SKRIPSI EFEK PEMBERIAN ESTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM MENCIT (Mus musculus)

  SKRIPSI EFEK PEMBERIAN ESTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM MENCIT (Mus musculus) Oleh RACHMAT SUPRIYONO SURABAYA JAWA TIMUR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2004

  Lembar Pengesahan EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN

  HISTOLOGIS OVARIUM (Mus musculus) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga OLEH: RACHMAT SUPRIYONO 069712446 Menyetujui, Komisi Pembimbing Tatik Hernawati, M.Si., Drh Bambang Sasongko T., M.S., Drh

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

  Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa tulisan ini ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN HEWAN

  Menyetujui, Panitia Penguji,

  __________________________________ Hj. Eka Pramyrtha Hestianah, M.Kes., Drh

  Ketua _________________________ __________________________

  Tutik Juniastuti, M.Kes., Drh DR. Wurlina, M.S., Drh Sekretaris Anggota

  _________________________ ___________________________ Tatik Hernawati, M.Si., Drh Bambang Sasongko T, M.S., Drh

  Anggota Anggota Surabaya, 31 Agustus 2004

  Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

  Dekan, ____________________________

  Prof. Dr. Ismudiono, M.S., Drh NIP 130687297

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU

  (Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM MENCIT (Mus musculus)

  Rachmat Supriyono

  ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn) terhadap gambaran histologis ovarium mencit (Mus musculus) yaitu folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf

  Sejumlah 25 ekor mencit betina berumur lebih kurang dua bulan dengan berat badan rata-rata 25 gram digunakan sebagai hewan percobaan. Selama percobaan mencit diberi pakan ayam komersial 511. Desain percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terbagi menjadi lima perlakuan dengan lima ulangan. Adapun lima perlakuan tersebut adalah: pemberian CMC Na 1% (kontrol), suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 2,1875 mg/hari (P1), 4,375 mg/hari (P2), 8,75 mg/hari (P3), 17,5 mg/hari (P4) yang diberikan sebanyak 0,5 ml per hari selama 10 hari per oral. Setelah masa perlakuan mencit betina dikorbankan untuk diambil ovariumnya dan dibuat preparat histologisnya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian. Jika terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5%.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bunga kembang sepatu dengan dosis 2,1875 mg/hari (P1) dan 4,375 mg/hari (P2) menyebabkan penurunan jumlah pada folikel sekunder dan folikel de Graaf. Pada dosis 8,75 mg/hari (P3) dan 17,5 mg/hari (P4) menurunkan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan tidak terbentuk folikel de Graaf.

  KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Segala puji bagi Alloh SWT, Tuhan seru sekalian alam.

  Tiada sesuatu yang sia-sia segala yang diciptakan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

  Serangkaian percobaan tentang pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn) terhadap gambaran histologis ovarium pada mencit (Mus musculus) telah dilakukan dan hasilnya telah tertuang dalam skripsi ini.

  Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof Dr. Ismudiono, M.S., Drh. Selaku dekan atas segala bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik. terima kasih kepada Ibu Tatik Hernawati, M.Si., Drh. selaku pembimbing pertama dan Bapak Bambang Sasongko T, M.S., Drh. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan, bimbingan dan nasehat sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada Ibu Hj. Eka Pramyrtha Hestianah, M.Kes., Drh., Ibu Tutik Juniastuti, M.Kes., Drh. dan Ibu DR. Wurlina, M.S., Drh. selaku dosen penguji atas segala kritik dan koreksinya yang sangat membantu penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Kepada seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga penulis menyampaikan terima kasih atas bekal ilmu yang telah diberikan.

  Khusus kepada bapak H. Tarsam Kertoatmodjo dan Ibu Hj. Siti Fatimah serta saudara-saudaraku tercinta atas segala cinta, dorongan, kesabaran, doa dan pengorbanan yang telah diberikan. Keluarga Bapak Prof. DR. Ir. Setyo Budi, M.S., dan ibu serta adik-adik di Wage penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dorongan.

  Kepada Evi, Joni, Ery, sanug, Esti, Ancas, Desi, dan teman-teman FKH angkatan ‘97 serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diberikan

  Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempuma. Namun harapan penulis semoga skripsi ini mendapat ridho Alloh SWT dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi yang membutuhkan.

  Surabaya, Agustus 2004

  DAFTAR ISI

  Halaman

  ABSTRAK ............................................................................................ iv KATA PENGANTAR.......................................................................... v DAFTAR ISI......................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR............................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN

  1.1

  1 Latar belakang ................................................................. ...

  1.2

  4 Rumusan Masalah ...............................................................

  1.3 Landasan Teori.................................................................... 4

  1.4 Tujuan Penelitian................................................................. 5

  1.5 Manfaat Penelitian............................................................... 6

  1.6

  6 Hipotesa Penelitian..............................................................

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Nama Daerah .......................................... ...

  7 2.1.1 Tanaman Kembang Sepatu..................................... ...

  7 2.1.2 Morfologi dan Habitat ............................................ ...

  8 2.1.3 Kandungan Zat ....................................................... ...

  8 2.1.4 Kegunaan................................................................ ...

  9 2.1.5 Tinjauan Tentang Flavonoid ......................................

  9 2.1.6 Tinjauan Tentang Saponin..........................................

  10 2.1.7 Tinjauan Tentang Triterpenoid...................................

  10

  2.2 Anatomi dan Fisiologi Mencit Betina .................................

  3.3 Metode penelitian ................................................................ 17

  22 BAB V PEMBAHASAN ...................................................................... 24

  4.1 Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf...................................................................

