Hasil scan desa di bali

A.
DAN

ASAL-USUL TERBENTUKNYA DESA PAKRAMAN
DESA DINAS

Sebelumnya menurut catatan sejarah, ± pada abad ke 8
pulau Bali ini bernama pulau Dawa (Panjang), dalam bentuk hutan
yang Suas, dengan tumbuh pohon-pohon kayu yang besar-besar.
Kemudian pada abad ke 8 itu, Maha Rsi Markendheya dengan
pengikutnya berangkat dari gunung Raung, Jawa Timur melakukan
perjalanan suci ke Timur, sampai di pulau Dawa (Panjang),
kemudian merabas hutan, menebang pohon-pohon kayu yang
besar-besar untuk membuka lahan pertanian dan tempat
pemukiman penduduk. Pada tahap pertama beliau itu gagal
karena banyak pengiringnya (pengikut beliau), kena wabah
penyakit dan sebagian meninggal. Maha Rsi ' Markendheya
kembali ke gunung Raung bersemadi, memohon petunjuk kepada
Tuhan Yang Mahakuasa. Akhirnya beliau mendapat pawisik
(sabda), agar kembali lagi melanjutkan perjalanan suci itu,
melakukan perpindahan penduduk, merabas hutan dengan

melakukan
upacara
keagamaan,
mendempedagingan
(pancadatu). Petunjuk itu dengan adanya sinar menjurus ke
Timur, tepatnya di Besukihan. Beliau menuju tempat itu dengan
pengiringnya, kemudian mendirikan pura di Besukihan dengan
nama pura Besakih, dan tempat itu dinamakan Besakih. Disana
beliau mendirikan pura itu dengan upacara keagamaan (Hindu),
dengan lengkap mendem pedagingan (pancadatu). Setelah itu
beliau dengan pengiringnya selamat, terus melanjutkan
perjalanan menuju tempat yang diberi nama Taro. Disana
merabas hutan, menebang kayu untuk membuka lahan pertanian
dan tempat pemukiman.

Puwakan. Untuk mengatur pengairan pertanian, dibentuklah
organisasi pengairan, merupakan cikal-bakal terbentuknya
organisasi pengairan yang disebut Subak. Setelah itu beliau
terus melakukan perjalan lagi ke tempat-tempat lainnya
melakukan

usaha
yang
sama.
Perjalan
suci
Maha
RsiMarkendheya'itu, diceritakan daiam sastra (Bhuwana Tatwa
Maha Rsi Markendheya), yang mana beliau dengan mendirikan
beberapa tempat suci, salan satu diantaranya belaiau
mendirikan pura gunung Raung di Taro (Sirtha, 2008 :
3 ).Selanjutnya dengan kedatangan Mpu Kuturan yang menata
desa di Bali dengan mendirikan Kahyangan tiga atau Kahyangan
Desa di tiap-tiap desa pakraman. Maka sampai saat ini ukuran
terbentuknya desa pakraman, salah satunya harus ada
Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa. Diperkirakan abad ke 16,
Bali yang diperintah oleh raja keturunan Majapahit di desa ada
kraman, dalam perkembangannya tidak terlepasdari berbagai
pengaruh. Pusat pemerintahan kerajaan pada waktu itu di
Gelgel, Kelungkung.
Desa dinas dibentuk atas Pemerintahan Raja dengan tujuan

politiknya, menempatkan seorang Perbekeluntuk memungut
upeti di tiap-tiap desa, dan sebagai wakil Raja untuk mengawasi
keadaan di desa. Begitu dapatdiuraikan secara singkat tentang
terbentuknya desa pakraman dan desa dinas. Bagaimanakah
hubungan kedua desa yang ada di Bali ini ?.Hal itu akan dapat
dilihat berdasarkan Perda Tentang desa pakraman dan Undangundang Pemerintahan Daerah.

B. HUBUNGAN DESA PAKRAMAN DENGAN DESA
DINAS

Beliau
berhasii
disana,
kemudian
membagi-bagikan
tanah/lahan, terus tempat itu di beri nama desa Taro, dan desa

dinas tidak kelihatan adanya, sebab masing-masing desa itu

6


1

Tampaknya hubungan kerja desa pakraman dengan desa

mempunyai

kewenangannya sendiri-

melakukan hubungan yang sifatnya

sendiri. Kepala desa yang memimpin

tradisional dan konsultatif yaitu saling

desa dinas tidak dapat memberikan

membantu

perintah


kepada

melaksanakan

pakraman

(BendesaJ,

prajuru

desa

tetapi

dapat

Desa pakraman di Bali yang
merupakan lembaga tradisional, sosia!
religius, bersifat Hinduisme; berfungsi

untuk menata, mengatur dan membina
kehidupan sosial warga desanya,
terutama dalam melaksanakan ajaran
agama Hindu. Desa dinas mengakui
dan menghormati eksistensi desa
pakraman. Hal itu dapat dilihat dari
iandasan Yuridisnya Tentang Desa
Pakraman (Perda No. 3 Tahun 2001 dan
Perda No. 3 Tahun 2003). Pasa! 18 B
Undang-undang Dasar 1945, juga
menyebutkan bahvva tentang adatistiadat dan lembaga tradisionil tetap
diakui dan dihormati dalam pemerintah
Republik Indonesia.
Ketentuan lainnya dapat dilihat
pada pasal 29 ayat 1 dan 2, pasal II
Peraturan Peralihan Undang-undang
Dasar 1945, kemudian pasal 35
Undang-undang No. 5 Tahun 1979,
Surat Menterl Dalam Negeri Nomor:
Desa/5/1/ 29, tanggal 29 April 1979

tentang
daftar
nama
kesatuan
masyarakat hukum baik geneaiogis
maupun
territorial
yang
secara
hierarkis penguasa pemerintahannya
berada langsung di bawah Kecamatan
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 11 Tahun 1984. Desa pakraman
di Bali yang bereksistensi sebagai
lembaga adat dan sekaligus sebagai
lembaga keagamaan Hindu di desa,
telah
dapat
mempertahankan
eksistensinya

itu
secara
paralel
berdampingan dengan desa yang
mengemban tugas penyelenggaraan
administrasi pemerintahan desa (desa
dinas). Desa dinas memiliki otonomi
dalam
bidang
penyelenggaraan
pemerintahan
desa,
dan
desa
2

dan

mendukung


dalam

program-program

pembangunan desa.
pakraman memiliki otonomi dalam
bidang sosial agama Hindu, secara
bersama-sama di bawah pengayoman
negara
Dalam hal, jika terjadinya masalah
di desa, kalau melihat ketentuan yang
ada diatur dalam Undang-undang No. 5
Tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa, ada mengatur wewenang kepala
desa
(dinas),
sebagai
hakim
perdamaian desa. Dalam pelaksanaan
tugasnya di bidang ketentraman dan

ketertiban,
kepala
desa
dapat
mendamaikan perselisihan-perselisihan
yang terjadi di desa. Hal itu berarti
kepala desa berwenang sebagai hakim
perdamaian
desa.
Bagaimanakah
kewenangan seperti itu pada prajuru
(bendesaadat) ?. Melihat kembali
Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun
1951
tentang
tindakan-tindakan
sementara untuk menyeienggarakan
kesatuan
susunan
kekuasaan

