Meneropong Proses Tender Proyek PLN

Meneropong Proses Tender Proyek PLN
Oleh : Muslimin B. Putra
PLN sekarang sedang membuka tender proyek pembangkit listrik sebesar
7.000 megawatt (MW) di Jawa untuk 10 lokasi. PLN juga berencana membuka 30
tender pada awal bulan November 2006 mendatang untuk kategori pembangkit listrik
3.000 MW di luar Jawa. Pembangunan pembangkit sebagai langkah ntuk menutup
kekuarangan pasokan kebutuhan listrik mulai 2009. Saat ini total kapasitas produksi
pembangkit di Indonesia adalah 25 ribu MW, dengan tingkat pertumbuhan sekitar
2000-3000 MW atau 6-7 persen per tahun.
PLN berencana membangun proyek pembangunan listrik 10 ribu megawatt
yang disebut crash program karena memakai bahan bakar batubara. Proyek tersebut
masih menjadi pembahasan di DPR oleh Panitia Anggaran karena bermaksud
menggunakan APBN sebagai jaminan proyek. Proyek dengan bahan baku bata bara
merupakan proyek pertama di Indonesia sehingga disebut sebagai crash program.
Sikap hati-hati DPR perlu diacungi jempol karena proyek-proyek PLN selama
ini sangat berpotensi korupsi. Apalagi beberapa proyek PLN hingga kini masih
bermasalah seperti Proyek Karaha Bodas, Proyek PLTG Borang, Paiton dan lain-lain.
Khusus Proyek Borang kasusnya masih di tangani polisi yang melibatkan Eddie
Widiono selaku Dirut PLN dan Ali Herman Ibrahim sebagai Direktur Pembangkitan
Energi Primer.
Faktor jaminan dari pemerintah saat ini ditunggu-tunggu pihak investor. Hal

ini berbuntut pada minimnya peserta tender. Dari sepuluh pembangkit yang
ditawarkan, empat proyek harus ditender ulang karena pesertanya tidak qorum.
Keempat proyek tersebut adalah PLTU Teluk Naga 3 x 300 Mw, PLTU Pelabuhan
Ratu 3 x 300 Mw, PLTU Tanjung Jati 600 MW dan PLTU Pacitan 2 x 300 Mw.
Keempat proyek tersebut hanya diminati oleh dua investor yakni Konsorsium Zelan
Holdings (SDN Berhad, PT Primanaya Djan International, Tronoh Consolidated
Malaysia Berhad) dan China National Electric Equipment Corp-PT Penta Adi
Samudera). Sementara menurut Kepres No 80/2003, pelaksanaan tender minimal
harus diikuti tiga peserta.
Dua investor besar sudah resmi mengundurkan diri adalah Alstom Power dan
Adhi Karya, padahal keduanya adalah termasuk dari 19 peserta tender yang lolos

prakualifikasi proyek 600 Mw-700 Mw. Investor dari Jepang, Marubeni juga mundur
dari satu proyek 600 Mw-700 Mw.
Sulitnya mendapat jaminan dari pemerintah karena terkait belum tuntasnya
kasus hukum Eddi Widiono dalam proyek PLTG Borang serta proyek-proyek di masa
lalu yang belum tuntas. Bila pemerintah tetap memberikan jaminan, maka taruhannya
kembali ke rakyat sebagai konsumen.
Saat ini jaminan yang sangat ditunggu investor adalah jaminan pendanaan
sebagai bagian dari manajemen resiko. Kemampuan PLN sebagai penjamin masih

dianggap tidak cukup bagi para investor. Sementara sesuai aturan Undang-Undang
BUMN, jaminan kepastian bisa berupa public service obligation (PSO). Bila PLN
melakukan tugas PSO dan mengalami kesulitan likuiditas, maka pemerintah
mengusulkan PSO-nya untuk PLN. Skenario lain bila pemerintah yang menjamin,
maka jaminannya melalui APBN.
Strategi PLN menjembatani keinginan mendapatkan jaminan bagi investor
yakni dengan melakukan trapping bahwa pemerintah hanya memberikan letter of
support bukan warranty (jaminan). Nanti menjelang akhir proses tender akan
dimunculkan warranty pemerintah.
Sementara pihak pemerintah segera menerbitkan perpres atau keputusan
menteri keuangan yang akan merumuskan kriteria mengenai kelayakan kontrak antara
PLN dengan kontraktor. Bagi pemerintah, pendanaan keseluruhan proyek dibebankan
kepada PLN dan kontraktor sebab pemerintah tidak menganggarkan proyek tersebut
dalam APBN. Versi pemerintah, kontraktor akan menyediakan 85 persen dari nilai
proyek dan sisanya 15 persen ditanggung PLN.
Kontraktor Cina
Tender proyek percepatan kelistrikan kategori 600-700 MW dan kategori 300
MW-400 MW dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, seleksi administrasi dan
teknis. Peserta yang lolos bisa mengikuti tahap kedua yaitu penawaran harga.
Evaluasi pada 31 Juli 2006 lalu menunjukkan ada 19 peserta tender lulus

