TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KESEHATAN ... ETD UGM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan, baik
fisik, mental, maupun sosial ekonomi. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan
merupakan upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, dilaksanakan berdasarkan prinsip non
diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber
daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi
pembangunan nasional (Depkes RI, 2009a).
Seiring dengan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan
kesehatan yang semakin tinggi menuntut adanya suatu pelayanan kesehatan yang
bermutu. Upaya kesehatan yang semula dititikberatkan pada upaya penyembuhan
penyakit, telah berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan yang
menyeluruh. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan yang menyangkut upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
(kuratif),


dan

pemulihan

(rehabilitatif)

harus

dilaksanakan

secara

berkesinambungan bersama antara pemerintah dan masyarakat (Depkes RI,
2009a).
1
 

Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, rumah sakit memiliki
peranan penting dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Rumah sakit

mempunyai berbagai fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik dan
nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan
dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan
keuangan (Siregar dan Amalia, 2004).
Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap merupakan salah satu unit
penyelenggara pelayanan kesehatan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap.
Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit kelas B non pendidikan dengan jumlah
tempat tidur sebanyak 235 dan berbagai pelayanan medis diantaranya penyakit
dalam, kulit dan kelamin, anak, gigi dan mulut, paru, bedah umum, syaraf, mata,
ortopedi, radiologi dan ginekologi. Jumlah Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit
Umum Daerah Cilacap sampai dengan tahun 2011 sebanyak 542 orang (tabel 1.)
Tabel 1. Daftar Sumber Daya Manusia (SDM) RSUD Cilacap tahun 2011
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

Jenis SDM
Dokter Umum
Dokter Gigi
Dokter Spesialis
Dokter Sub Spesialis
Tenaga Perawat
Tenaga Bidan
Tenaga Penunjang
Struktural
Tenaga Administrasi
Total

Jumlah (orang)
13
3
15
2

173
37
57
15
227
542

Sumber: Profil RSUD Cilacap tahun 2011

Berdasarkan Keputusan Bupati Cilacap Nomor: 446/209/44.1 tahun 2008
tentang perubahan Kelembagaan dan Pola Pengelolaan Keuangan, terhitung mulai
tanggal 27 Februari 2008, Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap secara resmi telah
2
 

ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Penetapan sebagai
BLUD diharapkan mampu meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan
manfaat bagi masyarakat secara signifikan. Instalasi Rumah Sakit Umum Daerah
Cilacap dibagi menjadi 2, yaitu: instalasi dibawah pelayanan medik dan instalasi
dibawah pelayanan penunjang medik. Instalasi dibawah pelayanan medik antara

lain: instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, Instalasi Gawat Garurat (IGD),
Instalasi Bedah Sentral (IBS), dan Instalasi Perawatan Intensif (ICU). Sedangkan
instalasi dibawah pelayanan penunjang medik, salah satu diantaramya terdapat
Instalasi Farmasi.
Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan
di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut
diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa
pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Depkes RI, 2004).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu bagian atau divisi
dari rumah sakit yang mempunyai pengaruh besar pada perkembangan rumah
sakit dan biaya operasional total rumah sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Cilacap berada di bawah wakil direktur bidang pelayanan yang
mempunyai visi mewujudkan pelayanan farmasi yang professional, untuk
menunjang tercapainya pengobatan rasional yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat
3
 


