EVALUASI PENILAIAN AUTENTIK KURIKULUM 2013 PADA ASPEK AFEKTIF DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA (NEGERISWASTA) SEKOTA DEPOK

  

EVALUASI PENILAIAN AUTENTIK KURIKULUM 2013

PADA ASPEK AFEKTIF DALAM MATA PELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SMA (NEGERI/SWASTA) SEKOTA DEPOK

  

Asep Kusnadi

Ketua STAI Madinatul Ilmi Depok

asep.mizanilmu@gmail.com

  

Watini

Pengajar TPA di Palembang

paqot.wati@gmail.com

  

ABSTRAK

Berdasarkan opini masyarakat khususnya dunia pendidikan, saat

ini di lingkungan sekolah telah terjadi pengabaian pengembangan sikap,

dalam implementasi Kurikulum 2013, di dalamnya terdapat perubahan

pada sederetan penataan terhadap Standar Nasional Pendidikan yaitu,

Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi, Standar Proses, dan Standar

Penilaian.

  Beberapa kegiatan menyimpulkan: (1) imtaq dan tadarus dapat

membantu siswa dalam mempelajari dan memahami Alquran; (2) menghafal

surat-surat pendek Juz 30; (3) menghafal asmaulhusna; (4). berdoa

sebelum belajar; (5) menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap Senin pagi;

(6) membiasakan salat duha; (7) puasa sunah khususnya Senin dan Kamis;

(8) salat Zuhur berjamaah; (9) pengajian rutin khusus di setiap SMA Kota

Depok; (10) kegiatan bimbingan rohani Islam; (11) kegiatan peringatan-

peringatan Hari Besar Islam seperti memperingati Maulid Nabi, Isra’ Mikraj,

penyelenggaraan salat Idul Adha berjamaah dan ceramah idul Adha, dan

(12) bertakziah yang dapat membangun sikap spiritual siswa; (13) kegiatan

bakti sosial yang dapat membentuk rasa peduli siswa seperti saling membantu

dengan mengunjungi panti-panti santunan anak yatim, memberikan daging

kurban bagi masyarakat setempat yang kurang mampu.

  

Kata-kata kunci: Evaluasi, Penilaian Autentik, Kurikulum 2013, Afektif.

  PENDAHULUAN

  Pada zaman Yunani kuno, istilah kurikulum pertama kali digunakan 1 berasal dari kata curir dan curere (Sanjaya 2013, 3). Kurikulum secara kebahasaan berasal dari bahasa Latin currere, yang berarti lapangan perlombaan lari. Pada tahun 1968, dalam dunia pendidikan Indonesia istilah tersebut baru dikenal. Kurikulum 1968 sebagai pengganti dari rencana pembelajaran 1950. Namun pada masa itu dalam dunia pendidikan bukan istilah kurikulum yang digunakan, tetapi rencana pembelajaran atau rencana pelajaran (Kurniasih & Sani 2014, 1).

  Dalam sistem pendidikan, kata kurikulum telah menjadi sebuah kewa jiban dalam lembaga atau yang sering kita sebut sekolah. Adanya kurikulum merupakan panduan, acuan atau program untuk melakukan suatu kegiatan sehingga dapat terarah dan memiliki tujuan jelas yang hendak dicapai. Sejalan dengan kemajuan dunia modern yang terus berkembang, membuat konteks dunia pendidikan menyesuaikan generasi yang tidak ingin tertinggal dengan adanya perubahan-perubahan yang kompleks.

  Kurikulum pada prinsipnya bersifat dinamis dan selalu menye- suaikan dengan dengan tuntutan zaman, sehingga mengharuskan adanya per ubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti perkembangan masyarakat dan tantangan masa depan. Kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan sederetan rangkaian sebagai penyempurna sekaligus perbaikan terhadap kurikulum sebelumnya yang dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi yang kemudian diteruskan dengan kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) (Kurniasih & Sani 2014, 7).

  Sesuai dengan kebutuhannya, aspek yang ditekankan dalam kuri - kulum yang berlaku sekarang adalah pendidikan berbasis pengem- bangan karakter, yang mengedepankan kreativitas dan keak tifan dari peserta didik dengan menyeimbangkan antara aspek penge tahuan ( kognitif), aspek sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) secara bersamaan.

  Pentingnya pendidikan karakter di sekolah, hal ini sebagai akibat dari lemahnya moral anak bangsa yang semakin marak, dan sekolah 1

   curere adalah perjalanan yang harus ditempuh. Sedangkan curir adalah orang yang menjalankan perjalanan tersebut. pun belum dapat memfasilitasi peserta didik untuk mengaplikasikan pendidikan yang mereka dalam menempuh pada ke arah perubahan positif. Adanya perubahan kurikulum dan pengembangannya, terdapat pula perubahan pada sederetan penataan terhadap standar nasional pendidikan, yaitu standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi, standar proses, dan standar penilaian (Mulyasa 2013, 60).

  Selain yang disebutkan di atas, kurikulum 2013 merupakan kuri- kulum dalam pengendalian mutu pendidikan melalui aspek pedago gis atau kompetensi guru, terutama terdapat pada point ke-7 yaitu, kemam- puan melakukan penilaian dan evaluasi mengenai kesinambungan penilaian proses dalam pembelajaran.

  Tuntutan dunia pendidikan seorang guru dapat menghasilkan lulusan sekolah untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup mandiri, produktif, dan bertanggung jawab serta mampu menghadapi tantangan masa depan, yaitu tantangan di era abad ke-21. Hal ini pun menjadi salah satu tantangan, seorang guru harus mampu mendesain penilaian dengan sasaran pada peserta didik dengan tepat, khususnya pada mata pela jaran Pendidikan Agama Islam yang menjadi prinsip dasar seseorang melangkah lebih jauh atas apa yang telah didapat. Tentunya penilaian dan evaluasi tersebut disesuaikan berdasarkan pengaturan standar penilaian pendidikan yang mengacu pada Permendikbud no. 104 tahun 2014.

