang dapat dikatakan menjanjikan. Para perempuan pemimpin di
akar rumput ini bekerja tanpa pamrih dan jauh dari popularitas hingar bingar media. Bahkan
mereka ada yang mendirikan pusat konsultasi layanan kesehatan reproduksi di masyarakat,
menyelenggarakan tabungan berkala untuk pemeriksaan pap-smear bagi anggota pengajiannya.
Itupun masih ditambah jika ada ibu yang tidak mampu menabung akan dicarikan Ibu asuh untuk
menabungkan baginya. Mereka berkeliling memberikan pencerahan bagi warga masyarakatnya.
Perempuan Pemimpin Harapan Bangsa.
16
Sesungguhnya para perempuan pemimpin yang sudah disebutkan di atas sudah
melakukan peran dalam berbagai profesinya dengan berbagai romantikanya, namun mereka tetap
berkarya. Ada langkah luhur yang telah diperankan oleh para perempuan pemimpin tersebut
yang kadang kurang mampu kita pahami karena kita cenderung menggunakan kacamata
kehidupan kita sendiri. Mereka tentu telah berhasil memenangkan suatu pergolakan batin dalam
kehidupan fisik dan psikologisnya, disamping komunikasi dan relasi dalam kehidupan keluarnya,
ditambah dengan pergolakan kehidupan profesinya. Tentu pergolakan suka duka kepemimpinan
mereka belum selesai, namun yang menjadi perhatian adalah soal bagaimana bangsa ini bisa
belajar dari kesuksesan mereka sekarang ini dan memberikan berbagai fasilitas dan dukungan
agar banyak lagi perempuan pemimpin yang lahir dan hadir nyata di tengah kehidupan bangsa
kita.
Masalah dan tantangan yang dihadapai para perempuan di berbagai profesi tersebut
belumlah usai, catatan perjalanan mereka hanyalah titik-titik kecil dari rangkaian sejarah panjang
jutaan perempuan Indonesia lainnya. Jika pemerintah dan berbagai pihak yang peduli pada
kemajuan bangsa ini maka tak ada kata untuk berkelit bahwa memang perempuan pemimpin
adalah satu di antara jawaban untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
KESIMPULAN
(1) Perempuan pemimpin di berbagi profesi mengalami tantangan dalam pengembanagn karirnya
jika perempuan pemimpin tersebut ingin meraih sukses dalam berbagai profesi di
masyarakat, seperti tantangan internal yakni dalam diri perempuan sendiri, tantangan
eksternal seperti tantangan dari keluarga, tantangan di organisasi dimana yang bersangkutan
mengembangkan karirnya dan tantangan dalam masyarakat yang masih kuat budaya
patriarkhat.
(2) Perempuan pemimpin di berbagai profesi tidak sedikit yang dapat meraih prestasi dalam
berbagai profesinya
(3) Perempuan pemimpin banyak yang meraih sukses di berbagai profesi meskipun mengalami
berbagai tantangan dan kendala, namun ada harapan yang besar untuk berperan dan
memberikan sumbangsih pada percaturan dunia yang makmur, sejahtera, aman dan damai.
17
REKOMENDASI
(1) Perlu adanya pemberian tambahan pengetahuan pada perempuan pemimpin tentang
berbagai permasalahan yang umum dihadapi setiap pemimpin, khususnya perempuan
sekaligus pengetahuan tentang bagaimana mengatasi berbagai permasalahan tersebut.
(2) Lembaga-lembaga yang terkait dengan pengembangan potensi perempuan pemimpin
hendaklah saling berkordinasi dan saling berbagi peran tentang berbagai program yang
perlu diberikan kepada perempuan pemimpin untuk meraih sukses yang lebih tinggi
tanpa merasa perlu mengalami kesulitan yang tidak berujung pangkal
(3) Perlu sosialisasi yang lebih luas bahwa peran perempuan pemimpin adalah memberikan
dampak positif di berbagai profesi yang mempengaruhi dunia ini akan lebih makmur,
sejahtera, aman dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
Kanter, M. S. (1976). Men and Women of the Corporation. Collin Publisher. New York.
Muljani, Sri W.M. (2000). Cinderella Complex. Jurnal Anima , Indonesian Psychological Journal.
Vol. 16, No. 1. Surabaya.
Nugroho, Tri Anggoro Aditya dan Trias Setiawati (2012a), Kepemimpinan Perempuan Di
Organisasi Pemerintah: Studi Kasus Kualitatif Tiga Lurah di Kota Yogyakarta,
Proceeding, Seminar Nasional “Indonesian family Business and Sustainability” dan Call
Paper, Forum Manajemen Indonesia 4, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.
Paramitha, Anggia dan Trias Setiawati (2011), Motivasi Ibu Rumah Tangga dalam Berwirausaha:
Studi Kasus Tiga Wirausaha Handicraft di Yogyakarta, Prosiding, International Join
Seminar antara Universitas Kebangsaan Malaysia dan Prodi Manahemen FE UII,
Yogyakarta.
Prijosaksono, Ariwibowo dan Roy Sembel. (2003). Belajar
www.sinarharapan .com. diambil tanggal 22 Maret 2006.
dari Pemimpin
Wanita .
Saputra, Heru dan Trias Setiawati (2012 c), Bu Lies, Competent Female Entrepreneur: A
Biographic Study of Female Leadership in Developing Family Business, Proceeding online, The World Business Research Conference: Research in Progress, Bangkok, Thailand.
Sari, Dewi Purnama dan Trias Setiawati (2012b), The Favorites Woman Leader That Expressed:
Qualitative Case Study: BMT Bina Dhuafa Beringharjo Yogyakarta and BMT Charisma
Magelang - Central Java, Proceeding on-line, The World Business Research Conference:
18
Research in Progress, Bangkok, Thailand.
Setiawati, Trias (2006). Kepemimpinan Perempuan. Makalah Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2008), Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Perempuan untuk
Pengembangan Karir, Prosiding, Seminar internasional: Women in Public Sector, PSW
UGM,Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2009a), Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender, Prosiding, Seminar
Nasional: Kepemimpinan yang Berperspektif Gender, PSW UGM, Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2010a), Empowering Program for Women Religious Leader in Grass root in
order to Increase the Degree of Reproduction Health, Case Study in Bantul Regency,
Yogyakarta Special Province, Prosiding, Seminar Internasional: Kontribusi Kajian Multi
Disiplin Ilmu untuk Pencapaian Millenium Development Goals / MDGs (Tujuan
Pembangunan Milenium), PSW UGM, Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2010b), Studi Kepemimpinan Perempuan: Suatu Keharusan Pengarusutamaan
Studi Kepemimpinan, Lokakarya Nasional Pengakuan Bidang Keilmuan Studi Wanita
Sebagai Bidang Ilmu, Prosiding, PSG Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Setiawati, Trias, M Syamsuddin, MB Hendrianto, Aden Wijdan, dan Ully Gusniarti (2009b),
“Dilema antara Pengembangan Karir dan Keluarga: Peran dan Kedudukan Dosen dalam
Perspektif Gender,” Prosiding, Seminar Internasional: Pendidikan, Perempuan dan Olah
Raga, PSW UN Jakarta, Jakarta.
Stefani, Jatie K. P, Sutyas P. Hubungan Antara Peran Gender dan Persepsi Terhadap Dukungan
Suami dengan Fear of Success Pada Wanita Karier. Jurnal Anima, Indonesian Psychological
Journal. Vol. 16, No. 1. Surabaya.
