PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT

TESTIS MENCIT SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Kurniawan Adi Putranto G0008118 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit

Kurniawan Adi Putranto, NIM : G.0008118, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Jumat, Tanggal 04 November 2011

Pembimbing Utama

Nama : Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes. NIP : 19640810 199802 2 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Jarot Subandono, dr., M.Kes. NIP : 19680704 199903 1 001

Penguji Utama

Nama : Muthmainah, dr., M.Kes. NIP : 19660702 199802 2 001

Anggota Penguji

Nama : Rosalia Sri Hidayati, dr., M.Kes. NIP : 19470927 197610 2 001

Surakarta, ………………….

Ketua Tim Skripsi

Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 30 Oktober 2011

Kurniawan Adi Putranto

G0008118

Kurniawan Adi Putranto, G0008118, 2011, Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit, Fakultas Kedokeran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Melihat perubahan struktur histologis testis pada mencit yang diberi Monosodium Glutamate (MSG) dalam dosis rerata konsumsi di Indonesia dan mengetahui hubungan peningkatan dosis Monosodium Glutamate (MSG) dengan penurunan jumah spermatid.

Metode Penelitian: Eksperimental laboratorium dengan the posttest only control group design . Mencit jantan sebanyak 27 ekor dibagi dalam 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan 1-2 (PI-PII). Kelompok kontrol mencit diberi aquades selama 10 hari berturut-turut. Kelompok perlakuan I (PI) diberikan Monosodium Glutamate 1,56 mg/20 gram BB per hari melalui oral selama 10 hari. Kelompok perlakuan II (PII) diberikan Monosodium Glutamate 3,12 mg/20 gram BB per hari melalui oral selama 10 hari. Pada hari ke-11, mencit dikorbankan dan diambil testisnya untuk pembuatan preparat dengan pengecatan HE kemudian diamati dengan menghitung jumlah sel spermatid pada preparat testis kanan dan kiri dalam satu kelompok mencit. Data dianalisis dengan uji Oneway Anova dan uji LSD.

Hasil Penelitian: Jumlah rerata sel spermatid kiri dan kanan pada kelompok kontrol adalah 126,56 ± 17,42; kelompok perlakuan I (PI) adalah 74,22 ± 10,46; dan kelompok perlakuan II (PII) adalah 51,78 ± 6,64. Hasil uji statistik Oneway Anova menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dalam ketiga kelompok penelitian (p = 0,00). Hasil uji statistik LSD juga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara ketiga kelompok dengan masing-masing p = 0,00.

Simpulan Penelitian: Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) dalam dosis konsumsi rerata di Indonesia dapat mempengaruhi gambaran histologis testis mencit yang ditandai dengan penurunan jumlah sel spermatid mencit. Jumlah sel spermatid semakin menurun seiring dengan semakin besarnya dosis Monosodium Glutamate (MSG).

Kata Kunci: monosodium glutamate, dosis konsumsi Indonesia, testis

Kurniawan Adi Putranto, G0008118, 2011, The Effect of Monosodium Glutamate (MSG) usage on Histological Structure of Mice’s Testis, Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: This study aims to look at changes in histological structure of testis in

mice fed Monosodium Glutamate (MSG) in a dose of average consumption in Indonesia and also to test the corelation between Monosodium Glutamate (MSG) dose increase to spermatid cells decrease in amount.

Methods: Experimental laboratory with the posttest only control group design. Twenty-seven male mice were divided into 3 groups: control group (K) and treatment group 1-2 (PI-PII). The control group mice were given distilled water for 10 consecutive days. The treatment group I (PI) being tested per day for 10 consecutive days by giving Monosodium Glutamate for 1,56mg/20g of body weight. The treatment group II (PII) were given Monosodium Glutamate 3,12 mg/20g of body weight per day orally for 10 days. On day 11, mice were killed and testis were taken for making preparations with HE painting. Histological structure of mice’s testis was observed by counting the number of spermatid cells on the right and left testicular preparations in one group of mice. The data analyzed by Oneway ANOVA test and LSD.

Results: The average number of left and right spermatids cells in the control group was 126.56 ± 17.42; treatment group I (PI) was 74.22 ± 10.46; and treatment group II (PII) was 51.78 ± 6.64. Oneway ANOVA statistical test results indicate a significant difference in all three study groups (p = 0.00). LSD statistical test results also showed significant differences between the three groups in comparison p = 0.00.

Conclusion: The effect of Monosodium Glutamate (MSG) in a dose of average consumption in Indonesia changes histological structure of testis which the sign is the decrease in the number of spermatid cells on mice. The number of spermatid cells decreased along with the increased of given doses of Monosodium Glutamate (MSG).

Keywords: monosodium glutamate, dose consumption of Indonesia, testis

Puji syukur kepada Allah karena atas limpahan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit”.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan FK UNS Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Mbak Enny dan Mas Nardi sebagai Staf Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.

3. Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes. selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Jarot Subandono, dr., M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan semangat, bimbingan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Penguji Utama yang telah memberikan

bimbingan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Rosalia Sri Hidayati, dr., M.Kes., selaku Penguji Pendamping yang telah

memberikan masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Papa, Mama, dan saudaraku Evi Dewi Kusumawati,SE.Ak., yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, dan segalanya untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Pak Sukidi dan Mbak Dewi sebagai Staf Laboratorium Histologi FK UNS yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh sahabat dan rekan sejawat Pendidikan Dokter 2008 FK UNS atas

segala kebersamaan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulisan sebutkan satu-persatu atas bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 30 Oktober 2011 Penulis

J. Teknik Analisis Data ..............................................................

21

BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................

22

A. Data Hasil Penelitian ..............................................................

22

B. Analisis Data ...........................................................................

24

BAB V. PEMBAHASAN..........................................................................

30

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................

