KATA PENGANTA (4) KATA PENGANTA (4) KATA PENGANTA (4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul
"Memahami Teori Kebenaran" dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim
kelompok 3 yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Filsafat
Ilmu dan dipresentasikan dalam pembelajaran di kelas. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai Teori-teori kebenaran Filsafat. Makalah ini dianjurkan untuk dibaca oleh semua
mahasiswa pada umumnya sebagai penambah pengetahuan dan pemahaman tentang teori
kebenaran dalam filsafat.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang
budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis
harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan
pada waktu mendatang.


1

Daftar Isi

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A.

Latar Belakang Masalah.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................2
D. Manfaat makalah..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Landasan Teori..................................................................................................................3
1. Pengertian Kebenaran............................................................................................................3
B. Pembahasan (Analisis Penulis)........................................................................................14
BAB III PENUTUP..................................................................................................................16

A.

Kesimpulan...................................................................................................................16

B. Saran................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................17

2

3

4

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk


memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku
di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam.
Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan
fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena
alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap
kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat
kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur
tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif.
Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan
pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah
pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat
pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur
dengan jelas.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan
pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin. misalnya
hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang dikenal dan

diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri
pengenal dan masyarakat pengenal. Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna:
kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi
bahasa, etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita
rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan

1

hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan
yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada
akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan dalam
makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya kita rumuskan masalah-masalah yang akan di
bahas, antara lain :
1.

Pengertian kebenaran.

2.


Teori-teori kebenaran filsafat ilmu.

C. Tujuan Penulisan
Adapun manfaat pembuatan makalah ini adalah :
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian dan tingkatan-tingkatan kebenaran
ilmu pengetahuan.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang teori-teori kebenaran ilmu pengetahuan.
3. Mahasiswa

mampu

memenuhi

syarat

tugas

filsafat


ilmu

D. Manfaat makalah
1. untuk memberikan pengetahuan yang lebih tentang pengertian ilmu filsafat kepada
orang lain.
2. menambah wawasan dan meperdalam pengetahuan guna mengembangkan pola

pikir

yang ilmiah.
3. dapat memberikan referensi dan nilai positif bagi orang lain.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human

dignity) selalu berusaha "memeluk" suatu kebenaran.Berbicara tentang kebenaran ilmiah
tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan
dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah
melalui tahap-tahap metode ilmiah. Terdapat lima macam kebenaran yaitu kebenaran adat,
kebenaran agama (dogma), kebenaran ilmu pengetahuan, kebenaran ideologi politik
(doktrin), dan kebenaran capital. Kebenaran adat ialah kebenaran dari kepala suku, tidak
boleh dibantah, jika dibantah akan dikucilkan dari masyarakat. Kebenaran agama ialah
kebenaran atas dasar kepercayaan, keyakinan yang datangnya dari wahyu, tidak boleh
dibantah, dosangkal, atau didebat, jika disangkal sanksinya adalah neraka. Kebenaran ilmu
pengetahuan ialah kebenaran atas dasar observasi, penyelidikan, penilitian terhadap objek,
boleh disangkal, dibantah, dan didebat, jika didebat tidak ada sanksi apa-apa, bahkan
pengetahuan tersebut semakin berkembang. Kebenaran ideologi politik ialah kebenaran atas
dasar kekuasaan atau kebenaran ilmiah yang dijadikan dogma, tidak boleh disangkal, jika
disangkal sanksinya adalah penjara. Kebenaran kapital ialah kebenaran atas dasar
kepentingan kapitalis, kaum kapitalis atau majikan tidak boleh disangkal, dibantah atau
didebati, jika didebat sanksinya adalah dipecat majikan. Lima macam kebenaran itu diterima
manusia atas dasar kepercayaan dan keyakinan.
Berdasrkan kamus Bahasa Indonesia, kebenaran yang berasal dari kata benar yang berati
sesuai, sebagaimana adanya (seharusnya) betul, tidak salah, cocok dengan keadaan yang
sesungguhnya, tidak berbohong sedangkan kata kebenaran berarti keadaan (hal dan

sebgainya) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya, sesuatu yang sungguh3