kehakiman
dan
acara
peradilan
pengadilan sipil yaitu pasal 1 ayat 3
mengenai
kekuasaan
hakim
perdamaian desa, adalah : " Ketentuan
yang tersebut dalam ayat 1 tidak
sedikitpun
juga
mengurangi
hak
kekuasaan yang sampai selama ini
telah diberikan kepada hakim-hakim
perdamaian di desa-desa sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 a Rechterlijke
organizatid'.
Kemudian
pasal
3a.Rechtelijke
Organisatie (R.O) yang diundangkan
dengan
Stb.
1935
Nomor
102
menyebutkan :
"Perkara-perkara yang menurut
adat masuk kekuasaan hakim dari
goiongan kecil (hakim desa) tetap
9

masuk goiongannya. Kepala pihakpihak yang berperkara diberi hak untuk
memajukan perkaranya secara
langsung kepada hakim yang lain.
Hakim desa menjatuhkan keputusan
menurut hukum adat dan mereka tidak
dapat menjatuhkan hukuman". Dari
ketentuan tersebut diatas, dapat
dipahami bahwa eksistensi bendesa
sebagai hakim perdamaian desa masih
diakui oleh Undang-undang. Tetapi
kenyataannya para bendesa adat pada
umumnya tidak mengetahui bahwa
dirinya mempunyai kewenangan untuk
bertindak sebagai hakim perdamaian
desa, sehingga ragu-ragu dalam
melaksanakan perannya untuk

3

menyelesaikan sengketa-sengketa adat
yang terjadi di desanya. Guna
menghilangkan keragu-raguan yang
ada baik dikalangan bendesa adat,
kepala desa dinas, kiranya diperlukan
penerangan-penerangan secara luas
dan merata dari instansi terkait
(Surpha, 2003 : 49).
Bali merupakan daerah tujuan
wisata dunia, atau sebagai daerah
tujuan wisata internasional, Bali tidak
hanya terkenal di dalam negeri, tetapi
juga sangat terkenal di mancanegara.
Banyak sebutan diberikan kepada Bali
semata-mata untuk menggambarkan
keindahan alamnya,

9

kebudayaan, adat istiadat, keramah tamahan penduduk dan

Pemerintah

sebagai nya.

Daerah yang selanjutnya disingkat Perda Nomor 10 Tahun 1998

Sebagai daerah tujuan wisata dunia, Pemerintah Provinsi
Bali beserta masyarakat Bali senantiasa untuk menjaga supaya
Bali tetap aman dan lestari dengan segala keunikannya,
kendatipun berbagai pengaruh budaya luar terus menerpa Bali,
sehingga para wisatawan baik domestik maupun mancanegara
tetap tertarik datang ke Bali untuk menikmati keindahan alam,
seni budaya, adat istiadat yang tidak ada duanya di dunia.
Pengembangan industri pariwisata di Bali akan membuka
kesempatan kerja yang sangat luas di sektor Ini dan sektor
pendukung lainnya, tidak hanya bagi penduduk local
(masyarakat Bali), tetapi juga bagi penduduk luar Bali. Oleh
karena itu Baii menjadi salah satu tujuan dari penduduk
pendatang untuk mengadu nasib mencari kerja atau berusaha di
Bali.
Banyaknya penduduk pendatang dari luar pulau Bali
terutama pencari kerja, akan membawa dampak baik
positifmaupun negative. Dampak positifnya adalah kekurangan
tenaga kerja di sektor pariwisata dan sektor-sektor lainnya akan
dapat terpenuhi, khususnya tenaga terampil dan profesional.
Sementara di sisi lain akan membawa dampak negative yakri\
bertambahnya jumlah penduduk melampaui kemampuan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan sosial yang optimal.
Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan pelbagai 1 1 iiwanan
sosial seperti: penggangguran, gelandangan, kemiskinan, dan
sebagainya yang dapat memicu terjadinya pelbagai tindak

tentang

1

Provinsi

Bali

mengatur

berdasarkan

Peraturan

Pengendalian Kependudukan Dalam Wilayah Provinsi Daerah
Tingkat I Bali, yang ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya
Kesepakatan Bersama Gubernur Bali dengan Bupati/Walikota seBali Nomor 153 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Tertib
Administrasi Kependudukan di Provinsi Bali.
Mengenai urusan yang menjadi kewenangan daerah, dalam
UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dibedakan
atas urusan wajib dan urusan pilihan, urusan wajib adalah suatu
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar
seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan
hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan berkaitan dengan potensi
unggulan dan kekhasan daerah.
Penyebaran penduduk pendatang tidak hanya terjadi di
perkotaan tetapi sudah menjalar ke wilayah-wilayah desa
sebagai wilayah penyangga ekonomi perkotaan.
Permasalahan kependudukan bukanlah masalah yang
sederhana, bila tidak tertangani dan diatur dengan baik, dapat
membawa
dampak
negative
bag\
pembangunan
Bali.
Kepentingan yang tujuannya positif merupakan dambaan seluruh
bangsa Indonesia, namun jika ada kepentingan lain yang
merugikan apalagi mau menghancurkan Bali, bukan menjadi
harapan, baik bagi masyarakat Bali, bangsa Indonesia maupun
masyarakat internasional.

Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Perubahan sosial dapat mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat. Unsur-unsur kemasyarakatan yang mengalami
perubahan biasanya mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma
sosial, pola-pola perikelakuan, tanggung jawab, kepemimpinan
dan sebagainya. Secara umum perubahan itu biasanya bersifat

4

11

h'|,ih,il,in.

Untuk mengawasi dan mengendalikan migrasi penduduk
(li| ) c i lukan peraturan perundang-undangan. Secara nasional
pengaturan kependudukan diatur berdasarkan Undang-Undang

berantai dan saling berhubungan antara satu unsur dengan
unsur kemasyarakatan lainnya (Abdulsyani, 1994 : 162).

Menurut Pasal 27 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945, tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

5

11

layak bagi kemanusiaan. Ini berarti bahwa setiap warga negara
Republik Indonesia memiliki hak yang sama untuk bekerja dan
berusaha di seluruh wilayah Indonesia termasuk juga di Provinsi
Bali, namun disisi lain ada kewajiban untuk mentaati peraturan
yang berlaku dimana berada.
Dikeluarkannya Perda Nomor 3 Tahun 2003, bukanlah
dimaksudkan untuk melarang penduduk pendatang untuk
berusaha dan bekerja di Bali, akan tetapi dimaksudkan untuk
menciptakan tertib administrasi dibidang kependudukan
sehingga dapat mewujudkan keserasian, keselarasan dan
keseimbangan kuantitas, kualitas penyebaran serta daya dukung
daerah Bali yang serba selaras, serasi dan berkesinambungan
dalam hubungan sesama antara manusia, manusia dengan
masyarakat, manusia dengan lingkungannya serta manusia
dengan Tuhan (Tri Hita Karana), yang berarti "Tiga Penyebab
Kesejahteraan". Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Hubungan yang harmonis dan seimbang
antar ketiga unsur tersebut diyakini akan membawa manfaat
bagi kesejahteraan hidup manusia lahir bathin. Sebaliknya
hubungan
yang
tidak
seimbang
atau
yang
hanya
mengutamakan aspek tertentu saja diyakini akan dapat
mengancam kesejahteraan hidup manusia (Pujaastawa, 2001 :
30).
Penduduk pendatang perlu ditertibkan secara lebih serius
agar terdata dengan akurat sehingga dapat diawasi
keberadaannya baik tempat asalnya maupun keberadaannya di
Bali. Oleh karenanya IVmenntahan Kota Denpasar telah
berupaya mengantisipasi kriiuingkinan gangguan ketentraman
dan ketertiban di Wilayah Kota Denpasar dengan membentuk
Dinas Ketentraman Ketertiban dan Sat Pol. PP Kota Denpasar
melalui Pertauran Daerah Nomor 13 Tahun 2001. Keberadaan
Perda tersebut antara lain untuk mengantisdipasi kehadiran