  Adapun kesalahan pada tiap sekolah yaitu terjadinya pengabaian pada pengembangan sikap dalam strategi pembelajaran. Selain itu, juga ter dapat indikasi dalam proses pembelajaran, bahwa ketika guru merencanakan, melaksanakan dalam teknik penilaiannya lebih didomi nasi pada pengembangan dan penilaian terhadap aspek kognitif dan psikomotorik saja, dibanding afektif (sikap) (Sitanggang 2009, 2).

  Padahal telah kita ketahui bahwa, manusia adalah makhluk multi dimensi yang memiliki daya bergerak, berpikir, merasa dan lain sebagainya. Dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan, tentunya dalam menilai dan evaluasi tidak hanya tertuju pada peserta didik. Akan tetapi, dalam bidang proses pembelajaran termasuk guru di dalamnya. Secara prinsip, pengelolaan penilaian pendidikan harus berorientasi kepada bagaimana menciptakan dan mengembangkan perubahan yang lebih baik.

  Salah satu lembaga pendidikan yang telah menerapkan kurikulum 2013 adalah beberapa sekolah SMA Negeri yang ada di Kota Depok, sedangkan sekolah swastanya di antaranya SMA Sejahtera 1 Depok. Bebe rapa sekolah yang penulis sebutkan di atas termasuk sekolah yang dapat mengikuti regulasi dalam dunia pendidikan mengenai kurikulum.

  Untuk mempersiapkan pengimplementasian kurikulum 2013, para guru SMA Negeri Kota Depok dan swastanya, terutama sekolah swasta SMA Sejahtera 1 Depok melakukan sejumlah aktivitas. Bidang administrasi kurikulum sekaligus menjadi pihak pengembang kuri- kulum yang diampu oleh setiap Wakasek (Wakil Kepala Sekolah) meren- canakan profesionalisme tenaga pendidik. Adapun upaya yang dilaku- kan oleh pihak pengembang kurikulum dengan mengadakan pelatihan guru melalui workshop tentang implementasi kurikulum 2013 dengan tema pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penilaian autentik dalam semua mata pelajaran.

  Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implemen- tasi penilaian autentik pada kurikulum 2013 pada aspek afektif dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri/Swasta di Kota Depok.

  PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi

  Secara harfiah, kata “evaluasi” berasal dari bahasa Inggris, yakni

  

evaluation. Kata kerja “evaluation” adalah “evaluate/value”. Sedangkan,

  dalam bahasa Arab, yaitu al-taqdîr/al-qimah. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia, berarti nilai/penilaian (Putra 2013, 71-72). Evaluasi berarti suatu tindakan atau proses untuk menentukan sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak (Hamdani 2011, 297).

  Lebih lanjut, menurut Meyer dalam bukunya S. Hamid Hasan yang berjudul Evaluasi Kurikulum, bahwa evaluasi dilakukan untuk memahami kejadian yang terjadi dalam pelaksanaan dan dampak dari kurikulum mengenai apa yang dievaluasi (Hasan 2009, 38). Melalui kegiatan penye leksian dalam mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, kemudian dianalisis (Widoyoko 2009, 4). Informasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan dan menyusun program selanjutnya (Hamdani 2011, 296). Pilihan yang diputuskan tentunya sesuatu yang dapat dikategorikan baik dalam bentuk tujuan yang meningkat. Begitu pula Ralph Tyler mengatakan, evaluasi ialah sebuah proses yang dapat menentukan sampai sejauh mana tujuan dalam pendidikan dapat dicapai (Tayibnapis 2008, 3).

  Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses untuk merumuskan kebijakan dan memberikan nilai atau arti terhadap program yang telah dilaksanakan, baik dalam proses pembelajaran yang memiliki manfaat untuk membantu dan menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan peserta didik maupun prosedur pengajaran.

B. Pengertian Penilaian

  Penilaian merupakan suatu kegiatan mengambil keputusan guna menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik-buruk dan biasanya bersifat kualitatif. Penilaian didasarkan pada kemampuan kecerdasan seseorang, seperti ketepatan, keterampilan, kecepatan dan lain sebagainya (Putra 2013, 14).

  Kata “penilaian” sebenarnya sudah menjadi bagian dari kehidupan, tanpa disadari dan bahkan setiap hari setiap manusia melakukan penilaian. Kunandar mengatakan, penilaian ( assessment) adalah suatu proses kegiatan pengumpulan berbagai data atau informasi yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa dan untuk memastikan bahwa siswa melakukan proses pembelajaran dengan benar (Kunandar 2015, 35). Untuk itu, pembelajaran yang dilakukan siswa menjadi pusat perhatian bagi pendidik dalam memberikan penilaian.

  Kemudian, penilaian hasil belajar merupakan komponen penting dalam kegiatan, yang menjadi upaya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui peningkatan kualitas sistem penilaiannya (Widoyoko 2009, 29). Penilaian tersebut digunakan untuk menilai parti- sipasi kerja individu atau kelompok. Dari beberapa uraian pengertian di atas, selanjutnya makna penilaian menurut Griffin dan Nix adalah suatu ungkapan atau pernyataan tentang sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu” “(Majid 2014, 35).

  Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud penilaian adalah proses kegiatan yang terstruktur dalam komponen pembelajaran sebagai gambaran perkembangan belajar siswa.