  BAB IV HASIL PENELITIAN

  3.5 Rancangan dan Analisis Penelitian...................................... 20

  3.4 Parameter ............................................................................. 20

  3.3.2 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan ...................... 19

  3.3.1 Pembuatan Ekstrak Kembang Sepatu......................... 17

  3.2.3 Alat ............................................................................. 17

  11 2.2.1 Ovarium dan Folikel Ovarium ............................... ...

  3.2.2 Bahan.......................................................................... 16

  3.2.1 Hewan percobaan ....................................................... 16

  3.2 Materi Penelitian.................................................................. 16

  16

  14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian..............................................

  13 2.3 Hormon Kelenjar Hipofisa Anterior....................................

  11 2.2.2 Siklus Birahi ........................................................... ...

  BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 30 RINGKASAN ....................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 33 LAMPIRAN.......................................................................................... 36

  DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.

  Rata-rata Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf dalam Ovarium Mencit Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ...................................................

  22 2.

  39 Daftar Perhitungan Dosis Berbagai Hewan dan Manusia ...............

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman

  52

  11 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 4 .........................

  53

  10 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 4 .........................

  53

  9 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 3 .........................

  53

  8 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 2 .........................

  52

  7 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 1 Folikel Sekunder ..............................................................................

  6 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Kontrol Folikel Sekunder dan Folikel Tersier...............................................

  1 Skema Pembuatan Ekstrak Kembang Sepatu ..................................

  52

  5 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Kontrol Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf ..................

  51

  4 Timbangan Berkell...........................................................................

  51

  3 Bunga Kembang Sepatu...................................................................

  51

  2 Tanaman Kembang Sepatu ..............................................................

  18

  54

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

  1 Cara Pembuatan Preparat Histologi Ovarium Mencit (Mus musculus) ................................................................................ 36

  2 Cara Penentuan Dosis ......................................................................

  39

  3 Evaluasi Statistik Jumlah Folikel Sekunder.....................................

  41

  4 Evaluasi Statistik Jumlah Folikel Tersier.........................................

  44

  5 Evaluasi Statistik Jumlah Folikel de Graaf ......................................

  47

BAB I PENDAHULUAN I.l Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan pemerintah Indonesia

  bertujuan mensejahterakan rakyat melalui pembatasan jumlah kelahiran. Dalam pelaksanaan program KB tersebut telah digunakan berbagai metode sebagai berikut: 1. Metode sederhana tanpa alat/obat (senggama terputus) 2. Metode sederhana dengan alat/obat (kondom, diafragma/kap/jelly/cairan berbusa, tablet vagina serta tissu KB) 3. Metode efektif (pil KB, AKDR (Alat kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Device), suntikan KB dan susuk KB) dan 4.

  Metode Mantap yaitu MOP (Metode Operasi Pria/Vasektomi) dan MOW (Metode Operasi Wanita/Tubektomi), (BKKBN, 1994). Dalam dunia kedokteran hewan usaha pembatasan jumlah kelahiran dimaksudkan agar hewan-hewan tersebut tidak mencapai suatu jumlah yang dianggap mengganggu lingkungan sekitarnya dan ditujukan mulai dari hewan liar, ternak sampai pada hewan kesayangan. Pada dasarnya pembatasan jumlah kelahiran berhubungan dengan perencanaan perkawinan untuk memperoleh keturunan yang dikehendaki dan berguna bagi kesejahteraan hewan dan manusia (Ismudiono, 1991).

  Berdasarkan cara-cara kontrasepsi di atas, data menunjukkan bahwa pil berada pada urutan pertama dalam penggunaan yaitu 31,4%, suntikan (30,9%),

  IUD (22,2%), implant (8%), MOW (4,5%), kondom (1,6%), dan MOP (1,4%), (BKKBN, 1996). Berbagai usaha telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kontrasepsi oral, antara lain dengan mengimpor bahan baku obat (Padmawinata, 1985).

  Pengobatan tradisional telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak dulu. Menurut Suyono (1985) di Indonesia terdapat 52 jenis tanaman yang diduga dapat bersifat antifertilitas. Salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan didup dapat bersifat antifertilitas adalah tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn).

  Kembang sepatu merupakan tanaman hias yang indah, mudah ditanam dan meluas penyebarannya di daerah tropis, seperti Indonesia. Kembang sepatu merupakan salah satu spesies dari 42 macam marga Hibiscus, masyarakat hanya mengenal tiga jenis spesies yaitu H. rosa sinensis L, H. Scizopelatus (mast) atau yang biasa disebut kembang sepatu gantung dan H. Xarcheri wats (Arifianti, 1996).

  Menurut Van Valkenburg (2001) tumbuhan dari genus hibiscus telah lama digunakan sebagai obat-obatan tradisional dan sebagai bahan makanan (sayur). Di Cina dan India dilaporkan juga bahwa tumbuhan jenis ini dapat sebagai bahan antidot racun, perawatan luka bakar, menorragia, dan disuria. Di Papua New Guinea dan Fiji bunga kembang sepatu yang telah dihaluskan dan dicampur dengan air laut dapat digunakan sebagai obat sakit perut dan sebagai bahan penyubur rambut. Perasan dari daun, bunga, batang atau akarnya mengandung bahan yang dapat digunakan sebagai obat batuk, bronchitis dan radang saluran lendir hidung (Anonimus, 1995). Tumbuhan kembang sepatu dapat juga digunakan untuk memperbaiki haid dan abortivum (Sastroamidjojo, 1997; Wijayakusurna, 2000).

