PROTOTIPE SISTEM PENGATUR ISYARAT LALU

LAPORAN TAHUN TERAKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING

PROTOTIPE SISTEM PENGATUR ISYARAT LALU-LINTAS ADAPTIF TERKOORDINASI UNTUK RUAS JALAN SENOPATI DAN

JALAN SULTAN AGUNG YOGYAKARTA

Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun

Pengusul:

Freddy Kurniawan, S.T., M.T. NIDN 0517037601 (Ketua) Haruno Sajati, S.T., M.Eng.

NIDN 0522078001 (Anggota 1)

Okto Dinaryanto, S.T., M.M., M.Eng. NIDN 0504107202 (Anggota 2)

Dibiayai oleh:

Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor: 029/HB-LIT/III/2016

Tanggal 15 Maret 2016

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO

Oktober 2016

RINGKASAN

Kemacetan lalu-lintas yang sering terjadi adalah berupa antrian panjang pada sebuah pengatur lalu-lintas. Salah satu penyebab kemacetan tersebut adalah tidak efektifnya pewaktuan pengatur lalu-lintas yang digunakan. Ketidakefektifan pengatur lalu-lintas yang digunakan di Indonesia disebabkan tidak dapatnya sebuah pengatur lalu-lintas mengikuti perubahan volume kendaraan.

Pada tahun pertama skim penelitian ini, telah dibuat prototipe pengatur lalu- lintas dengan pengaturan waktu terjadwal dan terkoordinasi. Sistem ini terdiri dari sebuah prototipe pengatur lalu-lintas master untuk persimpangan Gondomanan, dan pengatur lokal untuk persimpangan Kantor Pos dan Bintaran. Setiap pengatur lalu- lintas mempunyai jadwal pewaktuan pengaturan lalu-lintas yang telah disesuaikan dengan kepadatan harian dan mingguan di setiap persimpangan. Kerja kedua pengatur lokal telah dapat dikoordinasi oleh pengatur master sehingga pewaktuan keduanya telah dapat sinkron dengan pengatur master. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan sistem ini diperkirakan dapat menurunkan waktu tempuh kendaraan hingga 40 %.

Pada tahun kedua, sistem telah dikembangkan dengan menambah sifat adaptif. Sifat ini menjadikan sistem ini dapat menyesuaikan diri dengan perubahan volume kendaraan. Waktu isyarat hijau setiap arah di pengatur lalu-lintas master mengikuti data jumlah kendaraan yang datang dari arah tersebut. Data kepadatan lalu-lintas diambil dari data video streaming yang berasal dari empat kamera yang dipasang di setiap arah. Sebuah algoritma pendeteksi keberadaan obyek di jalan telah digunakan dan dapat mendeteksi keberadaan semua jenis kendaraan.

Pada tahun ketiga penelitian ini, metode pendeteksian kepadatan lalu-lintas dikembangkan dengan didukung tiga algoritma utama. Algoritma pertama mendeteksi bagian citra yang mengandung kendaraan yang sedang bergerak; algoritma kedua melakukan pembentukan citra latar belakang; sedangkan algoritma terakhir mendeteksi daerah citra yang merupakan bagian dari kendaraan sekaligus menghitung kepadatan lalu-lintas. Metode ini telah diuji coba untuk ruas jalan di persimpangan Gondomanan dan menghasilkan data cukup akurat.

Kata kunci: pengatur lalu-lintas, adaptif, terkoordinasi, pembentukan citra latar belakang.

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt atas nikmat dan karunia-Nya laporan penelitian hibah bersaing ini telah dapat kami selesaikan. Dengan telah tersusunnya laporan ini, berarti proses penelitian dosen hibah bersaing dengan judul “Prototipe Sistem Pengatur Isyarat Lalu-Lintas Adaptif Terkoordinasi Untuk Ruas Jalan Senopati dan Jalan Sultan Agung Yogyakarta” telah selesai dilaksanakan. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan pada skim penelitian yang lebih tinggi sehingga dapat membantu dalam penanggulangan masalah kemacetan lalu-lintas di Indonesia.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran untuk kebaikan kita semua sangat kami harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penentuan arah kebijakan pembangunan di Indonesia.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Kemacetan lalu-lintas telah menjadi salah satu permasalahan besar bagi kota- kota metropolitan. Permasalahan ini telah menimbulkan banyak kerugian ekonomi. Salah satu kondisi yang menyebabkan permasalahan ini adalah buruknya pengaturan lalu-lintas pada sebuah persimpangan jalan yang diatur oleh pengatur lalu-lintas. Kemacetan biasa terjadi pada jam-jam sibuk di siang hari berupa antrian panjang di persimpangan yang diatur oleh sebuah pengatur lalu-lintas. Kondisi ini sangat berbeda dengan pada malam hari, biasanya lalu-lintas sangat lengang dan beberapa kendaraan harus tetap menunggu di setiap pengatur lalu-lintas meskipun tidak ada kendaraan lain yang melewati persimpangan tersebut.

Pada penelitian sebelumnya (Kurniawan dkk., 2016), kepadatan lalu-lintas ditentukan dengan menghitung simpangan baku histogram semua titik di area pendeteksian. Nilai kepadatan lalu-lintas dianggap proporsional terhadap nilai simpangan baku tersebut. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menentukan area jalan yang tertutup oleh kendaraan. Dalam kenyataan parameter inilah yang semestinya digunakan untuk menentukan kepadatan lalu-lintas.

Kedua penyebab tersebut telah mulai dapat diatasi dengan digunakannya sistem pengatur lalu-lintas terjadwal dan terkoordinasi. Prototipe sistem yang terdiri dari tiga pengatur lalu-lintas ini telah dibuat pada tahun pertama penelitian ini. Prototipe sistem ini menggunakan pewaktuan yang telah disesuaikan dan diperuntukan untuk persimpangan Kantor Pos, Gondomanan, dan Bintaran kota Yogyakarta. Jadwal pewaktuan isyarat lalu-lintas untuk ketiga persimpangan tersebut berlaku untuk 7 × 24 jam. Dari diagram trayektori kendaraan hasil pengaturan lalu-lintas untuk ketiga persimpangan didapat bahwa sistem ini dapat menurunkan waktu tempuh kendaraan dari persimpangan Kantor Pos ke Gondomanan, dan Bintaran dan sebaliknya hingga 40 % (Kurniawan dkk., 2014).