dosis, tepat penderita, dan waspada efek samping obat. Sedangkan misinya adalah
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian secara prima, yang berorientasi kepada
kepuasan pasien, dengan menyediakan obat-obatan yang bermutu dan terjangkau.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap memiliki 26 orang tenaga,
yang terdiri dari: 4 orang tenaga kefarmasian, 12 orang tenaga teknis kefarmasian,
dan 10 orang tenaga non kesehatan. Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertanggung
jawab atas pengelolaan dan pengendalian seluruh sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan mulai dari perencanaan, pemilihan, penetapan spesifikasi, pengadaan,
pengendalian mutu, penyimpanan, dispensing, distribusi bagi penderita,
pemantauan efek, dan pemberian informasi (Siregar dan Amalia, 2004).
Pengelolaan obat di Rumah Sakit merupakan satu aspek manajemen yang
penting, dimana ketidakefisienan pengelolaan obat tersebut akan memberikan
dampak yang negatif terhadap Rumah Sakit baik secara medis maupun ekonomis.
Manajemen pengelolaan obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang
merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi
dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi, dan penggunaan.
Ada 5 revenue center dalam rumah sakit yaitu instalasi rawat jalan,
instalasi gawat darurat, instalasi laboratorium pathologi klinik dan pathologi
anatomi, instalasi radiologi, dan instalasi farmasi. Instalasi farmasi merupakan

salah satu revenue center utama mengingat lebih dari 90% pelayanan kesehatan di
rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran, dan gas medik). Di
samping luasnya peran instalasi farmasi dalam kelancaran pelayanan kesehatan
4
 

dan juga merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasukan terbesar di
rumah sakit. Sudah dapat diprediksi bahwa pendapatan rumah sakit akan
mengalami penurunan jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara
cermat serta penuh tanggung jawab (Yusmainita, 2002).
Hasil observasi pendapatan Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap tahun
2012 diperoleh data pada tabel 2.
Tabel 2. Daftar Target dan Pendapatan RSUD Cilacap Tahun 2012
Sumber Pendapatan

Target Pendapatan
(Rp)
27.250.000.000


Realisasi Pendapatan
(Rp)
38.701.033.633

2. Penjualan obatobatan dan farmasi

22.000.000.000

12.137.372.144

3. Lain – lain
Jumlah

750.000.000
50.000.000.000

487.049.521
51.325.455.298

1. Retribusi pelayanan

kesehatan

Sumber: Laporan Akuntansi dan Keuangan tahun 2012

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa realisasi pendapatan lebih besar
daripada target yang ingin dicapai atau sebesar 102,65%. Hal ini dipengaruhi oleh
retribusi pelayanan kesehatan baik pendapatan rawat inap maupun rawat jalan
melebihi dari target yang dicapai. Namun demikian, pada penjualan obat-obatan
dan farmasi tidak sesuai pada target yang ingin dicapai atau realisasi pendapatan
sebesar 55,17%. Menurut keterangan karyawan di bagian keuangan, hal ini
disebabkan karena realisasi pendapatan tersebut belum termasuk piutang
penjualan obat-obatdan dari pasien Askes/Jamkesmas baik pasien rawat inap
maupun rawat jalan. Piutang tersebut baru akan dilaporkan pada Laporan
Pertanggung Jawaban Akuntansi dan Keuangan tahun berikutnya (2013).

5
 

Tahap distribusi merupakan tahapan dari siklus manajemen obat yang
sangat penting dan kompleks, bahkan pada proses penyimpanan dan distribusi

dapat menghabiskan komponen biaya yang sangat signifikan dalam anggaran
kesehatan. Oleh karena itu dalam pemilihan sistem distribusi harus dipilih dan
disesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga pelayanan obat dapat dilaksanakan
secara tepat guna dan hasil guna (Quick et al., 1997).
Taxis et al. (1999) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Hospital
Drug Distribution Systems in the UK and Germany menyatakan bahwa
pengukuran kualitas untuk semua sistem distribusi salah satunya dapat dilihat
dengan mengetahui seberapa besar terjadinya medication errors, misalnya
mengukur perbedaan antara obat yang diresepkan dan obat yang diberikan kepada
pasien sedangkan Vaillancort (2011), dalam artikelnya yang berjudul Pharmacist:
The Guardians of Safe Medication Use mengungkapkan bahwa pada bulan Juni
2008 dalam pertemuan CSHP (Canadian Society of Hospital Pharmacist) terfokus
pada pentingnya distribusi obat yang optimal dan dampaknya terhadap “patient
safety”. Dalam pertemuan tersebut, menyatakan bahwa sistem distribusi obat
harus aman, akurat, dirancang dengan baik dan efisien. Menurut Depkes RI
(2008a), peran Apoteker dalam mewujudkan patient safety meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinis. Aspek manajemen termasuk pemilihan,
pengadaaan, distribusi (penyimpanan), dan penggunaan. Pada tahap distribusi,
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah memanfaatkan secara optimal proses
penerimaan perbekalan farmasi dan alur pelayanan sedangkan pada tahap