Tim FISP, 2008, Kepemimpinan, Diakses pada tanggal 27 Juli 2010 pukul 08.00 WIB
___(*_*)____
BIOGRAFI SINGKAT PENULIS:
BIO DATA PENULIS :
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Pekerjaan
Alamat
E-Mail
Suami
: Dra. Trias Setiawati, M.Si
: Kebumen , 1 Agustus 1964
: Dosen FE UII Yogyakarta
: Perum UII Blok I/7 Prumpung, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
: [email protected]/[email protected]
: Drs. Ahmad Muntaha, M.Si
19
Anak
Pekerjaan
: 5 orang ( 2 laki-laki & 3 orang perempuan)
1. Fatia Nurilmi Magistra (14 tahun)
2. Fathoni Rasyid Firdausi (12 tahun)
3. Addina Nurrahima Fitriana (9 tahun)
4. Zaim Fathullah Rais (6 tahun)
5. Amalina Nurulaini Muthmainnah (4 tahun)
: Dosen Tetap Fak Ekonomi UII Yogyakarta, sejak th 1988
Pendidikan Formal :
:
1. SD Negeri IV Karanganyar – Kebumen (1970-1975)
2. MTs Negeri II Yogyakarta (1976-1979)
3. MAN II Yogyakarta (1979-1982)
4. Fakultas Ekonomi UGM Jurusan Manajemen (1982-1988)
5. Penyuluhan Pembangunan Pasca Sarjana IPB (1991-1994)
6. Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi UII,kandidat
Pengalaman Organisasi
:
1. Ketua OSIS MAN II Yogyakarta ( 1980-1981)
2. Pengurus (Dep Humas, Dep Tunas + Dep Kemuslimahan KORKOM) PII Komisariat
Uswatun Hasanah Kodia Yogyakarta (1979-1983)
3. Ketua I Kordinator Daerah (KORDA) Corps PII Wati PD PII Kodia Yogyakarta (19831984)
4. Ketua Umum Kordinator Daerah (KORDA) Corps PII Wati PD PII Kodia Yogyakarta
(1984-1985)
5. Ketua Umum Kordinator Wilayah (KORWIL) Corps PII Wati PW PII Yogyakarta Besar
(1986-1988)
6. Ketua III Kordinator Pusat (KORPUS) Corps PII Wati (1988-1990)
7. Anggota Departemen Penerangan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (1988-1990)
8. Ketua IV Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Bidang Dokumentasi & Informasi & Ketua
Lembaga Kajian + Hubungan Luar Negeri ( 1990-1995)
9. Ketua I Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Bidang Dokumentasi & Informasi & Bidang
Kesejahteraan Keluarga (1995-2000)
10. Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (2000-2004)
11. Sekretaris Pimpinan Pusat Nasyiatul Sejak 2005
Pengalaman Lain :
1. Ketua Pusat Studi Wanita Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
(1994-2002)
2. Pelatih Manajemen Sumber Daya Manusia ( Spiritual Quotient, Penilaian Kinerja,
supervisory Management, Performance Management, Kepemimpinan Efektif, Manajemen
pengendalian, Pengembangan Karir, Need-assesment, Ethos Kerja) di PT GSM Yogyakarta,
CV Husada Prima, untuk BUMN dan Perusahaan MNC
3. Konsultan proyek di LSM : Penguatan Hak Anak
4. Instuktur pelatihan metode penelitian berperpektif jender dan analisis jender
20
PEREMPUAN PEMIMPIN YANG SUKSES DI BERBAGAI PROFESI:
TANTANGAN DAN HARAPAN 1
Trias Setiawati, Dosen FE UII Yogyakarta2
[email protected]
Abstrak
Paper ini berjudul Perempuan Pemimpin yang Sukses: Tantangan dan Harapan. Paper
ini bertujuan untuk (1) Menggambarkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh perempuan
pemimpin di berbagai profesi kepemimpinan, (2) Memberikan gambaran temuan bahwa ada
banyak keberhasilan yang diraih oleh perempuan pemimpin di berbagai bidang kehidupan dalam
masyarakat, (3) Memberikan gambaran mengenai berbagai peluang harapan di masa depan bagi
perempuan pemimpin yang ingin mengembangkan karir di berbagai profesi dalam masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah riset pustaka.
Paper ini menemukan beberapa hal sebagai berikut: (1) Perempuan pemimpin di
berbagi profesi mengalami tantangan dalam pengembanagn karirnya jika perempuan pemimpin
tersebut ingin meraih sukses dalam berbagai profesi di masyarakat, seperti tantangan internal
yakni dalam diri perempuan sendiri, tantangan eksternal seperti tantangan dari keluarga,
tantangan di organisasi dimana yang bersangkutan mengembangkan karirnya dan tantangan
dalam masyarakat yang masih kuat budaya patriarkhat. (2) Perempuan pemimpin di berbagai
profesi tidak sedikit yang meraih prestasi dalam berbagai profesinya (3) Perempuan pemimpin
banyak yang meraih sukses di berbagai profesi meskipun mengalami berbagai tantangan dan
kendala, namun ada harapan yang besar untuk berperan dan memberikan sumbangsih pada
percaturan dunia yang makmur, sejahtera, aman dan damai.
Keywords: Perempuan Pemimpin, Sukses, Profesi, Tantangan, Hambatan
PENDAHULUAN
Perempuan pemimpin sering menjadi sorotan publik dalam berbagai peristiwa kehidupan
masyarakat, baik sorotan positif maupun sorotan negatif. Di satu sisi sorotan positif dipublikasi
karena kesukesan dan berbagai hasil positif yang dicapainya dan pengaruhnya pada kesuksesan
institusi dimana ia bekerja, atau lembaga yang ia pimpin maupun kesejahteraan masyarakat
umum dalam arti luas. Di sisi lain adalah sorotan negative bahwa perempuan pemimpin juga
1
Paper ini akan dipresentasikan dalam Seminar Nasional Kepemimpinan Perempuan dan Tantangan Global yang
diselenggarakan oleh PSW UN Yogyakarta dan Konsorsium Kepemimpinan Perempuan dalam Pencapaian MDGs,
di Yogyakarta pada 18 Desember 2012.
2
Dosen Tetap Yayasan pada Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta sejak
tahun 1988.
1
sering disalahkan sedemikian rupa ketika ia masih bertatus single atau belum keluarga, atau
kemudian ketika ia tidak memiliki keturunan. Atau ketika anaknya mengalami masalah dalam
kehidupannya ataupun ketika suaminya mempunyai ulah yang tidak wajar dalam masyarakat.
Jumlah perempuan di Indonesia dapat dikatakan melebihi separoh dari jumlah
penduduknya. Jumlah yang besar sesungguhnya merupakan potensi SDM yang luar biasa,
namun akan menjadi tidak bermakna ketika pemerintah dan semua lembaga terkait tidak dapat
memberikan program dan peran yang optimal dalam masyarakat. Berbagai masalah yang
dihadapi
perempuan
sejak
masalah
kemiskinan,
kesehatan,
kesempatan
pendidikan,
ketidakadilan gender sehingga masalah-masalah hukum yang dialami perempuan di Indonesia
masih mencerminkan lemahnya kerjasama dan koordinasi dari berbagai lembaga yang ada.
Secara individual perempuan memiliki fungsi kesehatan reproduksi yang berbeda dengan
laki-laki, hal ini sudah menjadikan suatu keadaan dimana perempuan mesti lebih memahami
akan fungsi dan perkembangan tubuhnya sendiri. Dalam keluarga demikian halnya, harapan
keluarga pada anak perempuan akan tidak selalu sama dengan harapan keluarga pada anak lakilaki. Masyarakat pun memiliki budaya sendiri mengenai apa yang ideal bagi seorang perempuan
dan seorang lelaki di masyarakat. Namun disisi lain peraturan dan hukum serta pranata etika
dalam keluarga, di berbagai lembaga, termasuk di berbagai profesi menuntut perempuan
untuktampil prima sama dengan primanya seorang laki-laki.
Perempuan pemimpin yang banyak disandang oleh perempuan di Indonesia aalah suatu
harapan akan perannya yang optimal sehingga bangsa yang dikenal korup dan cenderung
mengalami degradasi moral untuk menjadi bangsa yang maju dan mulia di tengah peracturan
Negara-negara terkemuka di masa depan. Berbagai profesi di masyarakat yang disandang oleh
perempuan pemimpin memang dapat memberikan nafas lega dan harapan yang optimis akan
masa depan Indonesia, meskipun di sana-sini banyak sekali hambatan dan tantangan yang
dihadapi perempuan pemimpin.