  C. Pengertian Evaluasi Penilaian

  Evaluasi penilaian merupakan suatu proses pengumpulan data/ informasi dari rangkaian kegiatan yang nantinya dapat menetapkan kebijakan terhadap pencapaian hasil belajar dan keefektifan kegiatan yang selama ini telah dilakukan, mengenai proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat peserta didik dan guru melalui proses penilaian yang dilakukan oleh pendidik sebagai evaluator. Dalam mengevaluasi program guna mengetahui hasil yang sedang dievaluasi akan tampak dengan menggunakan penilaian, karena penilaian adalah bagian dari evaluasi sebagai sistem satu kesatuan yang utuh.

  D. Pengertian Ekstrakurikuler

  Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan (Salinan Permendikbud No.62 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pen didikan Dasar dan Menengah 2014, 2). Melalui kegiatan ekstra kurikuler, peserta didik dapat memantapkan pengembangan kepribadiannya cen derung berkembang untuk memilih jalan tertentu. Misal kegiatan olahraga diharapkan siswa dapat sehat, bugar jasmani dan rohani, mempunyai daya tangkal, daya hayat terhadap kesehatan dengan membatasi dari obat-obat terlarang dan lain-lain.

  Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang membantu pengem bangan peserta didik di luar mata pelajaran dengan melihat kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pihak sekolah.

  Fungsi ekstrakurikuler bagi siswa yang disuguhkan pihak sekolah dengan mem berikan bimbingan lewat pendidik yang berkompeten di bidang nya yaitu sebagai pengembangan, sosial, rekreatif dan persiapan karir di masa mendatang dalam kehidupan para siswa.

  E. Pengertian Sikap (Afektif)

  Secara umum dalam kajian ilmu, filsafat disebut sebagai induk ilmu sekaligus menjadi mother of knowlegde dalam pembahasan semua bidang keilmuan. Tidak heran jika para ahli bidang pendidikan memiliki pandangan berbeda-beda terhadap kata afektif (sikap) dalam mengemukakan definisi. Etik adalah istilah sikap yang dikemukakan menurut pandangan ilmu filsafat, dari istilah tersebut etik disebut sebagai perilaku, akhlak dan adab serta nilai-nilai perbuatan/moral. Sedangkan etika adalah filsafat akhlak yang berhubungan dengan nilai-nilai perbuatan/moral.

  Menurut kementerian agama, afektif merupakan akhlak dan adab yang memiliki arti potensi yang ada pada diri manusia, sebagai tata cara/tata krama dalam perilaku yang didasari oleh kebiasaan budaya setempat. Akhlak secara etimologi berarti karakter, watak, tradisi, agama dan harga diri (Zainuddin 2014, 15). Sedangkan adab adalah kebiasaan yang dilakukan yang biasanya terbatas oleh ruang dan waktu. Kemudian aspek afektif menurut UUD 1945 diistilahkan sebagai moral yang memiliki makna pendidikan yang mangajarkan bagaimana bersikap dan berakhlak sesuai ajaran Islam sehingga mengetahui baik dan buruk (Arief 2007, 79). Makna tersebut berkaitan dengan nilai-nilai yang terkait dengan kemanusiaan seperti minta maaf, penghormatan dan lain-lain. Namun, cara meminta maaf antarsuatu golongan pun memiliki perbedaan.

  Begitu pula menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengistilahkan kata afektif disebut karakter yang didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan sehari-hari dalam kehidupan baik sikap maupun tindakan (Samani & Hariyanto 2012, 42). Karakter juga dapat disebut sebagai tindakan yang dilandasi oleh nilai-nilai berdasarkan nor ma agama, kebudayaan, hukum/kontitusi, adat-istiadat, dan estetika. Se dangkan pendidikan karakter adalah upaya yang terencana yang diberikan pada peserta didik untuk dapat mengenal, peduli dan menerapkan nilai-nilai asusila supaya nantinya peserta didik berperilaku sebagai insan kamil (Hudiyono 2012, 24).

  Dalam makna secara sempit sikap adalah pandangan atau kecen de rungan mental seseorang terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya (Dalyono 2010, 216). Menurut F.X. Oerip S. Poerwopoespito dan T.A. Tatag Utomo mengatakan, sikap adalah konsep perilaku yang muncul dari dalam jiwa seseorang sebagai reaksi atas dasar situasi yang memengaruhinya (Sitanggang, Konsep, Strategi Pembelajaran & Penilaian Sikap (Mendasar dalam PAK & Pendidikan Keagamaan 2009, 12). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan potensi manusia yang berhubungan dengan perilaku manusia mengenai pandangan seseorang yang ditampakkan melalui reaksi tindakan terhadap peristiwa di lingkungan tempat bergaul. Kecenderungan tersebut merupakan hal penting bagi tiap manusia seperti sandang pangan, pakaian, sosialisasi terhadap sesama baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat dan lain- lain. Karena seluruh manusia memiliki kebutuhan dasar yang sama yang terkadang tanpa sadar mereka mengabaikannya, sehingga fitrahnya sebagai manusia terlupakan dan tidak ada lagi memiliki rasa kesadaran pada dirinya sendiri, apalagi terhadap kepentingan orang lain.

F. Penilaian Autentik

  Secara terminologi istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Autentik adalah keadaan yang sebenarnya, yaitu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik (Kunandar 2015, 36). Penilaian autentik adalah penilaian yang mengharuskan siswa dapat menampakkan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran secara nyata.

  Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pembelajar- an, yang mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peser ta didik dalam pembelajaran berlangsung yang dilakukan dalam waktu berkesinambungan melalui tugas-tugas kompleks dan konteks tual. Penilaian autentik pada kurikulum 2013 dilakukan secara kompere- hensif yang dinilai berdasarkan masukan ( input), proses dan keluaran ( output) (Majid 2014, 75). Penilaian autentik merupakan perubahan model atau kerangka berpikir yang menjadi dasar pokok dari penilaian standar (Chatib 2015, 139).