6
 

penyimpanan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menurunkan kesalahan
pengambilan obat, yaitu:
1. Simpan obat dengan nama obat, tampilan, dan ucapan mirip (look-alike,
sound-alike medication names), secara terpisah.
2. Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan obat.
3. Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap terdapat permasalahan
yang menyebabkan kerugian bagi rumah sakit itu sendiri. Pencatatan sisa obat
yang belum seluruhnya terintegrasi secara komputerisasi, kurangnya kontrol
terhadap obat kadaluarsa dan rusak, dan masih terjadi penumpukan obat di gudang
farmasi. Bukan hanya itu tetapi sistem formularium di Rumah Sakit Umum Derah
Cilacap juga belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini menyebabkan resep banyak
yang keluar, akibatnya pasien harus membeli/mencari sendiri obat ke apotek luar.
Mengingat begitu besarnya dampak dari penyimpanan dan distribusi obat,
maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian mengenai efisiensi
manajemen penyimpanan dan distribusi obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Cilacap.

7
 

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.

Bagaimana efisiensi manajemen penyimpanan dan distribusi obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap?

2.

Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi manajemen penyimpanan dan
distribusi obat di Instalasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Efisiensi Manajemen Penyimpanan dan
Distribusi Obat di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap,

memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengevaluasi tingkat efisiensi manajemen penyimpanan dan distribusi obat
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap dengan
menggunakan indikator efisiensi.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen penyimpanan dan
distribusi obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mampu meberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
Memberikan kesempatan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama pendidikan dan memberikan pengalaman serta pemahaman lebih
8
 

mendalam mengenai sistem penyimpanan dan distribusi obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap
2. Bagi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.
3. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
kebijakan dalam melakukan pemantauan, pemeriksaan dan penilaian terhadap
kinerja Instalasi Farmasi.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang evaluasi efisiensi manajemen penyimpanan dan
distribusi obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap
sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Namun penelitian-penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan adalah Evaluasi Efisiensi Pengelolaan
Penyimpanan dan Distribusi Obat Rawat Inap di Instalasi Farmasi RSUD
Karawang tahun 2007 oleh Rohayati (2008). Penelitian ini menggunakan
rancangan deskriptif retrospektif (tahun 2007) dan concurrent (tahun 2008).
Purwidyaningrum (2011) melakukan penelitian tentang Evaluasi Efisiensi
Distribusi Obat Rawat Inap di Instalasi Farmasi RSUD Tarakan Jakarta Pusat.
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif retrospektif (tahun 2008 dan
2009) dan concurrent (Maret 2010).
9
 

Sementara itu, Kusomo (2012) mengevaluasi manajemen distribusi obat di
Instalasi Farmasi RS. DKT Dr. Soetarto Yogyakarta periode 2009. Rancangan
penelitian menggunakan deskriptif retrospektif (tahun 2009) dan concurrent
(tahun 2012).
Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
metode penelitian menggunakan rancangan deskriptif retrospektif dan prospektif
sedangkan perbedaannya terletak pada waktu penelitian, cara pengambilan
sampel, dan tempat penelitian yaitu dilakukan di gudang farmasi, bagian
pelayanan farmasi dan bangsal rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.
Perbedaan yang lain terdapat pada penambahan indikator distribusi, yaitu:
persentase obat yang masuk formularium, kepuasan pasien terhadap pelayanan
farmasi, dan kepuasan dokter dan perawat terhadap pelayanan farmasi melalui
kuesioner.

10