  Singh et al., (1982) menyatakan bahwa ekstrak bunga kembang sepatu tidak memiliki efek samping terhadap saluran pencernaan dan sistem saraf.

  Kembang sepatu juga mempunyai pengaruh aborsi, antiovulasi serta aktifitas antiestrogenik. Kholkute (1976) menyebutkan bahwa ekstrak bunga kembang sepatu dalam alkohol 96% pada dosis 250 mg/kg berat badan yang diberikan pada usia kebuntingan 1-10 hari dapat mengurangi jumlah janin sampai dengan 50%.

  Berkaitan sebagai obat antifertilitas bunga kembang sepatu mengandung senyawa flavonoid, diantaranya adalah senyawa hibiscetin (Ayensu, 1981; NRCP 1981; Van Valkenburg, 2001), sianidin diglukosida, (Van Valkenburg, 2001) dan sianidin 3-sophorosida yang merupakan suatu pewarna bahan makanan (Nakamura

  et al., 1990). Bunga kembang sepatu juga mengandung senyawa triterpenoid yaitu

  saponin (Anonimus, 2001). Menurut Adimoeljo (1987), umumnya tumbuhan yang mengandung triterpenoid mempunyai aktivitas antifertilitas Menurut Robinson (1991), flavonoid dan triterpenoid mempunyai pengaruh yang bermacam-macam pada organisme sehingga tumbuhan yang mengandung flavonoid dan triterpenoid dapat dipakai dalam pengobatan tradisional.

  Menurut Robinson (1991), flavonoid dan triterpenoid dapat menghambat mono amina oksidase dalam mengkatalisa katekolamin sehingga mengganggu jalur hipotalamus hipofisa yang menyebabkan gangguan sekresi gonadotropin.

  Adanya hambatan sekresi gonadotropin akan mengakibatkan gangguan terhadap proses pematangan folikel dan ovulasi serta perkembangan korpus luteum dari ovarium (Partodihardjo, 1992).

  Berdasarkan hal tersebut di atas, maka timbul pemikiran bahwa bunga kembang sepatu menarik untuk diteliti atas kemungkinan pemanfaatannya sebagai salah satu alternatif penyediaan bahan baku kontrasepsi secara oral.

I.2 Rumusan Masalah

  Mengingat adanya kemungkinan pemanfaatan tanaman kembang sepatu sebagai bahan baku obat antifertilitas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: apakah pemberian ekstrak bunga kembang sepatu berpengaruh terhadap penurunan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf pada ovarium mencit (Mus musculus).

I.3 Landasan Teori

  Bunga kembang sepatu mengandung senyawa flavonoid, diantaranya adalah senyawa hibiscetin (Ayensu, 1981; NRCP 1981; Van Valkenburg, 2001), sianidin diglukosida, (Van Valkenburg, 2001) dan sianidin 3-sophorosida yang merupakan suatu pewarna bahan makanan (Nakamura et al., 1990). Kembang sepatu juga mengandung saponin (Anonimus, 2001). Saponin termasuk salah satu golongan senyawa triterpenoid. Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu: senyawa triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harbone, 1987). Menurut Adimoeljo (1987), umumnya tumbuhan yang mengandung triterpenoid mempunyai aktivitas antifertilitas.

  Bunga kembang sepatu diduga mengandung senyawa steroid sintetis (Sing

  et al ., 1982). Triterpenoid, saponin dan flavonoid dapat disintesis menjadi bahan- steroid. Triterpenoid dan flavonoid mempunyai aktivitas menghambat mono amina oksidase (MAO). Hambatan pada MAO akan menyebabkan norepinefrin tidak bisa dipecah menjadi 3-metoksi 4-hidroksi mandelat yang tidak akfif sehingga kadar norepinefrin dalam darah dan ujung syaraf simpatis menjadi tinggi yang akan menekan Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) sehingga menghambat produksi hormon Folicel Stimulating Hormone (FSH) dan

  Luteinizing Hormone (LH). Hal ini juga diperkuat oleh Meles (1997), bahwa

  bahan-bahan steroid mampu beraktifitas sebagai antigonadotropin sehingga dapat menyebabkan gangguan sekresi GnRH dengan mekanisrne umpan balik negatif

  (negative feedback mechanism) sehingga sekresi hormon gonadotropin yaitu FSH

  dan LH dari kelenjar hipofisa anterior terhambat akibatnya akan terjadi hambatan pada pembentukan dan perkembangan folikel serta ovulasi

  I.4 Tujuan Penelitian

  Bertitik tolak dari rumusan di atas, penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu terhadap penurunan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf pada ovarium mencit

  I.5 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan informasi tentang kegunaan tanaman kembang sepatu terutama bagian bunga sebagai bahan baku kontrasepsi, selain itu diharapkan dapat memberikan alternatif dalam metode sterilisasi pada hewan betina terutama sterilisasi tanpa pembedahan.

I.6 Hipotesis Penelitian

  Pemberian ekstrak bunga kembang sepatu pada mencit betina akan menyebabkan penurunan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf pada ovarium mencit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Klasifikasi dan Nama Daerah II.1.1 Tanaman Kembang Sepatu Kembang sepatu merupakan salah satu tumbuhan yang diduga berasal dari

  daratan Asia, kemudian banyak dibudidayakan di Cina Tenggara dan daerah Pasifik. Di Indonesia tumbuhan kembang sepatu dikenal sebagai tanaman hias atau sebagai pagar hidup (Sastroamidjojo, 1997).

