KATA PERSEMBAHAN Ayah Ibu

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI RUMPUT GAJAH YANG DITANAM DI TANAH DESA (Studi Kasus Kenagarian Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan)

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Sebagai Salah Satu Syarat

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

Mukholik Fatkhurozi

NIM: 1313030331

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) IMAM BONJOL PADANG 1438 H / 2017 M

KATA PERSEMBAHAN

Ayah & Ibu

“Ya Allah, Ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan sayangilah keduanya sebagaimana mereka menyayangiku di

waktu kecil”.

“Terima Kasih Ayah… Ibu… yang Telah Memberi dan Menjadi Pahlawan Penyemangat Hidup Q”

Sahabat Q

“Sebaik-baik teman duduk disetiap waktu adalah buku”.

“Sebaik-baik sahabat itu adalah menunjukan kepada kebaikan”.

“Terima Kasih Sahabat Q Yang Telah Berjuang Bersama Untuk Masa Yang Lebih Lebih Terang dan Cerah

Kedepanya”.

Ilmu….

“Wahai saudaraku kamu tidak akan mendapat ilmu kecuali 6 (enam) perkara, akan aku berikan perincianya dengan jelas : kecerdasan, ketaman, kesungguhan, biaya, dekat dengan

guru dan waktu yang lama”.

“Menuntut ilmu diwaktu kecil bagaikan mengukir di atas batu”.

Kesuksesan Itu Ada Pada diri kita sendri, Raihlah kesuksesak Itu dengan kemampuan kita By : Mukholik fatkhurozi

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERNYATAAN KEORISINALAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Rumput Gajah Yang Ditanam di Tanah Desa (Studi Kasus Kenagarian

Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan) ”. Disusun oleh Mukholik Fatkhurozi Bp. 1313030331 pada Fakultas Syari’ah Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Dilatarbelakangi oleh jual beli yang sudah biasa

dilakukan oleh sebagian masyarakat kenagarian Talang Binjai, tanaman rumput gajah tersebut akan digunakan sebagai sentrat makanan ternak sapi atau lembu. Dalam proses pemanfaatan tanah desa untuk ditanami tanaman rumput gajah Nagari Talang Binjai tanpa adanya izin terlebih dahulu kepada pihak Nagari. Sedangkan syariat islam mengajarkan dalam menggunakan hak milik orang atau pemerintah harus meminta izin terlebih dahulu kepeda pemilik objek. Pihak pemerintah Nagari Talang Binjai tidak melakukan larangan atau keluhan terhadap pihak penggarap yang melakukan penanaman tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa dan penanaman tanaman rumput gajah sudah dilakukan turun temurun oleh sebagian masyarakat Nagari Talang Binjai, maka dengan demikian penelitian ini sangat menarik untuk diteliti. Penelitian ini memakai pendekatan field research dan library risetdyaitu riset lapangan dengan teknik pengumpulan data wawancara dan mengkaitkanya dengan beberapa buku yang berhubungan langsung dengan permasalahan ini. Dalam penelitian field research ini penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi. Sedangkan teknik analisis yang penullis gunakan adalah deskriptif kualitatif, yang bertujuan Untuk menggambarkan kejadian yang sesungguhnya yang terjadi di lapangan. Berdasarkan kaedah

fiqh muamalah yaitu “dasar dalam masalah manfaat adalah boleh ” dari kaedah tersebut dan dalil tentang tolong menolong maka jual beli tanaman

rumput gajah yang ditanam di tanah desa tanpa adanya izin dan pihak pemerintah Nagari Talang Binjai tidak melakukan larangan atau keluhan terhadap penggarap maka hukum jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa tersebut adalah boleh (mubah).

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam kehadiran Nabi agung Muhammad SAW, yang telah menunjukkan jalan terbaik dan menjadi contoh mulia bagi umat manusia dan telah meninggalkan dua hal yang menjadi pedoman hidup yaitu al- Qur’an dan al- Hadist.

Dengan mengucapkan alhamdulillahhirobbilalamin, berkat bantuan dan kerja sama dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Teristimewa buat keluarga Ayahanda Nuryakin dan Ibunda Dewi Hajar yang telah mencurahkan kasih dan sayang pada ananda. Ayahanda yang telah mendidik ananda dan bekerja keras membanting tulang, bercucuran keringat membesarkan ananda untuk bisa menikmati hidup serta ananda mendapat ilmu pengetahuan. Itu adalah sebuah cinta kasih yang takkan pernah dilupakan dalam hidup ananda. Dengan tulus dan ikhlas Doa Ayahanda dan Ibunda yang selalu menyertai ananda dan terimakasih telah menjadi adik yang baik bagi penulis, adinda ku Khairul Anwar, dan Shodek Rifai yang selalu memberikan ku semangat. 2. Rektor UIN Imam Bonjol Padang Bapak Dr. H. Eka Putra Wirman, Lc., MA beserta jajaran Wakil Rektor UIN Imam Bonjol Padang. 3. Bapak Dr. H. Muchlis Bahar Lc., M.Ag Dekan Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol Padang. Wakil Dekan I Nurul Shalihin, M.Si., Ph.D, Wakil Dekan II Dra. Surwati, M.Ag, dan Wakil Dekan III Dr. Efrinaldi M.Ag. 4. Bapak Muhammad Yenis, M.H., M.Pd, sebagai ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah dan Duhriah, M.A, sebagai Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah serta kepada stap ahli yang selalu membantu dan meluangkan waktunya untuk kemajuan Jurusan Hukum Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol Padang.