sungguh (benar-benar) ada. Jadi dapat di simpulkan kebenaran merupakan salah satu
sederhana untuk mempelajari suatu subyek adalah menentukan segala sesuatu yang bisa
benar atau salah, termasuk pernyataan, proposisi, kepercayaan, kalimat, dan pemikiran.
Kebenaran menurut filsafat adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai
nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memluk” suatu kebenaran. Pendidikan pada
umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengembantugas utama untuk menemukan,
pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nialai-nilai kebenaran. Semua orang yang
berhasrat untuk mencitai kebenaran, bertindak sesuai dengn kebenaran. Harus ada
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada.
Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang
metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan
sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya. Penegasan di atas
dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan ukuran,
pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri
sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya,
yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran
yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti

atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu
kesatuan system.
Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah
berkata: "Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh
belakangan Bradley menjawab; "Kebenaran itu adalah kenyataan", tetapi bukanlah kenyataan
(dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa
saja berbentuk ketidak benaran (keburukan).
Dalam bahasan, makna "kebenaran" dibatasi pada kekhususan makna "kebenaran keilmuan
(ilmiah)". Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi
(relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang
ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan.
Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu
secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa
4

menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh
kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan
obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek
obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat
akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian
seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan
kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini
terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu
terdapat diluar jangkauan manusia.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan
kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan
antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan
epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan
realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan
akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar
dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu
benar bagi orang lain. Karena itu, kegiatan berpikir adalah usaha menghasilkan pengetahuan
yang benar itu atau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria
kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang akan
metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisik pun
memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran.

Namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja. Masalah kebenaran inilah yang memacu
tumbuh dan berkembangnya epistemologi. Telah epistemologi terhadap “kebenaran”
membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis
kebenaran, yaitu kebenaran epistemologi, kebenaran ontologis dan kebenaran semantis.
Kebenaran epistemologi adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia.
Kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada
5

hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran dalam arti semantis adalah
kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran memang unik,
tak pernah terjawab secara mudah. Berbagai abstraksi sering dipakai untuk menjawab
pertanyaan, untuk menemukan kebenaran. Abstraksi lahir atas atas akal budi, yang
menemukan kebenaran yang lebih esensial. Dengan akal budinya, maka kemampuan manusia
bersuara bisa menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Lewat bahasa dan
komunikasi, manusia hendak menemukan kebenaran. Kebenaran merupakan cita-cita
tertinggi, yang selalu menjadi obsesi hidup. Untuk menemukan kebenaran manusia di
kelilingi oleh dunia simbol yang bermacam-macam. Manusia mampu menciptakan dan
menggunakan simbol-simbol dalam kehidupan sehari-hari. Kebenaran tidak datang dengan
sendirinya, melainkan perlu dicari dengan cara yang tepat. Ketika orang memanjat pohon
kelapa, mungkin sambil naik, akan menghitung berapa banyaknya lubang yang digunakan
memanjat. Jika dia dapat menghitung dengan tepat, maka kebenaran dengan cara mematik dia
lakukan atas dasar faktual. Jika demikian, cara manusia menemukan kebenaran tidak sesuka
hati. Kebenaran diraih dengan langkah yang tepat. Dengan filsafat ilmu, kebenaran ilmiah
dicapai dengan cara yang tersistem.

2. Teori-Teori Kebenaran
Teori kebenaran pada dasarnya mucul berdasarkan pertanyaan yang mendasar mengenai
kejadian yang ada di sekitar kehidupan kita. Ada begitu banyak teori kebenaranyang
dikemukakan oleh para filsuf yang dapat membuka mata kita di antaranya : (i) teori idealisme
Plato yang bepusat pada “ide”; (ii) teori Rasionalisme R.Decartes, yang berpusat pada akal
atau rasio dan kesadaran; (iii) teori Immanuel Kant yang berpusatpada akal atau rasio murni
(Reinen Vernunft, Praktisen Vernunft); (iv) teori-teori wahyu/ revalasi darikalangan teolog
(dari Tuhan Yang Maha Esa) yang menyatakan bahwa the truth is created by the God yang
dilawan oleh teori evolusi; (v) teori coherence (coherence theory) yang menyatakan bahwa
kebenaran itu sesuai nilai inter subjektif, ada nilai disepakati bersama antara subjek dengan
subjek yang lain. Bahkan, kebenaran yang bermakna humanistik; (vi) Correspondence theory
yang menyatakn bahwa kebenaran itu adalah sesuatu sesuai hukum alam (natural laws). Oleh
sebab itu ilmu harus mencari tahu menemukan hukum alam; (vii) teori pragmatisme yang
menyatakan kebenaran adalah sesuatu yang berguna atau bermanfaat bagi manusia di dunia
ini. Atau paham teori utilitiarisme, yang benar itu yang memberikan faedah atau keuntungan
6