Dari hasil analisis atas kerja mikrontroler, pada saat menjalankan program pengaturan isyarat lalu-lintas, memori yang digunakan mikrokontroler masih di bawah

10 % dan waktu sibuk CPU baru mencapai 1 %. Dengan kondisi ini sistem masih dapat 10 % dan waktu sibuk CPU baru mencapai 1 %. Dengan kondisi ini sistem masih dapat

Pengembangan sifat pengatur lalu-lintas menjadi adaptif telah dilakukan pada tahun kedua penelitian ini. Data kepadatan ruas jalan didapat dari sensor kamera. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sistem pengatur lalu-lintas ini sudah dapat mendeteksi kepadatan ruas jalan untuk keempat arah. Metode yang telah dikembangkan adalah dengan mengukur simpangan baku nilai histogram atas citra yang ditangkap oleh kamera. Berdasarkan perubahan nilai simpangan baku juga dapat ditentukan kapan isyarat lampu hijau harus diakhiri untuk menghemat waktu tunggu kendaraan (Kurniawan dkk., 2015).

Metode yang telah dikembangkan pada tahun kedua penelitian ini mempunyai keunggulan dibanding dengan metode yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya (Sulaeman dkk., 2008; Primantari, 2010; Afif dkk., 2011, Zaman dkk., 2011; Khairdoost at. el., 2012, Rachmadi dkk., 2012). Metode ini telah terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi semua jenis kendaraan, baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor seperti sepeda, becak, dan andong (Kurniawan dkk., 2015). Metode ini mendeteksi semua jenis obyek yang ada di suatu ruas jalan.

Pendeteksian kendaraan merupakan hal yang penting dilakukan untuk manajemen lalu-lintas. Dari usaha tersebut, dapat diperoleh data kepadatan lalu-lintas dan kecepatan rata-rata kendaraan. Data ini menjadi masukan pada sistem transportasi cerdas untuk melakukan manajemen lalu-lintas. Data kepadatan lalu-lintas juga dapat secara langsung menjadi masukan bagi sistem pengatur lalu-lintas adaptif.

Berbagai metode pendeteksian kendaraan telah banyak dikembangkan. Teknologi konvensional untuk pengukuran parameter lalu-lintas seperti menggunakan kalang induktor, detektor sonar atau gelombang mikro mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya instalasi yang relatif sulit, cenderung rumit, dan tidak dapat mendeteksi kendaraan yang diam atau bergerak lambat. Sementara itu, penggunaan sistem pendeteksian berbasis video, cukup mudah diinstal dan dimodifikasi.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan ketiga prototipe sistem pengatur lalu-lintas yang telah dibuat pada tahun pertama dan kedua. Beberapa masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian di tahun terakhir ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana agar algoritma pendeteksian kendaraan tersebut dapat bekerja secara real time?

2. Bagaimana menentukan kecepatan kendaraan?

3. Bagaimana menentukan kepadatan lalu-lintas?

1.3 Target Luaran Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan beberapa target luaran sebagai berikut:

1. Produk ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu: prototipe sistem pengatur isyarat lalu-lintas adaptif terkoordinasi yang terdiri dari dua pengatur terjadwal dan satu pengatur adaptif.

2. Publikasi ilmiah dalam jurnal internasional dengan tema: “A Novel Image Processing Methods for Detecting Traffic Density ”.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan keilmuan computer vision adalah meniru bagaimana manusia melihat, dan melibatkan studi yang sangat kompleks. Manusia melihat melalui mata yang kemudian dibawa ke otak untuk diterjemahkan atau dikenali (Pambudi & Simorangkir, 2012). Telah cukup banyak penelitian pengenalan obyek berbasis computer vision di antaranya pengolahan citra, neural network, statistik, pengenalan pola, dan anthropometry (Padilla, Filho, & Costa, 2002). Hasil pendeteksi ini telah dikembangkan pada aplikasi-aplikasi lain, misalnya: pengenalan wajah atau pola, menghitung jumlah pengunjung atau penghitung jumlah kendaraan.

Sejumlah penenelitian terkait telah dilakasanakan untuk pemroses citra untuk keperluan pengatur lalu-lintas adaptif. Pada awalnya deteksi obyek dilakukan menggunakan metode-metode deteksi tepi seperti Sobel, Prewitts atau Canni. Deteksi tepi dengan metode-metode tersebut sangat menguras sumber daya karena tingginya komputasi yang dilakukan picture element (pixel) demi pixel (Sajati & Astuti, 2013). Penggunaan deteksi tepi untuk pendeteksian obyek tidak efektif pada obyek bergerak seperti dalam format video dimana pergerakan frame dalam sebuah video dapat mencapai 20 frame per detik (fps). Metode deteksi tepi juga tidak efektif untuk diterapkan sebagai sistem pendeteksian obyek pada object tracking atau fast object tracking.

Beberapa peneliti juga telah mengembangkan metode lain untuk mendeteksi keberadaan kendaraan. Hongjin Zhu telah memperesentasikan metode pendeteksian sisi horisontal atas kendaraan yang sedang bergerak. Dengan menggunakan auto korelasi, dapat dideteksi keberadaan setiap kendaraan meskipun dalam citra beberapa kendaraan terlihat saling tumpang tindih (Zhu H, at. al., 2013). Fazli (2012) telah dapat mebuat pengelompokkan kendaraan berdasarkan jaringan syaraf untuk keperluan pengatur lalu- lintas adaptif. Kemudian pada tahun 2014, Khan dan Askerzade mengimplementasikan sebuah metode pemroses citra dan kendali berdasar logika kabur, dan mengirim hasilnya ke sebuah mikrokontroler pengatur lalu-lintas. Dan pada tahun 2015, Sutjiadi dkk., telah dapat mengekstrak citra latar belakang dengan Algoritma Model Gaussian Mixture untuk keperluan pendeteksian keberadaan kendaraan.

Perkembangan terbaru untuk pendeteksian kendaraan adalah menggunakan Casacde Haar. Chirag dan Ripal telah mengimplementasikan hal ini menggunakan Perkembangan terbaru untuk pendeteksian kendaraan adalah menggunakan Casacde Haar. Chirag dan Ripal telah mengimplementasikan hal ini menggunakan

Beberapa penelitian yang difokuskan pada karakteristik lalu-lintas di Indonesia juga telah dilakukan. Jatmiko dkk. (2010) telah mempresentasikan arsitektur desentralisasi untuk pengatur lalu-lintas untuk persimpangan yang tidak terstruktur seperti di Jakarta. Sementara itu, di tahun pertama penelitian ini telah dapat terbentuk pengatur lalu-lintas yang dapat mengatur lalu-lintas sesuai jadwal (Kurniawan, 2014).

Di antara banyak penelitian yang telah dilakukan, tidak ada yang dapat digunakan untuk pendeteksian kendaraan di jalan yang diisi oleh bermacam-macam kendaraan. Hampir semua kendaraan yang ada dapat diklasifikasikan, tetapi hal ini membutuhkan sampel sangat banyak dan akan meningkatkan beban komputasi cukup signifikan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk mengenali semua kendaraan adalah dengan mengenali semua obyek yang ada di jalan. Untuk keperluan tersebut, telah dikembangkan teknik pengenalan obyek menggunakan metode penghitungan histogram citra jalan. Metode ini telah terbukti dapat mengenali semua obyek di jalan dengan cara membandingkan simpangan baku histogram citra pada saat terdapat banyak obyek dan pada saat tidak ada obyek di jalan tersebut (Kurniawan dkk., 2015).