  Menurut Santoso (1999) sistematika tanaman kembang sepatu adalah sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus

  Spesies : Hibiscus rosa sinensis Linn Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman kembang sepatu dikenal dengan nama antara lain: Wora-wari (Jawa), Kembang Wera (Sunda), Bunga Rabhang

  (Madura), Bunga Bisu; Bunga Cepatu (Makassar), Pucuk; Waribang (Bali), Dioh; Gerasa (Papua), Letau; Fua-fua; Ubo-ubo (Maluku), Amburanga; Embunanga; Kulango (Sulawesi), Bugong Raja (Aceh), Bekeyo (Mentawai), Soma-soma

  (Nias), Bunga-bunga (Karo). Di luar negeri kembang sepatu mempunyai nama antara lain: Chinese Rose, China Rose, Shoe Flower Plant, Common Garden Hibiscus (Inggris), Rosenartige Kitmie (Jerman), Rose de Chine; Ketmie de Chochin Chine (Prancis) (Anonimus, 1995).

  II.1.2 Morfologi dan Habitat

  Menurut Wijayakusuma (2000) tumbuhan kembang sepatu merupakan perdu yang tumbuh tegak dengan banyak percabangan. Tinggi 1-4 m, tumbuh dari dataran rendah sampai pegunungan. Daun tunggal, berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi kasar dan tulang daun menjari, ujung meruncing, panjang daun 3,5- 9,5 cm dan lebar 2-6 cm dengan daun penumpu berbentuk garis. Daun mempunyai tangkai dengan panjang tangkai 1-3,7 cm. Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, sedikit menggantung, dengan tangkai bunga beruas, warna bunga ada yang merah, dadu, orange, kuning, putih dan sebagainya. Kembang sepatu biasanya ditanam sebagai pagar hidup atau. tanaman hias karena bunganya yang indah dan berwarna macam-macam. Dahulu, bunganya sering digunakan untuk mewarnai kain, makanan dan dipakai untuk menggosok sepatu agar mengkilap sehingga disebut bunga sepatu. Pengembangbiakan dengan stek.

  II.1.3 Kandungan Zat

  Bunga kembang sepatu mengandung senyawa flavonoid, diantaranya adalah senyawa hibiscetin (Ayensu, 1981; NRCP 1981; Van Valkenburg, 2001), sianidin diglukosida, (Van Valkenburg, 2001; Wijayakusuma, 2000) dan sianidin

  3-sophorosida yang merupakan suatu pewarna bahan makanan (Nakamura et al., 1990). Dalam kembang sepatu terdapat juga saponin (Anonimus, 2001) dan senyawa steroid sintetis, quercitin, hemtriacontane, calcium oxalat, tannin, thiamin, riboflavin, niacin, dan asam ascorbat (Sing et al., 1982).

  II.1.4 Kegunaan

  Tanaman kembang sepatu selain digunakan sebagai tanaman hias dan pagar, juga banyak digunakan sebagai tanaman obat yaitu sebagai obat batuk, obat tukak, obat radang selaput lendir hidung, obat sakit panas, obat bronchitis, sariawan, kencing bernanah (gonore), memperbaiki haid dan lain-lain (Sastroamidjojo, 1997; Wijayakusuma, 2000).

  Di Phillipina dan Cina, bunga kembang sepatu dilaporkan dapat dimakan baik secara mentah ataupun diasinkan. Bunga kembang sepatu apabila diremas akan menghasilkan warna ungu kehitaman yang dahulu digunakan untuk semir sepatu. Di Cina digunakan untuk mewarnai rambut, makanan dan minuman (Van Valkenburg, 2001).

  II.1.5 Tinjauan Tentang Flavonoid

  Menurut Robinson (1991) flavonoid merupakan salah satu golongan senyawa fenol alam yang terbesar yang terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, buah dan biji. Flavonoid adalah termasuk golongan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil sehingga pada umumnya flavonoid larut dalam etanol, metanol, butanol, air dan lain-lain (Markham, 1988).

  Menurut Harbone (1987) flavonoid dapat digunakan sebagai antispasmodik, antivirus, antibakteri, antijamur, diuretik dan sitotoksik serta dikaitkan dengan sindrom infertilitas pada domba.

  Golongan flavonoid dapat menghambat sintesis uterin peroksidase, yaitu enzim yang dapat meningkatkan respon uterus terhadap estrogen dan bersifat kompetitif antagonis dengan epinefrin dan norepinefrin (Nigg and Seigler, 1992).

  II.1.6 Tinjauan Tentang Saponin

  Saponin termasuk salah satu golongan senyawa triterpenoid. Sifat saponin dapat menyerupai sabun, hal ini dapat dijelaskan secara sederhana bahwa jika kita menggerus, daun atau bunga kembang sepatu maka akan diperoleh semacam lendir yang jika dicampur dengan air maka akan membentuk buih karena saponin merupakan senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah dan bisa meracuni ikan. Saponin mampu menghambat dehidrogenase jalur prostaglandin dan bisa digunakan sebagai sintesis hormon steroid (Robinson, 1991). Hambatan sintesis prostaglandin dapat mengakibatkan gangguan ovulasi.

  II.1.7 Tinjauan Tentang Triterpenoid

  Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna berbentuk kristal sering kali bertitik leleh tinggi. Triterpenoid dapat dibagi menjadi kurang lebih dalam empat golongan senyawa yaitu triterpen, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1983). Senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan kulit dan malaria (Robinson, 1991).