5. Bapak Drs. H. Abd. Rauf, M.Ag sebagai pembimbing I dan Dra. Yurni, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan dan memberi arahan dalam menyusun skripsi. 6. Bapak Drs. Abd. Rauf, M.Ag sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu menasehati dan memotifasi kepada penulis. 7. Bapak/Ibu dosen dewan penguji Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol yang telah memberikan berbagai masukan dan kritikan kepada penulis demi untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 8. Kepada pegawai dan masyarakat (informan) yang penulis wawancarai di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 9. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Bp 2013 baik itu dari local A/B, teman-teman satu kos, dan dari pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis hanya dapat berd o’a semoga segala bantuan yang telah mereka berikan mendapat balasan dari Allah SWT, dan dijadikan amal baik di akhirat nanti. Amin

Terakhir dengan menyerahkan diri kepada Allah SAW, penulis harapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca dan dijadikan amal Jairiyah bagi penulis dan bagi orang yang memanfaatkannya. Amin Ya Robbal Alamin

Padang, 10 Agustus 2017 Penulis,

Mukholik Fatkhurozi NIM : 1313030331

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya Islam tidak menentukan mana pekerjaan yang paling baik untuk ditekuni oleh umatnya, namun demikian yang terpenting adalah pekerjaan itu sejalan dengan tuntutan Islam dengan mendatangkan hasil yang halal serta bermanfaat bagi dirinya serta keluarga maupun orang lain. Sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk sosial, hidup bermasyarakat yang saling tolong menolong dan saling melengkapi dalam berbagai macam tantangan kehidupan, setiap manusia butuh orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti Firman Allah SWT di bawah ini dalam surat (Al- Maidah:2) :

Artinya: ”dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran “. (Depag RI, 2005, 106)

Salah satu aspek yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah jual beli. Dalam terminologi Islam jual beli adalah tukar menukar suatu harta dengan yang lainnya (Sabiq, 2008, 45). Dalam artian lain kata menjual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli menunjukan perbuatan membeli. Dengan demikian perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam suatu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak lainya membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli, atau kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. (Muslich, 2010,175)

Hikmah disyari’atkan jual beli ialah karena keperluan manusia berkaitan dengan sesuatu yang ada ditangan orang lain pada umumnya. Dengan disyari’atkan jual beli, berarti suatu sarana untuk mencapai tujuan tanpa dosa. (Bakar, 1996, 463)

Jual beli hukumnya adalah mubah (boleh/halal/jual beli yang memenuhi rukun dan syaratanya. Apa yang diperkenankan oleh syara’ melakukannya, atau diberi pilihan oleh syara’ antara melakukannya atau

tidak melakukannya, tanpa mendapatkan pujian, celaan, pahala atau siksaan (Az-Zuhaili, 1997, 1). Inilah yang disyaratkan oleh Allah SWT dalam surah An- Nisa’ : 29

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS.An-Nisa' : 29). (Depag RI, 2005, 83)

Dalam agama Islam, ketentuan-ketentuan untuk melakukan transaksi (jual beli) telah diatur secara baik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah 275 :

Artinya : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS.Al- Baqarah : 275). (Depag RI, 2005,45)

Setiap orang yang bekerja untuk mencari penghasilan wajib mengetahui ilmunya, agar muamalahnya menjadi benar dan transaksi- transaksinya jauh dari kerusakan. Banyak di antara kaum muslimin saat ini

yang mengabaikan ilmu muamalah dan melalaikan sisi syara‘. Mereka tidak lagi peduli, seandainya harus memakan harta yang haram, asalkan

keuntungan mereka bertambah dan keuntungan mereka berlipat ganda. Ini adalah kesalahan besar, yang harus berusaha dihindari oleh setiap orang yang menekuni perdagangan, agar dia dapat membedakan antara yang halal dan yang haram, dan agar penghasilannya menjadi baik serta jauh dari perkara-perkara yang syubhat sebisa mungkin.

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual belinya itu dapat dikatakan sah oleh syara‘. Dalam hal ini dikenagarian

Talang Binjai terdapat sebuah masalah dimana sebagian masyarakat menanami rumput gajah di atas tanah Desa Nagari Talang Binjai tanpa adanya izin terlebih dahulu setelah tanaman sudah bisa diproduksi tanaman rumput gajah tersebut diperjual belikan sedangkan syarat objek ( ma’qud ‚alaih) adalah :

Barang ada atau tidak ada di tempat tetapi pihak penjual menyanggupi untuk mengadakan barang itu. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Milik seseorang. Barang yang tidak miliknya sendiri tidak boleh dijual

belikan. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. (Haroen, 2007, 113) Semua yang ada dipermukaan bumi ini pada dasarnya boleh diperjual belikan kecuali hal- hal yang dilarang oleh syari’at Islam. Artinya jual beli terhadap tumbuh-tmbuhan dibolehkan, kecuali tumbuh-tumbuhan yang dilar ang oleh syari’at Islam seperti tumbuh-tumbuhan untuk pembuatan bahan memabukan. Lain halnya yang terjadi sebagian masyarakat di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan.

Dalam hal ini sebagian masyarakat membuka atau membersihkan tanah yang bukan miliknya sendiri yaitu tanah desa atau tanah milik Nagari Talang Binjai. Tanah desa milik Nagari tersebut sangat luas. Biasanya orang yang ingin melakukan penanamann rumput gajah di tengah-tengah antara jalan dan sungai. Semestinya tanah desa dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa. Tetapi di Nagari Talang Binjai tanah-tanah desa tersebut banyak yang tidak dikelola oleh pamong desa aktif sehingga tanah tersebut terlantar.

Oleh karena itu orang yang ingin menggarap berinisiatif membersihkan lahan tersebut kemudian ditanami rumput gajah untuk makan ternak sapi. Penggarap juga melakukan perawatan yang maksimal agar rumput terlihat hijau dan subur, termasuk dengan diberi pupuk. Setelah tanaman mulai tumbuh dan mulai diproduksi dan siap untuk dipotong, maka tanaman rumput tersebut diperjualbelikan kepada orang yang mau membelinya. Karena masyarakat Nagari Talang Binjai pada umumnya mempunyai ternak sapi maka tanaman tersebut cepat lakunya.