Paper ini bermaksud untuk dapat memaparkan beberapa hal berikut ini: (1)
Menggambarkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh perempuan pemimpin di berbagai
profesi kepemimpinan, (2) Memberikan gambaran temuan bahwa ada banyak keberhasilan yang
diraih oleh perempuan pemimpin di berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat, (3)
Memberikan gambaran mengenai berbagai peluang harapan di masa depan bagi perempuan
pemimpin yang ingin mengembangkan karir di berbagai profesi dalam masyarakat
2
PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Setiawati (2008) menemukan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan mengalami
kondisi sebagai berikut: (1) Kondisi PNS perempuan masih lebih rendah dibanding PNS lakilaki dalam masalah kepegawaian pada aspek kesejahteraan, kesadaran, akses, dan partisipasi.
Meskipun kontrol PNS perempuan lebih besar namun merupakan kontrol yang negatif. Manfaat
yang diperoleh PNS perempuan dalam pengembangan karir mereka belum optimal. (2) Masih
terdapat pandangan yang diskriminatif, bias dan sterotip pada PNS perempuan sehingga ada
perbedaan pandangan antara PNS laki-laki pada hal berikut: perbedaan persyaratan fisik untuk
laki-laki dan perempuan untuk menjadi PNS, Perbedaan persyaratan kemampuan akademik
untuk laki-laki dan perempuan untuk menjadi PNS, Penempatan PNS di suatu institusi
berdasarkan jenis kelamin, Jabatan yang khas untuk laki-laki dan perempuan dalam PNS dan
Perbedaan dalam pola pikir kerja antara PNS Laki-laki dan Perempuan. (3) Kondisi PNS
perempuan masih mengalami beban ganda yang tinggi dibanding PNS laki-laki dalam masalah
tugas domestik kerumahtanggaan pada aspek kesejahteraan, kesadaran, akses, partisipasi dan
kontrol. (4) Kondisi PNS perempuan masih mengalami beban ganda yang tinggi dibanding PNS
laki-laki dalam masalah tugas domestik mengurus anak pada aspek partisipasi yakni
pelaksanaan. Sementara ketika anak sudah SMP keatsa maka aspek kesejahteraan, kesadaran,
akses, dan kontrol PNS laki-laki lebih tinggi dibanding PNS perempuan. (5) Kondisi PNS
perempuan dalam masalah kesehatan reproduksinya, yakni haid, kehamilan, pemeliharaan
kesehatan dan keluarga berencana dapat dikatakan kesejahteraannya tinggi. Namun semakin
rendah pada kesadaran, akses dan partisipasinya, dan paling rendah pada kontrol artinya untuk
masalah reproduksi diri mereka sendiri PNS perempuan tidak punya kuasa atas dirinya sendiri.
(6) Paradigma pembagunan untuk pemberdayaan perempuan masih beragam belum sampai pada
kesepahaman dan kesatuan tindak untuk menjadi PUG (pengarusutamaan jender dalam
Pembangununan) dimana ada perlakuan khusus untuk memberdayakan perempuan (affirmative
action). (7) Pejabat struktural perempuan memiliki beberapa unsur yang positif yakni : prestasi
kerja, Kepemimpinan, kematangan emosi, kedisiplinan,
kecepatan dan keberanian dalam
mengambil keputusan, perubahan perilaku yang positif setelah menjadi penajabat struktural, PNS
laki-laki tidak merasa tersaingi, dan peningkatan kinerja setelah menjadi pejabat struktural.
Sementara yang menjadi pro-kontra adalah pada keharmonisan rumah tangganya dan minat
3
karirnya. (8) PNS perempuan memiliki tahap perkembangan karir yang berbeda dengan PNS
laki-laki maka perlu pemberdayaan yang proporsional dan adil jender sesuai dengan tahapannya.
Setiawati (2009a) dalam penelitiannya mengenai pejabat structural dalam perspektif
gender menemukan bahwa Kebijakan pemerintah daerah yang tercermin dalam berbagai aturan
tentang pengangkatan pejabat Struktural sudah berperspektif gender. Namun dalam
pelaksanaannya masih terapat bias gender dan ketidakadilan gender. Kinerja pejabat struktural
perempuan dan pejabat struktural laki-laki sesungguhnya memiliki hampir semua unsur yang
diperlukan untuk menjadi seorang pejabat Struktural, namun sering dipertanyakan keharmonisan
rumah tangga dan minat karirnya, suatu hal yang tidak dipertanyakan bagi pejabat struktural lakilaki.
Setiawati dkk (2009b) dalam penelitiannya mengenai “Dilema antara Pengembangan
Karir dan
Keluarga: Peran dan Kedudukan Dosen dalam Perspektif Gender”, menemukan
bahwa: (1) Profil peran dosen antara dosen laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan
yang jelas. Peran dosen perempuan secara umum berada dalam dilemma, pada saat ada anak
mungkin akan lebih mementingkan keluarga, namun pada saat unsure pengurang minat karir
seperti jabatan structural, anak dan lainnya maka akan lebih condong ke karir. Jadi secara umum
dosen perempuan memiliki peran yang lebih kecil dalam semua bidang tugasnya, yaitu
pengajaran, penelitian, pengabdian dan penunjang, Meski hal tersebut berkebalikan karena dosen
perempuan memiliki tugas yang lebih berat dalam ranah domestic. (2) Demikian halnya jika
dilihat dari analisis Longwenya, yakni sejak dari bidang kesejateraan, kesadaran, akses,
partisipasi dan kontrol. Secara umum dosen perempuan mendapat kesejahteraan dan kesadaran
yang lebih baik bila dibanding dengan dosen laki-laki, sementara tidak untuk lainnya yakni
akses, partisipasi, dan control. Sisi lain yang memberatkan dosen adalah tugas di ranah domestik
yang memberatkannya untuk mengembangkan karir secara maksimal, apalagi apabila memiliki
beberapa factor lain yang memberatkannya seperti adanya jabatan structural, adanya anak, dan
masa kerja yang masih yunior. (3) Kedudukan dosen menurut aturan formal organisasi
sesungguhnya tidak ada semangat diskriminasi dalam berbagai aturan yang ada, namun karena
budaya patriarkhat yang masih lekat maka peran dosen perempuan masih belum maksimal,
sementara kedudukan dosen perempuan dari sisi karir dapat disebutkan dengan kata “kerja yes,
karir no.”
4
Setiawati (2010a) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa pemimpin perempuan di
bidang agama (PPBA) untuk meningkatkan derajad kesehatan reproduksi perempuan (DKRP)
memiliki beberapa masalah yakni: (1) Kemampuan yang perlu dimiliki oleh PPBA agar dapat
meningkatkannya dalam program adalah adalah pelatihan untuk pelatih, kemampuan kerja sama
dengan tim manajemen, pendampingan dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam
sosialisasi kespro untuk peningkatan DKRP, Monev untuk perbaikan proses sosialisasi,
penyegaran dengan materi komunikasi dan kerjasama. (2) Permasalahan yang diidentifikasi oleh
PPBA dalam upaya peningkatan DKRP di masyarakat perempuan adalah pengetahuan yang
rendah tentang kespro, adat istiadat dan budaya masyarakat yang mendiskriminasi dan
mengakibatkan beratnya perempuan, kerentanan yang dialami perempuan sepanjang masa
reproduksinya fungsional, bahkan hingga masa lansianya. (3) Adapun hambatan secara teknis
administratif yang dialami PPBA adalah soal pengetahuan kespro dari PPBA yang terbatas,
peralatan media sosialisasi, jejaring kerjasama, advokasi anggaran kepada pemerintah, (4) Gaya
PPA-MA yang mendukung keberhasilan program DKRP adalah gaya the mother, the pet dan the
sexual object.Sementara gaya the iron maden tak banyak digunakan.