bagi manusia; (viii) teori esensialisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu sesuatu yang
abstrak dan yang bermakna sebagai hal yang esensial atau yang terdalam dari pikiran
manusia: (ix) teori eksiistensialisme yang menyatakn bahwa kebenaran itu sesuatu yang
sangat kontektual, sesuai dengan ruang dan waktu. Oleh sebab itu kebenaran yang absolute
tidak pernah ada. (x) teori metafisisontolgy yang menyatakan bahwa kebenaran itusuatu hal
yang ontologis, diketahui atau tidak, kebenaran itu ada dalam ruang yang ada. Kebenaran ada
di dunia metafisis dan bukan dalam dunia empiri; (xi) teori ilmu pengetahuan/ teori ilmiah
yang menyatakan bahwa kebenaran itu sesuai dengan asas-asas yang ada dalam ilmu
pengetahuan (merupakan kebenaran dari pembuktian terhadap hipotesis). (xii) teori
penomenologi (E.Husserl) yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah sesuatu yang tetap
dan abstrak bernama “neumenon” jauh dibalik penomenon (gejala); (xiv) teori
konstruktivismen yang menyatakan bahwa kebenaran itu suatu hasil konstruksi pikiran
manusia yang bebas, dan selalu berubah, dan sangat bersubjektif; (xvi) teori post-modernisme
menyatakn bahwa kebenaran itu bukan suatu yang tetap, selalu berubah, dan akal manusia
menciptakan secara bebas dan tidak pernah sama dengan yang lalu, tetap kecenderungan
bahwa kebenaran tidak dapat diungkap dalam bahasa; (xvii) teori progresivisme menyatakan
bahwa kebenaran yang tidak pernah statik, melainkan selalu berubah ke depan (ke masa yang
akan datang) sesuai perkembangan manusia dan zaman. Paham itu mencolok paham-paham
warisan tradisi dan konservatif; (xviii) teori kritik (Critical theory of truth) menyatakan
kebenaran itu suatu hasil pemikiran manusia yang terbuka dan kritis sepanjang zaman, dan
kebenaran lahir dari dialog, diskusi, dan diskursus yang kontinu (Jurgen Herbernas); (xix)
teori nihilism menyatakan bahwa sesungguhnya tidak pernah ada kebenaran di dunia ini,
yang ada hanya power, who holds the power, he is able to creat the truth and jaustice
(F.Nietzsche).
Menurut Jujun S, Suriasumantri dalam tulisannya berjudul Hakikat Dasar Keilmuan, ilmu
merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut
tidak lagi merupakan misteri. Ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah
pengalaman manusia. Artinya, objek penjelajah keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat
ditangkap oleh pengalam manusia lewat pancaindranya.
Secara epistemologi, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari
alam, yakni pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan
antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut
7

digabungkan dalam mempelajari grjala alam untuk menemukan kebenaran. Kemudian ada
juga teori ilmu pengetahuan/ teori ilmiah yang menyatakn kebenaran itu sesuai dengan asasasas yang ada dalam ilmu pengetahuan (merupakan kebenaran dari pembuktian terhadap
berbagai kalagan dengan persepsi yang berbeda-beda, namun pada dasarnya sama yaitu nilai
kebenaran yang diperoleh dari berbagai pengetahuan yang telah dikaji.
Ilmu dalam menemukan kebenaran menyadarkan dirinya kepada kriteria atau teori
kebenaran antara lain :
1. Teori Kebenaran Korespodensi
Teori pertama adalah teori korespondensi, the corresspondance theory of truth yang
kadang disebut the accordance theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau
keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud
oleh suatu pertanyaan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pertanyaan atau
pendapat tersebut. Dengan demikian, kebenaran epistemologis adalah kemanunggalan
antara subjek dan objek. Pengetahuan dikatakan benar apabila di dalam
kemanunggalan yang sifatnya intrinsik, intensional, dan pasif-aktif terdapat
kesesuaian antara apa yang ada di dalam pengetahuan subjek dengan apa yang ada di
dalam objek. Hal itu karena puncak dari proses kognitif manusia terdapat di dalam
budi atau pikiran manusia (intelectus), maka pengetahuan adalah benar bila apa yang
terdapat didalam budi pikiran subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada di dalam
objek. Suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang
diselarasakannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah
bersesuaiandengan fakta yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi
aktual. Korespodensi merupakan teori kebenaran yang mengatakan bahwa suatu
pengetahuan itu sahih apabila proposi bersesuaian dengan realitas menjadi objek
pengetahuan itu. Kesahihan korespodensi itu memiliki pertalian yang erat dengan
kebenaran dan kepastian inderawi. Dengan demikian, kesahihan pengetahuan itu di
dapat dibuktikan secara langsung. Teori ini juga mendasarkan diri kepada kriteri
tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pertanyaan degan objek
yang

dikenai

pertanyaan

tersebut.