  II.2 Anatomi dan Fisiologi Mencit Betina

  II.1.2.1 Ovarium dan Folikel Ovarium

  Alat kelamin betina dibagi menjadi organ reproduksi primer, yaitu ovarium dan organ reproduksi sekunder yang terdiri dari oviduk, uterus, servik, vagina dan vulva. Ovarium sebagai organ reproduksi primer mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai organ reproduksi yang menghasilkan sel telur dan sebagai organ endokrinologi yang menghasilkan hormon reproduksi, progesteron dan relaksin. Sedangkan sebagai organ reproduksi sekunder berfungsi menerima dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina, memberi makan dan melahirkan individu baru (Toelihere, 1981).

  Fungsi ovarium banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hormonal, genetik, suhu, umur, musim, makanan dan penyakit pada alat kelamin. Aktivitas ovarium diatur oleh hormon gonadotropin seperti FSH dan LH dari hipofisa anterior (Hardjopranjoto, 1995).

  Secara histologis ovarium terdiri dari kortek dan medulla. Kortek terdiri atas epitel kecambah, folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de Graaf, korpus luteum, korpus albikan dan tenunan pengikat. Bagian medulla (vaskuler) merupakan bagian dalam dan bagian yang paling banyak pembuluh darahnya. Bagian ini merupakan jaringan fibro-elastis yang longgar dan mengandung banyak pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf dan tenunan pengikat (Wodzicka et al, 1991).

  Perkembangan folikel untuk menjadi folikel masak meliputi perubahan pada besarnya, jumlah lapisan, sel granulose, pertumbuhan sel teka dan posisi sel telur yang dikelilingi sel kumulus oophorus dan peningkatan volume cairan rongga folikel (Hardjopranjoto, 1995).

  Kematangan folikel didapat melalui tingkatan perkembangan folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf Folikel primer terdiri dari oosit primer yang dikelilingi oleh selapis epitel pipih atau kubis yang disebut sel folikuler dan berkumpul dibawah tunika albugenia. Folikel primer tidak dibungkus oleh membran vittelin (Partodihardjo, 1992).

  Folikel sekunder berkembang ke arah pusat stroma kortek. Folikel ini terdiri atas epitel banyak lapis terdiri dari sel-sel granulosa berbentuk polihedral dan mengitari oosit serta ditandai dengan berkembangnya zona pelluzida. Folikel sekunder sudah dibungkus oleh membran vittelin (Ismudiono, 1999).

  Folikel tersier ditandai dengan pembentukan antrum folikuli. Antrum dibatasi oleh membran granulosa dan diisi oleh cairan folikel (Partodihardjo, 1992).

  Folikel de Graaf merupakan folikel tersier yang hampir mengalami ovulasi. Oosit berada pada salah satu sisi, dikelilingi oleh kumulus oophorus, teka interna dan teka eksterna (Toelihere, 1981; Hafez, 1993).

  Folikel atresi adalah folikel tersier yang hampir menjadi folikel de Graaf atau telah menjadi folikel de Graaf tetapi tidak berhasil pecah pada waktu ovulasi (Ismudiono, 1999)

  IL2.2 Siklus Birahi

  Mencit termasuk hewan poliestrus artinya terjadi beberapa kali birahi dalam satu tahun. Dalam satu siklus berahi terbagi dalam empat periode yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.

  Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan rangsangan pertumbuhan folikel oleh Folicel Stimulating Hormone (FSH). Periode ini biasanya berlangsung cepat dan terlihat mencit mulai dapat menerima pejantan tetapi masih belum mau untuk melakukan kopulasi. Periode ini berlangsung 12 jam.

  Estrus adalah periode terpenting dalam siklus birahi. Selama periode ini mencit betina akan mulai mencari dan mau menerima pejantan untuk berkopulasi.

  Periode ini berlangsung selama 12 jam.

  Metestrus atau post estrus adalah periode dimana korpus luteum tumbuh dengan cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah dibawah pengaruh hormon Luteinizing Hormone (LH). Pada periode ini alat kelamin berada dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh hipofisa anterior sehingga menghambat pembentukan folikel de Graff yang baru dan mencegah terjadinya estrus. Lama periode metestrus kurang lebih sama dengan waktu yang diperlukan ovum untuk mencapai estrus, pada mencit berlangsung 21 jam (Toelihere, 1981).

  Keadaan bunting pada mencit betina dapat dilihat antara 10-14 hari setelah sumbat vagina ditemukan, dengan meraba perut mencit. Umur kebuntingan pada mencit biasanya 19-21 hari. Proses kelahiran biasanya antara satu sampai tiga setengah jam (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Akhir dari masa kebuntingan ditandai dengan pengeluaran foetus dan plasenta dari induk (Toelihere, 1981). Apabila kebuntingan tidak terjadi, uterus dan saluran reproduksinya beregresi ke keadaan kurang aktif yang disebut dengan diestrus. Diestrus adalah periode paling lama dari siklus birahi. Pada fase ini korpus luteum telah berkembang dengan sempurna oleh pengaruh hormon Luteotropic Hormone (LTH) alau Prolaktin (Hafez, 1993). Jika terjadi kebuntingan maka korpus luteum akan tetap dipertahankan selama kebuntingan. Apabila tidak terjadi kebuntingan maka korpus luteum akan berdegenerasi (Frandson, 1992).

II.3 Hormon Kelenjar Hipofisa Anterior

  Fungsi hormon wanita diatur oleh hipotalamus melalui hormon pelepas yang dibentuk hipotalamus dan dibawa ke kelenjar hipofisa anterior melalui sistem porta hipotalamus hipofisa anterior. Hormon pelepas tersebut adalah

  Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) yang akan merangsang sekresi

  hormon-hormon gonadotropin (Partodihardjo, 1992). Pelepasan GnRH dihambat oleh testosteron, esterogen dan neurotransmitter dalam hipotalamus.