penduduk pendatang yang datang dari Daerah Kabupaten yang
ada di Bali maupun antar Provinsi. Aparat penegak hukum sering
kesulitan melacak keberadaan. pelaku tindak kejahatan yang
dilakukan oleh mereka yang berasal dari luar Bali, karena
identitas pelaku serta keberadaannya di Bali tidak jeias
(belum/tidakterdaftar).
Pengaturan masalah administarasi kependudukan telah
diatur dalam UU No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, Bab IV tentang Pendaftaran Penduduk Paragraf 2
Pasal 15 ayat (1) penduduk warga negara Indonesia yang pindah
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
melapor kepada Instansi pelaksana di daerah asal untuk
mendapatkan Surat Keterangan Pindah. Sedangkan ayat (2);
pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
berdomisilinya penduduk di alamatyang baru untuk waktu iebih
dari 1 (satu) tahun atau berdasarkan kebutuhan yang
bersangkutan untuk waktu yang kurang dari 1 (satu) tahun.
Keluarnya UU No.23 Tahun 2006, khususnya Pasal 15 ayat (2)
tersebut diatas menimbulkan konflik norma dengan Kesepakatan
Bersama Gubernur Dengan Bupati/ Walikota se-Bali Nomor 153
Tahun
2003
tentang
Pelaksanaan
Tertib
Administrasi
Kependudukan Di Provinsi Bali Pasal 2 ayat (2) huruf a yaitu :
melaporkan selambat-lambatnya 2 X 24 jam kedatangan
penduduk pendatang yang dijamin, kepada kepala desa/lurah
melalui kepala dusun/lingkungan. Denpasar adalah ibu kota
Provinsi Bali, dan penduduk pulau Bali adalah mayoritas "etnis
Bali yang beragama Hindhu dengan bahasa daerah Bali sebagai
bahasa ibu, dan mempunyai huruf (aksara)lokal yaitu aksara
Bali". Karena penduduknya mayoritas beragama Hindu,
pengaruh Hindu dalam sistem sosial dan budaya Bali sangat
kuat, termasuk dalam pelaksanaan tradisi, adat- istiadat dan
agama. Kehidupan sosial orang Bali sangatlah khas, lebih-lebih

12

6

dengan banyaknya istilah yang diwadahi dalam suatu organisasi
yang bersifat religius, seperti desa adat( desa pakraman),
banjar, sekehe, dadia, subak, dan sebagainya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat Bali terikat
oleh norma-norma hukum yang mempunyai peranan mengatur
pergaulan hidup mereka, baik hukum tertulis maupun hukum
yang tidak tertulis.

12

7

Hukum tertulis yang berlaku berasal dari negara dalam
bentuk peraturan perundang-undangan Repubiik Indonesia,
sedangkan hukum yang tidak tertulis yang berlaku terhadap
masyarakat Bali adalah bersumberdari kebiasaan-kebiasaan
masyarakat yang disebut dresta, yang mempunyai ruang lingkup
beriakunya secara iokal. Berlakunya hukum Iokal ini
berdampingan dengan hukum negara. Hal ini diakibatkan belum
semua aspek kehidupan bermasyarakat berhasil diatur secara
nasional dalam satu kesatuan hukum (univikasi hukum),
Sebagaimana yang disampaikan oleh Von Savigny bahwa hukum
merupakan
perwujudan
kesadaran
hukum
masyarakat
{volkgeist),hukm\ berasal dari adat-istiadat dan kepercayaan dan
bahkan tidak berasal dari pembentuk undang-undang ( Sidharta,
1996 : 32).
Berdasarkan akan pemahaman itulah, komitmen pokok
(paradigma) pembangunan Kota Denpasar dengan "visi"
mewujudkan pembangunan Kota Denpasar yang berwawasan
Budaya, yang dijiwai oleh Agama Hindu dan dilandasi filsafat
pembangunan"777 Hita Karana" maka pembangunannya hams
dapat menyentuh seluruh kehidupan masyarakat yang
berorientasi pada kesejahteraan, peradaban, dinamika dalam
kontek Iokal, nasional, global dengan mengedepankan segi-segi
positif yang selaras dengan misi pembangunan Kota Denpasar
yaitu :
1. Membangun pelayanan untuk meningkatkan kesejahtraan
masyarakat menuju "mokshartam jagadhita ya ca iti
dharma".
2 . Mewujudkan Pemerintahan yang baik melalui supremasi
hukum akuntabilitas, transparansi dan demokrasi.
3. Mepercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan
ekonomi melalui sistem ekonomi kerakyatan.
4. Pemberdayaan masyarakat dilandasi budaya daerah.
8

5. Menumbuh kembangkan jati diri ruang dan masyarakat kota
Denpasar berdasarkan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh
Agama Hindu (Samijaya, 2002:3)
Untuk mewujudkan Visi dan Misi tersebut, tidaklah semudah
yang dibayangkan, karena banyak faktor yang menentukan
didalamnya, dimana satu dengan yang lainnya saling
ketergantungan,
termasuk
kesetaraan
masyarakat
yang
diidam-;damkan,didapatkan rasa aman, tentram dan tertib. Citacita itu terkadang berbenturan dengan kepentingan orangperorangan,
sehingga
melahirkan
gangguan
terhadap
ketentraman dan ketertiban. Oleh karena itu Pemerintah Kota
Denpasar
telah
berupaya
mengantisipasi
kemungkinan
gangguan ketenteraman dan ketertiban di wilayah Kota
Denpasar dengan membentuk Dinas Ketentraman Ketertiban dan
Sat Poi. PP Kota Denpasar melalui peraturan Daerah Nomoor 13
Tahun 2001. Keberadaan Perda tersebut antara lain juga untuk
mengantisipasi penduduk pendatang, baik yang datang dari
daerah kabupaten yang ada di Bali maupun kehadiran penduduk
pendatang lintas kota/provinsi.
Masalah kependudukan adalah suatu problem yang
menyangkut segi-segi yang luas atau serba dimensi, baik bidang
demografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, kesehatan dan
sebagainya. Dalam memecahkan masalah kependudukan yang
tidak boleh dilupakan adalah peranan hukum, sebagaimana
disampaikan oleh Han Kelsen karena hukum itu tak lain
"merupakan suatu kaidah ketertiban yang menghendaki orang
mentaatinya sebagai suatu keharusannya (Hanifa, 1976:45).
Penanganan
masalah
kependudukan
merupakan
sikap
terprogram karena melihat banyaknya permasalahan lingkungan
yang disebabkan adanya pembangunan yang meningkat.
Peningkatan ini apabila tidak dikendalikan akan memberikan
dampak yang komplek yaitu pencemaran tanah, lingkungan,
15

erosi dan banjir. Disamping itu hal ini juga akan berimbas
kemacetan lalu lintas yang merupakan rangkaian gangguan

lingkungan yang bersumber dari kepadatan penduduk, terutama
dengan banyak kehadiran penduduk pendatang.