Dalam sistem penjualan rumput gajah, dijual per meter atau per- petak tanpa dipotong terlebih dahulu. Rumput yang telah dibeli masih tumbuh di atas tanah desa. Dalam satu meter persegi biasanya dijual berkisar antara Rp 20.000 - Rp 25.000 kepada konsumen yang ingin membelinya. Setelah transaksi jual beli sudah terlaksana antara penjual dan pembeli, maka rumput gajah yang ditanam di tanah desa tersebut sudah mutlak milik pembeli.

Selama pembeli merawat rumput gajah dan masih berproduksi maka rumput gajah tersbut masih milik pembeli. Pembeli memiliki hak mutlak untuk melakukan pembabatan atau mengambil hasil produksi tanaman rumput gajah sebagai makan ternak sapi. Karena dalam kebijakan Nagari Talang Binjai tidak mempunyai peraturan mengenai ketertipan umum dalam masalah pemanfaatan tanah desa ditanami rumput gajah.

Narudi, Wali Nagari Talang Binjai mengatakan bahwa masyarakat menanam tanaman rumput gajah tersebut tanpa seizin pihak pemerintah Nagari Talang Binjai. Narudi juga mengatakan bahwa dalam ketertiban umum penanaman rumput gajah juga tidak diatur dalam peraturan pemerintah Nagari Talang Binjai. (Narudi, 2016)

Mujiono, salah seorang warga Nagari Talang Binjai yang pernah membeli tanaman rumput gajah mengatakan bahwa, tanaman rumput gajah tersebut sangatlah membantu karena apabila ada kesibukan yang mendesak rumput tersebut bisa dipotong. (Mujiono, 2016)

Memperhatikan syarat benda yang boleh dan sah diperjual belikan dalam hukum Islam, diantaranya milik sendiri, maka jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa tanpa seizin pemerintah desa mengesankan bahwa ada subhat pada kepemilikan rumput gajah tersebut. Dengan demikian bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan. Permasalahan ini menarik untuk diteliti dan

hasilnya akan dituangkan dalam skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI RUMPUT GAJAH YANG DITANAM DI TANAH DESA (Studi Kasus Kenagarian Talang Binjai Kec. Silaut kab. Pesisir Selatan)“.

2. Rumusan dan Batasan Masalah

1.1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana analisis tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ?

b. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ?

1.2. Batasan Masalah Untuk lebih terarahnya penelitian ini, karena terbatasnya waktu dan kemampuan maka dibatasi permasalahan tersebut yakni hanya pada praktek jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa yang belum mendapatkan izin dari pemerintahan Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan. Berarti jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa dan telah ada izin dari pemerintahan desa tidak menjadi objek kajian dalam skripsi ini.

3. Pertanyaan Penelitian

3.1 Bagaimana Proses tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ? 3.2 Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ? 3.2.1 Bagaimana transaksi jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ? 3.2.2 Bagaimana pandangan tokoh masyarakat mengenai jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan ?

3.2.3 Bagaimana hukum jual beli tanaman rumpu gajah yang ditanamdi tanah desa Kenagarian Talang Binjai ?

4. Signifikasi Penelitian

4.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk menelusuri kedudukan rumput gajah yang ditanam di tanah desa ke Nagarian Talang Binjai Kec. Silaut .

b. Untuk megetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa di Nagari Talang Binjai Kec. Silaut.

4.2 Kegunaan Penelitian a. Supaya terwujudnya praktek jual beli secara Islami di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut sehingga masyarakat Nagari Talang Binjai terhindar dari hal-hal jual beli yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam.

b. Hasil penelitian ini sebagai media informasi di kalangan masayarakat pada umumnya tentang jual beli tanaman rumput gajah yang sesuai dengan hukum Islam.

5. Studi Literatur

5.1. ESWINANGSIH “Penelantaran Lahan Menurut Hukum Islam (Setudi Kasus Di Nagari Dilamkal Bukit Sundi Kabupaten Solok)” yang menjadi permasalahan

dalam kajian ini adalah bagaimana penelantaran lahan menurut hukum Islam. 5.2. NABILA SOVIA “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaaan Pekarangan Masjid Sebagai Lahan Bisnis (Setudi Kasus Di Masjid Muhsinin Padang Baru Kota Padang)” yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan pekarangan masjid sebagai lahan bisnis.

Dari pengamatan penulis belum ada yang membahas tentang jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa ditinjau dari presepektif hukuk Islam setudi kasus Nagari Talang Binjai kec. Silaut kab. Pesisir Selatan, karena yang penulis bahas ini tidak sama permasalahanya dengan yang terdahulu.

6. Kerangka Teori

Landasan teori dalam penelitian ini untuk menghindari perbedaan pembahasan permasalahannya, penulis perlu menjelaskan beberapa istilah dalam judul skripsi ini yaitu :

Jual beli : Saling menukar harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilik. (Haroen, 2007, 112) Rukun dan Syarat jual beli

1. Aqid (orang yang berakad),

a) Berakal dan sudah mumayis a) Berakal dan sudah mumayis

c) Tidak mubazir (boros)

d) Balig dan dewasa

2. Ma’qud ‘alaih (barang yang diakadkan)

a) Zatnya suci.

b) Barang yang diperjual belikan adalah sesuatu yang

bermanfaat.

c) Barang yang diperjual belikan adalah milik sendiri.

d) Dapat diserah terimakan dan diketahui dengan jelas

3. sighat akad Adanya kesepakatan ijab dan qabul pada barang dan kerelaan berupa barang dan harga barang.