Setiawati (2010b) dalam papernya yang berjudul Studi Kepemimpinan Perempuan: Suatu
Keharusan Pengarusutamaan Studi Kepemimpinan menemukan bahwa (1)Permasalahan yang
ada pada studi kepemimpinan perempuan yakni belum sepahamnya berbagai pihak bahwa
perempuan pemimpin memiliki kondisi yang berbeda sehingga tidak dapat disamakan dengan
laki-laki pemimpin, ada persoalan ketidakadilan gender dan berbagai paradigma wanita jika
dikaitkan dengan persoalan pembangunan yang dipakai oleh para peneliti maupun pelaku. (2)
Berbagai faktor yang mendorong sukses pada perempuan pemimpin adalah adanya prestasi kerja,
kepemimpinan, kematangan emosi, kedisiplinan, kecepatan dan keberanian dalam mengambil
keputusan, perubahan perilaku yang positif setelah menjadi penajabat struktural, PNS laki-laki
tidak merasa tersaingi, dan peningkatan kinerja setelah menjadi pejabat struktural. Namun ada
beberapa faktor yang sering dilekatkan pada kesuksesan seorang perempuan pemimpin yang
sukses yakni keharmonisan keluarganya
dan kekurang gigihannya dalam meningkatkan
karirnya. (3) Karena keadaan perempuan pemimpin yang berbeda maka suatu studi khusus
tentang kepemimpinan perempuan menjadi keharusan untuk mengarusutamakan studi
kepemimpinan perempuan sehingga para pemimpin perempuan yang lebih berorientasi luas
dapat memberikan adil yang besar pada masyarakatnya.
5
Secara khusus Setiawati (2010b) memberikan rekomendasi untuk pengembangan studi
kepemimpinan perempuan adalah perlunya affirmative action pada perempuan pemimpin karena
ada ketidakadilan gender yang dialami sehingga ada banyak hal yang harus diberikan
kesempatan kepada perempuan pemimpin untuk diberdayakan. Seperti misalnya dalam aspek
pejabat sruktural di pemerintahan perlu peningkatan pengetahuan/wawasan melalui berbagai
pelatihan seperti pelatihan kepemimpinan (leadership), Pelatihan manajemen Resiko, Pelatihan
pengambilan keputusan, Pelatihan komunikasi massa, Studi lanjut. Juga perlu pelatihan untuk
pengembangan sikap mental/kepribadian dengan pelatihan Achievement Motivation Training,
Goal setting training, Pelatihan pengembangan kepribadian, Pelatihan pengembangan karir dan
pelatihan sikap lainnya yang mendukung pengembangan karir. Disamping memerlukan
penambahan ketrampilan (diklat fungsional) seperti Pelatihan teknologi komunikasi, Pelatihan
software untuk kelancaran kerja, Pelatihan teknis lainnya yang mendukung pengembangan karir.
Pasangan para perempuan pemimpin juga perlu diberi kesempatan untuk di ruang publik
pasangannya agar dapat saling memahami dunia kerjanya masing-masing. Secara Institusional di
berbagai instiusi sejak dari tingkat pusat sampai daerah perlu mengutamakan peran pemimpin
perempuan. Seperti misalnya Pemerintah Daerah perlu membentuk hingga mengefektifkan
Badan khusus pemberdayaan perempuan dan berbagai perangkat pendukungnya untuk
memberikan peluang yang sama pada perempuan dan laki-laki pemimpin untuk mengeluarkan
semua potensinya dalam dunia kerja.
Paramitha dan Setiawati (2011) dalam penelitiannya tentang “Motivasi Ibu Rumah
Tangga dalam Berwirausaha: Studi Kasus Tiga Wirausaha Handicraft di Yogyakarta,”
menemukan bahwa: (1) Motivasi awal yang muncul pada diri seorang ibu rumah tangga untuk
menjadi seorang pengusaha perempuan adalah karena alasan keuangan keluarga. Selain itu
ditemukan juga motivasi lain yang melatar belakangi keinginan untuk berwirausaha yakni
adanya latar belakang keluarga yang bergerak dalam bidang yang sama, adanya kegemaran
pribadi dalam bidang kerajinan dan kondisi pasar yang mendukung kegiatan usaha. (2)Sementara
itu peranan motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh David McClelland juga sangat besar
pengaruhnya pada diri pengusaha perempuan. Motivasi berusaha bukanlah merupakan motivasi
awal yang membuat ketiga objek penelitian memutuskan untuk menjadi pengusaha perempuan,
namun seiring dengan berjalannya usaha, motivasi berprestasi muncul dalam diri ketiganya.
Dengan motivasi untuk berprestasi, para pengusaha perempuan tersebut terpacu untuk bisa selalu
6
memperbaiki usahanya. (3) Dalam hal masalah ketidakadilan, diketahui bahwa masalah
ketidakadilan gender masih dialami oleh pengusaha perempuan, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Semua komponen dalam ketidakadilan gender baik marginalisasi, subordinasi,
stereotip, kekerasan dan beban ganda pernah dialami oleh pengusaha perempuan yang menjadi
objek dalam penelitian ini.
Nugroho dan Setiawati (2012) dalam penelitiannya tentang “Kepemimpinan Perempuan
di Organisasi Pemerintah: Studi Kasus Kualitatif Tiga Lurah di Kota Yogyakarta” menemukan
bahwa (1) Sifat kepemimpinan perempuan hadir dalam tiap lurah dalam penelitian ini baik the
mother, the pet, the sex object, maupun the iron maiden, namun memang hanya ada satu sifat
yang dominan. Sifat tersebut hadir bukan hanya karena berasal dari diri tiap lurah itu sendiri,
melainkan karena adaptasi mereka dengan keadaan dalam lingkungan kerja dan situasi rumah
tangga yang mereka jalani. Sifat kepemimpinan ini pun memberikan pengaruh yang berbeda
pada tiap karyawan di masing-masing instansi. (2) Peranan motivasi baik karir maupun motivasi
prestasi juga memberikan pengaruh dalam diri perempuan pemimpin. Menjadi pemimpin
memang bukan tujuan awal pada tiap diri narasumber. Namun seiring dengan waktu dan fase
karir dalam organisasi kepemerintahan membuat mereka memiliki motivasi untuk memperbaiki
posisi serta meraih prestasi baik untuk diri sendiri maupun untuk organisasi yang mereka pimpin.
(3)Dalam hal ketidak adilan gender, diketahui bahwa ketidak adilan gender masih dialami oleh
perempuan pemimpin. Namun tidak semua komponen ketidak adilan gender yang dialami
perempuan pemimpin yang menjadi objek dalam penelitian ini. Dari lima bentuk ketidak adilan
gender, ketiga narasumber mengalami bentuk perlakuan stereotipe, kekerasan psikis, dan beban
ganda selama masa kerja mereka sebagai pemimpin.
Sari dan Setiawati (2012b) dalam papernya yang berjudul “The Favorites Woman Leader
That Expressed: Qualitative Case Study: BMT Bina Dhuafa Beringharjo Yogyakarta and BMT
Charisma Magelang - Central Java” menemukan bahwa: 1) by the nature of their mother aspect,
they tend to make Ibu Rambe and Ibu Ririn can establish a good relationship with their
employees. (2) The nature of the pet that they had been pointed by Ibu Rambe and Ibu Ririn,
they provide exemplary a role model for their employees and they always encourage to their
employees to perform their best. (3) The nature of the sex object aspect of Ibu Rambe and Ibu
Ririn indicated that they have ability to motivate their employees. (4) Women leaders as the iron
maiden and Ibu Rambe and Ibu Ririn were able to being assertive. (5) In the career woman
7
leader, those are Ibu Rambe and Ibu Ririn, they had not been marginalized in their life
experience in either in family life or in the course of their careers. (6) Both subjects did not have
any violence experience in their lives, either physically, psychologically, and sexually. (7) Both
Ibu Rambe and Ibu Ririn equally had experience a double burden of home life.