9

15

Peningkatan urbanisasi dan migrasike kota akan berdampak
terhadap pemadatan penduduk, kepadatan pemukiman yang
tidak terkendali, kekacauan tata ruang, polusi karena limbah
merupakan proses yang semakin merusak kualitas lingkungan
perkotaan. Permasalahan yang menyangkut kependudukan tidak
semata-mata terkait dengan tersedia iapangan pekerjaan,
tempat dlmana dia harus berteduh tetapi juga akan menyangkut
baginya tersedia makanan, perumahan, pakaian, Iapangan
kehidupan, tersedianya Iapangan pekerjaan sesuai dengan
tingkat kemakmuran yang dikehendaki oleh para pembangun
bangsa pada sebelum kemerdekaan. Masalah kependudukan
saat ini merupakan dilema bagi Daerah Provinsi Baii, karena
itulah oleh Pemerintah Provinsi Bali membentuk Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor: 10 Tahun 1998
Tentang Pengendalian Penduduk daiam wilayah Provinsi Bali,
dimana daiam Pasal 1 huruf e disebutkan bahwa : penduduk
adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah, ciri-ciri utama,
pertumbuhan, penyebaran, mobilitas, penyebaran kualitas,
kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, soaial
budaya, agama serta lingkungan penduduk tersebut. Untuk
semua itu hendaknya ada keserasian hubungan antara sesama
manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan serta
manusia dengan Tuhan, sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana {
Surpha, 1995 : 53).
Masalah kependudukan merupakan suatu hal yang
senantiasa mendapat perhatian dari masa- kemasa, juga pada
masa dahulu sebelum orang tahu mempergunakan statistik
secara teratur serta memahami akan kegunaannya, sudah ada
keinginan untuk mengetahui jumlah penduduk, dan ada
beberapa alasan untuk mengetahui keadaan penduduk yaitu
alasan politik, ekonomi dan alasan sosial budaya.

10

Bali dan khususnya Kota Denpasar sebagai daerah
pariwisata dan daerah industri kecil mempunyai daya
tariktersendiri, dan kodisi seperti itu menawarkan berbagai
macam impian bagi pencari kerja dalam menopang kehidupan.
Terkadang yang paling memprihatinkan bahwa seorang datang
ke Bali hanya untuk membuat Bali tidak aman dengan dalih
mencari orang-orang yang menentang keyakinan agamanya,
sehingga terjadiiah "Tragedi Bom Baii I "pada tanun 2002
tepatnya pada tanggal 12 Oktober 2002 di Legian, Kuta,
Kabupaten Badung.
Pengaruh kehadiran penduduk pendatang tidaklah bisa
dilepaskan dari meningkatnya jaringan industri pariwisata,
pembangunan listrik, jaringan telekomunikasi yang semakin
meluas, hadirnya pusat-pusat perbelanjaan seperti "swalayan"
yang semuanya itu menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit.
Hadirnya para pencari kerja yang sebagian besar datang dari
luar Bali dengan memunculkan pemukiman-pemukiman baru,
menjadlkan semakin menyusutnya areal per-subak-an yang telah
diubah menjadi pemukiman. Oleh karenanya oleh Pemerintah
Provinsi Bali mengeluarkan Perda Nomor: 10 tahun 1998 tentang
"Pengendalian Kependudukan Dalam Wilayah Provinsi Daerah
Bali ".
Upaya peningkatan ketertiban di bidang kependudukan
khususnya mengenai bertambahnya penduduk pendatang,
diperlukan koordinasi antara desa pakraman dengan desa dinas,
dimana dalam Perda disebutkan bahwa: upaya, pengaturan,
pengendalian perkembangan kependudukan daerah Bali tetap
didasarkan atas kesadaran, rasa tanggung jawab dan secara
sukarela dengan memperhatikan nilai-nilai agama, Tri Hita
Karana, adat-istiadat, lembaga adat, norma sosial dan kesusilaan
dalam wilayah {desa/ banjaradat).

17

Berdasarkan penjelasan umum diatas, dapat dikatakan
dalam
mengendalikan
penduduk
pendatang
persus
perkembangannya,
hendaknya
memperhatikan
nilai-nilai

11

agama, 777 Hita Karana dan sebagainya, dalam mana hal
tersebut diaplikasikan dalam pasal 11 Undang-undang No: 10
tahun 1998 menyatakan :

17

1. Setiap penduduk mempunyai hak dan kesempatan yang
seluas-luasnya
untuk
peran
perkembangan kependudukan.

serta

dalam

upaya

r

dan desa dinas, terutama meliputi pengendalian penduduk
pendatang dengan suatu persyaratan secara manusiawi, serta
kerja sama antara desa pakraman dengan desa dinas dalam
penanganan

2. Peran serta sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
dilakukan melalui lembaga
masyarakat "psuka dukaan
perorangan secara sukareia.

swadaya dan organisasi
banjar'pvnak swasta dan

kehadiran

penduduk

pendatang.

Apa

yang

diisyaratkan Perda Nomor : 10 Tahun 1998 Tentang Pengendalian
Penduduk dalam Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Bali, harus
juga tetap diperhatikan. Untuk lebih evektif dan eves/en maka
peiaksaan Peraturan Daerah dimaksud periu mengatur dengan
lebih rinci lagi.tentang penduduk pendatang yang menetap,

Keteriibatan desa pakramandan desa dinas ini memiliki
peranan yang cukup strategis dan perlu kerja sama (koordinasi),
karena bagaimanapun desa pakraman'dan desa dinas
khususnya merupakan suatu lembaga yang sangat dekat
dengan masyarakatnya, oleh karenanya desa pakraman yang
paling awal mengetahui kehadiran dari pertamanya kehadiran
penduduk yang baru.
Dalam mengantisipasi perkembangan dan atau kehadiran

penduduk

dari penduduk pendatang, maka sangat diperlukan perhatian

Bahwa dalam upaya pengendalian kuantitas penduduk,
pengembangan kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas
penduduk tersebut diatas dipandang perlu untuk menerapkan
pengendalian kependudukan Provinsi Bali dengan Peraturan
Daerah. Kehadiran penduduk pendatang, yang notabeneakan
mempengaruhi dari seluruh aspek kehidupan masyarakat Bali
dengan kultur budaya dan adat istiadat yang cukup ketat dalam
penerapannya. Perpindahan/ mobilitas penduduk baik berupa
mobilitas permanent maupun non permanent, akan berpengaruh
terhadap daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang
didatangani. Pengaruh yang lebih besar akan dihadapi oleh
daerah penerima baik menyangkut aspek ekonomi, maupun
budaya, karena interaksi antara penduduk pendatang maupun
penduduk asli, memerlukan proses yang tidak sedikit memakan
waktu dan pikiran.