Hukum Islam : Seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah

dan sunnah Rasulullah tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat seluruh anggotanya yakni semua yang beragama Islam. (Mujied, 1995, 318

Jadi, yang penulis maksud dengan judul skripsi di sini adalah pandangan hukum Islam tentang jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut Kabupaten Pesisir Selatan.

7. Metode Penelitian

7.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan penelitian terhadap jual beli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa. Dalam penelitian field research ini dikumpulkan data yang berhubungan dengan permasalahan berasal dari responden dengan menggunakan metode kualitatif.

7.2 Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer: yaitu data yang diperoleh dari responden di lapangan melalui wawancara dengan pihak pemerintah Wali Nagari, tokoh masyarakat dan masyarakat di Nagari Talang Binjai Kec. Silaut.

b. Data Sekunder: yaitu data yang diperoleh dari buku/kitab perpustakaan yang dapat membantu dalam penelitian ini guna melengkapi data yang diteliti yaitu buku atau kitap yang merujuk tentang jual beli.

7.3 Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data penulisan menggunakan beberapa teknik antara lain :

a. Observasi, yaitu cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan mengamati gejala-gejala yang ada di lapangan yaitu mengamati proses jual beli rumput gajah yang ditanam di tanah desa yang dilakukan masyarakat di Nagari Talang Binjai.

b. Wawancara, yaitu mengadakan wawancara langsung dengan pihak – yang bersangkutan dengan skripsi ini yaitu :  Pihak pemerintah Wali Nagari dan tokoh Masyarakat di Nagari Talang

Binjai Kec. Silaut. Dari keseluruhan populasi pihak pemerintah dan tokoh masyarakat yang ada sebanyak kurang lebih 45 orang di Nagari Talang Binjai Kecamatan Silaut, karja jangka waktu yang singkap penulis hanya mewawancarai 8 orang pihak pemerintah dan tokoh masyarakat tersebut dijadikan pedoman dan acuan dalam penulisan skripsi ini.

 Pihak penjual dan pembeli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa. Penulis melakukan observasi yang menanam tanaman rumput gajah

yang ditanam di tanah desa di antara sungai dan jalan yaitu 37 orang dan yang pernah menjual tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa dari tahun 2012-2017 adalah 13 orang. Dengan waktu yang terbatas untuk penelitian ini maka penulis hanya mewawancarai 5 orang yang melakukan penjualan dan membeli tanaman rumput gajah yang ditanam di tanah desa

7.4 Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Deskriptif Kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan kejadian yang sesungguhnya yang terjadi di lapangan.

8. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran dari pokok pembahasan ini terdiri dari lima bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab sebagai berikut :

BAB I: Menerangkan tentang pendahuluan memuat latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul, Tinjauan Pustaka, metode penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : Menerangkan tentang landasan teoritis yang terdiri pengertian dan dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, prinsip umum jual beli, manfaat dan hikmah jual beli.

BAB III: Menerangkan tentang metodologi penelitian yang terdiri dari kondisi daerah Nagari Talang Binjai, kondisi pemerintahan Nagari Talang Binjai, gambaran umum demografis Nagari Talang Binjai, latar belakang pendidikan Nagari Talang Binjai, latar belakang keagamaan nagari Talang binjai, Harta kekayaan Nagari Tallang Binjai dan struktur pemerintahan dan organisasi nagari Talang Binjai.

BAB IV: Menerangkan tentang apa hukum memanfaatkan tanah desa, Bagaimana kedudukan rumput gajah yang ditanam di tanah desa, Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli rumput gajah yang di tanam di tanag desa.

BAB V: Berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

1. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli 1.1. Pengertian Jual Beli

Jual beli adalah salah satu bentuk muamalah yang dihalalkan untuk memenuhi kehidupan hidup manusia. Islam memberikan aturan sedemikian rupa agar muamalah yang dilakukan berjalan menurut ketentuan yang disyariatkan oleh Islam, sehingga tindak tanduk yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Ketentuan-ketentuan yang disyariatkan dimaksudkan agar umat manusia mengetahui bagaimana jual beli dalam agama Islam itu sendiri.

Secara bahasa al- Bai’ ( ع يبلا( artinya menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. al- Bai’ adalah sebuah nama yang mencakup pengertiannya terhadap kebalikannya yaitu al-

Syira’ (membeli). Demikianlah al-Bai’ sering diterjemahkan dengan jual beli (Mas’adi, 2002, 119). Perkataan jual beli sebenarnya terdiri

dari dua suku kata yaitu "jual dan beli". Sebenarnya kata jual dan beli mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang. Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah perbuatan membeli. Dengan demikian perkataan jual beli menunjukkan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan dipihak lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli (Hasan, 2004, 33).

Terhadap pengertian jual beli, banyak terdapat pendapat dari ulama baik secara bahasa maupun istilah. Adapun pengertian jual beli secara bahasa yaitu sebagai berikut :

a. Menurut Wahbah al-Zuhaily, jual beli yaitu :

Artinya: Jual beli menurut bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuat. (al-Zuhaily, 1989,344)

b. Menurut Muhammad bin Muhammad Asy-Syaukani

Artinya: Adapun pengertian jual beli menurut bahasa adalah semata-mata tukar menukar yaitu lawan dari membeli (Asy, Syaukani, al- Authar, 1994, 7).

c. Menurut Jalaludin al-Mahally

Artinya: Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu dengan adanya ganti atau imbalan (Rozalinda, 2005 57).

d. Menurut Sayyid Sabiq

Artinya: Jual beli secara bahasa yaitu saling menukar (pertukaran dengan mutlak). (Sabiq, 1984,47)

Kata al bai' (jual) dan asy syira’ (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama lainnya bertolak belakang (Sabiq, 1987, 47).