35

A. Simpulan .................................................................................

35

B. Saran .......................................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

36

LAMPIRAN .................................................................................................

39

Tabel 1

Nilai Rerata Sel Spermatid Testis Kiri dan Kanan dari Masing-Masing Kelompok ...................................................

22

Tabel 2

Hasil Uji Normalitas Saphiro-Wilk Test ..............................

25

Tabel 3

Hasil Uji One Way Anova ....................................................

27

Tabel 4

Hasil Post Hoc Test menggunakan Least Significant Different (LSD) ....................................................................................

29

Gambar 1. Grafik Jumlah Rerata Sel Spermatid Testis Kiri dan Kanan

Tiap Kelompok ........................................................................

23

Gambar 2. Preparat Kontrol Testis Kiri .....................................................

47

Gambar 3. Preparat Kontrol Testis Kanan .................................................

47

Gambar 4. Preparat Perlakuan I Testis Kiri ................................................

48

Gambar 5. Preparat Perlakuan I Testis Kanan ............................................

48

Gambar 6. Preparat Perlakuan II Testis Kiri ..............................................

49

Gambar 7. Preparat Perlakuan II Testis Kanan ..........................................

49

Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Mikroskopis .................................

39

Lampiran 2. Hasil Analisis Data PASW 18.0 ........................................

40

Lampiran 3. Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan .......................

44

Lampiran 4. Perhitungan Penurunan Jumlah Rerata Sel Spermatid .......

45

Lampiran 5. Foto Kegiatan Penelitian ....................................................

46

Lampiran 6. Preparat Kontrol dan Perlakuan .........................................

47

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Monosodium Glutamate atau biasa dikenal dengan MSG merupakan penyedap rasa yang digunakan dalam keperluan sehari-hari (Sabri, 2006). Monosodium Glutamate merupakan garam natrium dari asam glutamat (FSANZ, 2003). Asam glutamat merupakan salah satu asam amino yang juga terkandung dalam makanan, biasanya sekitar 5-20 % dari total kandungan asam amino, baik dalam bentuk bebas maupun terikat dengan peptida atau protein (Geha et al., 2000).

Konsumsi Monosodium Glutamate rata-rata 5-12 gram per hari di Eropa, di negara Inggris 590 mg per hari, di negara Industri sekitar 0,3- 1,0 gram per hari dan di Indonesia sekitar 0,6 gram per hari (FSANZ, 2003; Beyreuther, 2006; Geha et al., 2000; Prawirohardjono, 2000). Di Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa Monosodium Glutamate aman (Geha et al., 2000).

Penggunaan Monosodium Glutamate ini mulai kontroversial sejak keluarnya klaim bahwa konsumsi MSG banyak merugikan orang pada tahun 1960, sehingga mulai banyak penelitian mengenai MSG (FSANZ, 2003). Pada tahun 2006, pemberian MSG dengan dosis (2,4; 4,8; dan 9,6) mg/mL aquades pada induk mencit umur kehamilan 0-16 hari

tikus umur 5 hari yang induknya diberi Monosodium Glutamate peroral selama gestasi dengan dosis 4800 mg/kg BB dan 9600 mg/kg BB terjadi kerusakan ringan dan berat pada sel neuron hipotalamus berupa edema sel disertai piknotik inti (Sukawan, 2008). Pada tahun 2009, penelitian Monosodium Glutamate terhadap endometrium pada mencit betina dengan dosis 6 mg/kg BB secara oral menunjukkan penurunan ketebalan epitel, diameter pembuluh darah, perubahan konfigurasi kelenjar dan kepadatan stroma (Muchsin, 2009). Efek Monosodium Glutamate pada tuba fallopi tikus betina dewasa galur Wistar dengan dosis 0,04 mg/kg BB terjadi hipertrofi sel epitel kolumner, degenerasi sel dan terjadi atrofi, sedangkan dosis 0,08 mg/kg BB lebih berat efeknya (Eweka et al.,2010).

Penelitian pengaruh MSG terhadap testis dengan dosis 2400; 4800; dan 9600 mg/kg BB/hari yang diberikan secara oral pada tikus jantan dapat mengecilkan diameter inti, begitu pula dalam dosis

4 mg/gram BB pada tikus jantan secara intraperitonial yang dilakukan selama 15 dan 30 hari menunjukkan efek pada penurunan berat testis dan jumlah sperma (Iryani, 2003; Siregar, 2008; Nayanatara et al., 2008). Ketiga penelitian tersebut menunjukkan hasil yang sama, namun penulis belum pernah menjumpai adanya penelitian mengenai MSG dalam dosis rata-rata konsumsi di Indonesia, sehingga penulis mempunyai pemikiran akan melakukan penelitian mengenai dampak MSG terhadap testis

B. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini akan diteliti apakah pemberian Monosodium Glutamate (MSG) dalam dosis rerata konsumsi di Indonesia menyebabkan perubahan gambaran histologis testis pada mencit?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian ini tujuan umum untuk melihat perubahan struktur histologis testis, dalam hal ini penurunan jumlah spermatid pada mencit yang diberi Monosodium Glutamate (MSG) dalam dosis rerata konsumsi di Indonesia.

2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peningkatan dosis Monosodium Glutamate (MSG) dengan penurunan jumah spermatid.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh Monosodium Glutamate (MSG) terhadap jumlah spermatid pada hewan coba (mencit) yang menjadi landasan untuk penelitian pada kesehatan manusia.