Sesuatu

dianggap

benarapabila

apa

yangdiungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuaian dengan fakta (kesan, ideide) di lapangan. Artinya kebenaran didapat dari kesesuaian antara pengetahuan dan
realita atau kenyataan yang ada.
8

Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme. Di antara
pelapor teori korespondensi ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel< Ramsey, dan
Tarski. Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970). Seseorang
bernama K. Roders, seorang penganut realismekritis Amerika, berpendapat bahwa
keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara “esesnsi atau arti yang kita
berikan”.
Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Yogyakarta itu berada di
Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan kenyataan atau realita yang
ada. Tidak mungkin Provinsi Yogyakarta di Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori
kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga
pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral
yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini
harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

2. Teori Kebenaran Koherensi
Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada kriteria
konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau pernyataan yang
dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah ide atau pernyataan tersebut.
Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme,
seperti filusuf Britania F. H. Bradley (1846-1924). Teori koherensi dibangun oleh para
pemikir rasionalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoff
(1986) dalam bukunya Elements of Philosophy teori koherensi di jelaskan “suatu
proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan
dengan proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dijandungnya dalam keadaan
saling berhubungan dengan pengalaman kita”. Dengan memperhatikan pendapat
Kattsoff di atas, dapat diungkapkan bahwa suatu proposisi itu benar apabila
berhubungan dengan ide-ie dari proposisi yang telah ada atau benar, atau juga apabila
proposisi itu berhubungan dengan proposisi terdahulu yang benar. Pembuktian teori

9

kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah
atau memakai logika dengan pertanyaan yang bersifat logis.
Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat
kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila memiliki
hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga sahih dan
dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika.
Sederhannya, pernyataan itu dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan
pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Sebagai contoh, kita mempunyai pengetahuan bahwa runtuhnya kerajaan Majapahit
pada tahun 1478. Kita tidak dapat membuktikan secara langsung dari isi pengetahuan
itu melainkan kita hanya dapat menghubungkan dengan proposisi yang terdahulu,
baik dalam buku atau peninggalan sejarah.

3. Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme
Teori ketiga adalah teori pragmatisme tentang kebenaran, the pragmatic theory of
truth. Pragmatisme berasal dari bahasa yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang
dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh
William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan,
dalil, atau teori semata-mata begantungan kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap
benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendapatkan
manfaat. Teori pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce (18391914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul "How to
Make Our Ideas Clear" yang kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat
Amerika. Di antara tokohnya yang lain adalah John Dewey (1859-1952). Menurut
teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pertanyaan diukur dengan kriteri
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori,
hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan,
apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran
terbukti oleh kegunaannya , oleh hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi,
kebenaran ialah apa saja yang berlaku.

10

Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori koherensi dan
korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita objektif, sedangkan
pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu pernyataan dengan cara menguji
melalui konsekuensi praktik dan pelaksanaannya.
Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima
pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua itu membawa
akibat praktis yang bermanfaat.
4. Teori Kebenaran Positivisme
Positivisme dirintis oleh Agust Comte (1798-1857), yang dianggap sebagai bapak
imu sosiologi Barat. Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan
bedasarkan sains (nyata). Positivisme sebagai perkembangan Empirisme yang
eksterm, adalah pandangan yang menggap bahwa yang dapat diselediki atau pelajari
hanyalah “data-data yang nyata/ empirik”, atau yang mereka namakan positif. Nilainilai politik dan sosial menurut positivisme dapat di generasikan berdsarkan faktafakta yang diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.
Nilai-nilai politik dan sosial juga dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan
mengemukakan perubahan historis atas dasar cara berfikir induktif jadi, nialai-niali
tersebut tumbuh dan berkembang dalam suatu proses kehidupan dari suatau
masyarakat itu sendiri. Menganut paham postivisme meyakini bahwa hanya ada
sedikit perbedaan (jikaada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan
kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.