Dari defenisi di atas pengertian jual beli secara bahasa adalah tukar menukar sesuatu dengan sesuatu atau pemindahan harta milik kepada orang lain dengan jalan tukar menukar. Megenai pengertian jual beli secara istilah, para ulama menyampaikan defenisi yang berbeda-beda, antara lain:

a. Menurut Syafi’iyah:

Artinya: “Jual beli menurut syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara yang ditentukan” (Sabiq, 1984, 47).

b. Menurut ulama Hanafiyyah

Artinya: “Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”

Artinya: “Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat” (Hasan, 2004,

113). Dari ayat di atas yang dimaksud dengan cara tertentu adalah ijab dan qabul, atau bisa juga melalui saling memberikan barang dan menetapkan harga antara penjual dan pembeli (Hasan, 2004, 114).

c. Menurut Ulama Malikiyah:

Artinya: “Jual beli menurut istilah ahli hukum ada dua pendapat, yang pertama pengertian untuk semua jenis jual beli yang mencakup penyerahan (tukar menukar dengan uang), jual beli pesanan dan seumpamanya. Kedua defenisi untuk satu jenis dari beberapa jenis yaitu apa yang Artinya: “Jual beli menurut istilah ahli hukum ada dua pendapat, yang pertama pengertian untuk semua jenis jual beli yang mencakup penyerahan (tukar menukar dengan uang), jual beli pesanan dan seumpamanya. Kedua defenisi untuk satu jenis dari beberapa jenis yaitu apa yang

d. Menurut Ulama Hanabilah:

Artinya: “Jual beli menurut syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta atau tukar menukar manfaat yang mubah (halal ) untuk selamanya bukan secara riba atau hutang” (Hasan, 2004, 114).

e. Menurut Wahbah al-Zuhaily :

Artinya: “Tukar menukar harta dengan harta lain berdasarkan cara tertentu, atau tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sama berdasarkan manfaat yang tertentu yaitu dengan ijab atau mu’atha ” (al-Zuhaily, 1989, 344).

f. Imam an-Nawawi mendefenisikan:

Artinya: “Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik ” (al-Zuhaly, 1989, 344).

g. Abu Qudamah mendefenisikan:

Artinya: “Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilik” (al-Zuhaily, 1089, 345).

h. Menurut Sayyid Sabiq:

Artinya: “Jual beli menurut syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka atau pemindahan hak milik dengan mendapatkan ganti sesuai dengan cara yang ditentukan “ (Sabiq, 1789, 48).

Pada dasarnya pengertian yang dikemukakan para ulama masing-masing mazhab mempunyai pengertian yang sama yaitu tukar menukar harta atas dasar suka sama suka atau memindahkan milik seseorang dengan mengganti sesuatu yang diizinkan, hanya sebagian ada yang mengemukakan pengertian secara khusus, sehingga dari rumusan yang mereka kemukakan dapat dipahami bahwa dari jual beli dapat diartikan secara umum dan khusus.

Adapun pengertian jual beli dalam arti umum adalah suatu akad atau kegiatan tukar menukar harta dengan harta atau tukar menukar harta dengan manfaat, sedangkan jual beli dalam arti khusu ialah tukar menukar harta dengan uang yang berharga menurut ketentuan Islam yang dilakukan antara penjual dan pembeli atas dasar suka sama suka dengan tujuan saling tolong menolong antara satu dengan lainnya.

1.2. Dasar Hukum Jual Beli

Seorang yang bermaksud melakukan jual beli, berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak (fasid). Ini dimaksudkan agar Mu'amalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan. Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama manusia mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam. Bagi yang bergerak di bidang perdagangan atau jual beli, maka harus mengetahui hukum Seorang yang bermaksud melakukan jual beli, berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak (fasid). Ini dimaksudkan agar Mu'amalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan. Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama manusia mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam. Bagi yang bergerak di bidang perdagangan atau jual beli, maka harus mengetahui hukum

Artinya: “Padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharam- kan riba” (Dep RI, 2005, 47). Riba adalah memakan harta manusia dengan cara yang tidak sah. Riba ada dua macam yaitu riba Nasi’ah dan riba Fadhal. Riba nasi’ah adalah tambahan pembayaran hutang yang diberikan oleh

pihak yang berhutang dengan adanya permintaan penangguhan pembayaran oleh pihak yang berhutang. Tambahan pembayaran itu diminta oleh yang berpiutang setiap kali yang berhutang meminta penangguhan pembayaran utangnya. Riba fadhal adalah menjual jenis barang yang sama dengan ketentuan memberi tambahan sebagai imbalan bagi jenis yang lebih baik mutunya, seperti menjual emas 24 karat dengan emas 20 karat dengan tambahan 1 gram emas sebagai imbalan bagi emas 24 karat tadi (Dahlan, 1995, 475).

Selain dari firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah tersebut, Allah juga berfirman dalam surat An- Nisa’ ayat 29 mengenai jual beli. Dalam surat An- Nisa’ ini, Allah menjelaskan bahwa dilarang untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil, namun boleh mendapatkannya dengan jalan perniagaan. Perniagaan di sini yaitu dengan melakukan jual beli yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kedua pihak yang melakukan perniagaan tersebut.

Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 198:

Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam(bukit Quzah di Muzdalifah) dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan

Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang- orang yang sesat (QS. Al- Baqarah: 198)” (Depag RI, 2005, 31).

Allah menyuruh manusia untuk mencari rezeki di muka bumi ini. Salah satunya adalah dengan hasil perniagaan. Disamping itu Rasulullah saw juga bersabda:

Artinya : “Dari Rafi’ah ibn Rafi’ bahwasanya Nabi SAW pernah ditanya orang : apa mata pencaharian yang paling baik ? Nabi SAW

menjawab : “Seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan tiap-tiap jual beli yang halal”. (Diriwayatkan oleh al-Bazar dan ditashihkan oleh al-Hakim) (Bakar, 1997, 384) .