2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat, khususnya kepada pengguna Monosodium Glutamate (MSG) tentang pengaruh buruk pada kesehatan.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Monosodium Glutamate

Monosodium Glutamate ditemukan pada tahun 1909 oleh Dr.Kikunae Ikeda. Monosodium Glutamate dihasilkan melalui isolasi logam garam asam glutamat dari rumput laut coklat (konbu) yang sering digunakan pada masakan Jepang dan pengakuan bahwa garam (mono) sodium dari asam glutamat memberi rasa yang sangat diinginkan untuk makanan. Dr.Kikunae Ikeda mengklaim bahwa rasa yang akan muncul di makanan adalah lezat, enak, dan nikmat. Monosodium Glutamate sebenarnya tidak enak, bahkan sering terasa pahit dan asin, namun pada konsentrasi rendah pada makanan akan membuat rasa dan kenikmatan makanan tersebut akan bertambah (Halpern, 2002).

Struktur Kimia Monosodium Glutamate ( Xiong et al., 2009) Monosodium Glutamate merupakan metabolit yang penting dalam metabolisme asam amino dan sumber energi utama pada sel otot jantung.

berasal dari asam atau hidrolisa protein (Geha et al., 2000).

Monosodium Glutamate sekarang menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia, bahkan menjadi bahan penambah rasa yang paling banyak dipakai di Asia Tenggara (Geha et al., 2000; Prawirohardjono et al., 2000).

Glutamat melakukan peran penting dalam metabolisme perantara dan hadir dalam jumlah besar pada organ dan jaringan tubuh. Beberapa peran metabolik penting glutamat:

a. Substrat untuk sintesis protein

Asam glutamat memiliki fisik dan karakteristik kimia yang membuatnya menjadi penyumbang mendasar dari sekunder struktur protein, yaitu α-heliks (Young dan Ajami, 2000).

b. Pasangan transaminasi dengan α-ketoglutarate L-glutamat disintesis dari amonia dan α-ketoglutarate (perantara dari

siklus asam sitrat) dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh L-glutamat dehidrogenase . Reaksi ini penting dalam biosintesis semua asam amino, karena glutamat adalah donor gugus amino dalam biosintesis dari asam amino lain melalui reaksi transaminasi (Lehninger, 2008).

c. Substrat untuk produksi glutation - glutation, tripeptida terdiri dari asam glutamat, sistein dan glisin, hadir di semua sel hewan dan c. Substrat untuk produksi glutation - glutation, tripeptida terdiri dari asam glutamat, sistein dan glisin, hadir di semua sel hewan dan

d. Sebuah prekursor N-acetylglutamate (Brosnan, 2000).

e. Sebuah neurotransmitter penting: Glutamat adalah pemancar rangsang utama dalam otak, mediasi transmisi sinaptik cepat dan aktif dalam sepertiga dari pusat sistem saraf sinapsis (Watkins dan Evans, 1981).

f. Sebuah sumber energi yang penting untuk mukosa (Young dan Ajami, 2000).

2. Testis

a. Struktur Histologis Testis

Sistem reproduksi laki-laki terdiri atas testis, duktus genetalis, kelenjar-kelenjar tambahan dan penis. Testis merupakan kelenjar tubuler kompleks yang mempunyai dua fungsi yaitu reproduktif dan hormonal. Testis dikelilingi oleh kapsula jaringan pengikat kolagen tunika albugenia. Tunika albugenia mempunyai penebalan pada bagian posterior mediastinum testis, dari mana septa fibrosa menonjol ke dalam kelenjar membagi kelenjar menjadi sekitar 250 ruang-ruang piramida dan yang dinamakan lobus testis. Septa ini tidak sempurna dan sering-kali terbentuk hubungan antara lobulus-lobulus. Tiap-tiap lobulus ditempati oleh satu sampai empat tubulus seminiferus yang terbenam dalam selaput jaringan pengikat longgar yang kaya akan

kemudian tersuspensi dalam skrotum di luar rongga abdomen pada ujung funikulus spermatikus, masing-masing membawa kantong serosa dari peritoneum yang dinamakan tunika vaginalis. Tunika ini terdiri atas lapisan parietal pada bagian luar dan lapisan viseral pada bagian dalam, menutupi tunika albugenia pada sisi anterior dan lateral testis. Kantong skrotum mempunyai peran penting dalam mempertahankan testis pada suhu di bawah suhu intra abdominal (Guyton dan Hall, 2006).

Tubulus seminiferus dibatasi oleh epitel berlapis kompleks dengan panjang 30-70 cm. Tubulus kontortus membentuk jala-jala, di mana tiap-tiap tubulus berujung buntu atau bercabang. Pada ujung apikal tiap-tiap tubulus, lumen menyempit dan epitel yang membatasi dengan segera berubah menjadi lapisan selapis kubis yang mempunyai satu flagella. Segmen yang pendek ini dikenal sebagai tubulus rektus atau tubulus lurus, yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan saluran-saluran anastomosis yang dibatasi oleh epitel labirin, rete testis. Rete testis yang terdapat dalam jaringan pengikat mediastinum dihubungkan dengan bagian cephalik epididimus oleh 10-20 duktuli eferentus (Paulsen, 2000).

Tunika propria fibrosa yang meliputi tubulus seminiferus terdiri atas beberapa lapisan fibroblas. Lapisan paling dalam yang melekat pada jaringan pengikat dekat dengan lamina basalis terdiri Tunika propria fibrosa yang meliputi tubulus seminiferus terdiri atas beberapa lapisan fibroblas. Lapisan paling dalam yang melekat pada jaringan pengikat dekat dengan lamina basalis terdiri

Epitel terdiri atas dua jenis sel yaitu sel sertoli dan sel seminal. Sel sertoli adalah sel piramidal panjang yang saling bertautan dengan sel-sel spermatogenik. Pada mikroskop cahaya, sel sertoli mempunyai sitoplasma yang batasnya tidak nyata, bahkan hampir tidak terlihat, sel ini berbentuk irregular. Pada pemeriksaan mikroskop elektron, sel ini mengandung banyak retikulum endoplasma halus, sedikit retikulum endoplasma kasar, aparatus golgi yang berkembang baik, banyak mitokondria dan lisosom. Inti yang memanjang sering berbentuk segitiga, mempunyai banyak lipatan dan menunjukkan sedikit kromatin yang dapat dilihat. Pinggir-pinggir sel sertoli dibatasi oleh hubungan okludens sehingga mengakibatkan sel-sel ini membentuk selubung kontinu yang mengelilingi lumen tubulus seminiferus. Di bawah sel-sel sertoli terletak lamina basalis dan ruang ekstratubuler yang mengandung pembuluh darah dan limfe. Sel-sel sertoli minimal mempunyai tiga fungsi utama:

1) Penyokong, pelindung dan mengatur nutrisi spermatozoa yang sedang berkembang.