  Sementara, menurut Majid, penilaian autentik ( Authentic Assess-

  

ment) adalah proses pengumpulan informasi atau data oleh guru menge-

  nai perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan peser ta didik melalui berbagai teknik yang mampu membuktikan, meng- ung kapkan atau menunjukkan secara tepat kemampuan yang telah dicapai dalam tujuan pembelajaran (Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru 2012, 186).

  Dari uraian pengertian di atas, dapat simpulkan bahwa penilaian autentik adalah suatu proses pengumpulan data atau informasi yang dilakukan oleh guru tentang keefektifan dalam perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang peserta didik lakukan sehingga peserta didik dapat menampakkan dan merealisasikannya pada aspek afektif, kognitif dan psikomotorik berdasarkan konteks dunia nyata.

  Sebagai bagian dari keseluruhan sistem, penilaian autentik berfokus pada tujuan yang telah direncanakan, melibatkan proses pembelajaran secara langsung, mengharuskan untuk membangun keterkaitan dan kerja sama, serta menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi (Johnson 2010, 288). Sehingga siswa dapat mengekspresikan respons dalam konteks dunia nyata melalui kinerja tugas (aplikasi) yang diintegrasikan dengan pembelajaran, dan pembuktian langsung.

G. Kurikulum 2013

  Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program yang dipro- gramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik dalam ruang lingkup pendidikan yang memuat beragam bahan ajar dan pengalaman belajar yang berdasarkan norma-norma yang berlaku dan dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan proses pembelajaran bagi pendidik, dan tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan (Sanjaya 2013, 3-9).

  Pandangan lain mengatakan kurikulum adalah program pendi- dik an yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa dalam menumbuhkembangkan perkembangan siswa (Majid, Implementasi Kurikulum 2013: Kajian Teoretis dan Praktis 2014, 1). Menurut beberapa ahli teori mengatakan, kurikulum adalah peristiwa- peristiwa di bawah naungan sekolah, yang terbagi menjadi dua bidang yaitu, kegiatan kurikuler formal dan informal termasuk di dalamnya kegiatan kokurikuler atau ekstrakurikuler (Nasution 2010, 5).

  Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan kurikulum adalah sebuah kewajiban untuk setiap sekolah karena sebagai panduan dalam bentuk tertulis yang menjadi pokok inti penggerak dalam mencapai visi misi yang telah ditetapkan melalui kegiatan-kegiatan, pengalaman dan peristiwa-peristiwa dalam sebuah kegiatan pendidikan di sekolah.

  Adapun dalam pelaksanaan proses pembelajarannya mencakup pengembangan pada setiap satuan pendidikan sesuai dengan strategi implementasi kurikulum 2013 dengan menggunakan pendekatan saintifik dan penilaian autentik (Permendikbud No.104 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah 2014). Pendekatan saintifik diterapkan agar peserta didik dapat menggali lebih dalam dan luas kompetensi yang peserta didik miliki, khususnya yang mencakup dalam konteks kehidupan riil atau dapat juga dikatakan, agar siswa dapat memahami pengetahuan berdasarkan atas apa yang ia rasakan dan temukan melalui mengelaborasikan, menemukan dan menjelaskan. Penilaian kurikulum 2013 menekankan pada tiga ranah komponen dalam proses. Komponen tersebut adalah skill (keterampilan), knowledge (pengetahuan) dan attitude (perilaku).

  Selain pendekatan saintifik yang telah menjadi ciri khas kurikulum tersebut, ada juga pendekatan tematik terpadu dalam pembelajaran, khususnya untuk jenjang sekolah dasar dan hanya untuk mata pelajaran yang sesuai saja (Majid, Penilaian Autentik Proses dan Proses Belajar 2014, 74). Berkaitan dengan hal di atas, mengenai kurikulum 2013 terdapat istilah yang populer dalam kurikulum tersebut yaitu dengan pendidikan karakternya.

  Tabel 1: Perbedaan KTSP dan Kurikulum 2013

  KTSP 2006 Kurikulum 2013 Status

  Kompetensi tertentu Semua kompetensi Benarnya didukung oleh mata (sikap, keterampilan pelajaran tertentu dan pengetahuan) menjadi pendukung pada tiap mata pelajaran

  Perancangan mata Perancanangan mata Benarnya pelajaran berdiri pelajaran terkait sendiri dan mempunyai satu sama lain yang kompetensi dasar mempunyai kompetensi sendiri pula dasar yang terikat pada kompetensi inti dalam tiap kelasnya

  Mata pelajaran lain Mata pelajaran bahasa Idealnya disejajarkan dengan Indonesia dijadikan mata pelajaran bahasa sebagai tarikan/ Indonesia pembauran untuk mata pelajaran yang lain (sikap dan keterampilan berbahasa)

  Pelaksanaannya Pelaksanannya melalui Idealnya melalui pendekatan pendekatan saintifik yang berbeda dalam dalam semua mata tiap mata pelajaran pelajaran melalui yang diajarkan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengomunikasikan

  Setiap jenis isi/materi Beragam jenis isi/materi Baiknya disampaikan secara dalam pembelajaran terpisah ( disampaikan secara

  separated

  terkait dan terpadu

  curriculum)

  satu sama lain (

  cross currikulum atau

integrated curriculum)

  Isi/materi ilmu pengetahuan yang menjadi penggerak dalam isi/materi lainnya

  Pembelajaran tematik Pembelajaran Baiknya diintegrasikan pada menggunakan metode kelas III (belum belajar tematik integratif) integratif pada kelas

  I-IV TIK merupakan mata TIK merupakan Baiknya pelajaran sendiri sarana dan media pembelajaran untuk mata pelajaran lainnya

H. Pengertian Pendidikan Agama Islam

  Di negara kita, Indonesia, pendidikan agama diselenggarakan dan diatur oleh Departemen Agama yang bekerja sama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Purwanto 2011, 156). Agama Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu nabi dan rasul terakhir dalam ajaran Islam (Kusuma 2010, 1). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dilaksanakan melalui mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan, yang pengamalannya dapat dikembangkan dalam berbagai kegiatan baik yang bersifat kokurikuler maupun ekstrakurikuler. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang berlandaskan pada akidah yang berisi tentang keesaan Allah Swt sebagai sumber utama nilai-nilai kehidupan bagi manusia dan alam semesta (Permendikbud No.104 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah 2014).