Dan dalam Hadist lain:

Artinya:”Dari Miqdam bin Ma’dikarib Az-zubaidi, dari Rasulullah SAW bersabda, ”Tidaklah seseorang mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari pada yang ia dapat dari usahanya sendiri. Dan apa yang dinafkahi oleh seseorang untuk dirinya, keluarganya, anaknya, dan pelayanya adalah bernilai sedekah.” (Abdurrahman, 2007, 294).

Jual beli dibolehkan dan telah dipraktekkan sejak masa Rasulullah sampai sekarang. Jual beli disyari’atkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya sebagai keluasaan bagi mereka dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Setiap manusia mempunyai kebutuhan akan sandang, pangan, dan lainnya. Kebutuhan tersebut tak pernah terhenti dan senantiasa diperlukan selama manusia itu hidup. Tidak seorangpun dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, oleh karenanya ia dituntut untuk berhubungan dengan sesamanya. Dalam hubungan jual beli, semuanya memerlukan pertukaran, seseorang memberikan apa yang dimilikinya untuk memperoleh sesuatu sebagai pengganti sesuai kebutuhannya.

Dari kandungan ayat-ayat dan hadits-hadits yang dikemukakan di atas sebagai dasar jual beli, para ulama fiqh mengambil suatu kesimpulan, bahwa jual beli itu hukumnya mubah (boleh). Namun, menurut Imam asy-Syatibi (ahli fikih Mazhab Imam Maliki), hukumnya bisa berubah wajib dalam situasi tertentu. Sebagai contoh dikemukakannya, bila suatu waktu terjadi praktek ihtikar

(penimbunan barang), sehingga persediaan persediaan (stok) hilang dari pasar dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu, maka pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual barang- barang sesuai dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang itu. Para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah di dalam menentukan harga di pasaran (Hasan, 2004, 117).

2. Rukun dan Syarat Jual Beli

Transaksi jual beli dianggap sah apabila dilakukan dan telah memenuhi semua rukun dan syaratnya. Penjual wajib memberikan hak milik barang kepada pembeli, dan pembeli menerima hak milik barang dari penjual, sesuai dengan harga yang telah disepakati. Menurut Wahbah al-Zuhaily, seperti yang dikutip oleh Abdul Aziz Dahlan, bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sah apabila memenuhi semua rukun dan syarat-syaratnya atau perbuatan yang dilakukan sesuai dengan tuntutan

dan petunjuk syar’i yang membawa akibat hukum (Dahlan, 1996, 153). Sebelum rukun dan syarat jual beli penulis kemukakan, terlebih

dahulu penulis akan menjelaskan makna ruku dan syarat terlebih dahulu. Rukun adalah :

Artinya: "Sesuatu yang sahnya tergantung pada sesuatu dan ia adalah bagian dari padanya" (Hamid, 2008, 5). Di dalam Ensiklopedi hukum Islam juga dikemukakan pengertian dari rukun, yaitu sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri atau suatu unsur yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya.

Dilihat dari pengertian rukun tersebut jelas bahwa rukun tersebut merupakan suatu yang sangat penting. Begitu pula dalam transaksi jual beli harus memenuhi rukun. Karena ketentuan dalam sebuah akad adanya unsur keridhaan (saling rela) yang diwujudkan dalam bentuk mengambil dan memberi dengan menunjukkan akan sikap ridha. Selain dari rukun tersebut dalam transaksi jual beli juga harus memenuhi syarat yang telah ditentukan. Jadi transaksi jual beli sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan.

Dalam menetapkan rukun jual beli, di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara rida, baik

dengan ucapan maupun perbuatan(syafe’I, 2001, 76). Kerelaan merupakan unsur yang sangat sulit untuk diketahui, karena ia bersumber dari dalam hati. Maka diperlukan indikasi yang menunjukan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli. Indikasi tersebut menurut mereka telah tergambar dalam ijab dan qabul atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang. Menurut ulama Hanafiyah orang yang berakad, barang yang dibeli, dan nilai tukar barang termasuk kedalam syarat – syarat jual beli, bukan rukun jual beli.

Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada tiga, yaitu(syafe’e, 2001, 76): a. Aqid (orang yang berakad) b. Ma'qud 'alaih (benda atau barang)

c. Shighat (ijab dan qabul) Mengenai syarat jual beli, sebelum penulis menjelaskan syarat-

syarat jual beli, maka terlebih dahulu dijelaskan pengertian dari syarat, yaitu:

Artinya: Suatu yang sahnya tergantung pada sesuatu dan dia bukan bagian dari padanya.

Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam juga dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan syarat adalah sesuatu yang tergantung kepadanya keberadaan hukum Syar'i dan ia berada di luar hukum itu sendiri yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada (Dahlan, 1996, 1691).

Misalnya penjual dan pembeli disyaratkan telah berakal. Berakal bukanlah bagian jual beli, tetap bagian dari penjual dan pembeli. Walaupun demikian sah atau tidaknya jual beli tergantung kepada berakal atau tidaknya penjual dan pembeli tersebut.

Secara umum tujuan adanya semua syarat tersebut antara lain untuk menghindari pertentangan di antara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang berakad, menghindari jual beli gharar dan lain- lain. Jika jual beli tidak memenuhi syarat terjadinya akad, akad tersebut batal. Jika tidak memenuhi syarat sah, menurut ulama Hanafiyah, akad tersebut fasid. Jika tidak memenuhi syarat nafaz, akad tersebut cenderung boleh, bahkan menurut ulama Malikiyyah, cenderung kepada kebolehan. Jika tidak memenuhi syarat lujum, akad tersebut mukhayyir (pilih-pilih),

baik khiyar untuk menetapkan maupun membatalkan (Syafe’i, 2001, 77).

