Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (2)

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
A. Pemikiran Ekonomi di Masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW menerapkan sejumlah kebijakan yang dipandu oleh Al-Qur’an menyangkut
berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hokum (fiqih),
politik (siyasah), ekonomi (mu’amalah), etika pergaulan (ahlaq). Di antara masalah-masalah itu
yang menjadi perhatian Rasulullah adalah masalah ekonomi umat karena masalah ekonomi
merupakan masalah keperluan dalam rangka menyelenggarakan kehidupan. Dengan ekonomi,
penyelenggaraaan tujuan hidup dapat tercapai. Tujuan hidup seorang muslim adalah
memperbaiki keimanan (tauhid) dan ibadah (sholat, zikir, shiam dan sebagainya) kepada Allah
SWT. Dengan ekonomi, seorang muslim akan memiliki bekal atau sarana untuk memperbaiki
keimanan dan menjalankan ibadahnya.
Dalam mengatur masalah perilaku produksi masyarakat, Rasulullah SAW mengajarkan
beberapa transaksi yang halal dan adil seperti aturan jual beli, transaksi musyarakah,
mudharabah,musyakkah, muzara’ah, mukhabarah, jialah, hiwalah, ariyah (pinjam-meminjam)
dan sebagainya. Transaksi-transaksi ini berada dalam hukum mu’amalah yang bertujuan menjaga
keadilan dan keharmonisan. Yang pada akhirnya menciptakan kemuliaan dalam pencarian rezeki
(rizkun karim).
Dalam mengatur perilaku konsumsi terhadap hasil perekonomian masyarakat, Rasulullah
SAW mengajarkan zakat, infaq, dan sedekah kepada umat islam. Zakat diwajibkan pada tahun
ke-9 hijriyah, sementara sedekah fitrah pada tahun ke-2 hijriyah. Pengaturan untuk zakat
diuraikan secara jelas dan eksplisit dalam Al-Qur’an surat At-Taubah (9) ayat 60 :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak orang-orang
yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Kegunaan ibadah zakat ini sungguh penting dan banyak, baik terhadap perilaku konsumsi oran
yang kaya maupun kesejahteraan orang miskin. Kegunaan zakat antara lain (Sulaiman Rasyid,
1954):
1. Menolong orang lemah dan susah agar dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah
dan mahluk Allah (masyarakat).
2. Membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela
3. Sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya.
4. Mencegah kejahatan-kejahatan yang mungkin timbul dari orang miskin yang lemah iman
dan lemah pemahaman agamanya.

5. Mendekatkan hubungan kasih saying dan saling mencintai di antara golongan kaya dan
miskin.
Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1. Benda logam yang terbuat dari emas dan perak
2. Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing
3. Berbagai jenis barang dagangan
4. Hasil pertanian termasuk buah-buahan

5. Luqatah, harta benda yang ditingggalkan musuh
6. Barang temuan(rikaz) dan tambang.

B. Masa Pemikiran Ekonomi Islam di Masa Khulafaur Rasyidin
1. Abu Bakar Ash Sidiq
Sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar adalah seorang pedagang kain. Hal ini
menunjukan bahwa beliau adalah seorang wirausaha yang mandiri selain seorang yang
bertaqwa. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus oleh kekayaan
dari Baitul Mal atas persetujuan para sahabat lain seperti Umar R.A dan Abu Ubaidah
R.A.

2. Umar bin Khatab
Pada zaman khalifah Umar r.a hokum perdagangan yang bersifat operasional mengalami
penyempurnaan guna menciptakan perekonomian sevara sehat. Pada dasarnya, hokumhukum yang bersifat prinsip pada zaman Rasulullah SAW telah sempurna. Khalifah Umar
mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang. Demikian juga pada saat yang sama,
dibangun pasar-pasar agar tercipta suasana jual-beli yang sehat(persaingan) yang adil.
Namun demikian, harga-harga pun dikendalikan atau dipantau. Zakat dijadikan ukuran
fiscal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Umar bin
Khatab amat tegas dalam masalah zakat. Orang yang tidak mau membayar zakat atau
berkurang ketika pembayarannya akan diperangi.

3. Usman bin Affan

Pada masa kekhalifahannya, dari segi perekonomian(mu’amalah), beliau tidak banyak
merumuskan kebijakan operasional beliau lebih banyak melanjutkan kebijakan khalifah
umar tentang pengeloalaan baitul mal, sebagai lembaga keperluan dakwah Islamiah.
Namun demikian, beliau juga membangun prasarana produksi masyarakat seperti
mengggali aliran sungai, membangun jalan, serta menanam pohon dan buah-buahan.
Demikian juga keamanan perdagangan diberikan dengan cara membentuk penjaga pasar.
4. Ali bin Ali Thalib
Peraturan yang telah beliau sumbangkan untuk pelaksanaan roda kekhalifaan adalah
tentang administrasi pemerintahan. Bukti dalam hal itu terlihat dalam suratnnya yang
ditujukan kepada Malik bin Harith, dimana surat itu mendeskripsikan tugas dan
kewajiban serta tanggung jawab penguasa, menyusun prioritas dalam melakukan
dispensasi terhadap keadilan, kendali pejabat tinggi dan staf peraturan hakim dan jaksa