dalam ha! pelayanan yang efektif dalam setiap jenjang, juga
dengan mengkoordinasikan pelaksanaan dengan cara koordinasi
(kerja sama) antara desa pakraman dengan desa dinas. Semua
itu bisa terwujud melalui pembentukan pola hubungan dan
penanganan penduduk yang seragam, melalui mekanisme yang
telah disepakati antara desa pakraman dan desa dinas. Dengan
memberikan

kewenangan

pada

masing-masing

dalam

arti

pembagian tugas dan wewenang antara desa pakraman dengan
desa dinas yang dikoordinasikan lewat institusi Majelis Desa
Pakraman dengan Badan Permusyawaratan Desa ( BPD).
Untuk menghindari melebarnya permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk
memberikan

batasan

lingkup

masalah-masalah

yang

akan

dibahas, yaitu tentang tugas dan wewenang dari desa pakraman
12

pendatang

pencari

kerja

serta

penduduk

tanpa

pekerjaan.
Bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk, semakin
menambah beban bagi banjar/desa pakraman) setempat,
terutama yang berkait masalah keamanan, lingkungan hidup,
lahan yang tersedia, dan kepentingan desa pakraman dengan
kepentingan bangsa secara keseluruhan agar tetap terjadi
keseimbangan lahir dan bathin.

19

Salah satu isu yang sedang berkembang dimasyarakat Kota
Denpasar adalah adanya indikasi perpindahan (migran)
penduduk yang semakin besar setelah Bom Bali. Indikasi

13

semacam ini terjadi terutama akibat kondisi keamanan diluar
Bali yang relative tidak aman, disamping untuk memproleh
pekerjaan sangatlah sulit. apalagi

19

Dengan ditingkatkannya kwalitas mutu " udara ambient ",
kwalitas baku mutu air dan menurunnya prosentase kerusakan
trumbu karang, disertai dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan lingkungan hidup, sudah bisa diprediksi apa
yang diagendakan oleh Pemerintah Kota Denpasar akan
terwujud.
Arah kebijakan pembangunan Kota Denpasar yang
berwawasan iingkungan dan mengajegkan Kota Budaya, adalah
tidak lain untuk memberikan kesadaran masyarakat agar perduli
pada isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai kontrol
sosial dalam memantau kwalitas lingkungan. Untuk mewujudkan
semua itu oleh Kota Denpasar melakukan kebijakan umum yang
meiiputi :
Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan
hidup
akibat kegiatan pembangunan dengan bertambahnya
kehadiran
penduduk pendatang.
Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup.
Meningkatkan informasi penyebaran data dan lingkungan.

3. Desa Dinas maupun Desa Pakraman yang keberadaannya
termasuk lingkungan Pariwisata, hunian dari Desa yang
bersangkutan dihuni oleh sebagian wisatawan Manca
Negara, dengan mengambil lokasi di Desa/Kelurahan Sanur.

BAB III
KOORDINASI DESA PAKRAMAN DAN
DESA DINAS
3.1.

Susunan Organisasi Desa Dinas

Yang dijadikan lokasi penelitian ini adalah berorientasi dalam
tiga dimensi wajah dan keberagaman penduduk dari suatu desa
pakraman maupun desa dinas. Adapun kreteria yang
dipergunakan untuk menentukan suatu desa pakraman dan desa
dinas menjadi obyek adalah :
1. Keberagaman dari penghuninya atau warga masyarakatnya
baik yang beragama Hindu maupun yang " Non Hindu "
dipilih lokasi pada Desa Dinas/Perbekelan Wongaya.
2. Kemungkinan dalam satu Desa Dinas ada dua Desa
Pakraman, dipilih lokasi Di Desa /Perbekelan Peguyangan
Kangin, dan Kelurahan Penatih.

Istilah Pemerintahan Desa yang disebut Perbekelan itu
digunakan sampai jaman lahirnya Undang-undang Nomor 5
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, undang-undang
tersebut menata pemerintahan di tingkat Desa dan Kelurahan.
Bagi Desa yang masih otonom Kepala Pemerintahan desa dipilih
oleh warga Desa yang berdomisili di Desa tersebut. Hasil
pemilihan yang menghasilkan Kepala Desa itu memiliki masa
jabatan 8 tahun. Sedangkan untuk Kelurahan, kepala
kelurahannya ditunjuk oleh Bupati atau Wali Kota. Jadinya UU
Pemerintahan Desa tersebut tidak mengatur dan mengitervensi
desa adat.
Hampir di-seluruh tanah airtata pengaturan kehidupan di
desa-desa mempunyai persamaan yaitu memiliki sifat otonomi
dalam arti mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Selanjutnya berlaku Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 94 disebutkan,
bahwa di Desa dibentuk Pemerintahan Desa dan Perwakilan
Desa yang merupakan bagian dari Pemerintahan Desa. Hal
penting mengenai Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Pengertian badan permusyawaratan dapat dijumpai dalam
pembukaan Undang-undang Dasar 1945, dimana tercantum
adanya kalimat"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

46

14

2.5.

Lokasi Penelitian

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan". Selanjutnya
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia

bagian umum bab II tentang pokok-pokok pikiran dalam
"Pembukaan" pada nomor 3 dijelaskan:

46

15

"Pokok yang ketiga yang terkandung dalam pembukaan
adalah Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas
kerakyatan permusyawaratan/ perwakilan. Oleh karena itu sistem
Negara yang terbentuk dalam undang-undang dasar berdasar
atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan
perwakilan".
Kemudian asas permusyawaratan/perwakilan ini sebenarnya
merupakan pelaksanaan pemerintahan rakyat. Dimana rakyat
menunjukwakili-wakilnya untuk duduk dalam suatu badan
perwakilan rakyat, untuk membawakan aspirasi dan kehendak
rakyat, dimana badan ini nantinya akan mempunyai peranan
penting dalam menentukan soal-soal kenegaraan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dianggap tidak
sesuai lagi dengan perkembangan, maka diganti dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintaha Daerah.
Pengertian Badan Permusyawaratan Desa menurut Undangundang Nomor 32 Tahun 2004, tidak diatur secara rinci apa yang
dimaksud dengan Badan Permusyawaratan Desa. Bahwa BPD
sebagai wadah permusyawaratan yang terdiri dari pemuka
masyarakat yang ada di-desa, yang berfungsi melestarikan adat
istiadat, membuat, menyelesaikan peraturan desa (perdes),
menyerap, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
desa, melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan pelaksanaan pembangunan desa dan pelayanan
kepada masyarakat desa.
Dengan demikian BPD merupakan wahana demokrasi untuk
menyerap aspirasi masyarakat, menyerap permasalahan yang
ada, memberi solusi, jalan pemecahan dan pelaksanaan
pembangunan desa berdasarkan potensi yang ada.
Mengenai Pengertian Pemerintahan Desa telah diatur,
sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 202
ayat 1,2 dan 3 disebutkan bahwa:
48

1. Pemerintahan Desa terdiri dari atas Kepala Desa dan
Perangkat Desa.

2. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat
desa lainnya.

3. Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diisi dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Dimaksud dengan perangkat desa lainnya dalam ketentuan
ini adalah perangkat pembantu kepala desa yang terdiri dari
sekretaris desa, pelaksana teknis Iapangan seperti kepala urusan,
dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau sebutan lain.
Sekretaris desa yang ada selama ini yang bukan pegawai negeri
sipil secara bertahap diangkat menjadi pegawai negeri sipil
sesuai
peraturan
perundang-undangan.
Kepala
Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat 1 dipilih langsung
oleh dan dari penduduk warga Negara Republik Indonesia. Tata
cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman
kepada peraturan pemerintah. Calon Kepala Desa yang
memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa
sebagaimana tersebut diatas ditetapkan sebagai kepala desa.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah :
Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa.
Membina kehidupan masyarakat desa.
Membina perekonomian desa.
Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
Mendamaikan perselisihan masyarakat desa.
Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukumnya.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kepala Desa

(Perbekel)

wajib

diskriminatifserta
16

bersikap
tidak

dan

bertindak

mempersulit

dalam

adil,

tidak

memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan bagi Kepala Desa

desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD.

(Perbekel) dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan

Kepala Desa (Perbekel) dapat diberhentikan

48

17

sementara oleh Bupati atas usul BPD dalam hal yang
bersangkutan tersangkut dalam suatu tindak pidana yang
perkaranya daiam proses pengadilan sesuai yang diatur dalam
pasal Pasal 17 ayat (3) huruf b. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selama Kepala
Desa (Perbekel) diberhentikan sementara, tugas sehari-hari
dilakukan oleh pejabat kepala desa. Bupati atas usui BPD,
mencabut keputusan pemberhentian sementara dalam hal
Kepala Desa yang bersangkutan tidak dijatuhi pidana
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Dalam hal Pengadilan Tingkat Pertama
atau Tingkat Banding menetapkan Kepala Desa (Perbekel) yang
bersagkutan dijatuhi pidana, sedang yang bersangkutan
melakukan upaya banding atau kasasi, paling lama 6 (enam)
bulan sejak Putusan Pengadilan dimaksud, BPD mengusulkan
kepada Bupati untuk memberhentikan sementara. Apabila
setelah proses pengadilan tidak dijatuhi pidana berdasarkan
keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
Kepala Desa (Perbekel) bersangkutan dikembalikan haknya dan
dipulihkan nama baiknya. Kepala Desa (Perbekel) diberhentikan
sesuai bunyi Pasal 17 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 karena :
1. Meninggal dunia
2. Mengajukan berhenti atas permintaan sendiri
3. Tidak lagi memenuhi syarat dan atau melanggar sumpah
atau janji
4. Berakhir masa jabatan dan telah dilantik kepala desa yang
baru

5. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau
norma hidup dan berkembang dimasyarakat.

18

Kepala Desa (Perbekel) yang meninggalkan tugas tanpa
keterangan

selama

3

(tiga)

bulan

berturut-turut

dapat

diberhentikan oleh Bupati atas usul BPD. Kepala Desa yang tidak
menjalankan

tugas

dan

kewajibannya

karena

sakit

atau

mengalami kecelakaan sampai dengan 6 (enam) bulan berturutturut, Bupati menunjuk Sekretaris Desa atau perangkat desa
lainnya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai
Kepaia Desa (Perbekel). Apabila berdasarkan keterangan dokter
atau tim peguji kesehatan yang dibentuk Bupati bahwa Kepala
Desa

(Perbekel)

menjalankan

tugas

sebagaimana
dan

dimaksud

kewajibannya,

tidak

dapat

Bupati

dapat

memberhentikan yang bersangkutan dan menetapkan Pejabat
Kepala Desa atas usul BPD. Kepala Desa dari Pegawai Negeri
Sipil

dan

Anggota

TNI/POLRI

yang

belum

berakhir

masa

jabatannya tidak dapat diberhentikan dengan alasan bahwa
yang bersangkutan memasuki masa pensiun dan Kepala Desa
(Perbekel) dari Pegawai Negeri Sipil atau Anggota TIN/POLRI
yang berhenti atau diberhentikan oieh Bupati, dikembalikan ke
instansi

induknya.

Kemudian

Pejabat

Kepala

Desa

(Perbekel)dWantik Bupati atau pejabat yang ditunjuk, masa
jabatannya paling lama 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal
pelantikan.
Mengenai Pemerintahan Desa adalah pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah desa dan Badan Pemusyawaratan
Desa. Secara struktur organisasi dalam sistem pemerintahan
Negara Republik Indonesia, Pemerintahan Desa merupakan
organisasi Pemerintahan terendah dibawah Camat, yang
memiliki
otonomi
sendiri
didaiam
mengurus
dan
menyelenggarakan rumah tangganya. Pemerintahan desa di Bali
terbagi menjadi dua, pertama yaitu Desa Adat merupakan
pemerintahan tradisional dan bersifat otonom, tidak memiliki
hubungan keatas, melainkan kebawah yaitu masyarakat desa itu
sendiri, yang kedua adalah Pemerintahan Desa Dinas, yang
51

merupakan
subsistem
dalam
sistem
penyelenggaraan
Pemerintahan Nasional, yang memiliki hubungan vertikal keatas
kepada kecamatan, kabupaten, provinsi dan pemerintahan

pusat, serta mempunyai hubungan vertikal kebawah yaitu
kepada banjar-banjar dinas untuk selanjutnya sampai kepada
warga masyarakat desa dinas yang bersangkutan.

19

51

Adapun kewenangan yang dimiliki oleh desa berdasarkan Pasal
206
Undang-undang
Nomor
32
Tahun
2004,
urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :
a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asalusul desa
b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada
desa
c. tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi,
dan/ atau pemerintah kabupaten/kota

d. urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundang-

manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaanya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
Alat-alat perlengkapan Pemerintahan Desa terdiri dari
perangkat desa (Sekretaris Desa, Kepala Urusan dan Kepala
Dusun/Kelian Banjar Dinas), LPM dan BPD.
Tugas dan fungsi perangkat desa ditetapkan dalam
keputusan Kepala Desa {Perbekel). Kepala Dusun/Kelian Banjar
Dinas berkedudukan sebagai pembantu Kepaia Desa (Perbekel)
dalam wilayah kerjanya dan berfungsi menjalankan kegiatan
yang dilimpahkan oleh Kepala Desa (Perbekel) $\ wiiayah
kerjanya. Kepala Dusun/Kelian Banjar Dinas mempunyai tugas :

undangan diserahkan kepada desa

1. Melaksanakan kegiatan pemerintahan desa di wilayah

Berdasarkan kewenangan desa dalam Pasa! 206 tersebut,

kerjanya
2. Melaksanakan Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa
(Perbekel).

maka
secara

kewenangan

berdasarkan

keseluruhan

sebagai

hak

urusan

asal-usul
rumah

dilimpahkan

tangga

desa,

mengingat urusan tersebut sudah ada sejak adanya desa, akan

3.2.