  Neurotransmitter yang berpengaruh adalah dopamine, norepinefrin dan serotonin (Granner, 1987).

  Hipofisa anterior mensekresikan tiga hormon gonadotropin yaitu FSH, LH dan LTH. Hormon-hormon ini sangat penting dalam pengaturan ovarium untuk memproduksi ova dan pelepasan hormon-hormon gonadal yaitu estrogen dan progesteron (Toelihere, 1981).

  FSH dari hipofisa anterior merangsang pertumbuhan folikel di ovarium. Dibawah pengaruh hormon FSH, folikel dapat tumbuh menjadi besar untuk membentuk benjolan bening di permukaan ovarium. LH membantu terjadinya ovulasi dan pengawalan pertumbuhan tenunan luteal untuk membentuk korpus luteum di dalam rongga yang ditinggalkan oleh folikel pecah (Salisbury dan Van Demark, 1985).

  FSH dan LH berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel sasaran, sel folikel ovarium dan sel sertoli testis. Hal ini mengakibatkan aktivasi adenilat siklase dan meningkatkan produksi cAMP (Granner, 1987). cAMP adalah

  second messenger yang akan menyebabkan semua atau sebagian besar efek

  intraseluler hormon. cAMP yang terbentuk di dalam sel akan mengaktifkan serangkaian enzim (Guyton, 1996).

BAB III MATERI DAN METODE III.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan ekstrak bunga kembang sepatu dilakukan di laboratorium Pakan Ternak Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga pada bulan Maret 2003. Penelitian dilakukan di Kandang Hewan Coba Bersama Universitas Airlangga dan di laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, mulai bulan 23 Juni sampai 25 Juli 2003. III.2 Materi Penelitian III.2.1 Hewan Percobaan Hewan percobaan yang dipakai adalah mencit betina sebanyak 25 ekor,

  dewasa kelamin, dalam keadaan tidak bunting, berumur dua bulan dengan berat badan rata-rata 20-30 gram. Pengelompokan mencit dilakukan secara acak.

  Mencit didapatkan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya.

III.2.2 Bahan

  Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pakan untuk mencit berupa pakan ayam broiler CP 511 produksi PT. Charoen Pochpand, bunga kembang sepatu untuk ekstrak yang dikoleksi dari daerah Surabaya dan sekitarnya, air PDAM untuk minum diberikan secara ad libitum, larutan formalin 10% digunakan untuk mengawetkan ovarium sebelum dibuat preparat, alkohol (96%) digunakan dalam ekstraksi, Carboxy Metil Cellulose (CMC) 1% sebagai suspensator dan stabilisator.

  III.2.3 Alat

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kandang mencit sebanyak 5 buah ember plastik persegi panjang dengan tutup dari anyaman kawat, spuit 1 cc dengan jarum tumpul yang sudah dimodifikasi untuk memasukkan ekstrak bunga kembang sepatu ke dalam lambung mencit melalui oesophagus, alat penggiling kopi, ayakan tepung, timbangan Cent-O-gram merk Berkell untuk menimbang berat badan mencit dan timbangan Sartorius untuk menimbang ekstrak bunga kembang sepatu, corong Butcher, Vacuum rotary, gelas beker, pengaduk, alat-alat bedah.

  III.3 Metode Penelitian

  III.3.1 Pembuatan Ekstrak Bunga Kembang Sepatu

  Bunga kembang sepatu dipotong kecil-kecil, diangin-anginkan (dilayukan ditempat yang teduh) selama dua hari. Bunga kembang sepatu yang telah kering digiling halus dengan alat penggiling kopi sampai halus lalu diayak dengan ayakan tepung. Pembuatan ekstrak bunga kembang sepatu dengan metode soklet dengan bahan pengekstraksi alkohol (96%) (Kholkute et al., 1976). Sebanyak 50 gram serbuk bunga kembang sepatu dimasukkan ke dalam alat ekstrak sokhlet dengan pelarut alkohol 96% sebanyak 250 ml. Ekstraksi dilakukan sampai dengan tujuh kali putaran atau sampai larutan ekstrak tidak berwarna lagi. Filtrat hasil ekstraksi kemudian diuapkan dengan penangas air sehingga diperoleh ekstrak kental berwarna coklat tua, selanjutnya hasil ekstrak diuapkan sehari semalam untuk mendapatkan ekstrak kering. Menurut Singh et al., (1982) ekstraksi bunga kembang sepatu dengan menggunakan alkohol adalah efektif sebagai antiimplantasi dan aktivitas aborsan (abortifacient activity) pada tikus. Kholhute (1976) melaporkan bahwa dengan membandingkan tiga macam bahan pengekstraksi yaitu: air, petroleum ether dan alkohol, didapatkan angka kebuntingan berturut-turut: 6/6 (100%), 5/6 (83,33%) dan 3/6 (50%). Ini berarti mendukung bahwa alkohol merupakan bahan pengekstraksi yang baik.

  Bunga kembang sepatu segar ⇓ dilayukan di tempat teduh (1-2 hari) ⇓ digiling halus dan diayak ⇓ diekstrasi dengan alkohol 96% ⇓ hasil ekstrasi

  Gb. 1. Skema Pembuatan Ekstrak Bunga Kembang Sepatu

III.3.2 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

  Kandang dibersihkan, diberi sekam padi sebagai alas, pakan dan minum (ad libitum). Mencit betina sebanyak 25 ekor yang sudah diketahui berat badannya dibagi secara acak menjadi lima kelompok perlakuan (empat perlakuan dan satu kontrol) dengan masing-masing perlakuan lima ulangan. Mencit-mencit itu diadaptasikan selama 14 hari dan masing-masing kelompok diberi tanda.