C. Masa Pemikiran Ekonomi Islam di Masa Setelah Khulafaur Rasyidin
Pada abad awal sampai dengan abad ke-5 Hijriyah atau abad ke-11 Masehi yang dikenal
sebagai fase dasar-dasar ekonomi Islam yang dirintis oleh para fukaha, diikuti oleh sufi dan
kemudian oleh filosof. Fokus fiqih adalah apa ayang diturunkan oleh syariah dan dalam konteks
ini para fukaha mendiskusikan fenomena ekonomi. Tujuan mereka tidak terbatas pada

penggambaran dan penjelasan fenomena ini. Namun demikian, dengan mengacu pada Alquran
dan hadis mafsadah (disutility) yang terkait dengan aktivitas ekonomi. Pemaparan ekonomi para
fukaha tersebut mayoritas bersifat normative dengan wawasan positif ketika berbicara tentang
perilaku yang adil, kebijakan yang baik, dan batasan-batasan yang diperbolehkan dalam
kaitannya dengan permasalahan dunia.
Sedangkan kontribusi utama tasawuf terhadap pemikiran ekonomi adalah keajegannya
dalam mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus dalam memanfaatkan
kesempatan yang diberikan Allah SWT, dan secara tetap menolak penempatan tuntutan kekayaan
dunia yang terlalu tinggi. Sementara itu, filosof Muslim, dengan tetap berasaskan syariah dalam
keseluruhan pemikirannya, mengikuti para pendahulunya dari Yunani, terutama Aristoteles (367322 SM), yang focus pembahasannya tertuju pada sa’adah (kebahagiaan) dalam arti luas.
Pendekatannya global dan rasional serta metodologinya syarat dengan analisis ekonomi positif
dan cenderung makro ekonomi.
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam pada masa ini adalah :
1. Zaid bin Ali
Beberapa pandangan dan pengetahuannya tentang isu-isu ekonomi dipaparkan oleh Abu
Zahra. Zaid bin Ali membolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga
yang lebih tinggi dari harga tunai. Prinsipnya, jenis transaksi barang atau jasa yang halal
jika didasarkan atas suka sama suka diperbolehkan sebagaimana firman Allah dalam surat
An-Nisaa’ ayat 28. Dalam kegiatan perniagaan yang didasarkan pada penjualan dengan


kredir, perlu diperhatikan bahwa para pedagang mendapatkan untung darinya dan
pendapatan seperti itu adalah bagian dari perniagaan bujan riba
2. Imam Malik Annas
3. Imam Abu Hanifah
Salah satu kebijakan dari beliau adalah menghilangkan ambiguitas dan perselisihan
dalam masalah transaksi. Hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam
hubungannya dengan jual beli.
4. Imam Abu Yusuf
Diantara kitab-kitab Abu Yusuf, kitab yang paling terkenanl adalah kitab “Al-Kharaj”
Kitab Al-Kharaj mencakup berbagai bidang, antara lain:
a. Bidang pemerintahan; seorang khalifah adalah wakil Allah di bumi untuk
melaksanakan perintah-Nya.
b. Bidang keuangan; uang Negara bukan milik khalifah tetapi amanat Allah dan rakyat
yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab
c. Bidang pertanahan; tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika
tidak digarap selama 3 tahun dan diberikan kepada yang lain.
d. Bidang perpajakan; pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan
rakyat dan ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka.
e. Bidang peradilan; hokum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang syubhat. Kesalahan
dalam mengampuni lebih baik daripada kesalahan dalam menghukum

5. Imam Al Mawardi
Kitab Adab ad Diin wad Dunya banyak membahas tentang perilaku ekonomi muslim
secara individu (adab muamalah pribadi), antara lain bagaimana individu muslim mencari
penghidupannya (ashab rezeki datang) yaitu dalam pertanian, peternakan, perdagangan
dan industry. Di samping itu juga kitab tersebut membahas perilaku individu yang tercela
seperti tamak terhadap dunia, nafsu berkuasa, dan sebagainya.
6. Imam Al-Ghazali
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, khusus yang membahas muamalah antara lain ‘kerugian
dari system barter” dan “pentingnya uang sebagai alat tukar dan pengukur nilai barang
dan jasa”. Pembahasan lainnya adalah “pembagian kerja, evolusi uang, dan pelarangan
riba” dan dampaknya terhadap perekonomian.

Imam ghazali juga menyinggung masalah timbangan, pengawasan harga
(intervensi pasar), penentuan pajak dalam kondisi darurat, dan sebagainya. Dalam
beberapa bagian pemikirannya juga menyentuh mengenai bagaimana bekerjanya
mekanisme pasar melalui kekuatan permintaan(demand) dan penawaran (supply) dalam
menentukan keseimbangan pasar.
7. Ibnu Taimiyah
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah sangat erat dengan nilai-nilai etika bisnis yang
dilandasi oleh Al-Qur’an dan Al Hadirs Nabi Muhammad SAW. Just Compensation

adalah konpensasi ekuivalen yang diukur dengan nilai ekuivalennya. Kompensasi
ekuivalen merupakan fenomena yang mapan, sedangkan just price lebih bersifat dinamis
ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran, dan juga dipengaruhi oleh
keinginan seseorang terhadap aktivitas bisnis.
8. Ibnu Khaldun
Sumbangan utama Ibnu Khaldun dalam ekonomi adalah pembagian kerja, perdagangan
internasional dan keuangan Negara (siddiq, 1992 dalam Kuncoro, 2002).
Di dalam pemikiran ekonomi yang lain, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan
suatu Negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di suatu Negara, tetapi ditentukan
oleh tingkat produksi Negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif.