INDONESIA BEBAS DARI PERILAKU LGBT Kary

“INDONESIA BEBAS DARI PERILAKU LGBT!”
Karya ini disusun untuk mengikuti
Lomba Esay Nasional Kelompok Penulis Muda 2018
“Peran Pemuda Sebagai Pemimpin Masa Depan Dalam Mengatasi Permasalahan
Indonesia”

Disusun oleh :
Rinanda Utari Jayusman

Klaten, Jawa Tengah, Indonesia
2018

A. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini fenomena LGBT sangat menarik perhatian masyarakat
Indonesia. Fenomena ini merupakan salah satu permasalahan yang menuai pro dan
kontra baik dari tokoh masyarakat, ulama, pejabat selebriti maupun masyarakat
umum lainnya. Beberapa masyarakat yang pro dengan legalitas LGBT ini
mengatakan bahwa ini merupakan hak asasi yang harus diperoleh kaum LGBT
sedangkan beberapa masyarakat lainnya menganggap bahwa LGBT ini adalah
suatu aib dan perilaku menyimpang yang harus dihindari.
LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender), istilah ini digunakan semenjak

tahun 1990 yang menggantikan frasa komunitas gay karena istilah ini mewakili
kemlompok-kelompok yang telah disebutkan. Seperti yang kita ketahui bahwa
masing-masing kaum LGBT memiliki symbol-simbol tersendiri contohnya seperti
kaum transgender menggunakan planet Merkurius sebagai symbol komunitasnya,
kapak bermata dua (Labrys) merupakan symbol yang dipakai kaum lesbian sebagai
bentuk kesatuan dan kekuatan, dan bendera pelangi yang mewakili komunitas gay.
Dalam sejarahnya, bendera pelangi ini dibuat oleh Gilbert Barker, seniman San
Frnasisco tahun 1978. Ketika itu, ia menyanggupi permintaan seorang gay, Harvey
Milk untuk mendesain bendera yang mendukung hak-hak kaum gay.
Dikutip dari fakta LGBT, beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa 5% total
populasi di dunia memiliki orientasi homoseks. Di Amerika, jumlah gay dan
lesbian mencapai 8,8 juta. Jumlah terbanyak pasangan gay di Amerika ditemukan
di California yaitu 92.200, dan paling sedikit ditemukan di North Dakota sebanyak
703 pasangan. New York City, Los Angeles, dan Chicago disebut-sebut sebagai
kota paling gay, sementara San Fransisco, Seattle, dan Atlanta adalah kota
Metropolitan dengan konsentrasi LGBT tertinggi.
Beberapa kasus di Indonesia terkait LGBT menyorot perhatian dunia. Seperti
kasus yang terjadi pada September 2015 dimana warga Bali dihebohkan dengan
pernikahan pasangan dua pria di sebuah Hotel daerah Ubud, Kabupaten Gianyar,
Bali. Pernikahan ini membuat Gubernur Bali, Made Mangku Pastika naik pitam

dan mengatakan bahwa itu adalah aib. Di Aceh, pasangan sejenis didakwa

melanggar Pasal 63 Ayat 1 juncto Pasal 1 Angka 28 Qanun Nomor 6 tahun 2014
mengenai hokum jinayah dan diancam hukuman paling banyak 100 kali cambuk
atau denda paling banyak 1.000 gram emas murni atau penjara paling lama 100
bulan. Kasus lainnya yang mengejutkan yaitu pesta seks gay di Surabaya pada awal
Mei 2017 dan sebanyak 14 orang ditangkap dan dilakukan tes HIV ( Human
Immunodeficiency Virus). Berdasarkan pemeriksaan, lima dari empat belas orang

yang ditangkap positif terkena HIV. Sehingga tujuan dari penulisan ini adalah
untuk menguak strategi yang harus dilakukan seluruh pemuda Indonesia dalam
membentengi diri dari sindrom LGBT yang menular.
B. MENGUAK PERMASALAHAN DAN STRATEGI MENGHADAPI LGBT
DI INDONESIA
Permasalahan mengenai fenomena LGBT ini sudah terjadi sejak zaman Nabi
Luth as. Seperti yang kita ketahui bahwa pada zaman itu kaum Nabi Luth as
mendapat azab dari Allah SWT karena kebiasaan kaumnya yang melakukan
sodomi, dan maraknya hubungan antara wanita kepada wanita yang tidak lazim dan
tidak sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Dan seperti yang kita lihat saat ini,
kaum di zaman Nabi Luth ini mulai bermunculan lagi di zaman modern dan tanpa

ragu mempertunjukkan kepada oorang banyak tentang hubungan mereka tersebut
tanpa malu.
Ketika ditanya urgensi dari permasalahan ini adalah banyak dampak yang
ditimbulkan baik dari segi agama, kesehatan, social maupun pendidikan. Dampak
yang pertama dari segi agama. Di Indonesia, agama mayoritas adalah Islam. Dalam
Al-Quran menjelaskan bahwa perilaku lesbian, homo, biseksual dan transgender
adalah perbuatan dosa besar dan dilarang oleh agama.
Allah SWT berfirman:
“Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala Dia
berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji)
itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada
mereka), bukan kepada wanita,…” (Q.S. Al-A’raaf: 80-81)

Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks,
maka bunuhlah pelakunya tersebut.” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An-Nasai,
Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Al-Baihaki).
Al-Quran dan Sunnah di atas

menerangkan dengan jelas bahwa praktik


homoseks merupakan satu dosa besar dan sangat berat sanksinya di dunia. Apabila
tidak dikenakan di dunia maka sanksi tersebut akan diberlakukan di akhirat. Dari
sudut pandang kesehatan, 78% pelaku homo seksual terjangkit penyakit kelamin
menular (Rueda, E. “The Homosexual Network.” Old Greenwich, Conn., The
Devin Adair Company, 1982, p. 53). Rata-rata usia kaum gay adalah 42 tahun dan
menurun menjadi 39 tahun jika korban AIDS dari golongan gay dimasukkan ke
dalamnya. Sedangkan rata-rata usia lelaki yang menikah dan normal adalah 75
tahun. Rata-rata usia kaum lesbian adalah 45 tahun sedangkan rata-rata wanita yang
bersuami dan normal 79 tahun (Fields, DR. E. “Is Homosexual Activity Normal?”
Marietta, GA).
Selanjutnya dari segi social, dampak yang timbul dari perilaku tercela ini yaitu
sesuai dengan penelitian menyatakan “seorang gay mempunyai pasangan antara 20106 orang per tahunnya. Sedangkan pasangan zina seseorang tidak lebih dari 8
orang seumur hidupnya.” (Corey, L. And Holmes, K. Sexual Transmissions of
Hepatitis A in Homosexual Men.” New England J. Med., 1980, pp 435-438).
Sebanyak 43% dari golongan kaum gay yang berhasil didata dan diteliti
menyatakan bahwasanya selama hidupnya mereka melakukan homo seksual
dengan lebih dari 500 org, 28% melakukannya dengan lebih dari 1000 orang, 79%
dari mereka mengatakan bahwa pasangan homonya tersebut berasal dari orang
yang tidak dikenalinya sama sekali, 70% dari mereka hanya merupakan pasangan

kencan satu malam atau beberapa menit saja (Bell, A. and Weinberg,
M.Homosexualities: a Study of Diversity Among Men and Women. New York:
Simon & Schuster, 1978).
Adapun dampak pendidikan di antaranya yaitu siswa ataupun siswi yang
menganggap dirinya sebagai homo menghadapi permasalahan putus sekolah 5 kali
lebih besar daripada siswa normal karena mereka merasakan ketidakamanan. Dan
28% dari mereka dipaksa meninggalkan sekolah (National Gay and Lesbian Task
Force, “Anti-Gay/Lesbian Victimization,” New York, 1984).

Dari pemaparan masalah diatas, menurut saya adanya legalisasi terkait LGBT
perlu dipikirkan lagi oleh pemerintah karena hal ini bukan hanya menyangkut Hak
Asasi Manusia saja tetapi ini menyangkut dengan generasi bangsa Indonesia di
masa depan nantinya. Coba dibayangkan, ketika di Indonesia LGBT menjadi legal
seperti di Thailand, penduduk Indonesia akan semakin sedikit dan pastinya
produktifitas rakyatnya akan menurun. Disamping itu, rakyat Indonesia yang
mayoritas beragama islam akan menentang legalisasi LGBT ini karena sangat
bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Setiap hatinya kita akan
melihan laki-laki dengan laki-laki bercumbu dengan bebasnya begitupun wanita
dengan wanita, kita juga akan sulit membedakan apakah seseorang itu dari awal
berjenis kelamin laki-laki atau sudah berganti jenis kelamin (transgender ) dan

hubunfgan seksual semakin bebas merajalela di Indonesia. Saya tidak bisa
membayangkan

Indonesia

akan

mendapat

azab

dari

permasalahan

ini,

na’udzubillahimindzalik.
Maka dari itu, menurut saya dibandingkan memikirkan tentang bagaimana
melegalisasikan terkait LGBT, lebih baik kita membentengi diri ini dengan ilmu

agama masing-masing dan sadar akan musuh kita yang sebenarnya yaitu setan yang
nyata adanya. Walaupun berbeda-beda, rakyat Indonesia tetap bersaudara sehingga
sudah selayaknya saling menghargai dan menghormati, saling toleransi sesuai
dengan ajaran agama masing-masing dan tetap menjaga diri ini dari hal-hal yang
mencelakakan diri sendiri. Sadarlah, bahwa ketika mengambil pilihan untuk
menyukai sesame jenis, kenikmatan dan perasaan yang dirasakan saat itu adalah
bisikan setan dan hanya kenikmatan sesaat yang hanya akan menjerumuskan diri
pada hal yang merugikan di dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA






Universitas Andalas. Fenomena LGBT di Indonesia. diakses pada 6 Maret 2018
dari http://scholar.unand.ac.id/25037/2/BAB%20I.pdf
Dakwatuna. (2016, 13 Februari). Dampak yang Timbul Akibat LGBT dan
Strategi

Menghadapinya.
Diakses
pada
7
Maret
2018
dari
http://Dampak.yang.Timbul.Akibat.LGBT.dan.Strategi.Menghadapinyadakwatuna.com.html
Universitas Padjajaran. 2016. LGBT dalam Perspektif Hak Asasi Manusia .
Diakses
pada
7
Maret
2018
dari
jurnal.unpad.ac.id/share/article/download/13206/6036
USAID. 2016. Laporan LGBT Nasional Indonesia - Hidup Sebagai LGBT di
Asia
diakses
pada

11
Maret
2018
dari
https://www.usaid.gov/sites/default/files/document/2496/Being_LGBT_in_Asia
_Indonesia_Country_Repost_Bahasa_Language.pdf