Saputra dan Setiawati (2012 c) dalam papernya yang berjudul “Bu Lies, Competent
Female Entrepreneur: A Biographic Study of Female Leadership in Developing Family
Business,” menemukan bahwa: (1) The nature of women's leadership the mother, the pet, the
sex object, as well as the iron maiden there in the object of this research, but indeed there is only
one dominant nature, i.e. the mother. The mother style is clearly visible on Bu Lies leadership
and gives it charm. These properties exist in self resource not just because it comes from herself,
but it was rather because of the leader drive those closest to and adaptation to the circumstances
in the work environment and the situation of households she was living. The nature of leadership
Bu Lies exert influence are different for each employee in the Bu Lies stalls. (2)Business
development that be more focus done by Bu Lies was innovations that have been carried out as
part of the Gudeg cans that will be released a couple of months in the future and Gudeg instant
types that become her dream to realized. Many ways that have Bu Lies practiced either
promotional, product introduction, creates innovation, and aiming for its business market. From
the beginning all forms of Bu Lies product have been conceptualized before being sold in the
market. With the great intention and determination, Bu Lies was able to bestow power and as a
dream in her Gudeg‟s family business. Bu Lies business had supported the wealth of herself, her
family and her employees. (3) Gender inequalities that become Bu Lies experience. There are
several components that Bu Lies never get, but not all of the components of gender inequalities
experienced by women leaders who became key person in this research. Bu Lies had experience
in all forms of gender inequality, but the form of gender inequalities are not overly burden. She
has never been in her career. Bu Lies always has its own solution for addressing gender
inequalities. Bu Lies more has experience that relate to a form of treatment, and the double
burden of stereotype for her leadership.
Kajian Pustaka
Teori Kepemimpinan. Menurut Tim FISIP tentang teori kepemimpinan (Tim FISIP, 2008)
bahwa teori kepemimpinan dapat dibagi menjadi tiga hal yaitu teori sifat, teori perilaku, dan
8
teori kontingensi. Berikut penjabaran dari masing-masing teori tersebut.
(1) Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory). Studi mengenai sifat-sifat mulamula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian,
dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang
sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan
yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian
mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu
berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi
menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang
pemimpin.
(2) Kepemimpinan
Menurut
Teori
Perilaku
(Behavioral
Theory).
Hasil
studi
kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada
dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil
penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki
kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil.
Sementara itu, model leadership continuum dan Likert‟s Management Sistem
menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan
keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara
grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan
oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri
dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat
perhatiannya pada produksi.
(3) Teori Kontingensi (Contigensy Theory). Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa
berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi
efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana
empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada
umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka
tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya
bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang
demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspekaspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan
9
tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan
usaha para pengikut.
Kepemimpinan Perempuan. Secara umum kaum laki-laki dan perempuan mempunyai hak
yang sama dalam setiap aspek kehidupan. Saat ini belum ada pendapat ahli yang secara khusus
mengkaji tentang kepemimpinan perempuan. Akan tetapi berdasarkan wacana yang timbul di
masyarakat, yang dirangkum oleh Trias Setiawati bahwasannya pemimpin apapun jenis
kelaminnya, yang penting membawa kemajuan bagi perempuan khususnya dan kemanusiaan
pada umumnya. (Setiawati, 2006, hlm. 5). Wanita pemimpin umumnya lebih berorientasi pada
pendukung. Penelitan mengungkapkan bahwa wanita pemimpin memberdayakan para
pendukung dengan memberi kesempatan kepada orang-orang yang mereka pimpin untuk
menyatakan pendapat dan memberi masukan. Para wanita pemimpin ini juga melakukan
berbagai upaya untuk pengembangan diri. Selain memberdayakan pengikut mereka, para wanita
pemimpin lebih banyak yang bertindak sebagai mentor daripada sebagai ”bos”.
Wanita pemimpin memberi petunjuk dan bimbingan yang diperlukan kepada para
pendukung untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan. Selain bertindak sebagai mentor, para
wanita pemimpin juga cenderung untuk memimpin dengan memberi teladan kepemimpinan pada
para pendukung melalui sikap dan tindakan mereka. Jika mereka menginginkan disiplin untuk
diterapkan oleh anak buah, maka mereka pun akan menunjukkan sikap disiplin, jika mereka
ingin agar anak buah bersikap jujur dan terbuka, mereka pun akan memberikan teladan yang
sama. (Prijosaksono, 2003, hlm. 1). Dari berbagai wacana yang ada tersebut dapat diambil suatu
kesimpulan umum bahwa pemimpin perempuan mempunyai kelebihan utama yaitu lebih teliti
dan perhatian pada bawahannya, sebagaimana halnya naluri perempuan.
Menurut Kanter (1976, hlm. 233-236) ada empat faktor yang berpengaruh dalam
kepemimpinan perempuan, yaitu: (1) The mother (keibuan): Pemimpin perempuan cenderung
bersikap sebagaimana layaknya seorang ibu, misalnya dikala sang anak sakit, sang ibu akan
menyediakan obat. Nantinya akan timbul asumsi bahwa pemimpin perempuan mempunyai sifat
simpatik, pendengar yang baik, dan mudah untuk mencurahkan permasalahan. (2) The pet
(kesayangan): Pemimpin perempuan cenderung menjadi kesayangan bagi bawahannya, sehingga
bawahan akan lebih menjaganya. Dalam hal ini karyawan akan menganggap pemimpin
perempuan sebagai orang dekat, sehingga tidak terdapat rasa canggung. (3) The sex object
(obyek seksual): Pemimpin perempuan cenderung menjadi penyemangat kerja bagi
10
karyawannya. Dalam hal ini, pemimpin perempuan dianggap sebagai sebuah faktor yang
memotivasi karyawan untuk bekerja lebih giat, akan tetapi kemauan yang timbul dari karyawan
untuk bekerja lebih giat bukan karena perintah yang diberikan, tetapi karena ada dorongan dari
dalam. (4) The iron maiden (wanita besi): Pemimpin perempuan cenderung bersikap tegas dalam
memimpin bawahannya, sehingga timbul kesan tegas. Dengan adanya sikap ini, maka pemimpin
digambarkan sebagai sosok pemimpin yang keras.
Ketidakadilan Gender yang Dialami Perempuan. Menurut Setiawati (2006, hlm. 6-9) dari
istilah seks atau jenis kelamin inilah akhirnya dikenal ada “jenis kelamin” secara kodrati, tetapi
ada pula “jenis kelamin” secara kultural atau piskologis yang disebut gender. Gender merupakan
sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial budaya atau
sering disebut kodrat budaya. Peran gender menurut Mansour Faqih dalam Setiawati (2006, hlm.
7) adalah peran yang berkaitan dengan sifat maskulinitas-feminitas yang melekat pada pria
wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Sejarah perbedaan jender antara pria dan
wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan itu dibentuk, disosialisasikan,
diperkuat bahkan dikonstruksikan secara sosial, kultural melalui ajaran agama bahkan oleh
negara. Dengan demikian konsep tentang jender ini terkadang telah mejadi satu stereotipe yang
sangat mempengaruhi seorang individu dalam bersikap serta bertingkah laku dalam
lingkungannya.
Menurut Bem dalam Setiawati (2006, hlm. 7) mengemukakan sebuah fenomena yang
disebut androgini. Androgini merupakan percampuran antara karakteristik maskulin dan feminim
yang seimbang dalam taraf yang tergolong cukup tinggi pada diri seseorang. Menurut Spencer
dan Helmreich dalam Setiawati (2006, hlm. 7), individu androgin memiliki harga diri yang lebih
tinggi, lebih fleksibel dan lebih efektif dalam hubungan interpersonal. Peran gender menjadi
sangat bervariasi dalam pola kehidupan tiap orang, tiap keluarga juga tiap budaya maupun
negara. Namun budaya yang cenderung sangat patriarkhis sering menimbulkan ketidakadilan
gender, yang cenderung merugikan kaum perempuan. Ketidakadilan gender menurut Mansour
Fakih dalam Setiawati (2006, hlm. 8-9) terwujud dalam hal-hal berikut:
(1). Marginalisasi, peminggiran peran kaum perempuan; kaum perempuan dianggap sebagai
warga masyarakat kelas dua. Perempuan sendiri cenderung enggan menjadi orang nomor satu,
karena takut dijauhi atau dicela kaum laki-laki (cinderella complex), perempuan lebih memilih
jadi subordinat laki-laki.
11
(2) Stereotipe, masyarakat mempunyai norma tertentu tentang perempuan yang ideal yaitu
feminin, sementara laki-laki adalah maskulin, padahal terjadi pada kenyataannya setiap orang
memiliki dua karakteristik sekaligus (androgin), yaitu feminim sekaligus maskulin. Dalam
kehidupannya sebagai suatu stereotipe, perempuan diharapkan menjadi figur yang feminin:
lembut, halus, teliti, rajin, patuh, taat, cantik, cermat dsb, sementara laki-laki diharapkan menjadi
figur yang maskulin: gagah, perkasa, gentleman, kuat, cerdas, kasar, memimpin, macho, dsb.