2) Fagositosis sitoplasma spermatid yang berlebihan.

3) Sekresi cairan yang mengalir ke arah duktus genitalis yang diperlukan untuk transpor sperma (Junqueira dan Carneiro, 2007 ).

b. Histofisiologi Testis

Perkembangan sistem reproduksi laki-laki dimulai tujuh minggu setelah konsepsi hingga 85 hari, dan organ reproduksi laki- laki hingga lengkap perkembangannya, termasuk turunnya testis kira- kira pada kehamilan tujuh bulan. Sperma belum terbentuk sampai pubertas, di mana rangsangan internal dan eksternal memacu pelepasan hormon spesifik (Syahrum, 1994).

Pada otak, hypothalamic releasing factors secara teratur melepas Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari pituitari menuju aliran darah. FSH menstimuli sel Sertoli pada testis dan juga mengakibatkan pelepasan hormon kedua dari pituitari yaitu Luteinizing Hormone (LH). Target LH juga pada sel yang khusus pada testis yaitu sel Leydig, di mana mensintesis dan melepaskan hormon steroid laki-laki yaitu testosteron. Struktur kimia dari FSH dan LH pada laki-laki dan perempuan identik, hanya target selnya dan respons biologisnya yang berbeda. Tiga sel Leydig melepas kira-kira 7 mg testosteron per hari, di mana dibutuhkan dalam produksi sperma, perilaku seksual, tanda kelamin sekunder, dan perkembangan organ tambahan. Sel Sertoli dan sel Leydig diperlukan untuk proses reproduksi (Guyton dan Hall, 2006).

Proses spermatogenesis merupakan proses dinamik yang menyebabkan jumlah sel pada setiap kelompok tetap sehingga membuat sistem reproduksi laki-laki khas. Proses ini butuh waktu Proses spermatogenesis merupakan proses dinamik yang menyebabkan jumlah sel pada setiap kelompok tetap sehingga membuat sistem reproduksi laki-laki khas. Proses ini butuh waktu

1) melanjutkan diri seperti sel induk, setelah satu atau l e bi h pembelahan mitosis dan sel-sel spermatogonia A terus menjadi sumber spermatogonia.

2) membelah dan tumbuh lebih besar dari spermatogonia induk

yang dinamakan spermatogonium (Paulsen, 2000).

Spermatogonia B menghasilkan spermatosit primer. Spermatosit primer merupakan sel yang terbesar dari turunan sel spermatogenik yang ditandai dengan adanya kromosom dalam berbagai stadium proses pemilinan dalam intinya. Spermatosit primer kemudian mengalami stadium profase pembelahan meiosis pertama (kira-kira 22 hari). Pada awal pembelahan, spermatosit primer mempunyai 46 (44 + XY) kromosom dan DNA sejumlah 4 N. Selama stadium meiosis, crossing over gen-gen kromosom bergerak ke arah masing-masing kutub. Hasil dari pembelahan ini didapatkan sel-sel yang lebih kecil dan disebut spermatosit sekunder dengan kromosom

pengurangan jumlah DNA per sel (4 N menjadi 2 N). Spermatosit sekunder sukar ditemukan dalam potongan testis karena spermatosit sekunder tetap dalam interfase yang sangat singkat dan cepat masuk dalam pembelahan meiosis kedua (sel yang singkat hidupnya). Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid (23 kromosom). Pada pembelahan kedua ini, jumlah DNA sel berkurang separuh membentuk sel-sel haploid (N). Hal ini terjadi karena tidak ada fase S (sintesis DNA) antara meiosis pertama dan kedua dari spermatosit. Pada fertilisasi, akan kembali menjadi diploid normal (Guyton dan Hall, 2006).

Spermatid merupakan sel hasil pembelahan spermatosit sekunder yang dapat dibedakan dari ukuran inti selnya yang kecil dengan daerah kromatin yang padat dan terletak pada bagian tengah tubulus seminiferus. Proses spermatositogenesis berakhir lalu dilanjutkan spermiogenesis yang dimulai dari spermatid sampai pembentukan spermatozoa melalui proses diferensiasi (Paulsen, 2000).

Selama pembelahan spermatogonia, sel-sel yang dihasilkan tidak terpisah sama sekali tapi tetap dihubungkan satu sama lain oleh jembatan-jembatan sitoplasma. Jembatan-jembatan interseluler menyelenggarakan komunikasi antara setiap spermatosit primer dan sekunder dan spermatid yang berasal dari seri spermatogonium.

urutan peristiwa dalam spermatogenesis. Bila proses spermatogenesis telah selesai penanggalan sitoplasma dan jembatan-jembatan sitoplasma sebagai badan-badan residu mengakibatkan pemisahan spermatid (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Sperma yang diproduksi manusia per hari, lebih sedikit dibanding mamalia yang lain. Laki-laki dikatakan infertil jika ejakulatnya berisi kurang dari 20 juta sperma per milimeter. Jumlah sperma tiap ejakulat perlu untuk memperkecil kegagalan dalam pencapaian dan fertilitas ovum. Rata-rata hitung sperma manusia 100 juta per milimeter dari ejakulat, dengan kisaran 76.4 – 127 juta permilimeter (Achard et al., 2009).