Untuk mendeteksi kepadatan lalu-lintas dapat digunakan pendekatan mikroskopis dan makroskopis. Pendekatan mikroskopis dapat ditempuh pada daerah yang tidak terlalu padat dan pada citra yang ditangkap, tumpah tindih kendaraan tidak terlalu banyak. Namun untuk daerah yang sangat padat dapat menggunakan pendekatan makroskopis. Pendekatan mikroskopis dapat ditempuh pada daerah yang tidak terlalu padat dan pada citra yang ditangkap, tumpah tindih kendaraan tidak terlalu banyak. Namun untuk daerah yang sangat padat dapat menggunakan pendekatan makroskopis.

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Membuat algoritma dan subprogram yang dapat mendeteksi keberadaan semua jenis kendaraan baik bermotor meupun tidak bermotor.

2. Memodifikasi algoritma agar beban komputasi dapat diperkecil sehingga algoritma dapat dieksekusi secara real time.

3. Membuat algoritma untuk menentukan kecepatan kendaraan.

4. Membuat algoritma untuk menentukan kepadatan lalu-lintas.

3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh penentu kebijakan dalam menentukan arah pengembangan sistem transportasi untuk menanggulangi permasalahan kemacetan lalu-lintas.

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Peta Jalan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan hasil penelitian tahun kedua. Peta jalan (road map) penelitian ketiga tahun dapat dilihat pada Gambar 1.

Penelitian hibah bersaing

Penelitian

tahun I

hibah bersaing tahun III yang dilakukan

Prototipe Sistem Pengatur Lalu-Lintas Adaptif Terkoordinasi

Penelitian hibah bersaing

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

tahun II

Gambar 1. Diagram fishbone penelitian

Pada tahun pertama telah berhasil dibuat prototipe sistem pengatur lalu-lintas terjadwal dan terkoordinasi untuk persimpangan Kantor Pos, Gondomanan, dan Bintaran. Sistem ini telah dapat mengatur lalu-lintas untuk ketiga persimpangan sesuai jadwal pewaktuan isyarat lalu-lintas yang disimpan setiap pengatur lalu-lintas. Jadwal yang diperoleh dari hasil analisis waktu hijau efektif untuk ketiga persimpangan tersebut berlaku selama 7 × 24 jam.

Pada tahun kedua, sistem telah dikembangkan menjadi prototipe sistem pengatur lalu-lintas adaptif. Di sini ditambahkan kamera yang akan memantau kedatangan kendaraan di keempat arah di persimpangan Gondomanan. Kamera tersebut dihubungkan ke sebuah hub agar data video streaming dapat dimasukkan ke sebuah laptop. Data video tersebut akan diproses di sebuah laptop untuk dihitung jumlah kendaraan. Selanjutnya data jumlah kendaraan dikirim ke pengatur lalu-lintas melalui sebuah port USB.

Sistem pengatur lalu-lintas adaptif telah dapat mengatur lalu-lintas berdasar data kepadatan lalu-lintas yang telah diberikan oleh sebuah komputer. Program di komputer dapat menentukan kepadatan suatu ruas jalan dengan mendeteksi semua Sistem pengatur lalu-lintas adaptif telah dapat mengatur lalu-lintas berdasar data kepadatan lalu-lintas yang telah diberikan oleh sebuah komputer. Program di komputer dapat menentukan kepadatan suatu ruas jalan dengan mendeteksi semua

Prototipe pengatur lalu-lintas terjadwal dan terkoordinasi (telah dibuat pada tahun I)

Terminal Operator

Modul Komunikasi

Modul

Modul

Komunikasi Pengatur Lalu-

Komunikasi

Pengatur Lalu- lintas Lokal 1

Pengatur Lalu-

lintas Lokal 2 (Kantor Pos)

lintas Master

(Gondomanan)

(Bintaran)

Kamera USB ↕

Gambar 2. Blok diagram sistem pengatur isyarat lalu-lintas adaptif terkoordinasi

Penelitian tahun pertama dan kedua telah menghasilkan beberapa luaran. Beberapa luaran tersebut yang menjadi masukan pada penelitian di tahun ketiga penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Algoritma dan subprogram pendeteksian semua obyek yang ada di jalan.

2. Prototipe pengatur lalu-lintas adaptif yang dapat menerima data dari komputer.

3. Algoritma dan subprogram sinkronisasi antara pengatur lalu-lintas terjadwal.

Selanjutnya pada tahun III ini, dikembangkanlah metode untuk pendeteksian kepadatan dan pergerakan kendaraan. Untuk mewujudkan tujuan penelitian, urutan tahapan penelitian dibuat mengikuti diagram alir sebagaimana Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir penelitian

4.2 Area Pendeteksian

Pendeteksian kepadatan lalu-lintas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pendekatan makroskopis. Kedapatan lalu-lintas tidak dihitung dengan menentukan jumlah kendaraan namun dengan menentukan luas daerah jalan yang tertutup oleh kendaraan dan dibandingkan dengan luas ruas jalan keseluruhan.

4.2.1 Batas Area Pendeteksian

Kamera pendeteksi ditempatkan di sisi kiri sebuah jalan di persimpangan. Video yang diperoleh mempunyai ukuran 640 × 480. Video yang digunakan menggunakan pesat frame 30 frame/detik, sehingga dua frame berurutan mempunyai perbedaan waktu ⁄ detik = 33 milidetik. Kamera ini dapat sekaligus dapat

digunakan untuk pemantau keadaan (video surveillance). Area pendeteksian dibatasi digunakan untuk pemantau keadaan (video surveillance). Area pendeteksian dibatasi

1. Garis batas atas (top border), garis ini akan menentukan nilai minimal sumbu y.

2. Garis batas bawah (bottom border), garis ini akan menentukan nilai maksimal sumbu y.

3. Garis batas kiri (left border), garis ini akan menentukan nilai x minimal pada suatu y tertentu.

(0,0) (639,0) Top border A(x a ,y a )

Gambar 4. Pendefinisian area pendeteksian dan nomor ROI Batas kiri ditentukan oleh sebuah garis yang dibentuk oleh sepasang titik. Sebagaimana Gambar 4, batas kiri ditentukan oleh titik A dan B yang membentuk sebuah fungsi pembatas kiri . Gradien mengikuti Persamaan (1), sedangkan mengikuti Persamaan (2).