  Zakiah Daradjat mengatakan, pendidikan agama merupakan pendidikan yang mengarah pada pembentukan kepribadian seseorang seperti: pembinaan sikap, mental dan akhlak melalui usaha sadar yang dilakukan berupa kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan yang diterapkan secara berencana dan sekaligus untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam oleh peserta didik (Muhaimin 2012, 76). Dalam pembinaan pribadi tersebut pendidikan agama seharusnya diberikan kepada guru yang memang benar-benar tercermin agama dalam sikapnya, tingkah laku, gerak-gerik, cara berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam semua kepribadiannya (Daradjat 1993, 107-108).

  Senada dengan pendapat tersebut, pendidikan agama Islam ialah pen didikan yang diberikan pada anak didik di sekolah berupa bimbingan, arahan, binaan dan asuhan supaya anak didik dapat memahami, menghayati dan mengamalkannya setelah mereka selesai dalam pendidikannya dan menjadikannya sebagai pandangan hidup ( way of life) demi kesejahteraan dan keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat (Zakiah Daradjat dll. 2016, 86).

  Dengan ini hemat penulis berpendapat bahwa pendidikan agama Islam adalah ilmu yang wajib untuk dipelajari karena di dalamnya memuat tentang sumber-sumber hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW mengenai syariat, undang-undang, pembentukan dan penetapan hukum untuk mengatur kehidupan manusia. Pendidikan agama Islam sebagai pengendali dalam hidup yang menjadi sistem untuk mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan.

HASIL PENELITIAN

  Sebuah proses dalam pendidikan dapat diketahui berhasil atau tidaknya bisa dilihat melalui sebuah penilaian, dimana penilaian itu erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai dari sebuah lembaga pendidikan. Penilaian menurut Permendikbud No 104 mencakup beberapa hal yaitu: (1) Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. (2) Pendekatan Penilaian adalah proses atau jalan yang ditempuh dalam melakukan penilaian hasil belajar peserta didik. (3) Bentuk Penilaian adalah cara yang dilakukan dalam menilai capaian pembelajaran peserta didik, misalnya: penilaian unjuk kerja, penilaian projek dan penilaian tertulis. (4) Instrumen Penilaian adalah alat yang digunakan untuk menilai capaian pembelajaran peserta didik, misal: tes dan skala sikap. (5) Ketuntasan Belajar adalah tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan meliputi ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar. (6) Penilaian Autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. (7) Penilaian Diri adalah teknik penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif. (8) Penilaian Tugas adalah penilaian atas proses dan hasil pengerjaan tugas yang dilakukan secara mandiri atau kelompok. (9) Penilaian Projek adalah penilaian terhadap suatu tugas berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan data, sampai pelaporan. (10) Penilaian berdasarkan pengamatan adalah penilaian terhadap kegiatan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. (11) Ulangan Harian adalah penilaian yang dilakukan setiap menyelesaikan satu muatan pembelajaran. (12) Ulangan Tengah Semester adalah penilaian yang dilakukan yang dilakukan untuk semua muatan pembelajaran yang diselesaikan dalam paruh pertama semester. (13) Ulangan Akhir Semester adalah penilaian yang dilakukan untuk semua muatan pembelajaran yang diselesaikan dalam satu semester. (14) Nilai Modus adalah nilai terbanyak capaian pembelajaran pada ranah sikap. (15) Nilai Rerata adalah nilai rerata capaian pembelajaran pada ranah pengetahuan. (16) Nilai Optimum adalah nilai tertinggi capaian pembelajaran pada ranah keterampilan.

  Dalam penilaian autentik Kurikulum 2013 ada tiga ranah yang menjadi sasaran penilaian. Salah satunya adalah ranah afektif yang dapat menentukan ketuntasan belajar bagi peserta didik (Permendikbud No.104 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan 2 Dasar dan Pendidikan Menengah 2014). Adanya sebuah penilaian tersebut bertujuan untuk menjamin perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian. Kemudian pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, serta sesuai dengan konteks sosial budaya.

A. Implementasi Penilaian Autentik Kurikulum 2013

1. Perencanaan penilaian autentik kurikulum 2013

  Setiap lembaga mengharapkan bahwa lembaga yang dipimpinnya memiliki kualitas terbaik dengan tercapainya tujuan-tujuan yang dirumus kan. Begitu juga dalam dunia pendidikan terutama sekolah seba gai wadah ilmu dalam mendidik anak bangsa yang dapat diarahkan menjadi lebih baik. Masalah dalam dunia pendidikan saat ini, salah satunya adalah masalah kualitas pendidikan.