3. Hubungan Monosodium Glutamate (MSG) dengan Testis

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Monosodium Glutamate berpengaruh terhadap berbagai organ tubuh, salah satunya adalah testis. Para peneliti menduga bahwa Monosodium Glutamate berpengaruh dalam menurunkan kadar Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Penurunan kadar ini dikaitkan dengan kerusakan yang terjadi di hipotalamus setelah pemberian Monosodium Glutamate. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan pada neuron yang mensekresikan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), sehingga terjadi penurunan kadar GnRH yang berperan pada regulasi FSH dan LH, dan berakibat Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Monosodium Glutamate berpengaruh terhadap berbagai organ tubuh, salah satunya adalah testis. Para peneliti menduga bahwa Monosodium Glutamate berpengaruh dalam menurunkan kadar Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Penurunan kadar ini dikaitkan dengan kerusakan yang terjadi di hipotalamus setelah pemberian Monosodium Glutamate. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan pada neuron yang mensekresikan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), sehingga terjadi penurunan kadar GnRH yang berperan pada regulasi FSH dan LH, dan berakibat

B. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) pada mencit akan menyebabkan perubahan struktur histologis testis yaitu berupa penurunan jumlah sel spermatid.

Perubahan struktur

Penurunan kadar

Hipotalamus

GnRH

Hipofisis Anterior

FSH

LH

Merusak neuron

Terjadi penurunan

Testis

Sel Sertoli

MSG

Tubulus Seminiferus

Sel Leydig

Penurunan jumlah

Sel Spermatid

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat Eksperimental Laboratorium dengan desain penelitian the posttest only controled group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan galur Swiss Webster berumur 2-4 bulan, dengan berat badan ± 20 gram.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara incidental sampling. Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer, di mana (t) adalah jumlah ulangan untuk tiap perlakuan dan (n) adalah jumlah subjek. (n-1) (t-1) > 15 (n-1) (3-1) > 15

2n > 17 n > 8,5 » 9

Berdasarkan perhitungan di atas, peneliti memutuskan bahwa jumlah subjek yang akan dipakai dalam penelitian adalah 9 ekor mencit jantan pada tiap kelompoknya, sehingga jumlah total mencit yang digunakan adalah 27 ekor.

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah the posttest only controled group design (Taufiqurrahman, 2004).

KP : (X)

O1

KK :(-)

O2

Keterangan: KP : Kelompok perlakuan KK : Kelompok kontrol (X) : Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) ( - ) : Tanpa perlakuan (pemberian aquades) O1 : Hasil pengukuran efek pada kelompok perlakuan O2 : Hasil pengukuran efek pada kelompok kontrol

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) dengan dosis pemberian yang bervariasi.

2. Variabel terikat

Perubahan gambaran histologis testis pada mencit dengan cara penghitungan sel spermatid.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) Cara pemberian Monosodium Glutamate (MSG) pada mencit melalui oral menggunakan sonde lambung dengan dosis I: 1,56 mg/20 gram BB per hari dan dosis II: 3,12 mg/20 gram BB per hari. Pemberian MSG dilakukan selama 10 hari berturut-turut. Alasan pemberian dosis selama 10 hari karena sesuai dengan lama satu siklus spermatogenesis mencit (Nalbandov, 1990). Skala pengukuran untuk variabel bebas adalah skala ordinal.

2. Variabel terikat

Perubahan struktur histologis testis pada mencit, yang dimaksud dengan perubahan struktur histologis testis pada mencit adalah perubahan struktur mikroskopis pada testis mencit setelah diberi perlakuan dengan MSG. Dinilai dengan menghitung jumlah

dilakukan dengan cara memilih tubulus seminiferus yang bulat dan memiliki sekitar 5-6 sel leydig, namun setelah pengamatan diperoleh hasil bahwa jumlah tersebut sangat sedikit pada preparat, sehingga diturunkan menjadi 3-5 sel leydig di sekitar tubulus lalu dihitung jumlah sel spermatid yang ada di dalamnya. Jumlah sel spermatid dihitung pada preparat testis kanan dan kiri dalam satu kelompok mencit. Perhitungan jumlah sel spermatid testis kanan mewakili satu nilai, begitu pula jumlah sel spermatid testis kiri pada kelompok mewakili satu nilai, sehingga dalam tiap kelompok ada 18 data jumlah sel spermatid.

Pengukuran variabel terikat tersebut menggunakan skala rasio.

H. Alat dan Bahan

a. Kandang hewan percobaan untuk 3 kelompok hewan percobaan di mana tiap kelompok ada 9 ekor.

b. Makanan hewan percobaan pelet dan minum dari air PAM.

c. Monosodium Glutamate.

d. Timbangan duduk dan timbangan neraca.

e. Alat pembedahan hewan percobaan (pinset, pisau bedah, gunting anatomis, jarum, meja lilin).

f. Alat dan bahan untuk pembuatan sediaan histologis testis.

g. Mikroskop cahaya merk Olympus.

i. Gelas ukur dan pengaduk

I. Cara Kerja

1. Langkah I Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS. Suhu dan kelembaban ruangan tetap dijaga.

2. Langkah II: Pengelompokkan Subjek Pengelompokkan subjek dilakukan setelah adaptasi. Pengelompokkan dilakukan secara random menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Kelompok kontrol (K) terdiri dari 9 ekor mencit yang diberi makan pelet dan air minum PAM tak terbatas selama 10 hari.

b. Kelompok perlakuan I (P1) terdiri dari 9 ekor mencit yang diberi makan pelet dan air minum PAM tak terbatas dan diberikan Monosodium Glutamate 1,56 mg/20 gram BB per hari melalui oral selama 10 hari.

c. Kelompok perlakuan II (P2) terdiri dari 9 ekor mencit yang diberi makan pelet dan air minum PAM tak terbatas dan diberikan Monosodium Glutamate 3,12 mg/20 gram BB per hari melalui oral selama 10 hari.