Padahal secara psikologis orang yang androgen secara seimbang memiliki banyak kelebihanseperti harga diri yang lebih tinggi, kemampuan berkomunikasi yang lebih efektif, dan lebih
fleksibel. Dalam setiap individu besarnya kadar feminitas maupun maskulinitas sangat variatif
antara satu orang dengan orang lain. Meskipun kemudian ada yang lebih memperdalam lagi
menjadi feminitas positif dan feminitas negatif, serta maskulinitas positif dan maskulinitas
negatif.
(3) Beban ganda, pembagian kerja di dunia domestik untuk perempuan, sementara laki-laki di
sektor publik, sehingga ketika perempuan pergi ke sektor publik ada beban ganda yang
disandangnya. Beban ganda ini sebagian besar dijalani oleh kaum perempuan sementara
semestinya ada juga beban ganda juga untuk kaum laki-laki, karena memang pekerjaan domestik
bukanlah kodrat perempuan.
(4) Kekerasan, perempuan dengan fungsi reproduksinya sering mengalami kekerasan di tempat
kerja atau bahkan di dalam rumah tangga sendiri. Mulai dari kekerasan fisik, psikis dan seksual.
Juga kekerasan yang dilakukan oleh individu, institusi maupun negara. Dalam rumah tangga
perempuan dianggap tidak produktif, sehingga harus menuruti kemauan laki-laki si pencari
nafkah utama, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam dunia publik, di tempat kerja
perempuan yang haid, mengandung, melahirkan, menyusui, sering tidak memperoleh haknya
secara wajar. Bahkan sering mengalami intimidasi untuk dikeluarkan. Sementara dalam tingkat
negara, kadang kekerasan yang diderita perempuan sering tidak tampak di mata publik, karena
terjadi di sektor domestik. Kadang perempuan yang mengalami tindak kekerasan dipersalahkan
publik, karena perempuan tersebut berdandan menor ataupun sebab lainnya yang lebih
disebabkan, karena ia berjenis kelamin perempuan.
Menurut Archer & Lloyd, dan Doyle dalam Muljani (2000, hlm. 45) terdapat peran
gender berdasarkan stereotip dan umumnya dapat diterima secara luas oleh masyarakat.
Beberapa anggapan yang umum mengenai pria tetap dipertahankan, bahwa mereka bersifat
12
(paling tidak asertif), logic, unemotional, indepedendent, dominan, kompetitif, objektif, aktif dan
diatas semuanya adalah kompeten. Sebaliknya wanita seringkali dianggap tampak pasif, nonasertif, ilogical, emotional, dependent, subordinat, hangat dan nurturing. Tidak semua orang
berpatokan pada gender stereotip ini, tetapi terdapat fakta-fakta yang kuat bahwa hal ini sudah
begitu berurat akar dalam masyarakat.
Berdasarkan stereotip tersebut ada beberapa fenomena psikologis yang mempengaruhi
cara wanita berpikir, bertindak dan berbicara. Fenomena-fenomena psikologis tersebut,
diantaranya: (1) Cinderella complex, menurut Dowling dalam Muljani (2000, hlm. 42), yaitu
suatu jaringan sikap dan rasa takut yang sangat menekan sehingga wanita tidak bisa dan tidak
berani memanfaatkan sepenuhnya kemampuan otak dan kreativitasnya. Sebagaimana halnya
Cinderella yang menanti Sang Pangeran untuk menyelamatkannya, demikianlah menurut
Dowling (1981) wanita masa kini masih menanti sesuatu hal yang berasal dari luar untuk
mengubah hidup mereka. (2) Fear of success, menurut Horner dalam (Stefani, Pudjibudojo, dan
Prihanto, 2000, hlm. 52) yaitu ketakutan wanita akan keberhasilan, karena akan diterimanya
konsekuensi negatif dari masyarakat. Para wanita khawatir bahwa keberhasilannya dalam dunia
kerja justru akan menimbulkan konflik dalam rumah tangga, karena mungkin dengan posisinya
yang semakin menonjol, suami tidak bisa menerima dan merasa tersaingi. Untuk menghindari
kondisi ini, banyak wanita yang akhirnya sudah merasa puas hanya dengan bekerja sekedar
memperoleh penghasilan tanpa terlalu mempersoalkan peningkatan prestasi ataupun keberhasilan
dalam karier. Mereka tidak ingin gagal, namun juga tidak mau mencapai prestasi yang optimal.
Faktor dukungan keluarga akan memberikan pengaruh bagi akum wanita dalam usahanya
mewujudkan karier, terutama suami. Wanita akan mampu berkarier dengan optimal dan tidak
mengalami kecemasan ketika meraih keberhasilan dalam karier karena dukungan tersebut. Dan
juga karena adanya anggapan bahwa kesuksesan identik dengan sifat maskulin, dehingga lebih
pantas diraih oleh kaum pria. Wanita menghindari sukses karena takut akan kehilangan
feminitasnya, seperti tidak menarik di hadapan kaum pria.
PEMBAHASAN
Perempuan Pemimpin secara Individual.
Perempuan secara fisik memang memiliki perbedaan dengan laki-laki, namun bukan
untuk dipertentangkan perbedaannya. Kedua jenis kelamin tersebut memiliki tugasnya masing13
masing. Fungsi kesehatan reproduksinya yang berbeda memerlukan perlakuan yang berbeda jika
kita mengharapkan kualitas SDM bangsa di masa depan akan makin meningkat dan hebat sejajar
dengan kualitas SDM di Negara-negara yang maju. Berbagai contoh menunjukkan bahwa ketika
perempuan memasuki kehidupan keluarga dengan hamil, melahirkan, menyusui dan
mengasuhnya maka perempuan sendiri sudah menjalankan tugas yang berat luar biasa secara
fisik. Apalagi sekarang penyakit fisik seperti kanker payudara, kanker leher rahim adalah
penyakit yang sangat bersahabat dengan perempuan Indonesia. Apalagi ketika perempuan yang
sedang menjalankan tugas fisik ini adalah perempuan pemimpin yang di profesinya ia juga
dituntut untuk sama dengan para laki-laki lainnya. Di sisi lain perempuan sesungguhnya juga
banyak yang tidak mengenali saat-saat pre-menstruation syndrome (PMS) sehingga kadang
bertindak pada situasi yang tidak tepat karena fungsi reproduksinya yang sedang berbeda dari
hari-hari biasa, ia bisa marah tak terkendali tanpa mengetahui ujung pangkal penyebabnya.
Secara psikologis perempuan juga mengalami berbagai persoalan dalam dirinya.
Perempuan kadang sangat cemas dan takut untuk menjadi perempuan yang sukses karena
kesuksesan perempuan yang masih gadis sering mengkhawatirkan mereka akan tidak
mendapatkan pasangan hidupnya. Alih-alih tidak sedikit perempuan yang mengerem laju
kecepatan kecerdasan dan kesuksesannya. Sindrom takut sukses atau fear of success adalah
sindroma yang sangat disayangkan dan membuang potensi dan energy perempuan untuk
berkarya. Perempuan pun di masyarakat seolah dituntut untuk memiliki standar penampilan yang
prima seperti dongeng Putri Cinderella yang cantik dan dipersunting Pangeran yang Gagah
Perkasa. Sindrom Cinderella complex memberikan tambahan aktifitas yang luar biasa bagi para
perempuan seperti pemahaman akan dunia kosmetika, dunia mode dengan baju, sepatu haka
tinggi, rambut, tas dan lainnya yang trendy dan mengikuti jamannya.
Perempuan Pemimpin dalam Keluarga.
Perempuan yang berkarir di profesi berarti akan memiliki dua pekerjaan yakni pekerjaan
domestic dan pekerjaan domestic. Tidak semua perempuan dapat menjadi “super woman” yang
kuat dan hebat menjalani dua dunia tersebut secara bersama. tidak sedikit yang memilih “kerja
yes, karir no” ketika ia mengembangkan karirnya karena ia memang hanya mampu atau memberi
prioritas pada keluarganya. Beban ganda dengan ungkapan bahwa perempuan jam kerjanya
sungguh luar biasa “Dari matahari belum terbit sampai mata anggota semua keluarga terbenam.”