  Banyak mengatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia belum mencapai dengan apa yang diharapkan. Faktor yang melatarbelakangi hal tersebut ialah masih kurangnya fasilitas belajar yang tersedia, dan juga faktor lain adalah faktor guru yang dapat diasumsikan bahwa guru belum bekerja secara sungguh-sungguh dan yang paling terpenting memerlukan keseriusan sebagai ujung tombak suksesnya pendidikan yaitu kualitas guru (kemampuan profesional guru yang masih kurang) (Sukmadinata 2014, 202-203). Tidak heran jika setiap sekolah berupaya dalam setiap tahun ajaran baru menyelenggarakan pelatihan-pelatihan secara berkesinambungan di luar maupun di dalam sekolah guna meningkatkan kualitas guru. 2 Lihat Permendikbud No. 104 Tahun 2014 Tentang Penilaian Hasil Belajar oleh

  Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, h. 3

  Sebagaimana yang diungkapkan oleh guru Pendidikan Agama Islam, Bapak Imron Rosadi mengungkapkan workshop yang diselenggarakan pihak sekolah tentang kurikulum 2013 dan setiap guru diwajibkan mengikuti. Di dalam kegiatan workshop diberikan pembahasan mengenai bagaimana penyusunan RPP, bagaimana menyusun program penilaiannya dan sebagainya. Di sana kita diberikan pembelajaran dan langsung diprak- tikkan dengan membentuk kelompok diskusi yang serumpun (Rosadi 2016).

  Secara teknik validitas perencanaan penilaian autentik Kurikulum 2013 dilakukan berdasarkan pada indikator yang seharusnya dinilai dengan kompetensi yang disesuaikan dengan mata pelajaran sebagaimana yang tercantum pada silabus yang dituangkan atau dikembangkan dalam bentuk RPP. Silabus sebagai pokok-pokok isi/materi pelajaran disusun berdasarkan standar isi yang di dalamnya berisikan identitas mata pelajaran, kompetensi inti (KI), kompetensi Dasar (KD), materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian alokasi waktu, dan sumber belajar (Majid, Implementasi Kurikulum 2013: Kajian Teoretis dan Praktis 2014, 207). Sedangkan RPP sebagai penjabaran dari silabus yang disusun setiap kali pertemuan oleh guru, di dalamnya tercermin kegiatan yang dilakukan guru dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan (Munadi 2008, 23).

2. Pelaksanaan penilaian autentik Kurikulum 2013

  Ranah afektif dalam Kurikulum 2013 lebih menekankan pada sikap baik itu sikap spiritual maupun sikap sosial. Hal paling sederhana dalam pembinaan sikap siswa adalah kerja sama antara pihak sekolah dan keluarga. Orang tua dan guru terlebih dahulu harus menjadi pelopor dalam memberi contoh terhadap anak dan siswa didikannya. Dengan begitu hal yang dapat dilakukan terkait dengan hal ini adalah melatih siswa untuk mendengar. Dengan melatih mendengar secara baik peserta didik dapat mempertajam sikap memerhatikan apa yang disampaikan guru dan mampu memaknai apa yang didengar. Oleh karena ranah pengetahuan cukup mudah untuk dipahami, setelah itu harus ditumbuhkan bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan untuk menjadi orang yang mau atau selalu berbuat suatu kebaikan sehingga tumbuh kesadaran berbuat kebajikan dan setelah terbiasa akan berubah menjadi kebiasaan. Kebiasaan baik tergantung dari pendidikan yang tepat sesuai dengan porsinya atau faktor turunan orang tua sebagai lingkungan pertama bagi pertumbuhan dan perkembangan karakter anak.

  Penilaian sikap merupakan penilaian yang dilakukan guna menge tahui bagaimana sikap siswa terhadap mata pelajaran, kondisi saat proses pembelajaran berlangsung di kelas, sosok pendidik dan sebagainya (Majid, Penilaian Autentik Proses dan Proses Belajar 2014, 49). Di samping hasil belajar yang diketahui seperti hasil penilaian yang ajek dan konsisten secara berkesinambungan, terencana dan terus menerus yang bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penilaian ini bukan penilaian yang merugikan peserta didik tetapi penilaian yang dapat membangun kompetensi peserta didik lebih termotivasi dalam belajar.

  Kendala guru ketika menerapkan implementasi penilaian autentik Kurikulum 2013 terkait alokasi waktu yang kurang sehingga dalam pelaksanaan penilaian tersebut selain dilakukan di kelas saat pembelajaran berlangsung, juga dilakukan di luar kelas seperti lingkungan sekolah. Guru Pendidikan Agama Islam melakukan penilaian di luar kelas dengan melihat sikap spiritual siswa minimal seminggu sekali apakah siswa melaksanakan salat Zuhur berjamaah atau tidak.

3. Evaluasi dan Tindak lanjut penilaian autentik Kurikulum 2013

  Evaluasi dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki kemampuan dalam memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi dan seba gainya, dengan memiliki batas ketuntasan kriteria yang menjadi standar yang ada dan sesuai guna memastikan nilai efektivitas atau manfaat.

  Sebagai penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat berbentuk buku rapor yang bisa diketahui oleh wali siswa. Namun, sebelum menjadi se buah buku rapor, nilai tersebut masih bersifat sementara di tangan guru karena masih ada nilai-nilai lain yang belum dilaporkan sehingga belum dapat dikatakan buku rapor.

  Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan peserta didik yang meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menentukan kriteria minimal pencapaian tingkat kompetensi dengan mengacu pada indikator Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran; 2) mengoordinasikan ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian tingkat kompetensi, dan uijan akhir Sekolah/Madrasah; 3) menyelenggarakan ujian Sekolah/Madrasah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian Sekolah/Madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah; 4) menentukan kriteria kenaikan kelas; 5) melaporkan hasil pencapaian kompetensi dan/atau tingkat kompetensi kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku rapor; 6) melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota dan instansi lain yang terkait; 7) melaporkan hasil ujian Tingkat Kompetensi kepada orang tua/wali peserta didik dan dinas pendidikan; 8) menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik sesuai dengan kriteria: (a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran (b) mencapai tingkat kompetensi yang dipersayaratkan, dengan ketentuan kompetensi sikap (spiritual dan sosial) termasuk kategori baik dan kompetensi pengetahuan dan keterampilan minimal sama dengan KKM yang telah ditetapkan (c) lulus ujian akhir Sekolah/ Madrasah (d) lulus Ujian Nasional; 9) menerbitkan SKHUN (Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional) setiap peserta didik bagi satuan pendidikan penyelenggaraan Ujian Nasional; dan 10) menerbitkan ijazah setiap peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan bagi satuan pendidikan yang telah terakreditasi (Majid, Penilaian Autentik Proses dan Proses Belajar 2014, 81-82).