3. Langkah III : Penentuan dosis Monosodium Glutamate (MSG)

a. Konsumsi Monosodium Glutamate (MSG) di Indonesia adalah 0,6 gram/hari (Prawirohardjono et al., 2000).

mencit dengan berat badan 20 gram adalah 0,0026, jadi dosis untuk mencit: 0,6 gram x 0,0026/20 gram BB mencit = 0,00156 gram/20 gram BB mencit » 1,56 mg/20 gram BB mencit Jadi dosis I digunakan 1,56 mg/20 gram BB mencit per hari Sedangkan dosis II menggunakan dosis dua kali lipat dari dosis I, sehinga dosis II untuk mencit sebesar: 1,2 gram x 0,0026/20 gram BB mencit = 0,00312 gram/20 gram BB mencit » 3,12 mg/20 gram BB mencit

4. Langkah IV : Pengambilan Jaringan dan Pembacaan Preparat Semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher setelah waktu yang ditentukan di atas dan dilakukan pembedahan untuk mengambil organ testis, kemudian dibersihkan dari jaringan sekitarnya. Tiap mencit diambil testis kanan dan kiri, masing-masing testis dibuat tiga preparat. Jaringan difiksasi dalam larutan Bouin selama 3 jam, Pembuatan preparat dengan menggunakan metode parafin. Pewarnaan yang digunakan adalah Hematoxylin Eosin. Preparat dilihat dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400×. Pembacaan preparat dilakukan dengan cara mengambil satu dari tiga preparat yang dibuat. Pengambilan ini dilakukan secara acak, kemudian dihitung spermatid yang tampak pada tubulus seminiferus. Dari tiap preparat diamati satu tublus seminiferus yang bulat dan 4. Langkah IV : Pengambilan Jaringan dan Pembacaan Preparat Semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher setelah waktu yang ditentukan di atas dan dilakukan pembedahan untuk mengambil organ testis, kemudian dibersihkan dari jaringan sekitarnya. Tiap mencit diambil testis kanan dan kiri, masing-masing testis dibuat tiga preparat. Jaringan difiksasi dalam larutan Bouin selama 3 jam, Pembuatan preparat dengan menggunakan metode parafin. Pewarnaan yang digunakan adalah Hematoxylin Eosin. Preparat dilihat dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400×. Pembacaan preparat dilakukan dengan cara mengambil satu dari tiga preparat yang dibuat. Pengambilan ini dilakukan secara acak, kemudian dihitung spermatid yang tampak pada tubulus seminiferus. Dari tiap preparat diamati satu tublus seminiferus yang bulat dan

J. Analisis Data

Analisis data perubahan struktur histologis testis diuji menggunakan uji One Way Anova, perbedaan mean antarkelompok uji menggunakan Least Significant Different (LSD) dengan batas kemaknaan

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yaitu jumlah sel spermatid yang berskala rasio, dihitung dari preparat hewan coba. Preparat yang dipilih adalah satu tubulus seminiferus dari preparat irisan testis kanan dan satu tubulus seminiferus dari preparat testis kiri per kelompok dengan kriteria tubulus seminiferus bulat dan memiliki 3-5 sel leydig. Penghitungan preparat dilakukan dengan menghitung jumlah spermatid preparat testis kanan dan testis kiri, kemudian ditotal dalam satu kelompok dan dihitung rerata sel spermatid tiap kelompok.

Tabel 1. Nilai Rerata Sel Spermatid Testis Kiri dan Kanan dari Masing-

Masing Kelompok

Kelompok

Rerata sel spermatid

Standar

testis kiri dan kanan

Deviasi Kontrol

17,42 Perlakuan I

10,46 Perlakuan II

Tabel 1 memperlihatkan nilai rerata sel spermatid tiap kelompok.

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2

Gambar 1. Grafik Jumlah Rerata Sel Spermatid Testis Kiri dan Kanan

Tiap Kelompok

Grafik di atas menunjukkan bahwa rerata sel spermatid setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) mengalami penurunan yang terlihat antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Jumlah sel spermatid makin menurun sebanding dengan bertambahnya jumlah dosis Monosodium Glutamate (MSG) yang diberikan pada mencit. Grafik di atas menggambarkan bahwa:

1. Rerata sel spermatid kelompok kontrol paling banyak.

2. Rerata sel spermatid kelompok perlakuan I lebih banyak dibandingkan perlakuan II namun lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol.

semua kelompok.

B. Analisis Data

Analisis dilakukan dengan PASW Statistic for Windows versi 18 pada data hasil percobaan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari pemberian Monosodium Glutamate (MSG) terhadap jumlah sel spermatid pada mencit, kemudian ditentukan perlakuan yang terbaik. Data diperoleh dari tiga kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan I, dan kelompok perlakuan II, di mana tiap kelompok diambil 9 data jumlah sel spermatid kiri dan 9 data jumlah sel spermatid kanan yang nantinya kedua data tersebut akan dijumlah untuk mewakili satu kelompok.

Metode analisis data yang digunakan adalah One Way Anova. Metode ini termasuk metode analisis komparasi parametrik lebih dari dua kelompok dengan persyaratan asumsi normalitas data dan asumsi homogenitas variansi. Pengujian asumsi normalitas data menggunakan Saphiro-Wilk Test dan pengujian asumsi homogenitas variansi menggunakan Levene’s Test. Metode Post Hoc Test yang digunakan adalah Least Significant Different (LSD). Post Hoc Test digunakan untuk menetukan perlakuan terbaik, di mana LSD digunakan jika data memenuhi asumsi homogenitas variansi.