Untuk lebih memahami syarat-syarat dari jual beli, maka di bawah ini akan diuraikan satu persatu syarat-syarat jual beli:

2.1. 'Aqid (orang yang berakad)

Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan jual beli harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Berakal dan sudah mumayyiz

Artinya dapat membedakan (memilih) mana yang baik dan mana yang buruk. Akad orang gila, mabuk dan anak kecil yang tidak dapat membedakan (memilih) tidak sah karena mereka tidak cakap bertindak hukum. Namun jika orang gila dapat sadar seketika dan gila seketika, maka akad yang dilakukan pada waktu sadar dinyatakan sah, dan yang dilakukan diwaktu gila tidak sah (Sabiq, 1987, 51).

Sebagaimana firman Allah dalam surat An-nisa (4) ayat 5

Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (QS. An- Nisa’: 5) (Depag RI, 2005, 115).

Syafi'i mengungkapkan empat orang yang tidak sah jual belinya, yaitu anak kecil yang mumayyiz maupun yang belum mumayyiz, orang gila, hamba sahaya walaupun mukallaf dan orang buta. Apabila seseorang melakukan jual beli dengan salah seorang dari mereka yang empat itu, maka transaksiknya batal dan ia harus mengembalikan barang atau pembayaran yang masih menjadi tanggungannya. Adapun barang yang telah diambil oleh mereka sekiranya mereka menghilangkan barang itu, maka bagi mereka tiada pertanggungjawaban apa-apa dan resiko kembali kepada

pemilik barang (Ya’kub, 1992, 80) . Harta benda tidak boleh diserahkan kepada orang yang

bodoh (belum sempurna akalnya). Hal ini berarti bahwa orang yang bukan merupakan ahli tasarruf tidak boleh melakukan jual-beli dan melakukan akad (ijab kabul ). Abu Ja’far menyatakan bahwa makna “Dan janganlah kamu serahkan harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya” ini bersifat umum. Dia tidak

mengkhususkan firmanNya ini untuk seseorang yang belum sempurna akalnya, baik anak yang masih kecil maupun orang mengkhususkan firmanNya ini untuk seseorang yang belum sempurna akalnya, baik anak yang masih kecil maupun orang

b) Atas kemauan sendiri Artinya dalam melakukan transaksi jual beli tidak adanya unsur paksaan, baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli. Dalam jual beli apabila tidak ada persetujuan kedua belah pihak

maka jual belinya tidak sah (El-Jazari, 1991, 48).

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama- suka di antara kamu”. (QS.An-Nisa' : 29) (Depag RI, 2005,

122). Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa jual beli harus terlaksana atas dasar suka sama suka dan tidak boleh dengan jalan bathil, seperti pemaksaan, penipuan dan berbagai kecurangan lainnya. Apabila seseorang terpaksa menjual barangnya dengan tidak benar, maka transaksi batal karena menyalahi prinsip antharadhin. Apabila seseorang dipaksa menjual barangnya dengan kebenaran yakni untuk suatu keperluan yang dibenarkan syara', maka transaksi itu sah. Misalnya seseorang yang dipaksa menjual 122). Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa jual beli harus terlaksana atas dasar suka sama suka dan tidak boleh dengan jalan bathil, seperti pemaksaan, penipuan dan berbagai kecurangan lainnya. Apabila seseorang terpaksa menjual barangnya dengan tidak benar, maka transaksi batal karena menyalahi prinsip antharadhin. Apabila seseorang dipaksa menjual barangnya dengan kebenaran yakni untuk suatu keperluan yang dibenarkan syara', maka transaksi itu sah. Misalnya seseorang yang dipaksa menjual

c) Tidak mubazir (pemboros) Tidak mubazir (pemboros) merupakan salah satu syarat orang yang berakad karena harta orang mubazir (pemboros) berada di bawah tanggungan walinya. Orang yang boros dalam hukum dapat dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap hukum. Larangan melakukan jual bel bagi orang yang boros bertujuan untuk menjaga hartanya dari kesia-siaan. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Isra' (17) ayat:27

Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara- saudara syaitan. (QS.Al- Isra’: 27)(Depag RI, 2005, 428). d) Baligh dan Dewasa Menurut ulama mazhab Hanafi akad yang dilakukan oleh anak kecil yang sudah mumayyiz dan dapat membawa keuntungan dan manfaat bagi dirinya, maka akadnya sah. Namun apabila transaksi yang dilakukannya mengandung manfaat dan mudharat sekaligus, maka transaksinya itu baru sah apabila walinya telah mempertimbangkan kemaslahatan anak itu. Sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa akad jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum baliq dan berakal itu tidak sah, walaupun telah ada izin dari walinya (Dahlan, 1996, 829). Syarat ini dimaksudkan agar transaksi yang dilakukan oleh anak kecil tidak menimbulkan bahaya baginya, sehingga maksud dan tujuan jual beli dapat tercapai.

2.2. Ma'qud Alaih (benda atau barang)

a) Zatnya suci Tidak sah jual beli sesuatu yang merupakan najis. Dailinya adalah dalil-dalil dalam pengharaman najis karena zatnya atau sifatnya sebagai najis. Allah memerintahkan untuk menjauhi najis, sebagaimana firmanya dalam surat al-Maidah ayat 90:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi

nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (Depag RI, 2005, 112).