4.2.2 Region of Interest

Daerah pendeteksian dibagi menjadi beberapa Region of Interest (ROI) berupa daerah yang dibatasi oleh sebuah persegi panjang. Panjang dan tinggi setiap ROI ditetapkan sedemikian rupa sehingga bagian depan sebuah mobil akan dicakup oleh minimal dua ROI. Ukuran ROI tidak boleh terlalu kecil agar banyaknya ROI tidak terlalu banyak sehingga memperberat beban komputasi.

Setiap ROI diberi nomor identitas sesuai dengan posisinya. Penomoran ROI mengikuti format

dengan merupakan nomor baris dan merupakan nomor kolom. Nilai menentukan jarak ROI terhadap marka depan pengatur lalu-lintas. ROI dengan nilai sama akan mempunyai ukuran yang sama pula. Nilai yang semakin besar menandakan ROI tersebut semakin dekat ke marka depan sehingga kendaraan akan terlihat semakin besar. ROI pada baris ( ) sama dapat mempunyai jumlah kolom ROI berbeda dikarenakan adanya batas-batas area pendeteksian. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Kenaikan nilai akan diikuti dengan kenaikan panjang dan tinggi ROI sesuai dengan kenaikan penampakan kendaraan. Ukuran ROI ditentukan sedemikian rupa sehingga setiap ROI akan mencakup daerah yang sama luasnya di suatu ruas jalan. Gambar 4 merupakan salah satu contoh ROI untuk citra yang mewakili ruas jalan di persimpangan Gondomanan dari arah utara. Dalam video percobaan, nomor ROI ditampilkan menggunakan format .

4.2.3 Penskalaan Titik-titik di ROI

Setiap titik terlihat pada sudut yang berbeda terhadap bidang horisontal, sehingga setiap titik mewakili luas area yang berbeda di ruas jalan. Area yang tercakup oleh sebuah titik dianggap sebuah persegi panjang dengan panjang dan lebar .

Titik yang terletak pada koordinat berbeda akan mempunyai nilai dan yang berbeda pula. Nilai keduanya dapat didekati dengan membanding ukuran sebuah ROI pada citra dan ukuran sesungguhnya. Nilai dan yang disebut dengan skala panjang dan lebar sebuah titik dapat ditentukan menggunakan Persamaan (3) dan Persamaan (4).

dengan

= panjang ROI di jalan (dalam satuan meter) = panjang ROI dalam citra (dalam satuan titik)

dengan = lebar ROI di jalan (dalam satuan meter)

= lebar ROI dalam citra (dalam satuan titik) Nilai dan ditentukan dengan percobaan. Dari pengamatan dapat

ditentukan nilai perbandingan lebar dua ROI dengan nilai berurutan, yaitu . Lebar untuk ROI baris dapat ditentukan mengikuti Persamaan (5)

(5) dengan

= lebar ROI baris ke-1 = konstanta pengali = nomor baris ROI

Skala lebar titik di mengikuti Persamaan (6).

(6) dengan

= skala lebar titik di (baris ke-1)

= konstanta pengali Sistem akan menggambar dari baris ( ) dengan nomor kecil. Semakin

tinggi nilai , akan semakin tinggi pula nilai panjang dan lebar ROI. Penentuan skala titik-titik di sebuah ROI ditentukan dari baris ROI tertinggi karena ROI tersebut yang mempunyai ukuran obyek terbesar sehingga mempunyai kemungkinan kesalahan terkecil.

4.3 Penentuan Kecepatan Kendaraan

Kecepatan kendaraan ditentukan dengan menghitung nilai pergeseran obyek pada suatu ROI pada frame saat ini terhadap ROI pada frame sebelumnya. Jika obyek pada kedua ROI tersebut pada posisi yang sama, maka perbedaan keduanya akan menjadi minimal. Sistem mendeteksi bergeraknya obyek dengan cara menghitung perbedaan kedua ROI tersebut.

Didefinisikan dan merupakan ROI baris kolom pada frame saat ini ( ) dan frame sebelumnya ( ). Kedunya mempunyai koordinat sudut

serta mempunyai ukuran sama yaitu P × Q titik. Rerata perbedaan intensitas citra kedua ROI mengikuti Persamaan (7).

kiri atas sama yaitu dan

(7)

dengan = koordinat sebuah titik di ROI

= koordinat sebuah titik di ROI Jika nilai

, maka obyek pada ROI tersebut dinyatakan mengalami pegerakan, selanjutnya sistem menentukan kecepatan obyek di ROI tersebut. Namun jika nilai kurang dari nilai batas

melebihi nilai batas

, maka obyek pada ROI tersebut dinyatakan tidak mengalami pergerakan, selanjutnya sistem akan menganalisis

apakah ROI tersebut dapat dijadikan bagian dari latar belang berupa ruas jalan. Algoritma penentuan kecepatan dan kepadatan lalu-lintas mengikuti diagram alir pada Gambar 5.

Start

Subtract ROI with previous ROI

Current ROI Last speed as the equal to the

Last speed

first prediction previous ROI?

Speed of the

Zero as the first

prediction value Speed of the upper

upper or right of

the ROI

or lower ROI is high and the same

Y Speed of the upper or

Do object tracking

right of the ROI as the

with the first

prediction value Contribute the

first prediction value

ROI to the background

End

Gambar 5. Algoritma penentuan kecepatan dan kepadatan lalu-lintas

4.3.1 Penentuan Pergeseran Obyek

Pergeseran sejauh satu titik pada sebuah ROI dapat mewakili pergeseran obyek dengan jarak yang berbeda jika terjadi pada ROI lain dengan nomor baris berbeda. Gambar 6. Arah pergerakan obyek menunjukkan dua obyek A dan B yang berada pada lajur berbeda bergerak pada kecepatan dan arah sama menuju marka depan. Dikarenakan berada cukup dekat dengan kamera, kedua obyek bergerak dalam

arah dengan nilai gradien tertentu. dan membentuk sudut dan terhadap bidang horisontal. Gradien keduanya yang berada pada kisaran antara dan , dan dapat ditentukan dengan metode interpolasi.

Gambar 6. Arah pergerakan obyek

Dikarenakan > , maka ruas garis lebih panjang daripada sehingga kecepatan A ke arah akan terlihat lebih tinggi daripada kecepatan B ke arah , . Meskipun kedua obyek terlihat mempunyai kecepatan berbeda, namun pergeseran posisi obyek terhadap bidang vertikal, yaitu mengikuti sumbu , bernilai sama. Kecepatan obyek sesungguhnya dapat ditentukan dengan menghitung kecepatan ke arah sumbu sebagaimana Persamaan (8).

dengan = pergeseran obyek ke arah sumbu

= selisih waktu antara dua frame berurutan, yaitu ⁄ detik.