Rumusan Hipotesis

H 0 : sampel memenuhi asumsi normalitas data

H a : sampel tidak memenuhi asumsi normalitas data

Kriteria Pengambilan Keputusan

H 0 diterima apabila nilai probabilitas ≥ 0,05

H 0 ditolak apabila nilai probabilitas < 0,05

Hasil dan Simpulan Hasil uji normalitas yang diperoleh dari analisis PASW Statistic for Windows versi 18: Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Saphiro-Wilk Test

Kelompok

Nilai Probabilitas

Keputusan Kontrol

H 0 diterima PI

H 0 diterima PII

H 0 diterima

Hasil yang didapat dari pengujian asumsi normalitas Saphiro- Wilk Test, ketiga kelompok memiliki nilai probabilitas di atas 0,05 sehingga H 0 diterima. Hal ini berarti seluruh sampel memenuhi asumsi normalitas data dan dapat dilanjutkan ke analisis One Way Anova.

Rumusan Hipotesis

H 0 : sampel memenuhi asumsi homogensi variansi

H a : sampel tidak memenuhi asumsi homogensi variansi

Kriteria Pengambilan Keputusan

H 0 diterima apabila nilai probabilitas ≥ 0,05

H 0 ditolak apabila nilai probabilitas < 0,05

Hasil dan Simpulan Uji homogenitas variansi menggunakan Levene’s Test diperoleh nilai probabilitas 0,00 yang berarti di bawah nilai probabilitas yang seharusnya lebih dari 0,05 sehingga H 0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tidak memenuhi homogenitas variansi. Untuk memenuhi homogenitas variansi, maka dilakukan transformasi data. Proses penentuan bentuk transformasi data dilihat dari plot analisis Slope dan Power of Transformation, dalam hal ini diperoleh angka Slope: 1,144 dan Power of Transformation: -0,144 sehingga bentuk transformasi data yang digunakan adalah logaritma (Dahlan, 2009). Setelah melakukan transformasi data, diperoleh nilai probabilitas 0,836 yang berarti nilai probabilitas lebih dari 0,05

sehingga H 0 diterima, sampel memenuhi homogenitas variansi dan sehingga H 0 diterima, sampel memenuhi homogenitas variansi dan

3. Pengujian One Way Anova Rumusan Hipotesis

H 0 : pemberian Monosodium Glutamate (MSG) tidak berpengaruh

terhadap jumlah sel spermatid Ha : pemberian Monosodium Glutamate (MSG) berpengaruh

signifikan terhadap jumlah sel spermatid

Kriteria Pengambilan Keputusan

H 0 diterima apabila nilai probabilitas ≥ 0,05

H 0 ditolak apabila nilai probabilitas < 0,05

Hasil dan Simpulan Hasil uji One Way Anova yang diperoleh dari analisis PASW Statistic for Windows versi 18: Tabel 3. Hasil Uji One Way Anova

df F Nilai Probabilitas Antarkelompok

0,000 Dalam Kelompok

Total

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000. Angka ini lebih kecil dari 0,05 sehingga H 0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa pemberian Monosodium Glutamate (MSG) berpengaruh signifikan terhadap jumlah sel spermatid.

4. Post Hoc Test menggunakan Least Significant Different (LSD) Rumusan Hipotesis

H 0 : tidak terdapat perbedaan jumlah sel spermatid yang signifikan

antara kedua perlakuan

H a : terdapat perbedaan jumlah sel spermatid yang signifikan antara

kedua perlakuan

Kriteria Pengambilan Keputusan

H 0 diterima apabila nilai probabilitas ≥ 0,05

H 0 ditolak apabila nilai probabilitas < 0,05

Hasil dan Simpulan Hasil uji normalitas yang diperoleh dari analisis PASW Statistic for Windows versi 18:

(LSD)

Pasangan Perlakuan Nilai Keputusan Simpulan

yang diuji

0,000 H 0 ditolak Berbeda signifikan

PII

0,000 H 0 ditolak Berbeda signifikan PI

Kontrol

0,000 H 0 ditolak Berbeda signifikan

PII

0,000 H 0 ditolak Berbeda signifikan PII

Kontrol

0,000 H 0 ditolak Berbeda signifikan

PI

0,000 H 0 ditolak Berbeda signifikan Hasil tabel di atas dapat disimpulkan :

a. Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan I memiliki perbedaan rerata jumlah spermatid yang signifikan

b. Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan II memiliki perbedaan rerata jumlah spermatid yang signifikan

c. Kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II memiliki perbedaan rerata jumlah spermatid yang signifikan

BAB V PEMBAHASAN

Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) yang dilakukan selama 10 hari diperoleh hasil rerata sel spermatid kiri dan kanan pada kelompok kontrol adalah 126,56 ± 17,42; kelompok perlakuan I adalah 74,22 ± 10,46; dan kelompok perlakuan II adalah 51,78 ± 6,64.

Penurunan jumlah rerata sel spermatid pada kelompok perlakuan I dibandingkan dengan kelompok kontrol adalah sebesar 41,35%. Penurunan jumlah rerata sel spermatid pada kelompok perlakuan II dibandingkan dengan kelompok kontrol adalah 59,09 %.

Pemberian Monosodium Glutamate (MSG) dengan dosis 1,56 mg/20 gram BB mencit pada perlakuan I dan 3,12 mg/20 gram BB mencit pada perlakuan II menunjukkan bahwa terjadi penurunan rerata sel spermatid yang bermakna jika dibandingkan dengan rerata sel spermatid kontrol. Rerata sel spermatid perlakuan

II lebih sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan I, hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar pemberian dosis Monosodium Glutamate (MSG) semakin menurun pula rerata sel spermatid.

Dari uji One Way Anova diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,00. Angka ini lebih kecil dari 0,05 sehingga H 0 ditolak. Dengan demikian disimpulkan

bahwa pemberian Monosodium Glutamate (MSG) berpengaruh signifikan terhadap jumlah sel spermatid.