14
Tugas perempuan dalam keluarga memang bervariasi antara satu keluarga dengan
keluarga yang lain, termasuk kemampuan ekonominya dan situasi untuk memiliki orang yang
membantu tugas domestic tersebut seperti pekerja rumah tangga, perawat anak, guru les, atau
kakek nenek dari anak-anaknya. Situasi tersebut memberikan masalah dan tantangan yang
kompleks
dimana
tidak
setiap
perempuan
apalagi
perempuan
pemimpin
sanggup
menjalankannya apalagi dengan kategori sukses seperti yang dituntut masyarakat. Semuanya
memang seperti sangat subyektif situasinya namun tuntutan masyarakat dan public memiliki
standar yang sama. Perempuan pemimpin dituntut untuk lebih sabar dan bijaksana untuk
mensikapi berbagai situasi domestic tanpa kehilangan akal sehat untuk membabi buta dalam
mengambil tindakan-tindakan dalam keluarga maupun karir dalam profesinya.
Perempuan pemimpin yang sukses biasanya memang didampingi lelaki yang arif
bijaksana, dimana ketika situasi ini tidak ada bukan tak mungkin yang terjadi kemudian adalah
konflik dalam rumah tangga. Konflik rumah tangga dan berbagai permasalahan keluarga tidak
sedikit yang kemudian berakhir dengan perceraian. Ada proses perceraian yang cepat dan tidak
menjadi bulan-bulanan media massa namun ada juga yang sebaliknya. Pada akhirnya masyarakat
dan bangsa inilah yang akan mengalami penurunan kualitas SDM pada umumnya karena
berbagai persoalan keluarga yang tidak jelas ujung pangkal dan tidak tuntas pembicaraannya
Perempuan pemimpin di berbagai profesi.
Perempuan di berbagai profesi sangat banyak yang mengalami sukses, seperti di birokrasi
pemerintah dengan menjadi pejabat structural, meski ada diantaranya yang mengalami stagnasi
karir terlebih dahulu karena ia menjalani fungsi reproduksinya dengan berkeluarga, hamil,
melahirkan, menyusui kemudian mengasuhnya hingga mereka bersekolah dan dewasa. Ada 3
lurah perempuan di Kota Yogyakarta yang dapat berkarir dengan baik dan dapat dikatakan
sukses. Bahkan ada satu dari mereka yang masih berstatus single atau belum berkeluarga.
Mereka dengan perna-pernik persoalannya dalam keluarga dapat tetap dapat meniti karir
sebagaimana halnya para birokrat pria, meskipun mungkin lajunya kadang terhambat oleh
masalah pribadi, masalah keluarga, masalah organisasi ataupun budaya masyarakat yang tidak
selalu berpihak padanya.
Ada yang menjadi direktur Baitul Mal Wattamwil (BMT) yang sukses dengan pernakpernik romantika kehidupan keluarganya seperti Ibu Rambe dan Ibu Ririn. Ibu Rambe meniti
15
karir bukan dengan jalan yang landai dan sederhana, ia melewatinya dengan berbagai romantika
dengan terus belajar dan membangun visi diri yang kuat, bersinergi dengan suami, memiliki gaya
tegas yang khas hingga mencapai apa yang sering dikategorikan sukses oleh masyarakat.
Demikian halnya dengan Ibu Ririn yang memulai karirnya menjadi karyawan biasa, hidup
berkeluarga, membangun karir dan memajukan BMTnya dan mencapai perkembangan yang
member manfaat bagi karyawan maupun masyarakatnya.
Ada Ibu Lies pengusaha Gudeg yang sukses mengembangkan usahanya dari berjualan di
pinggir toko sampai memiliki 5 outlet dan ada yang di Ibu kota, juga dengan gudeg kalengnya.
Ketekunan, kesabaran dan kesunggugannya mengembangkan bisnis yang harus bermanfaat
untuk dirinya dan masyarakat sekitarnya, khususnya para perempuan telah sungguh dapat
menjadi tauladan bagi perempuan lainnya. Bu Lies juga tidak bekerja sendirian, ia bersinergi
dengan suaminya juga anak-anaknya dan yang lebih penting adalah bagaimana ia membangun
kemitraan dengan para karyawannya agar bisnisnya kuat dan mengakar di hati para
karyawannya.
Ada 3 pengrajin dari Bantul dan dari Yogyakarta dengan berbagai romantikanya dalam
berkeluarga ya mereka tetap jalan terus dan berusaha untuk maju dan berkembang, apalagi ketika
perekomian keluarga menjadi taruhan kebahagiaan keluarganya. Ada satu diantaranya yang
mengalami menikah lebih dari satu kali karena tidak mudah bagi perempuan aktif yang dapat
bertindak aktif, kreatif, sigap dan cepat dalam berbisnis untuk mendapatkan pasangan yang
saling memahami untuk selalu saling bekerja sama membangun perekonomian keluarga dan juga
kesejahteraan para karyawannya.
Ada para perempuan pemimpin informal di masyarakat yang menjadi pimpinan dan
mubalighat „Aisyiyah yang mengabdikan diri untuk mencerdaskan kehidupan masyarakatnya di
bidang kesehatan reproduksi, mereka pun bekerja dan menjadi pemimpin bagi masyarakatnya
dengan tanpa imbalan financial yang dapat dikatakan menjanjikan. Para perempuan pemimpin di
akar rumput ini bekerja tanpa pamrih dan jauh dari popularitas hingar bingar media. Bahkan
mereka ada yang mendirikan pusat konsultasi layanan kesehatan reproduksi di masyarakat,
menyelenggarakan tabungan berkala untuk pemeriksaan pap-smear bagi anggota pengajiannya.
Itupun masih ditambah jika ada ibu yang tidak mampu menabung akan dicarikan Ibu asuh untuk
menabungkan baginya. Mereka berkeliling memberikan pencerahan bagi warga masyarakatnya.
Perempuan Pemimpin Harapan Bangsa.
16
Sesungguhnya para perempuan pemimpin yang sudah disebutkan di atas sudah
melakukan peran dalam berbagai profesinya dengan berbagai romantikanya, namun mereka tetap
berkarya. Ada langkah luhur yang telah diperankan oleh para perempuan pemimpin tersebut
yang kadang kurang mampu kita pahami karena kita cenderung menggunakan kacamata
kehidupan kita sendiri. Mereka tentu telah berhasil memenangkan suatu pergolakan batin dalam
kehidupan fisik dan psikologisnya, disamping komunikasi dan relasi dalam kehidupan keluarnya,
ditambah dengan pergolakan kehidupan profesinya. Tentu pergolakan suka duka kepemimpinan
mereka belum selesai, namun yang menjadi perhatian adalah soal bagaimana bangsa ini bisa
belajar dari kesuksesan mereka sekarang ini dan memberikan berbagai fasilitas dan dukungan
agar banyak lagi perempuan pemimpin yang lahir dan hadir nyata di tengah kehidupan bangsa
kita.
Masalah dan tantangan yang dihadapai para perempuan di berbagai profesi tersebut
belumlah usai, catatan perjalanan mereka hanyalah titik-titik kecil dari rangkaian sejarah panjang
jutaan perempuan Indonesia lainnya. Jika pemerintah dan berbagai pihak yang peduli pada
kemajuan bangsa ini maka tak ada kata untuk berkelit bahwa memang perempuan pemimpin
adalah satu di antara jawaban untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
KESIMPULAN
(1) Perempuan pemimpin di berbagi profesi mengalami tantangan dalam pengembanagn karirnya
jika perempuan pemimpin tersebut ingin meraih sukses dalam berbagai profesi di
masyarakat, seperti tantangan internal yakni dalam diri perempuan sendiri, tantangan
eksternal seperti tantangan dari keluarga, tantangan di organisasi dimana yang bersangkutan
mengembangkan karirnya dan tantangan dalam masyarakat yang masih kuat budaya
patriarkhat.