Susunan Organisasi Desa Pakraman

tetapi kewenangan yang lain dan tugas pembantuan, dimana

Penjelmaan dari falsafah Tri Hita Karana tersebut diatas

tergantung pada pemberi tugas pembantuan atau tergantung

dalam kenyataanya di lingkungan desa pakraman yang ada di

dari sisa kewenangan yang kebetulan tidak dilakukan oleh

Bali sangat variatif, demikian pula mengenai struktur organisasi

Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi atau Pusat.

desa pakraman. Terlepas dari variasi-variasi yang ada, satu hal

Menurut Pasal 1 nomor 9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

yang melekat pada semua desa pakraman di Bali adalah bahwa

2004, tugas pembantuan adalah "penugasan dari pemerintah

desa pakraman adalah organisasi sosial religius yang otonom,

kepala daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada

yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Otonomi desa

kabupaten/kota

pakraman'm]

dan/

atau

desa

serta

dari

pemerintah

mempunyai

landasan

yang

kuat

disamping

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu

bersumber pada kodratnya sendiri (otonomi asli) juga bersumber

(Sunarso, 1997 : 7).Yang dimaksudkan adalah tugas yang

pada kekuasaan negara karena dalam struktur kenegaraan

dilimpahkan

pemerintah

mendapat pengakuan secara yuridis berdasarkan konstitusi

kabupaten, dan oleh kabupaten kepada camat, dapat dilakukan

(Pasal 18 B UUD 1945). Dalam perspektif Iokal, otonomi desa

oleh pemerintah desa atas dasar asas-asa dari penyelenggaraan

pakraman mendapat penegasan dalam Peraturan Daerah Nomor

urusan pemerintah. Untuk melaksanakan tugas tertentu yang

3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Pasal 1 dalam angka 4

disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya

Peraturan

oleh

pemerintah

52

provinsi

kepada

Daerah

tersebut
20

menyatakan

bahwa

yang

dimaksudkan "desa pakraman adalah kesatuan masyarakat

secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau

hukum adatdi Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan

Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah

tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu

52

21

tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus
rumah tangganya sendiri".
Isi otonomi desa pakraman ini adalah kewenangan atau
kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Meminjam
teori pembagian kekuasaan dalam Negara modern seperti yang
dikemukakan oleh Montesque dalam ajaran trias po/itica,
kekuasaan yang dimiliki oleh desa pakraman meliputi fungsifungsi legislative, eksekutif, dan yudikatif.

masyarakat sebagai satu kesatuan. Semua aktivitas itu

Wirta Griadhi seperti dikutip oleh Sudantra menguraikan isi
otonomi desa pakraman tersebut sebagai berikut:
1. Kekuasaan atau kewenangan menetapkan aturan-aturan
hukum yang berlaku bagi mereka. Dengan kekuasaan ini
desa pakraman menetapkan tata hukumnya sendiri yang
meliputi seluruh aspek kehidupan dalam wadah desa
pakraman. Aturan-aturan hukum ini lazim disebut awig-awig
desa pakraman atau pararem, yang ditetapkan secara
musyawarah melalui lembaga musyawarah desa yang
disebut paruman desa. Kekuasaan ini dapat diidentikkan
dengan kekuasaan perundangan-undangan {legislatif) dalam
lingkungan negara modern.

Penyade/

2. Kekuasaan atau kewenangan untuk menyelenggarakan
kehidupan organisasinya. Terlepas dari beragamnya variasi
struktur organisasi serta system pemerintahan (Sudantra,
1999 : 98).

diselenggarakan dalam koordinasi pengurus/ pimpinan desa
pakraman yang disebut prajuru adat. Susunan prajuru adat
ini bervariasi terutama berhubungan dengan tipe desa yang
bersangkutan {Bali age dan apanage). Pada desa-desa
pakraman yang tergoiong tipe desa pakraman Apanage,
pejabat puncak dalam prajuru desa adalah Bendesa atau
Kelihan Desa, dibantu oleh pejabat-pejabat lainnya seperti
Petajuh/Pangliman

sebagai

wakilBendesa,

Penyarikan/juruSurat yang berfungsi sebagai sekretaris dan
Petengan/Juru Raksa yang berfungsi sebagai bendahara.
Belakangan ini dalam struktur prajuru desa juga disebut
petugas keamanan desa pakraman yang disebut pecalang.
Kekuasaan menyelenggarakan kehidupan organisasi desa
pakraman ini identik dengan kekuasaan pemerintahan dalam
lingkungan

negara.

menyelesaikan

3.

Kekuasaan

persoalan-persoalan

atau

kewenangan

hukum.

Persoalan

hukum yang ada pada desa pakraman dapat berupa
pelanggaran

hukum

{awig-awigfdresta

lainnya

ataupun

aturan-aturan hukum lainnya) dan dapat berupa sengketa.
Kekuasaan

menyelesaikan

persoalan

hukum

ini

dapat

diidentikkan dengan kekuasaan peradilan {yudikatif) dalam
lingkungan negara.

Desa pakraman yang dikenal di'Bali, secara umum

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001

dapat dikatakan bahwa aktivitas utama desa pakraman

tentang Desa Pakraman, kewenangan desa pakraman diatur

adalah aktivitas yang bersifat sosial religius. Perwujudan

dalam Pasal 5. yang dinyatakan tugas dan wewenang desa

desa pakraman d\b\dang sosial menyangkut hubungan sosial

pakraman ada\ah sebagai berikut:

kemasyarakatan yakni hubungan antar sesama warganya

1. Membuat awig-awig.
2. Mengatur kramadesa.
3. Mengatur pengelolaan harta kekayaan desa.

baik dalam ikatan kelompok maupun perorangan. Di bidang
kehidupan religius, otonomi tersebut akan terwujud dalam
bentuk

penyelenggaraa

kegiatan
54

keagamaan

oleh
22

4. Bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan di
segala bidang terutama bidang keagamaan, kebudayaan,
dan kemasyarakatan.

54

23

5. Membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya Bali dalam

6.

rangka memperkaya, meiestarikan dan mengembangkan
kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan daerah
pada khususnya, berdasarkan paras-paros, sagilik saguluk
satunglung sabayantaka (musyawarah mufakat).
Mengayomi kramadesa. Dilihat dari susunannya, sebagian
desa pakramanbersusunan tunggal dan sebagian lagi
bertingkat. Desa yang bersusunan tunggal adalah desa
pakraman. Desa pakraman yang susunannya bertingkat
terdiri dari beberapa banjar, bahkan sebagian dari banjarbanjaritu dibagi-bagi lagi dalam kelompok kerja yang disebut
tempekan. Menurut Pasal 1 butir 5 Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 3 Tahun 2001, banjard\sebut dengan istilah banjar
pakraman, yang didefinisikan sebagai" kelompok masyarakat
yang merupakan bagian dari desa pakraman". Tjok Istri Putra
Astiti
memberikan
definisi terhadap
banjar
dengan
menekankan pada fungsinya. Oleh Tjok Istri Putra Astiti
menyatakan bahwa "banjar merupakan organisasi tradisional
yang bersifat religius dengan penekanan fungsinya pada
masalah suka-duka, khususnya kematian (Astiti, 2005: 9).
Masalah suka-dukayang menjadi bidang tugas A^rmeliputi
aktivitas-aktivitas pelaksanaan upacara keagamaan yang
berhubungan dengan keadaan suka (upacara perkawinan,
upacara-upacara yang berkaitan dengan tahap kehidupan
manusia, dan Iain-Iain) dan keadaan duka fupacara yang
berkaitan dengan kematian, ngaben dan sebagainya).

kelompok orang dalam desa pakraman\ni\ah yang disebut
unsurpawongan{wong

=

orang).