Different (LSD) dilakukan untuk mencari perbedaan antar kelompok. Kelompok kontrol dibandingkan dengan perlakuan I diperoleh nilai probabilitasnya 0,00. Nilai probabilitas ini lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat perbedaan

bermakna di antara keduanya atau dapat disebut H 0 ditolak. Pengujian juga

dilakukan terhadap kelompok kontrol yang dibandingkan dengan perlakuan II diperoleh nilai probabilitasnya 0,00. Nilai probabilitas ini lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat perbedaan bermakna diantara keduanya atau dapat disebut

H 0 ditolak. Penurunan jumlah sel spermatid kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol disebabkan oleh rusaknya neuron hipotalamus. Rusaknya neuron hipotalamus ini akan menurunkan kadar Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang nantinya akan memberikan sinyal ke hipofisis anterior dalam regulasi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Rusaknya regulasi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) ini memberikan pengaruh dalam testis (Iryani, 2003; Sukawan, 2008). Pengaruh yang diukur di penelitian ini dengan menggunakan jumlah sel spermatid yang berkurang menyiratkan keadaan bahwa terganggunya proses spermatogenesis yang nantinya akan mengarah ke infertilitas.

Monosodium Glutamate (MSG) digunakan di Indonesia per hari masih terhitung sangat rendah dibandingkan di negara Industri maupun di negara maju. Penggunaan dalam dosis ini ternyata masih menimbulkan efek di sistem reproduksi mencit terutama dalam spermatogenesis. Hal ini telah dibuktikan pada

4800 mg/kg BB; 9600 mg/kg BB dalam 4 mL aquades dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya diberikan 4 mL aquades tanpa Monosodium Glutamate (MSG) dan tanpa diberi apapun selama 49 hari dapat mempengaruhi proses spermatogenesis hewan coba (Nizamuddin, 2000).

Hasil penelitian ini juga dibuktikan dengan percobaan yang lain, di mana tikus setelah lahir diberi suntikan Monosodium Glutamate (MSG) secara intraperitonial sebanyak 4 mg/gram BB setiap dua hingga sepuluh hari dan dicek saat pubertas dan dewasa. Hasilnya terjadi penurunan level plasma yang

signifikan pada LH, FSH, Tetosteron, dan FT 4 . Penurunan yang signifikan juga

terjadi pada jumlah sel sertoli dan sel leydig. Berat organ reproduksi tikus juga diukur dan hasilnya berat organ reproduksi menurun. Turunnya berat organ reproduksi serta rendahnya jumlah sel sertoli dan sel leydig diperkirakan karena Monosodium Glutamate (MSG) mengganggu aktifitas proliferasi sel pada perkembangan testis. Hal ini membuktikan bahwa Monosodium Glutamate (MSG) berpengaruh menurunkan kesuburan pada sistem reproduksi. Selain itu, pada hasil percobaan suntikan Monosodium Glutamate (MSG) secara intraperitonial sebanyak 4 mg/gram BB terjadi pula hiperadiposit pada tikus. Hal ini menjadi dasar ilmiah penulis yang menemui adanya timbunan lemak di sekitar testis pada 5 ekor mencit atau 55,56 % dari jumlah mencit di kelompok perlakuan

II saat terminasi dan pembedahan. Munculnya timbunan lemak ini diakibatkan oleh rusaknya fungsi regulasi hipotalamus. Hipotalamus berfungsi untuk mengatur metabolisme lemak pada tubuh. Rusaknya fungsi regulasi yang II saat terminasi dan pembedahan. Munculnya timbunan lemak ini diakibatkan oleh rusaknya fungsi regulasi hipotalamus. Hipotalamus berfungsi untuk mengatur metabolisme lemak pada tubuh. Rusaknya fungsi regulasi yang

Penelitian serupa yang membuktikan mengenai pengaruh Monosodium Glutamate (MSG) terhadap testis yaitu dengan memberikan Monosodium Glutamate (MSG) dosis 0,2 mg/gram BB yang disuntik secara subkutan pada tujuh tikus Swiss Albino yang baru lahir pada hari kedua, keempat, keenam, kedelapan, kesepuluh selama hidup. Terminasi dilakukan setelah dilakukan perlakuan selama 75 hari. Hasil penelitian menunjukkan menurunnya berat testis dan diameter tubulus seminiferus yang tidak signifikan, serta meningkatnya spermatosit primer dan membesarnya sel leydig secara signifikan. Peningkatan jumlah spermatosit primer timbul sebagai mekanisme kompensasi dari hilangnya sel spermatogenik pada sel tersebut, sedangkan pembesaran sel leydig karena hipertrofi kompensasi yang diakibatkan menurunnya level hormon testosteron (Das dan Ghosh, 2010).

Penelitian mengenai spermatogenesis dengan indikator jumlah sel spermatid tidak hanya ditimbulkan dari Monosodium Glutamate (MSG), tetapi penelitian dalam pemberian ekstrak daun beluntas juga menimbulkan turunnya jumlah sel spermatid. Pemberian dilakukan dengan memberikan daun beluntas pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diberi makan yang tidak mengandung daun beluntas. Turunnya jumlah sel spermatid disebabkan oleh senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun beluntas. Flavonoid ini termasuk salah satu senyawa antifertilitas yang menghambat enzim aromatase. Enzim Penelitian mengenai spermatogenesis dengan indikator jumlah sel spermatid tidak hanya ditimbulkan dari Monosodium Glutamate (MSG), tetapi penelitian dalam pemberian ekstrak daun beluntas juga menimbulkan turunnya jumlah sel spermatid. Pemberian dilakukan dengan memberikan daun beluntas pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diberi makan yang tidak mengandung daun beluntas. Turunnya jumlah sel spermatid disebabkan oleh senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun beluntas. Flavonoid ini termasuk salah satu senyawa antifertilitas yang menghambat enzim aromatase. Enzim