B. Implementasi aspek Afektifa/Sikap

  Pada dasarnya tidak semua kebutuhan mengharuskan individu belajar. Ada kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan insting atau kebiasaan sehari-hari yang dialami seperti makan, minum, tidur dll. Kebiasaan atau yang lebih tepat dikatakan sebagai budaya merupakan perilaku yang sifatnya otomatis dan menetap dalam diri individu yang sudah mendarah daging sebagai hasil pengalaman interaksi dengan lingkungan. Namun, ada masa dimana dalam keadaan individu kebutuhannya tidak dapat dipenuhi oleh insting atau kebiasaan tadi, maka individu tersebut harus mengubah perilaku yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan melalui proses pembelajaran. 3 3 Affective domain menjadi salah satu tujuan pendidikan yang

  Pendapat tersebut menurut Taksonomo Bloom yang dikembangkan pertama kali pada tahun 1956 oleh Benjamin S. memuat tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri (Surya 2013, 116). Dalam kurikulum KTSP penilaian afektif meliputi penerimaan, tanggapan/reaksi, menilai, organisasi, serta internalisasi (Yamin 2012, 50). Sementara dalam Kurikulum 2013 sasaran/tujuan penilaian yang akan dituju adalah menerima nilai yaitu dapat menerima kebenaran terhadap suatu nilai dalam tiap-tiap agama yang dianut dan menilai akan pentingnya suatu agama untuk tiap manusia sebagai pedoman hidup, aspek kedua adalah menanggapi nilai yaitu ketika peserta didik diminta untuk membahas tentang pentingnya fikih ibadah sebagai hukum syariat dalam Islam, mereka dapat menjelaskan secara gamblang dan rinci. Sebagai contoh, setelah materi pokok tentang doa diajarkan, dalam ranah kognitif peserta mampu menjelaskan apa pengertian doa, tujuan doa, syarat doa, isi doa dan waktu doa.

  Aspek ketiga dalam penilaian sikap yaitu menghargai nilai dimana peserta didik menganggap bahwa agama yang dianutnya secara konsisten adalah agama yang mengandung unsur kebaikan dan keberagaman agama tersebut merupakan anugerah dari Sang Khalik, selanjutnya masuk pada tahapan menghayati nilai yaitu mengetahui bahwa nilai tersebut penting untuk dirinya sehingga menjadikan nilai tersebut adalah bagian dari dalam dirinya serta yang terakhir adalah mengamalkan nilai yaitu mengembangkan nilai tersebut sebagai ciri dirinya dalam berpikir, berkata, berkomunikasi, dan bertindak. Salah satu contoh afektif adalah dengan membudayakan diri dan lingkungan berdasarkan nilai-nilai Islam sebagaimana tertuang dalam QS. Ali Imran:110: ... Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan

  

untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari

yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,

tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,

dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

  Proposisi kutipan ayat di atas tentang menganjurkan kebenaran dan melarang keburukan. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa pada fitrahnya manusia menyenangi suatu kebaikan. Kemajuan suatu komunitas umat manusia, tanpa disertai keimanan kepada Allah SWT dan seruan menuju kebenaran dan berjuang melawan kerusakan adalah mustahil.

  Ketika peneliti mewawancarai para siswa SMA yang ada di sekolah Kota Depok mereka mengatakan bahwa belajar agama sangat penting sebagai pedoman hidup dan keberadaaan manusia di dunia dibatasi dengan aturan yang tercantum dalam agama tersebut. Selain itu dipahami bahwa dengan adanya keberadaan Allah SWT sebagai kamera hidup yang dapat menjadikan sikap seseorang bisa mengendalikan diri dan juga mawas diri. Betapa besarnya kebutuhan manusia terhadap pedoman sebagai jalan yang dapat membawa pada jalan kebenaran dan secara fitrah manusia menyenangi kebaikan.

  Untuk penilaian sikap ada banyak ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang guru sehingga siswa dapat mempunyai nilai yang sesuai dengan yang seharusnya, karena siswa yang mempunyai nilai C meskipun dikategorikan dengan cukup namun sesungguhnya penghayatan dan pengamalan keagamaannya haruslah dibantu, sehingga bisa lebih baik. Ini pun berlaku bukan pada sikap spiritual saja namun begitu pula untuk sikap sosialnya karena pada kenyataannya manusia tidak bisa terlepas dengan hidup bermasyarakat.

  Sikap dan keseharian siswa dapat direkam melalui pengamatan dengan menggunakan format yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati, baik pengamatan terhadap sikap dan perilaku yang terkait dengan mata pelajaran dilakukan oleh guru yang bersangkutan selama proses pembelajaran berlangsung maupun di luar sekolah selama perilakunya dapat diamati guru. Penilaian tersebut dapat dimasukkan ke dalam penilaian sikap.