Ayat ini adalah perintah menjauhi perbuatan keji. Ayat ini meski berkaitan dengan khamr, berjudi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah dan datang dengan menyatakan hal-hal haram ini, merupakan perintah untuk menjauhi semua itu yang tidak diletakkan pada hal-hal itu. Allah SWT tidak berfirman, fajtanibuhu (jauhilah semua itu), namun perintah itu diletakkan pada ar-rijs (kekejian) karenanya Allah berfirman: fajtanibuhu (jauhilah najis itu), yaitu jauhilah kekejian itu. Jadi, Allah menyifatinya sebagai najis dan memerintahkan untuk menjauhi najis itu (Mahmud, Abdurrahman, 2009, 118).

Selain itu, objek transaksi merupakan barang yang dibolehkan agama. Maka tidak boleh menjual barang haram seperti khamar (minuman keras) dan lain-lain. Hal ini berdasarkan Hadist Nabi SAW riwayat Ahmad dan Abu Daud:

Artinya: Dari Ibnu Abbas RA bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Semoga Allah melaknat kaum Yahudi telah diharamkan lemak bangkai atas mereka namun malah menjualnya dan memakan harganya (hasil penjualannya). Sesungguhnya, apabila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, berarti mengharamkan pula atas mereka harganya (hasil penjualannya)”. (HR. Ahmad dan

Abu Daud) (Fachrudin, Saifullah, 2006, 20). Barang yang akan diperjual belikan tersebut harus juga bersih materinya, karena dalam ketentuan syara’ tidak boleh menjual sesuatu yang kotor. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al- A’raf ayat 157:

Artinya: “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk bagi mereka ”(QS. Al-A‘raf : 157) (Depag RI, 2005, 154).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa, Allah menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk (kotor). Jika dikaitkan dengan jual beli, maka diharamkan menjual segala sesuatu yang bersifat kotor atau yang mengandung keburukan (mudharat) bagi orang lain.

b) Barang yang diperjual belikan adalah sesuatu yang bermanfaat Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat relatif, sebab pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai objek jual beli adalah merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, seperti untuk konsumsi, dinikmati keindahannya, dinikmati suaranya, serta dipergunakan untuk keperluan yang bermanfaat seperti membeli seekor anjing untuk berburu.

Sehingga dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bermanfaat disini ialah bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan ketentuan syariah Islam, maksudnya pemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma agama yang ada. Misalnya kalau sesuatu barang dibeli, yang tujuan pemanfaatan barang untuk berbuat yang bertentangan dengan syariat Islam, maka dapat dikatakan bahwa barang yang demikian tidak bermanfaat (pasaribu, lubis, 2004, 38-39).

Maka jual beli serangga, ular, tikus, tidak boleh kecuali untuk dimanfaatkan. Juga boleh jual beli kucing, lebah, beruang, singa, dan binatang lain yang berguna untuk berburu atau dapat dimanfaatkan (sabiq, 1987, 55).

c) Barang yang diperjual belikan adalah milik sendiri Barang yang akan diperjual belikan haruslah milik sendiri. Hal ini mengandung arti bahwa tidak boleh menjual barang orang lain atau membelamjakan harta orang lain kecuali ada izin dari pemiliknya. Kecuali jika ada izin dari pemilik harta bersangkutan (Mahmud, 2009, 134). Hal ini sesuai dengan firman allah surat An-

Nisa’ ayat 29:

Arinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama- suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu” (Depag RI, 2005, 83). d) Barang yang diperjual belikan dapat diserahkan dan diketahui dengan jelas. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa barang yang

diperjual belikan harus milik sendiri atau dengan kata lain barang tersebut berada ditangannya atau dalam kekuasaannya, sehingga barang tersebut dapat diserahkan pada saat terjadi transaksi. Dalam hal ini barang dapat diserahkan oleh kedua pihak yaitu penjual dan pembeli, baik itu harta yang dimiliki penjual maupun harta yang dimiliki pembeli. Misalnya menjual burung yang sedang terbang di udara (dialam bebas) dan membeli ikan yang sedang ada di air. Sebagai mana dijelaskan dalam hadis yaitu “Dari Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Rosululloh SAW bersabda “Jaganlah kalian membeli ikan (yang masih berada) di laut karena hal yang sedemikian termasuk penipuan (HR. Bukhori dan Muslim) ”

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPONEN MAKNA KATA YANG BERMAKNA DASAR MEMUKUL DALAM BAHASA MADURA DIALEK PAMEKASAN

28 440 50

Hubungan Promosi Kesehatan Dengan Pengetahuan Ibu Dalam Menyediakan Makanan Bergizi Bagi Balita Di Desa Sukoanyar Kecamatan Wajak Kabupaten Malang 2013

5 56 23

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

Tingkat Stress pada Ibu Pengasuhan Anak dengan Retardasi Mental (Studi Pada Ibu – ibu kandung Anak Retardasi Mental Malang)

7 61 31

Hubungan antara Kualitas Pelayanan Poli KIA/KB dengan Derajat Kesehatan Ibu dan Anak di 2 Puskesmas di Kabupaten Jember (The Correlation between Service Quality of Maternal and Child Healthcare/Family Planning Polyclinic and Degree of Maternal and Child H

0 18 6

Hak hadhanah terhadap Ibu wanita karir: analisis putusan perkara nomor:458/pdt.g/2006/Pengadilan Agama Depok

2 91 72

Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 16 128

Ayah Sebagai Pengasuh Bagi Anak Yang Belum Mumayyiz (Analisis Putusan Perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS)

0 5 0

Perancangan Media Poster Calon Legislatif DPRD Partai Golkar 2009 Ibu Euis Sari Mulyani Richard

0 29 1

STRATEGI KOMUNIKASI ANTARPRIBADI IBU YANG BEKERJA DI KANTOR DALAM MEMBAGI WAKTU DENGAN ANAK (Studi Pada Ibu Bekerja Kecamatan Teluk Betung Selatan)

3 35 71