= skala lebar sebuah titik Dikarenakan nilai mengikuti Persamaan (6), maka kecepatan obyek di ROI baris mengikuti Persamaan (9).

dengan

= skala lebar titik di (baris ke-1)

= konstanta pengali, ditentukan dari pengamatan Obyek yang bergerak akan terlihat berbeda pada dua frame yang berurutan. Untuk menghitung kecepatan, sistem terlebih dahulu menghitung pergeseran obyek

ROI pada frame saat ini dari frame sebelumnya.

Jika merupakan frame video saat ini dan merupakan frame video sebelumnya, maka dan berturut-turut merupakan ROI baris kolom

pada frame saat ini dan frame sebelumnya. Jika obyek dalam dalam kondisi tidak bergerak, maka tidak ada perbedaan citra di dan . Tetapi jika obyek sedang bergerak ke arah marka depan, maka akan terdapat perbedaan pada kedua citra. Citra di pada hakekatnya adalah sama dengan citra di yang digeser ke arah marka depan. Untuk menentukan kecepatan obyek sebagaimana Persamaan (9), sistem akan menentukan nilai pergeseran citra terhadap citra di . Pada awalnya, dan mempunyai koordinat sama, dan . Sistem akan menggeser koordinat

sehingga menuju dari marka depan. Setiap terjadi penggeseran, sistem akan menentukan kemiripan antara

dan . ROI pertama yang merupakan ROI pada frame saat ini ada di koordinat ; sedangkan ROI kedua yang merupakan ROI pada frame

sebelumnya telah digeser sehingga mempunyai koordinat . Jika dan mempunyai ukuran P × Q titik, maka penentuan kemiripan obyek pada kedua ROI dilakukan dengan menentukan rerata selisih absolut setiap titik di

mengikuti Persamaan (10).

terhadap titik yang bersesuaian di

dengan = nilai penggeseran dalam arah sumbu

= nilai penggeseran dalam arah sumbu Arah penggeseran adalah menuju marka depan mengikuti gradien

pada ROI. Nilai gradien penggeseran mengikuti interpolasi pada Persamaan (11).

(11) dengan

= gradien garis batas kiri = gradien garis batas kanan

= nilai yang dihasilkan dari fungsi pembatas Persamaan (2) = nilai yang dihasilkan dari fungsi pembatas kanan

Setiap kali dilakukan penggeseran, sistem akan menghitung nilai . Dengan menetapkan kenaikkan pergeseran ke arah sumbu sebagai indeks pergeseran, maka selisih citra di dan yang telah tergeser ke arah sumbu sejauh

mengikuti Persamaan (12).

dengan = nilai pergeseran dalam arah sumbu menuju marka depan.

Sistem mengisi nilai

dari 0 hingga

pada Persamaan (12) sehingga didapat vektor yang berdimensi . Kemudian pada vektor , sistem menentukan

nilai optimum yang akan membuat nilai menjadi minimum. Nilai yang ditetapkan menjadi nilai pergeseran obyek di

tersebut diberi notasi . Nilai tersebut dimasukkan ke

untuk kemudian ditentukan nilai kecepatan obyek sesuai Persamaan (9). merupakan nilai pergeseran maksimal yang dapat diukur sistem. Nilai

tersebuat akan mempengaruhi nilai kecepatan maksimum yang dapat ditentukan.

4.3.2 Optimasi Penentuan Nilai Awal Pergeseran Obyek

Agar penentuan nilai dapat dilakukan dalam waktu singkat, maka dilakukan optimasi penentuan nilai awal . Usaha ini dilakukan berdasar kenyataan bahwa dikarenakan video mempunyai pesat frame 30 frame/detik, maka obyek pada

sebuah ROI pada dua frame berurutan tidak akan mempunyai perbedaan kecepatan cukup berarti. Demikian pula untuk dua ROI yang berurutan searah dengan kecepatan obtek juga tidak akan mempunyai perbedaan pergeseran cukup berarti.

Berdasar kedua hal tersebut, estimasi awal nilai pergeseran obyek di atau dapat diisi dengan nilai pergeseran obyek pada sebelumnya ( ),

sehingga . Jika bernilai nol, kemungkinan obyek belum memasukki . Untuk itu dapat ditentukan dari nilai pergeseran sehingga . Jika bernilai nol, kemungkinan obyek belum memasukki . Untuk itu dapat ditentukan dari nilai pergeseran

tersebut juga bernilai nol, maka akan diisi dengan satu.

Dengan demikian nilai awal estimasi nilai pergeseran obyek dapat ditentukan menggunakan Persamaan (13) berikut.

{ dengan:

= nilai estimasi awal pergeseran obyek pada pada frame saat ini = nilai pergeseran obyek pada pada frame sebelumnya = nilai pergeseran obyek pada pada frame saat ini = nilai pergeseran obyek pada pada frame saat ini

Metode ini dapat mempercepat penentuan kecepatan obyek pada sebuah ROI terutama pada saat obyek bergerak dengan kecepatan tinggi.

Setelah nilai ditentukan, sistem akan menentukan yaitu nilai selisih citra di dan yang telah tergeser ke arah sumbu sejauh

mengikuti Persamaan (13). Jika nilai tersebut lebih kecil atau sama dengan nilai selisih citra untuk frame sebelumnya , maka sistem menetapkan

sebagai nilai pergeseran obyek di . Jika tidak, sistem akan menentukan nilai dan dengan dan . Jika

atau lebih kecil dari pada , maka nilai atau akan dijadikan nilai pergeseran obyek. Jika tidak, maka sistem akan mencoba melakukan pergeseran

ROI dengan menentukan nilai dan dengan dan . Jika atau lebih kecil dari pada , maka

nilai atau akan dijadikan nilai pergeseran obyek. Jika tidak, maka sistem

yang membuat menjadi miminum dijadikan nilai pergeseran obyek pada ROI tersebut. Nilai tersebut hanya akan dihitung

menentukan nilai minimum dari . Nilai

jika , dengan merupakan nilai pergeseran maksimal yang akan diukur.

4.4 Pembentukan Citra Latar Belakang di Area Pendeteksian

Pada penelitian ini pendeteksian dikembangkan dengan cara mendeteksi citra obyek dengan latar belakang. Sebelum algoritma ini dieksekusi, sistem akan terlebih dahulu mengeksekusi pembentukan latar belakang. Pendeteksian obyek pada sebuah ROI secara akurat dapat dilakukan dengan mendeteksi adanya perbedaan citra di ROI tersebut dengan latar belakang. Metode pengurangan dengan latar belakang ini sudah banyak digunakan dan terbukti mempunyai ketepatan tinggi ( Buch dkk., 2011) . Usaha untuk membentuk latar belakang dijelaskan pada uraian berikut.