  Bentuk lain untuk penilaian aspek afektif yaitu penilaian teman sejawat ( peer assessment) yang digunakan untuk memberikan penguatan terhadap kemajuan proses belajar peserta didik. Dengan penilaian teman sebaya pusat pembelajaran dari guru bergeser pada peserta didik yang didasarkan pada konsep belajar mandiri. Untuk menghilangkan kecenderungan peserta didik menilai diri terlalu tinggi dan subjektif, penilaian teman sebaya dilakukan didasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Untuk itu penilaian teman sebaya yang peserta didik laksanakan di kelas perlu dijelaskan kepada peserta didik tentang tujuan penilaian teman sebaya, kompetensi yang akan dinilai dengan format penilaian dalam bentuk daftar tanda cek maupun skala penilaian. Kriteria indikatornya dapat diubah yang disesuaikan dengan materi yang dibahas. Teknik penilaian teman sebaya dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan ketuntasan kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar pengamatan antar peserta didik yang telah mereka tulis di kertas selembar. Penilaian teman sejawat dilakukan dengan teman sebangku dengan saling menyimak secara bergantian.

  Alokasi waktu yang terbatas membuat guru kesulitan untuk menga mati banyaknya jumlah siswa secara detail, sehingga memerlukan pengamatan yang cukup lama. Untuk itu penilaian sikap siswa dapat dilakukan dengan cara penilaian di dalam jam pembelajaran atau di luar jam pembelajaran melalui sistem penilaian jurnal. Penilaian jurnal dapat digunakan sebagai rekaman catatan guru atau tenaga kependidikan di lingkungan sekolah, tentang perilaku positif maupun negatif selama proses pembelajaran berlangsung maupun di luar proses pembelajaran.

  Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan alokasi tiga jam dalam seminggu membuat para siswa mengalami sedikit waktu untuk memahami hal tentang pengetahuan keagamaan, maka para siswa SMA di Kota Depok mempunyai kegiatan keagamaan seperti imtaq dan tadarus yang diharapkan agar siswa dapat terbantu dalam mempelajari Alquran, berdoa sebelum belajar, menghafal surat-surat pendek Juz 30, menghafal Asmaul Husna, membiasakan salat duha, salat Zuhur berjamaah, pengajian rutin, [aksi] peduli sosial, peringatan hari-hari besar Islam, dan juga kegiatan ROHIS dimana siswa dapat mengkaji lebih banyak lagi tentang materi yang diterima di kelas, atau untuk lebih mendalami sehingga dapat menumbuhkan sikap penghayatan keagamaan serta akhirnya dapat mengamalkan agama secara komprehensif.

  Bentuk penilaian untuk menilai sikap spiritual siswa dalam pro- gram imtaq dan tadarus yang guru terapkan agar dapat memantau pening katan BTQ [Baca Tulis Quran] siswa sebagaimana tercantum dalam format penilaian dalam bentuk kartu mentoring membaca Alquran.

  Sesuai dengan apa yang tercantum dalam Permendikbud no 104 bahwa lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup kompetensi sikap antara sikap spiritual dan sikap sosial. Sikap spiritual tersebut mengacu pada KI-1: “Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.” Sedangkan untuk sikap sosial mengacu pada K-2: “Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam jangkauan pergaulan 4 dan keberadaannya.” 4 Lihat Permendikbud No. 59 Tahun 2014 Lampiran II Tentang Kurikulum 2013

  

Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah), h. 1.

  KESIMPULAN

  Implementasi penilaian autentik kurikulum 2013 pada aspek afektif yang diterapkan di SMA (Negeri/Swasta) Kota Depok berdampak positif dalam membentuk karakter peserta didik dan dapat dikatakan cukup berhasil walaupun di sana sini masih harus dilakukan perbaikan dan evaluasi. Upaya yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan

  workshop setiap tahun

  kualitas guru dengan diselenggarakannya ajaran baru yang wajib diikuti oleh semua guru. Dengan diadakannya

  

workshop tersebut para guru diharapkan: Memahami ruang lingkup

  yang ada di dalam kurikulum 2013 terutama dalam sistem penilaian terkait dengan perencanaan penilaian, pelaksanaan penilaian, evaluasi penilaian dan tindak lanjut penilaian.

  Implementasi apektif kurikulum 2013 di SMA (Negeri/Swasta) Kota Depok yang meliputi sikap spiritual dan sikap sosial sudah baik. Terbukti dengan keaktifan siswa dalam mengikuti seluruh kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler, program imtaq maupun bakti sosial dll. Namun sikap antusias para peserta didik SMA (Negeri/Swasta) di Kota Depok dalam proses kegiatan belajar mengajar masih kurang, hal ini disebabkan kurangnya pemahaman para guru SMA di Kota Depok terhadap strategi pembelajaran, sehingga kurang merespons rasa ingin tahu siswa dalam materi yang dibahas.

  Penilaian sikap dapat dilakukan di luar maupun di dalam proses pembelajaran, walaupun sebagian siswa memiliki kesadaran untuk ikut mengamalkan ajaran agamanya melalui kegiatan salat berjamaah tapi sebagian lagi belum muncul kesadaran akan pengamalan keagamaannya, hal ini menjadi tantangan bagi guru Pendidikan Agama Islam dan para guru bidang lain agar dapat menumbuhkan kesadaran tersebut.

  DAFTAR PUSTAKA Metodologi Penelitian Sosial.

  Akbar, Husaini Usman & Purnomo Setiady.

  2. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Arief, Armai. Reformasi Pendidikan Islam. 2. Jakarta: CRSD Press, 2007. Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia. 1. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015.

  Psikologi Pendidikan. 6. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.

  Dalyono, M. Hamdani. Strategi Belajar Mengajar. 10. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011. Hasan, S. Hamid. Evaluasi Kurikulum. 2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

  Hudiyono. Membangun Karakter Siswa Melalui Profesionalisme Guru dan Gerakan Pramuka. 17. Jakarta: Erlangga, 2012. Kunandar. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik

Berdasarkan Kurikulum 2013). 4. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.