prakualifikasi tender PLTU kapasitas 600-700 MW. Sebelumnya peserta tender yang
ikut 49 kontraktor/konsorsium. Untuk kapasitas 300-400 MW, dari jumlah awal 59
peserta tender, ada 24 peserta yang lulus prakualifikasi.
Dalam tender proyek di Jawa, untuk kategori 300-400 MW dari 24 perusahaan
82 persen yang lolos prakualifikasi adalah perusahaan Cina. Sedangkan untuk
kategori 600-700 MW dari 19

kontraktor, 52 persen juga dari Cina. Adakah

hubungan lolosnya kontraktor Cina dengan studi banding direksi PLN ke Cina
beberapa waktu sebelum dibukanya proses tender?
Ketika disorot DPR, direksi PLN memberikan argumentasi bahwa peserta
tender proyek kali ini diikuti investor dari berbagai negara seperti Cina, India, Jepang,
Korea dan dari Eropa. Untuk proyek pembangkit 300 MW dan 600 MW, terdapat
perusahaan dari berbagai negara seperti India, Jepang, Korea, Polandia dan Malaysia.
Dominasi investor Cina sangat kelihatan dan sempat disorot kalangan DPR karena
Cina dinilai memiliki kapasitas produksi besar hingga mampu memproduksi 40 ribu
Mw dan bisa memasok dalam waktu yang singkat.
Berdasarkan hasil tender tahap pertama untuk tender proyek pembangkit 300
MW-400 MW di PLTU Tanjung Awar-Awar, ada 4 konsorsium yang ikut masingmasing : Konsorsium Dongfang Electric Corp-PT Dalle Energy, Sinohydro Corp-PT

Hutama Karya-PT Waskita Karya, China National Machinery Industry Corp
(Sinomach)-PT Penta Adi Samudera dan Konsorsium China Huadian Corp-PT Duta
Graha Indah. Dari keempat konsorsium, hanya Sinomach-Penta Adi Samudera yang
memasukkan jaminan keamanan senilai 6,8 juta dollar AS.
Untuk PLTU Indramayu, ada empat konsorsium juga yang ikut tender, namun
hanya konsorsium Sinomach yang memberikan jaminan sebesar 10,2 juta dollar AS.
Pada PLTU Labuan, dari 5 konsorsium yang memasukkan dokumen, hanya Chengda
Engeneering Corp-PT Truba Jurong Engineering Corp yang memasukkan bid bonds
senilai 5,8 juta dollar AS. Sedang pada PLTU Rembang, dari 4 konsorsium yang ikut,
hanya konsorsium Zelan holding (SDN) BHD-Tronoh Consolidated MalaysiaPriamanaya, satu-satunya peserta yang memasukkan jaminan sebesar 6,8 juta dollar
AS.
Melibatkan Pemerintah dan Masyarakat
Setiap pelaksanaan tender yang dilakukan PLN, pemerintah harus terlibat
langsung agar meminimalisir praktek moral hazard dengan pengawasan penuh dari
DPR sebagai wakil rakyat. Mengapa? Sebab tender proyek PLN akan selalu
melibatkan modal besar dan menjadi medan pertaruhan pemerintah dan masyarakat
sebagai konsumen.
Bila melibatkan pemerintah, institusi paling berwenang adalah Direktorat
Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE), sementara dari unsur masyarakat bisa
melalui LSM Anti Korupsi. Dengan dilibatkannya pemerintah dan masyarakat, PLN


diharapkan tidak menjadi pemegang kekuasaan tunggal dalam menilai proyek
triliunan rupiah tersebut.
Pelibatan pemerintah ternyata sudah terjadi dengan dibentuknya Tim
Percepatan

Proyek

Kelistrikan

10.000

Megawatt

yang

dipimpin

Menko


Perekonomian, Boediono. Namun masalahnya adalah bagaimana mensikapi adanya
kasus satu calon kontraktor yang memenuhi syarat jaminan penawaran (bid bonds)
untuk 4 proyek PLTU kategori 300-400 MW? Apakah masalah seperti itu diatur
dalam Perpres No. 8/2006 tentang pengadaan Barang dan Jasa Publik sebagai
pengganti Kepres No. 80/2003? Apakah pengajuan pendapat hukum

oleh Tim

Percepatan Proyek Kelistirkan kepada Kejaksaaan Agung bisa menyelesaikan
masalah?
Nampaknya langkah untuk meminta pendapat hukum ke Kejagung guna
mengantisipasi dampak hukum bila nanti terjadi kasus korupsi, seperti yang menimpa
beberapa anggota KPU yang sedang menjalani hukuman akibat kasus korupsi tender
pemilu. Dengan tameng pendapat hukum Kejagung, maka langkah pemerintah c.q.
Tim Percepatan Proyek Kelistrikan akan semakin mantap menetapkan pada kontraktor
listrik yang lolos dengan berbekal jaminan bid bonds. Keberadaan faktor jaminan bid
bonds nampaknya menjadi kriteria obsolut. Sementara secara kasat mata terlihat
pemerintah telah menggunakan sistem PL (Penunjukan Langsung) dengan nilai
trilyunan rupiah. Nampaknya, sebuah praktek pembohongan publik akan segera
tergelar. Wallahu a’lam bissawab.

Penulis, Research Associated pada Indonesia Procurement Watch (IPW), Jakarta.
Tulisan ini pendapat pribadi penulis, tidak mewakili lembaga