5. Teori Kebenaran Esensialisme
Esensialisme Georg Wilhelm Friendrich Hegel (1770-1831) adalah pendidikan
yang didasrkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat
manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama adalah dalam memberikan
dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibelitas, di mana serta terbuka untuk
perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin terntentu. Esensialisme

11

memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada niali-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan niali-nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas. Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini di kuasai oleh
tatat yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula.
Esensialisme juga didukung oleh idelisme subjektif yang berpendapat bahwa alam
semseta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata
ada dalam arti spiritual.

6. Teori Kebenaran Konstruktivisme
Didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagagsan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ii
merupakan himpunan dan pembinaan pengalam demi pengalaman. Ini menyebabkan
seorang mempunyai pengertahuan dan menjadi lebih dinamis.
Konstruktivisme dianggap berusaha menghilangkan aspek power dalam memahami
niali. Nilai dianggap sebagi sesuatu yang netral dan tidak punya bias ataupun basis
kekuasaan. Dalam artian ini, konstruktivisme kehilangan tujuan utama pemikiran
kritis, yakni emansipasi. Jadi, sekalipun memahami realitas bukan sebagai sesuatu
yang beku, alamiah, dan abdi melainkan sebagai produk dan interaksi antar nilai ini
sebgai sebuah proses politik yang sangat berperpengaruh pada aspek keadilan,
kesederajatan, dan kebebasan.

7. Teori Kebenaran Religiusisme
Teori religiusisme merupakan bahwa manusia bukanlah semata-mata makhluk
jasmaniah, tetapi juga mahluk rohaniah. Oleh karena itu, muculah teori religius ini
yang kebenarannya secara ontologis dan aksiologis bersumber dari sabda Tuhan yang
disampaikan melalui wahyu. Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu
cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan
karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang
12

dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau
ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason
manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berpikir setelah
melakukan penyelidikan, pengalaman, dan percobaan sebagai trial and eror.
Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan
jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari atau
kepada Kitab Suci.
Secara pasti, kita tidak akan mendapatkan kebenaran mutlak, dan untuk mengukur
kebenaran dalam filsafat sesungguhnya tergantung kepada kita oleh metode-metode
untuk memperoleh pengetahuan kepada kita oleh metode-metode untuk memperoleh
pengetahuan itu.
Bertrand Russell dalam bukunya The Problems of Philosophy, menulis “Kebenaran
dan kesesatan”. Dualisme ini sepanjang sejarah kehidupan tidak akan pernah
terpisahkan, karena anggapan kebenaran berkaitan dengan adanya kesesatan. Suatu
kebearan muncul saat asumsi kesesatan itu mengiringinya. Keyakinan-keyakinan
yang keliru serig kali dipegang teguh sebagaimana keyakinan-keyakinan yang benar,
sehinnga menjadi suatu pertanyaan yang sulit bagaimana keyakian-keyakian itu
dibedakan dari keyakinan-keyakinan yang benar.
Manusia sebagai mahluk pencari kebenaran dalam perenungannya akan menemukan
tiga eksistensi, yaitu agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Agama mengantarkan
pada kebenaran. Sedangkan ilmu pengetahuan pada hakikatnya adlah kebenaran itu
sendiri, karena manusia menutut ilmu dengan tujuan mencari tahu rahasia alam agar
gejala alamiah tersebut tidak lagi menjadi misteri.

13

B. Pembahasan (Analisis Penulis)
Arti kebenaran adalah sesuainya pengetahuan dengan objek, maksudnya suatu ilmu
dikatakan memiliki kebenaran apabila pengetahuan yang diketahui sesuai dengan
fakta sebenarnya atau objek, tidak ada manipulasi yang dapat dipertanggung
jawabkan. Hakikat kebenaran itu sendiri adalah hasil dari penyelidikan objek yang
menjadi pengetahuan, digeralisasi menjadi teori sehingga kemudian diuji melalui
14