Kelompok

orang

yang

merupakan satu kesatuan dalam wadah desa pakraman itu
disebut

pakraman,

yang

merupakan

anggota

dari

desa

pakraman. Anggota dari desa pakraman\n\\ah yang lazim
disebut krama desa. Sistem pakraman (keanggotaan) desa
pakraman yang ada di Bali bervariasi, tetapi dalam garis

kesatuan ke dalam maupun ke luar. Kelompok masyarakat atau

besarnya dapat dikeiompokkan dalam tiga garis besar, yaitu :
1. Sistem pakraman berdasarkan ngemong karang ayahan.
Sistem ini umumnya dianut pada desa pakraman yang masih
kuat pengaruh dari tanah adatnya (tanah hak ulayat).
Ngemong karang ayahan berarti memegang/menguasai
tanah milik desa {tanah ayahan desa'atau tanah karang
desa). Berdasarkan sistem ini maka status keanggotaan desa
pakraman {krama desa) akan dibedakan menjadi dua
kelompok,yaitu pertama kelompok krama yang menguasai
tanah milik desa sehingga dikenakan kewajiban {ayahan)
penuh kepada desa. Kelompok kramaM disebut krama
ngarepatau istilah lainnya sesuai dengan adat {dresta)
setempat. Kedua, kelompok kramayaug tidak menguasai
tanah milik desa sehingga tidak dikenakan kewajiban penuh
kepada desa. Kewajiban-kewajiban yang dikenakan terhadap
krama pengele ini bervariasi antara desa pakraman yang
satu dengan desa pakraman lainnya sesuai dengan awigawigyang berlaku di desa tersebut. Kelompok krama ini
disebut krama pengele, krama roban, dan sebagainya.
2. Sistem
pakraman
berdasarkan
maplkurenan.
Mapikurenanartinya berumah tangga. Berdasarkan sistem ini
maka keanggotaan seseorang menjadi krama desa dimulai
setelah yang bersangkutan berumah tangga (kawin). Dalam
sistem ini tidak ada perbedaan status kramadesa seperti
dalam sistem ngemong karang ayahan, sehingga semua

24

57

3.3.

Keanggotaan, Kekayaan Desa Pakraman

Salah satu unsur penting terbentuknya masyarakat hukum
adat menurut Barend Ter Haar (Rahardjo, 1979 : 53), adalah
adanya kelompok masyarakat yang bertindak sebagai satu

krama desa mempunyai hak dan kewajiban yang sama
terhadap desa. Desa pakramandengan sistem ini umumnya

25

dianut oleh desa pakraman yang tidak mempunyai tanah
adat atau tidak kuat pengaruh tanah adatnya.

57

areal kuburan desa adat. Mempunyai nilai ekonomi atau tidak
dalam hal ini tentunya dilihat dari sudut pandang orang Bali
yang beragama Hindu. Milik desa adat yang tampak dan
mempunyai nilai ekonomi dapat berupa tanah, bangunan,
tabungan, tumbuh-tumbuhan dan berbagai barang-barang yang
lainnya. Tanah desa terdiri dari: tanah pelaba pura(m\\\k pura),
telajakan pura (tanah-tanah yang ada disekitar pura), karang
ayahan desa (rumah tinggal penduduk yang tidak termasuk
karang gunakaya atau tanah milik pribadi), tanah lapang,
telajakan desa{tanah kosong yang ada di beberapa sudut desa),
sampih dan tangkid(tanah tak bertuan yang ada dipinggir jurang
atau sungai). Duweda\arx\ wujud bangunan milik desa, antara
lain dapat berupa : ruko (rumah dan toko yang disewakan), balai
wantilan desa, balai banjar, pasardesa dan bangunan lainnya
yang dibangun oleh desa. Uang milik desa dapat berupa kas
(tunai), dan tabungan/deposito.
Pengelolaan harta kekayaan desa pakraman dilakukan oleh
prajuru desa sesuai dengan awig-awig desa pakraman masingmasing. Setiap pengalihan/perubahan status harta kekayaan
desa
pakramanharus
mendapat
persetujuan
paruman{sangkepan) desa. Pengawasan harta kekayaan desa
pakraman dilakukan oleh krama desa pakraman. Salah satu
harta kekayaan desa pakraman yang disebutkan dalam
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 adalah tanah Desa
Pakraman, yang tidak boleh disertifikatkan atas nama pribadi.
Dengan demikian, harta desa pakraman harta yang sudah
ada maupun harta yang didapat kemudian. Pendapatan desa
pakraman

didapat

dari

pawedalan\paturunan)

beberapa

dari

sumber,

kramadesa,

antara

hasil

lain

:

pengelolaan

kekayaan desa pakraman, hasil usaha Lembaga Perkreditan
Desa (LPD), bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
pendapatan lainnya yang sah (seperti saham dalam berbagai
72

bidang usaha, donasi rutin dari perusahaan milik pribadi yang
ada di wilayah desa pakraman) dan sumbangan pihak ketiga
yang tidak mengikat (Pasal 10).

3,5.

Koordinasi Desa Pakraman dan Desa Dinas

Sebelum membicarakan masalah koordinasi kiranya perlu
membaca beberapa kutipan yang menyangkut masalah Adat
Bali, karena bagaimanapun juga Adat Bali merupakan pijakan
dari masyarakat Hindu dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
mengkoordinasikan Desa Pakraman dengan Desa Dinas perlu
merevitaliasi Adat Bali (adat kebiasaan) dengan beberapa alasan
;
1. Untuk menfilter budaya asing, antara desa pakraman dan
desa dinas melakukan koordinasi desa pakaraman diberikan
tugas menerima laporan awa! atas kehadiran tamu asing
yang menginap, atau yang melakukan bisnis, atau kegiatan
lain yang dapat mempengaruhi ketertiban dan keamanan
masyarakat. Sedangkan desa dinas sebagai pihak yang
berwenang dalam pengurusan administrasi, memberikan
catatan dan pengawasan bekerja sama dengan pecalang dan
petugas kepolisian dalam melakukan Kamtibmas.
2. Aturan adat yang mengekang aktivitas masyarakat untuk
mencarai sesuap nasi perlu diatur disosialisasikan oleh desa
dinas, sebagai wujud keperdulian akan Kamtibmas, sehingga
secara etik moral menuju Bali yang mempunya