  Perlakuan yang diberikan setelah dilakukan adaptasi adalah sebagai berikut:

  1. Kelompok Kontrol (P0), diberikan CMC Na 1% 0,5 ml.

  2. Kelompok Perlakuan I (PI), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 2,1875 mg/hari/mencit.

  3. Kelompok Perlakuan II (PII), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 4,375 mg/hari/mencit.

  4. Kelompok Perlakuan III (PIII), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 8,75 mg/hari/mencit.

  5. Kelompok Perlakuan IV (PIV), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 17,5 mg/hari/mencit.

  Penentuan dosis ekstrak bunga kembang sepatu tersebut didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Kholkute (1976) dan Van Valkenburg (2001) yang membuktikan bahwa pada dosis 250 mg/kg BB ekstrak bunga kembang sepatu dalam alkohol 96% dapat mengurangi jumlah janin hingga 50% pada tikus betina.

  Semua perlakuan dilakukan satu kali sehari selama 10 hari. Masing-masing mencit diberi 0,5 ml/hari suspensi ekstrak bunga kembang sepatu secara peroral. Setelah 10 hari masa perlakuan selesai, mencit dibunuh selanjutnya dilakukan pembedahan guna mengambil ovarium. Ovarium mencit kemudian ditempatkan dalam. wadah berisi formalin 10% untuk dibuat preparat histologis.

III.4 Parameter Parameter yang diamati adalah jumlah folikel-folikel ovarium mencit.

  Folikel-folikel tersebut adalah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf 1.

  Folikel sekunder berkembang ke arah pusat stroma kortek. Folikel ini terdiri atas epitel banyak lapis terdiri dari sel-sel granulosa berbentuk polihedral dan mengitari oosit serta ditandai dengan berkembangnya zona pelluzida.

  2. Folikel tersier ditandai dengan pembentukan antrum folikuli. Antrum dibatasi oleh membran granulosa dan diisi oleh cairan folikel.

  3. Folikel de Graaf merupakan folikel tersier yang hampir mengalami ovulasi.

  Oosit berada ada salah satu sisi, dikelilingi oleh kumulus oophorus, teka interna dan teka eksterna, (Toelihere, 1981; Hafez, 1993).

  Penghitungan dilakukan pada dua sayatan dari setiap preparat histologis ovarium mencit, kemudian diambil rata-ratanya.

III.5 Rancangan dan Analisa Penelitian

  Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Varian. Adanya perbedaan-perbedaan yang nyata dalam pengujian analisis varian akan dilanjutkan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) lima persen untuk membandingkan perlakuan- perlakuan tersebut (Kusriningrum, 1989). Kriteria uji dengan Analisis Ragam adalah sebagai berikut: Bila F hitung > F tabel 5 %, berarti ada perbedaan yang nyata diantara perlakuan. Bila F hitung < F tabel 5%, berarti tidak ada perbedaan yang nyata diantara perlakuan.

BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf Data hasil pengamatan pengaruh ekstrak bunga kembang sepatu terhadap

  jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

  Tabel 1: Rata-Rata Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf dari Ovarium Mencit pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan.

FOLIKEL FOLIKEL FOLIKEL DE PERLAKUAN SEKUNDER TERSIER GRAAF

  c a a P0 9 ± 2,236 7,4 ± 1,673 2 ± 1,140 b b b

  5,4 ± 1,673 5,4 ± 1,516 0,8 ± 0,447

  P1 bc bc bc

  P2 4,6 ± 0,548 4,4 ± 2,073 0,6 ± 0,548 bc c bc

  P3 3,2 ± 1,923 4,2 ± 1,788 0,2 ± 0,447 c c c

  P4 2,8 ± 0,836 3,4 ± 0,548 Superskrip yang berbeda pada tabel satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

  Berdasarkan tabel diatas telah dilakukan analisis dengan uji F dan diperoleh F lebih besar dari F (0,05) (Lampiran 3,4,5), sehingga dapat

  hitung tabel

  disimpulkan bahwa pemberian ekstrak bunga kembang sepatu berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf.

  Untuk mengetahui apakah tiap-tiap perlakuan mempunyai pengaruh yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf nyata 5%.

  Hasil pengamatan folikel sekunder menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok PI, P2, P3 dan P4 (p<0,05) dengan P0, namun antara kelompok perlakuan PI, P2 dan P3 tidak terdapat perbedaan yang nyata, sedangkan kelompok P1 berbeda nyata dengan P4.

  Hasil pengamatan folikel tersier menunjukkan P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata (p<0,05) dengan P0 sedangkan antara P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata.

  Pada kelompok P1 dan P2 tidak berbeda nyata.

  Hasil pengamatan folikel de Graaf menunjukkan P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata (p<0,05) dengan P0. Antara P1 dengan P4 terdapat perbedaan nyata, sedangkan antara P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata.

BAB V PEMBAHASAN Efek antifertilitas ekstrak bunga kembang sepatu terhadap mencit betina

  dapat diketahui dengan mengamati jumlah folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf. Pengamatan dan penghitungan terhadap jumlah folikel yang dikehendaki berdasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh masing-masing folikel.

  Siklus birahi mencit betina menurut aktivitas ovarium dibagi menjadi dua fase yaitu fase folikuler dan fase luteal (Toelihere, 1981). Separuh siklus yang berawal dari saat menstruasi dan terisi dengan perkembangan folikel disebut fase folikuler. Periode setelah ovulasi dimana corpus luteum menjadi fungsional disebut fase luteal (Bevelander dan Ramalay, 1979). Pada penelitian perlakuan diberikan selama 10 hari yaitu dua kali siklus birahi mencit, hal ini dimaksudkan jika ada salah satu fase yang terlewat pada lima hari pertama maka akan ditutupi pada pemberian lima hari yang kedua.

  Tahapan perkembangan folikel terjadi pertumbuhan pada waktu hewan betina masih berada di dalam kandungan dan setelah lahir (Partodihardjo, 1992).

  Dalam tahap ini terjadi folikel primer yang berasal dari satu sel epitel benih yang membelah diri. Folikel primer terdiri dari satu sel telur yang dikelilingi selapis epitel pipih yang berkumpul di bawah kulit ovarium yang tipis disebut tunika albugenia dan sel telurnya tidak terbungkus oleh membran vitellin. Menurut Toelihere (1981) dan Guyton (1996), folikel primer tidak dibentuk dalam kehidupan dewasa betina. Sesudah masa pubertas FSH dan LH dari kelenjar hipofisa anterior mulai disekresikan dalam jumlah besar sehingga ovarium bersama folikelnya mulai tumbuh. Dari hasil penghitungan jumlah folikel primer menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena folikel primer telah dibentuk pada saat hewan betina baru lahir dan tidak dibentuk lagi pada masa pubertas, disamping itu pembentukan folikel primer tidak terpengaruh oleh FSH dan LH (Guyton, 1996) sehingga pemberian zat yang bersifat antigonadotropin tidak mempengaruhi jumlah folikel primer, hal tersebut yang menjadi alasan untuk tidak melakukan penghitungan terhadap jumlah folikel primer.

  Folikel sekunder merupakan perkembangan lebih lanjut dari folikel primer yang terjadi saat hewan betina telah lahir dan menjalani proses pendewasaan tubuh. Ukurannya lebih besar karena sel-sel granulosanya lebih banyak, letaknya agak jauh dari permukaan ovarium. Ovumnya telah mempunyai pembungkus tipis yang disebut membrana vitellin dan terdapat membrana yang lebih tebal yang disebut zona pellucida (Ismudiono, 1999). Dari hasil penghitungan jumiah folikel didapatkan adanya perbedaan antara kelompok kontrol dengan seluruh kelompok yang menerima ekstrak bunga kembang sepatu. Perbedaan nyata terjadi antara kelompok P1, P2, P3 dan P4 (p<0,05) dengan P0, namun antara kelompok P1, P2 dan P3 tidak terdapat perbedaan yang nyata. Sedangkan kelompok P1 berbeda nyata dengan P4.

  Folikel tersier ditandai dengan lebih banyaknya sel-sel granulosa sehingga folikel tampak lebih besar, letaknya lebih jauh dari permukaan dan adanya antrum folikuli yang berisi cairan yang disebut liquor folikuli (Toelihere, 198 1). Dari hasil penghitungan jumlah folikel didapatkan hasil bahwa pada P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata (p<0,05) dengan P0 sedangkan antara P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata. Pada kelompok P1 dan P2 tidak berbeda nyata.

  Folikel de Graaf adalah bentuk terakhir dan terbesar pada folikel ovarium yang terjadi beberapa hari menjelang estrus. Ovum dalam folikel de Graaf dibungkus oleh massa sel yang membungkusnya, menonjol ke dalam ruang antrum yang penuh dengan cairan folikel (Partodihardjo, 1992). Dari hasil perhitungan menunjukkan P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata (p<0,05) dengan P0. Antara kelompok P1 dan P4 terdapat perbedaan nyata, sedangkan antara kelompok P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata.

  Kegiatan fisiologis kelenjar ovarium sangat tergantung kepada aktivitas kelenjar hipofisa anterior. Hormon gonadotropin dari kelenjar hipofisa anterior memegang peranan penting dalam mengatur aktivitas ovarium dalam suatu siklus birahi. Hormon FSH dan LH mendorong pertumbuhan dan terjadinya ovulasi folikel-folikel yang ada pada ovarium. (Hardjopranjoto, 1995).

  Ekstrak bunga kembang sepatu diduga mengandung senyawa steroid sintetis (Sing et al., 1982). Bahan steroid dapat disintesis dari flavonoid, triterpenoid dan saponin. Hormon steroid bisa menekan produksi gonadotropin (Katzung, 1995; Meles, 1997). Oleh karena itu adanya hormon steroid dalam sediaan akan mengakibatkan gangguan sekresi FSH dan LH. Gangguan sekresi FSH dan LH akan berpengaruh terhadap perkembangan folikel, pematangan folikel serta gangguan ovulasi.

  Menurut Robinson (1991) flavonoid dan triterpenoid dapat menghambat mono amina oksidase (MAO). Hambatan pada MAO akan mempengaruhi metabolisme norepinefrin yang menyebabkan norepinefrin tidak dapat diubah menjadi asam 3-metoksi 4-hidroksimandelat yang tidak aktif (Granner, 1987).

  Meningkatnya norepineprin pada ujung saraf simpatis maupun dalam sirkulasi darah akan menekan pelepasan GnRH di hipotalamus yang berperan merangsang produksi hormon gonadotropin. Gangguan pelepasan GnRH akan menghambat sekresi FSH dan LH. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terganggunya proses pematangan folikel yang dapat diketahui dengan menurunnya jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf dibandingkan dengan kontrol.