Pertama, jika terdapat sebuah citra ROI yang tidak mengalami pergeseran, maka terdapat dua kemungkinan obyek yang terkandung pada ROI tersebut. Kemungkinan pertama adalah obyek pada ROI tersebut adalah kendaraan yang dalam kondisi tidak bergerak, kemungkinan kedua adalah latar belakang berupa ruas jalan.

Adanya pergerakan obyek ditentukan dengan menghitung nilai pergeseran obyek pada suatu ROI pada frame saat ini terhadap ROI pada frame sebelumnya. Jika obyek pada kedua ROI tersebut pada posisi yang sama, maka perbedaan keduanya akan menjadi minimal. Sistem mendeteksi bergeraknya obyek dengan cara menghitung perbedaan kedua ROI tersebut.

Didefinisikan dan merupakan ROI baris kolom pada frame saat ini ( ) dan frame sebelumnya ( ). Keduanya mempunyai koordinat

serta mempunyai ukuran sama yaitu P × Q titik. Perbedaan kedua ROI dapat ditentukan dengan menghitung rerata

sudut kiri atas sama yaitu dan

perbedaan intensitas setiap titik di kedua ROI yang menempati koordinat sama sebagaimana Persamaan (7).

dengan = absis sebuah titik di ROI

= ordinat sebuah titik di ROI Jika nilai

, maka obyek pada ROI tersebut dinyatakan mengalami pergerakan. Citra yang mempunyai britghness dan contrast yang

melebihi nilai batas

berbeda dapat memerlukan adanya nilai yang berbeda.

Fakta kedua adalah jika terdapat sebuah kendaraan yang sedang bergerak pada sebuah ROI, maka tidak mungkin ada obyek dalam keadaan diam di depan atau di belakang obyek tersebut. Jika obyek tersebut dalam keadaan diam, maka citra di ROI tersebut kemungkinan besar merupakan latar belakang. Sebagaimana susunan ROI pada Error! Reference source not found., pernyataan tersebut dapat diformulasikan menjadi Persamaan (15).

(14) Fakta terakhir adalah jika citra di suatu ROI merupakan bagian dari latar

belakang, titik-titik terluar di ROI tersebut tidak mungkin mempunyai perbedaan intensitas cukup berarti dengan titik di luar ROI yang bersebelahan langsung dengan titik tersebut. Pengujian dilakukan dengan cara menggunakan algoritma deteksi tepi sebagaimana Gambar 7. Daerah abu-abu merupakan titik-titik terluar ROI; sedangkan daerah yang diarsir merupakan titik-titik di luar ROI yang bersebelahan langsung dengan titik-titik di ROI.

ROI i,j

Gambar 7. Deteksi sisi ROI

Algoritma deteksi tepi akan menghitung perbedaan intensitas citra antara titik di daerah abu-abu dan titik di daerah yang diarsir. Titik yang terletak di keempat sudut ROI akan dibandingkan dengan dua titik di luar ROI yang bersebelahan langsung. Kemudian algoritma ini menghitung jumlah titik terluar ROI yang mempunyai perbedaan melebihi ambang untuk setiap bagian sisi ROI. Jika salah satu sisi ROI mempunyai jumlah titik melebihi ambang, maka citra di ROI tersebut dianggap sebagai bukan bagian dari latar belakang.

Jika citra pada sebuah ROI dianggap bagian dari latar belakang, maka citra tersebut disalin ke citra latar belakang.

4.5 Pendeteksian Obyek di Jalan

Start

Background Initiation

Background Contruction

Background construction complete?

Y Detect traffic

density

Bacground update

Gambar 8. Diagram alir pembentukan latar belakang Pendeteksian obyek di sebuah ROI dilakukan dengan menentukan selisih citra di ROI tersebut dengan citra latar belakang pada koordinat yang bersesuaian. Jika selisih citra tersebut melebihi batas, maka ROI tersebut dinyatakan mempunyai obyek di dalamnya. Algoritma pendeteksian obyek ini baru dijalankan setelah citra latar belakang yang dicakup oleh semua ROI dapat terbentuk.

4.5.1 Penentuan Adanya Obyek berdasar Simpangan Baku ROI

Sebuah ROI yang tidak terdapat obyek di dalamnya akan mempunyai titik-titik dengan intensitas hampir homogen. Nilai simpangan baku intensitas titik-titik tersebut menjadi cukup kecil. Jika pada ROI tersebut terdapat obyek yang mempunyai intensitas berbeda dari latar belakang, maka titik-titik pada ROI akan mempunyai nilai intensitas

tidak homogen lain. dinyatakan mengandung sebuah obyek jika nilai simpangan tidak homogen lain. dinyatakan mengandung sebuah obyek jika nilai simpangan

keadaan tanpa obyek ( ̅ ).

Untuk menentukan nilai simpangan baku, nilai rerata intensitas semua titik di sebuah ROI harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai rerata intensitas semua titik di mengikuti Persamaan (16).

dengan = nilai intensitas titik ke- (0, 1, 2, … 255) = jumlah titik pada ROI tersebut Nilai simpangan baku intensitas titik-titik di mengikuti Persamaan (17).

dengan

̅ = rerata nilai intensitas semua titik di

= nilai intensitas titik ke- di ROI tersebut = jumlah titik pada ROI tersebut

Rerata simpangan baku semua ROI pada area pendeteksian mengikuti Persamaan (18).

dengan

= nilai simpangan baku intensitas di

= jumlah ROI yang ada Pada saat tidak terdapat obyek pada suatu ruas jalan, nilai ̅ menjadi

miminum. Pada saat sistem ini dijalankan, sistem menghitung nilai ̅ dan menyimpannya sebagai nilai simpangan baku pada saat tidak terdapat obyek ( ). Pada saat sistem memproses sebuah frame berikutnya, jika nilai ̅ lebih kecil daripada maka nilai diperbarui dengan ̅. Langkah ini akan dijalankan setiap memproses sebuah frame sehingga akan diperoleh nilai yang merupakan nilai simpangan baku yang sesungguhnya. Nilai tersebut terjadi pada saat tidak ada kendaraan pada ruas jalan tersebut atau jumlah kendaraan paling minimal. Pada saat itu miminum. Pada saat sistem ini dijalankan, sistem menghitung nilai ̅ dan menyimpannya sebagai nilai simpangan baku pada saat tidak terdapat obyek ( ). Pada saat sistem memproses sebuah frame berikutnya, jika nilai ̅ lebih kecil daripada maka nilai diperbarui dengan ̅. Langkah ini akan dijalankan setiap memproses sebuah frame sehingga akan diperoleh nilai yang merupakan nilai simpangan baku yang sesungguhnya. Nilai tersebut terjadi pada saat tidak ada kendaraan pada ruas jalan tersebut atau jumlah kendaraan paling minimal. Pada saat itu

Dengan memberikan nilai konstanta pengali , maka metode ini akan menjadi lebih fleksibel untuk digunakan. Dengan demikian, jika >

, maka disimpulkan terdapat obyek pada . Nilai tergantung pada kondisi warna jalan dan marka jalan.

4.5.2 Penentuan Adanya Obyek berdasar Rerata Intensitas ROI

juga dinyatakan mengandung obyek di dalamnya jika nilai rerata intensitas titik-titik di ROI tersebut ( ̅ ) bernilai jauh di bawah atau di atas nilai rerata intensitas titik-titik di semua ROI pada saat area pendeteksian tidak mengandung obyek

di dalamnya ( ̅ ). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada saat nilai simpangan baku menjadi minimal, maka sistem menyimpulkan bahwa area pendeteksian saat itu tidak mengandung obyek berupa kendaraan. Pada saat inilah sistem menyimpan nilai intensitas rerata titik-titik di semua ROI mengikuti Persamaan (19).

Dengan memberikan suatu konstanta pengali untuk menambah fleksibilitas sistem, maka sistem menyimpulkan ada obyek pada jika ̅ ̅ atau ̅

. Metode ini cukup efektif digunakan pada siang hari untuk mendeteksi ̅ kendaraan yang terlihat besar dan mempunyai warna hitam atau putih sehingga

mempunyai nilai simpangan baku rendah. Dari hasil percobaan, nilai yang tepat untuk adalah 1,5. Sementara itu, pada malam hari, keberadaan kendaraan ditandai dengan

adanya cahaya lampu kendaraan yang mengakibatkan nilai rerata intensitas ROI meningkat. Pada kondisi ini, sistem menyimpulkan ada obyek pada jika ̅

̅ . Dari hasil percobaan, nilai yang tepat untuk adalah 5.

Sistem membedakan kondisi siang atau malam dengan mengukur nilai rerata intensitas semua ROI ( ̅). Kondisi siang hari ditandai dengan nilai ̅ cukup tinggi.

Dalam percobaan untuk ruas jalan Godomanan, nilai ̅ untuk siang hari adalah sekitar 160; sedangkan pada malam hari sekitar 30.

4.6 Penentuan Kepadatan Lalu-lintas

Kepadatan lalu-lintas ditentukan dengan menghitung perbandingan antara ROI yang mengandung obyek di dalamnya dengan jumlah semua ROI. Nilai kepadatan dihitung untuk setiap kategori ROI mengikuti Persamaan (20).

(19)

dengan = jumlah ROI yang terdapat obyek di dalamnya

BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Algoritma ini telah dicoba untuk mendeteksi kepadatan dan kecepatan lalu- lintas di simpang empat Gondomanan dari arah utara dan timur. Gambar 4 merupakan nomor ROI untuk citra di ruas jalan Gondomanan dari arah utara; sedangkan Gambar 9 merupakan nomor ROI untuk citra ruas jalan persimpangan Gondomanan dari arah timur.

Gambar 9. Nomor ROI untuk ruas jalan Gondomanan dari arah timur Untuk ruas jalan persimpangan Gondomanan dari timur sebagaimana Gambar

9, nilai terbaik pada siang dan malam hari adalah 1,3. Nilai yang diperoleh sistem pada siang hari sekitar 20; sedangkan pada malam hari sekitar 7.

5.1 Penentuan Kecepatan Obyek

Beberapa percobaan telah dilakukan untuk membuktikan kinerja metode yang diajukan ini. Untuk percobaan ini digunakanlah video rekaman ruas jalan dari arah timur di persimpangan Gondomanan. Metode pendeteksian ini diuji coba untuk menentukan kepadatan dan kecepatan kendaraan yang menuju marka depan.

Pada Gambar 9, lebar setiap ROI mewakili jarak sejauh sekitar 4 meter. Dari hasil analisis keadaan ruas jalan, didapat nilai pada Persamaan (9) adalah 1,6. Sesuai Pada Gambar 9, lebar setiap ROI mewakili jarak sejauh sekitar 4 meter. Dari hasil analisis keadaan ruas jalan, didapat nilai pada Persamaan (9) adalah 1,6. Sesuai

= 0,053, berarti sebuah titik di ROI tersebut mewakili area dengan ukuran panjang dan lebar 4,0 cm × 5,3 cm. Penentuan kecepatan kendaraan ditentukan dengan menghitung nilai pergeseran obyek pada suatu ROI pada frame saat ini terhadap ROI pada frame sebelumnya. Berikut merupakan bagaimana sistem mendeteksi kecepatan obyek yang

ada pada pada frame ke-13. Gambar 10 merupakan citra di dan

. Sistem menghitung berdasar Persamaan (12).

Gambar 10. Citra di dan

Pada saat sistem memproses , sistem membandingkan antara citra di dan yang telah digeser-geser dengan . Terlihat pada

Gambar 10, bahwa dengan nilai = 3 akan didapat nilai terkecil. Ini berarti citra mempunyai kesamaan tertinggi dengan citra yang telah digeser

3 titik ke bawah. Kecepatan obyek di dapat ditentukan menggunakan Persamaan (9),

= 206 m/s.

5.2 Pembentukan Latar Belakang

Latar belakang dibentuk bersamaan dengan proses penentuan kecepatan obyek sebagaimana Persamaan (15). Gambar 11 merupakan citra hasil pembentukan latar belakang untuk ruas jalan dari utara persimpangan Gondomanan. Citra tersebut dapat terbentuk setelah algoritma pembentukan citra latar belakang dijalankan untuk 900 frame atau 30 detik.

Gambar 11. Citra asli dan hasil pembentukan latar belakang sisi utara Gondomanan

Sementara itu, Persamaan (10) merupakan citra hasil pembentukan latar belakang untuk ruas jalan dari timur persimpangan Gondomanan. Citra tersebut dapat terbentuk setelah algoritma pembentukan citra latar belakang dijalankan untuk 601 frame atau sekitar 20 detik.

Gambar 12. Citra asli dan hasil pembentukan latar belakang sisi timur Gondomanan

Terbentuknya citra tersebut dapat berlangsung cepat dikarenakan pada saat itu, lalu-lintas dari arah utara mendapat isyarat hijau sehingga algoritma mendapat kesempatan untuk menangkap citra pada beberapa ROI yang tidak mengalami pergerakan. Pada saat lalu-lintas sangat sibuk dan hampir tidak ada celah kosong yang luas pada ruas jalan, algoritma pembentukan latar belakang membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk latar belakang.

5.3 Penentuan Kepadatan Lalu-Lintas

Algoritma ini dijalankan setelah citra latar belakang telah terbentuk di semua ROI. Algoritma ini mencari perbedaan citra di ROI dengan citra di latar belakang.

Error! Reference source not found. merupakan citra selisih dengan latar belakang dan citra hasil pendeteksian kepadatan pada ruas jalan dari sisi utara.

Gambar 13. Citra selisih dengan latar belakang dan citra hasil pendeteksian kepadatan Kepadatan lalu-lintas dihitung pada tiga tempat yang berbeda, yaitu pada jarak dekat menengah dan jauh. Ketiga tempat tersebut dibatasi oleh garis visual berwarna merah. Nilai kepadatan lalu-lintas yang dihitung menggunakan Persamaan (20) untuk setiap daerah ditampilkan pada sisi kiri gambar.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah dipaparkan di muka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Algoritma yang dibuat telah dapat digunakan untuk menentukan pergeseran semua obyek yang ada di video rekaman lalu-lintas.

2. Algoritma tersebut dapat digunakan pada siang dan malam hari.

6.2 Saran

Dari uraian yang telah dipaparkan di muka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Algoritma pendeteksian kendaraan ini dikembangkan untuk menentukan kecepatan dan kepadatan lalu-lintas pada video rekaman lalu-lintas.

2. Penggunaan sumber daya pada algoritma tersebut perlu diperhatikan agar dapat dikembangkan pada perangkat lunak yang mempunyai sumber daya terbatas.

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Al., Faris, Rachmadi, M. Febrian, Ma’sum, M. Anwar, Wibowo, Adi, Jatmiko, Wisnu, 2011, Implementasi Sistem Pengaturan Lampu Lalu Lintas Terdistribusi dengan Optimasi Pengenalan dan Penjejakan Kendaraan Berbasis Pemrosesan Video, Prosiding Konferensi Nasional Sistem dan Informatika, 12 November, Bali.

Asmaa O., Mokhtar K., Abdelaziz O., 2013, Road traffic density estimation using microscopic and macroscopic parameter, Image and Vision Computing 31, pp. 887 –894.

Basuki, Imam, Siswandi, 2008, Biaya Kemacetan Ruas Jalan Kota Yogyakarta, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 9 No. 1, Oktober, hal. 71 – 80, ISSN 1411-660X.

Buch N., Velastin SA., Orwell J., 2011, A Review of Computer Vision Techniques for the Analysis of Urban Traffic, IEEE Transactions On Intelligent Transportation Systems, Vol. 12, No. 3, p. 920 –939.

Dobre, Ciprian, 2012, Using Intelligent Traffic Lights to Reduce Vehicle Emissions, International Journal of Innovative Computing, Information and Control, Vol.

8, No. 9. Hanggara, Yoga, 2012, Urai Macet, Tambah ATCS, Situs Resmi Dishubkominfo DIY,

25 Juli, online: http://dishub-diy.net/perhubungan/urai-macet-tambah- atcs.html , diakses 22 Februari 2013.

Jianming HM., Qiang W., Qi Z., Jiajie Z., Yi, 2012, Traffic congestion identification based on image processing, IET Intelligent Transport Systems, Vol. 6, Iss. 2, pp. 153 –160.

Khairdoost, Nima, S., Monadjemi, Amirhassan, Davarzani, Zohreh, Jamshidi, Kamal, 2013, GA Based PHOG-PCA Feature Weighting for On-Road Vehicle Detection, International Journal of Information and Electronics Engineering, Vol. 3, No. 1, January,p. 104-108.

Kurniawan F., Dermawan D., Dinaryanto O., Irawati M., Pre-Timed and Coordinated Traffic Controller Systems Based on AVR Microcontroller, Telkomnika, Vol.

12, No. 4, Desember 2014, ISSN: 1693-6930, p. 787-794. Kurniawan F., Dermawan D., Dinaryanto O., Sistem Pengatur Lalu-lintas Terjadwal

dan Terkoordinasi untuk Persimpangan Gondomanan, Kantor Pos, dan Bintaran, Proseding Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi (ReTII) ke-9, 13-14 Desember 2014, hal. 179-187.

Kurniawan F., Sajati H., Dinaryanto O., 2015, Pendeteksian Kepadatan Lalu-lintas dengan Menggunakan Simpangan Baku Histogram Citra Jalan, Proseding Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi (ReTII) ke-10,

19 Desember 2015, hal. 542-549.

Kurniawan, F., Sajati, H., Dinaryanto, O., 2016, Adaptive Traffic Controller Based On Pre-Timed System, Telkomnika, Vol. 14, No. 1, hal. 56-63. Kurniawan, F., Sajati, H., Dinaryanto, O., 2016, Adaptive Traffic Controller Based On Pre-Timed System, Telkomnika, Vol. 14, No. 1, hal. 56-63.

Kurniawan, Freddy, Adiprasetya, Rahmad Al Hasibi, 2007, Konsep pengatur lalu-litas Adaptif terkoordinasi Kepadatan untuk Solusi Minimalisasi Durasi Waktu Tunggu Kendaraan, Jurnal Ilniah Semesta Teknik, Vol. 10, No. 2, November, ISSN 1411-061X, hal. 126 – 135.

Lan, J., Li, J., Hu, G., Ran, B., Wang, L., 2014, Vehicle Speed Measurement Based on Gray Constraint Optical Flow Algorithm, Optik, 125, pp. 289-295.

Mandellos, NA., Keramitsoglou, I., Kiranoudis, CT., 2011, A background subtraction algorithm for detecting and tracking vehicles, Expert Systems with Applications 38, pp. 1619 –1631.

Nadernejad E., Sharifzadeh S., Hassanpour H., 2008, Edge Detection Techniques: Evaluations and Comparisons, Applied Mathematical Sciences, Vol. 2, no. 31, pp. 1507 – 1520.

Padilla, R., Filho, C. F., & Costa, M. G., 2002, Evaluation of Haar Cascade Classifiers Designed for Face Detection, World Academy of Science, Engineering and Technology, Vol. 6.

Primantari, Luky FA, 2010, Koordinasi Pengaturan Lampu Lalu Lintas (Studi kasus: Ruas Jalan Prof. Dr. Sorharso - Adi Sucipto - A.Yani - Adi Soemarmo), Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur, Vol. 8 No. 12.A, ISSN 0852-2561, hal. 13 – 30.

Rachmadi, M. Febrian, F. Al Afif, M. Anwar Ma’sum, M. Fajar, and A. Wibowo, 2012, Beagleboard Embedded System For Adaptive Traffic Light Control System With Camera Sensor, Journal of Computer Science and Information, Vol. 5, Issue 2, ISSN 2088-7051, hal. 63 – 71.

Sajati, H., Astuti, Y., 2013, Analisis dan Perancangan Software untuk Menentukan Warna Kendaraan Gelap dan Terang, Jurnal Ilmiah Angkasa, Vol. 5, No. 2, November, hal. 59 – 67.