(2) Perempuan pemimpin di berbagai profesi tidak sedikit yang dapat meraih prestasi dalam
berbagai profesinya
(3) Perempuan pemimpin banyak yang meraih sukses di berbagai profesi meskipun mengalami
berbagai tantangan dan kendala, namun ada harapan yang besar untuk berperan dan
memberikan sumbangsih pada percaturan dunia yang makmur, sejahtera, aman dan damai.
17
REKOMENDASI
(1) Perlu adanya pemberian tambahan pengetahuan pada perempuan pemimpin tentang
berbagai permasalahan yang umum dihadapi setiap pemimpin, khususnya perempuan
sekaligus pengetahuan tentang bagaimana mengatasi berbagai permasalahan tersebut.
(2) Lembaga-lembaga yang terkait dengan pengembangan potensi perempuan pemimpin
hendaklah saling berkordinasi dan saling berbagi peran tentang berbagai program yang
perlu diberikan kepada perempuan pemimpin untuk meraih sukses yang lebih tinggi
tanpa merasa perlu mengalami kesulitan yang tidak berujung pangkal
(3) Perlu sosialisasi yang lebih luas bahwa peran perempuan pemimpin adalah memberikan
dampak positif di berbagai profesi yang mempengaruhi dunia ini akan lebih makmur,
sejahtera, aman dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
Kanter, M. S. (1976). Men and Women of the Corporation. Collin Publisher. New York.
Muljani, Sri W.M. (2000). Cinderella Complex. Jurnal Anima , Indonesian Psychological Journal.
Vol. 16, No. 1. Surabaya.
Nugroho, Tri Anggoro Aditya dan Trias Setiawati (2012a), Kepemimpinan Perempuan Di
Organisasi Pemerintah: Studi Kasus Kualitatif Tiga Lurah di Kota Yogyakarta,
Proceeding, Seminar Nasional “Indonesian family Business and Sustainability” dan Call
Paper, Forum Manajemen Indonesia 4, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.
Paramitha, Anggia dan Trias Setiawati (2011), Motivasi Ibu Rumah Tangga dalam Berwirausaha:
Studi Kasus Tiga Wirausaha Handicraft di Yogyakarta, Prosiding, International Join
Seminar antara Universitas Kebangsaan Malaysia dan Prodi Manahemen FE UII,
Yogyakarta.
Prijosaksono, Ariwibowo dan Roy Sembel. (2003). Belajar
www.sinarharapan .com. diambil tanggal 22 Maret 2006.
dari Pemimpin
Wanita .
Saputra, Heru dan Trias Setiawati (2012 c), Bu Lies, Competent Female Entrepreneur: A
Biographic Study of Female Leadership in Developing Family Business, Proceeding online, The World Business Research Conference: Research in Progress, Bangkok, Thailand.
Sari, Dewi Purnama dan Trias Setiawati (2012b), The Favorites Woman Leader That Expressed:
Qualitative Case Study: BMT Bina Dhuafa Beringharjo Yogyakarta and BMT Charisma
Magelang - Central Java, Proceeding on-line, The World Business Research Conference:
18
Research in Progress, Bangkok, Thailand.
Setiawati, Trias (2006). Kepemimpinan Perempuan. Makalah Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2008), Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Perempuan untuk
Pengembangan Karir, Prosiding, Seminar internasional: Women in Public Sector, PSW
UGM,Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2009a), Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender, Prosiding, Seminar
Nasional: Kepemimpinan yang Berperspektif Gender, PSW UGM, Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2010a), Empowering Program for Women Religious Leader in Grass root in
order to Increase the Degree of Reproduction Health, Case Study in Bantul Regency,
Yogyakarta Special Province, Prosiding, Seminar Internasional: Kontribusi Kajian Multi
Disiplin Ilmu untuk Pencapaian Millenium Development Goals / MDGs (Tujuan
Pembangunan Milenium), PSW UGM, Yogyakarta.
Setiawati, Trias (2010b), Studi Kepemimpinan Perempuan: Suatu Keharusan Pengarusutamaan
Studi Kepemimpinan, Lokakarya Nasional Pengakuan Bidang Keilmuan Studi Wanita
Sebagai Bidang Ilmu, Prosiding, PSG Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Setiawati, Trias, M Syamsuddin, MB Hendrianto, Aden Wijdan, dan Ully Gusniarti (2009b),
“Dilema antara Pengembangan Karir dan Keluarga: Peran dan Kedudukan Dosen dalam
Perspektif Gender,” Prosiding, Seminar Internasional: Pendidikan, Perempuan dan Olah
Raga, PSW UN Jakarta, Jakarta.
Stefani, Jatie K. P, Sutyas P. Hubungan Antara Peran Gender dan Persepsi Terhadap Dukungan
Suami dengan Fear of Success Pada Wanita Karier. Jurnal Anima, Indonesian Psychological
Journal. Vol. 16, No. 1. Surabaya.
Tim FISP, 2008, Kepemimpinan, Diakses pada tanggal 27 Juli 2010 pukul 08.00 WIB
___(*_*)____
BIOGRAFI SINGKAT PENULIS:
BIO DATA PENULIS :
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Pekerjaan
Alamat
Suami
: Dra. Trias Setiawati, M.Si
: Kebumen , 1 Agustus 1964
: Dosen FE UII Yogyakarta
: Perum UII Blok I/7 Prumpung, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
: [email protected]/[email protected]
: Drs. Ahmad Muntaha, M.Si
19
Anak
Pekerjaan
: 5 orang ( 2 laki-laki & 3 orang perempuan)
1. Fatia Nurilmi Magistra (14 tahun)
2. Fathoni Rasyid Firdausi (12 tahun)
3. Addina Nurrahima Fitriana (9 tahun)
4. Zaim Fathullah Rais (6 tahun)
5. Amalina Nurulaini Muthmainnah (4 tahun)
: Dosen Tetap Fak Ekonomi UII Yogyakarta, sejak th 1988
Pendidikan Formal :
:
1. SD Negeri IV Karanganyar – Kebumen (1970-1975)
2. MTs Negeri II Yogyakarta (1976-1979)
3. MAN II Yogyakarta (1979-1982)
4. Fakultas Ekonomi UGM Jurusan Manajemen (1982-1988)
5. Penyuluhan Pembangunan Pasca Sarjana IPB (1991-1994)
6. Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi UII,kandidat
Pengalaman Organisasi
:
1. Ketua OSIS MAN II Yogyakarta ( 1980-1981)
2. Pengurus (Dep Humas, Dep Tunas + Dep Kemuslimahan KORKOM) PII Komisariat
Uswatun Hasanah Kodia Yogyakarta (1979-1983)
3. Ketua I Kordinator Daerah (KORDA) Corps PII Wati PD PII Kodia Yogyakarta (19831984)
4. Ketua Umum Kordinator Daerah (KORDA) Corps PII Wati PD PII Kodia Yogyakarta
(1984-1985)
5. Ketua Umum Kordinator Wilayah (KORWIL) Corps PII Wati PW PII Yogyakarta Besar
(1986-1988)
6. Ketua III Kordinator Pusat (KORPUS) Corps PII Wati (1988-1990)
7. Anggota Departemen Penerangan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (1988-1990)
8. Ketua IV Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Bidang Dokumentasi & Informasi & Ketua
Lembaga Kajian + Hubungan Luar Negeri ( 1990-1995)
9. Ketua I Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Bidang Dokumentasi & Informasi & Bidang
Kesejahteraan Keluarga (1995-2000)
10. Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (2000-2004)
11. Sekretaris Pimpinan Pusat Nasyiatul Sejak 2005
Pengalaman Lain :
1. Ketua Pusat Studi Wanita Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
(1994-2002)
2. Pelatih Manajemen Sumber Daya Manusia ( Spiritual Quotient, Penilaian Kinerja,
supervisory Management, Performance Management, Kepemimpinan Efektif, Manajemen
pengendalian, Pengembangan Karir, Need-assesment, Ethos Kerja) di PT GSM Yogyakarta,
CV Husada Prima, untuk BUMN dan Perusahaan MNC
3. Konsultan proyek di LSM : Penguatan Hak Anak
4. Instuktur pelatihan metode penelitian berperpektif jender dan analisis jender
20