praktik menjadi ilmu, berkembang menjadi kepercayayaan dan meningkatya menjadi
keyakinan. Jaid jelas bahwa suatu kebenaran diperoleh dari hasil penelitia suatu objek
yang sebelumnya diketahui sebagai suatu pengetahuan dan kemudian pengetahuan tu
dikaji menjadi suatu rteori, teori diuji melalui praktik sehingga menghasilkan nilai
kebenaran yang sesungguhnya.
Teori kebenaran pada dasaranya muncul berdasarakan pertanyaan yang
mendasar mengenai kejadian yang ada disekitar kehidupan kita. Hal ini menunjukkan
bahwa teori-teori kebenaran muncul dari berbagai kalangan dengan perseosi yang
berbeda-beda, namun pada dasarnya sama yaitu nilai kebenaranyang diperoleh dari
berbagai pengetahuan yang telah dikaji. Ilmu dalam menemukan kebenaran
menyadarkan diri pada teori kebenaran :
1. Koherensi yaitu teori kebenaran yang menegaskan bahwa suatu proposi
( pernyataan suatu pengetahuan, pendpat, kejadian, atau informasi) akan
dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan dari proporsi
sebelumnya dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan logika
yang artinya suatu teori kebenaran yang mengatakan hubungan yang erat
antara pengetahuan yang diketahui dengan gagasan sebelumnya yang dapat
dijelaskan secara logika.
2. Korespodensi, yaitu teori kebenaran yang mengatakan bahwa suatu
pengetahuan it dianggap benar apabila proporsi yang bersesuaian dengan
realitas menjadi objek pengetahuan itu ynag artinya kebenatan didapat dari
keseseuaian antara pengetahuan dan realita atau kenyataan yang ada.
3. Positifisman yaitu cara pandang dalam memahami dunia berdasaran sains
yang artinya suatu kebenaran diperoleh dari data-data yang empiris berupa
fakta-fakta dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.
4. Pragmatisme yaitu tepri kebenaran yang diperoleh melalui uji melalui uji diri
pada kriteria didasarkan ide-ide yang telah dipaparkan dalam ingkup ruang
dalam waktu tertentu.

15

5. Esensialisme, yaitu pendidikan yang didasrkan kepada nilai-nilai kebudayaan
yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
6. Konstruktivisme, yaitu pembelajaran yang bersifat generatif artinya tindakan
mencipta suatu makna dari apa yang dipelajari.
7. Religiusisme yaitu teori yang mempaparkan bahwa manusia bukanlah sematamata makhluk jasmani tetapi juga rohaniah.

Jadi dapat disimpulkan kita tidak bisa mendapatkan kebenaran mutlak dan kebenaran
ilmu pengetahuan itu sendiri tergantung kepada kita yang berusaha mencari tahu. Jika
yang kita ketahui adalah ide maka pengetahuan hanya dapat terdiri dari ide-ide yang
dihubungkan secara tepat.

BAB III
16

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Kebenaran yang mutlak di dunia ini secara pasti tiada, namun ada upaya dari setiap manusia
untuk mencari tahu tentang kebenaran-kebenaran itu melalui berbagai cara dan metode.
Begitu banyak imuwan yang terus berusaha mencari kebenaran melalui metodenya yang
kemudian mereka paparkan dan definisikan secara luas kepada yang lainnya. Hakikatnya,
kebenaran itu adalah kesesuaian antara pengetahuan dan fakta yang ada. Artinya, apakah
pengetahuan yang ada itu benar-benar ada realita pada dunia nyatanya. Oleh sebab itu, kajian
yang tepat diperlukan untuk mendapatkan suatu nilai kebenaran agar dapat diperoleh suatu
teori yang dapat dipertanggungjawabkan, kemudian teori tersebut dikembangkan menjadi
ilmu pengetahuan dalam kajian. Berdasrkan penjelasan diatas diketahui secara umum metode
kebenaran yang digunakan terdiri dari koherensi, korespodensi, positivisme, pragmatisme,
esensialisme, konstruksivisme, dan religiusisme. Dengan demikian, teori-teori tersebut
merupakan teori pengkajian kebenaran yang digunakan dalam mengkaji suatu objek
(pengetahuan).
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua
umumnya kami pribadi. Sebagai makhluk yang mencari kebenaran, sebaiknya kita terusmenerus berusaha untuk menggali dan mendapatkan nilai kebenaran itu. Meskipun diketahui
secara pasti, tidak ada kebenaran yang absolut di dunia ini. Yang baik datangnya dari Allah,
dan yang buruk datangnya dari kami. Oleh sebab itu, ada beberapa cara atau teori yang
digunakan untuk mendapat suatu nilai kebenaran.

17

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad. "FILSAFAT ILMU: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan". Yogyakarta: Puataka Pelajar. 2010
Ahmad, Beni Saebani. "FILSAFAT ILMU: Kontemplasi Filosofis tentang Seluk-beluk Sumber
dan Tujuan Ilmu Pengetahuan". Bandung: Pustaka Setia, 2009
Kattsoff, Louis O. "Pengantar Filsafat". Yogyakarta: Tiara Wacana. 2004
Suriasumantri, Jujun S. "FILSAFAT ILMU: Sebuah Pengantar Populer". Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2007

18