BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Politik Kebijakan Pemerintah Kota Medan Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Studi Kasus: Implementasi di Kecamatan Medan Johor)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memiliki berbagai persoalan yang dihadapi pemerintah secara kompleks akibat krisis multidimensi yaitu pertentangan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Dengan demikian kita tidak dapat terlepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan publik.

  Kebijakan publik merupakan proses atau serangkaian keputusan atau aktivitas

  1

  pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik. Kebijakan publik penting untuk dikaji dari sudut pandang ilmu politik untuk memperoleh pengetahuan yang luas tentang asal muasalnya, proses-proses perkembangannya dan konsekuensi bagi masyarakat. Pada gilirannya hal ini akan menambah

  2

  pengertian tentang sistem politik dan masyarakat secara umum. Kebijakan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah. Masalah penataan ruang di Indonesia sedang mengalami percepatan perkembangan yang membawa dampak pada peningkatan kebutuhan ruang perkotaan yang menyediakan prasarana dan sarana dalam jumlah yang cukup

  1 Eddi Wibowo, T.Saiful Bahri, dan Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2004. Kebijakan Publik dan Budaya. 2 Yogyakarta : YPAPI. hal. 29 Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: MedPress. hal. 25.

  3

  untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang. Hal ini terkait dengan pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia yang menunjukkan perkembangan cukup pesat dari 32,8 juta jiwa pada tahun 1980; 55,4 juta jiwa pada tahun 1990; 74 juta jiwa pada tahun 1998, 90 juta jiwa pada tahun 2002, dan diperkirakan akan

  4

  mencapai angka 150 juta jiwa pada tahun 2015. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi setiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Dimana hal ini berakibat pada perubahan pemanfaatan ruang yang cukup besar. Namun ruang mempunyai keterbatasan dalam pemanfaatannya, sehingga perlu adanya perencanaan dan penyelenggaraan

  5 penataan ruang yang efektif, terintegrasi, dan sinkron untuk setiap sektor.

  Perencanaan atau konsep tata ruang tersebut sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan sehingga masalah-masalah yang akan timbul

  6

  sebagai akibat dari hasil pembangunan akan dapat diminimalisir. Bentuk kebijakan yang dihasilkan pemerintah dalam menangani masalah penataan ruang di Indonesia yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penataan ruang penting untuk dikaji karena kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Maka kebijakan penataan ruang diperlukan agar 3 dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak

Prasetijo Rijadi. 2005. Pembangunan Hukum Penataan Ruang Dalam Konteks Kota Berkelanjutan.

  Surabaya: Airlangga University Press. hal. 35 4 Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana. 2003. Kebijakan, Strategi dan 5 Program Direktorat Jenderal Penataan Ruang-Depkimraswil . Jakarta: Widyaiswara. hal. 15.

  

Bambang Susantono. 2009. Strategi Dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Kata

6 Hasta Pustaka. hal. 81

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008. Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah.

  Bandung: Nuansa.hal. 21

  7

  negatif lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Undang Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa untuk memperkukuh ketahanan nasional berdasarkan wawasan nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatuar demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antar daerah. Berdasarkan ketentuan ini, maka setiap daerah perlu memiliki peraturan daerah tentang penataan ruang masing masing, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Daerah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Kota Medan, khususnya Kecamatan Medan Johor.

  Dipandang dari segi tata ruang dan bentuk pola perkembangan perkotaan di Indonesia, Kota Medan merupakan kota yang berkembang cepat bersama dengan

  8 Semarang dan Ujung Pandang (Makassar). Ini menunjukkan bahwa Kota Medan

  merupakan kota yang paling unggul diantara kota-kota lainnya yang ada di Pulau Sumatera sehingga menarik untuk dibahas. Ditetapkannya Medan sebagai pusat kegiatan nasional tentu memiliki konsekuensi bahwa Medan mengemban fungsi tidak hanya melayani wilayah administratifnya tetapi juga melayani kegiatan skala nasional dan wilayah yang lebih luas. Kondisi ini membawa implikasi yang cukup besar bagi perkembangan kota sehingga tidak menutup kemungkinan 7 memunculkan berbagai permasalahan kota metropolitan pada umumnya seperti 8 Bambang Susantono. Op.cit., hal. 51 Prasetijo Rijadi, Op.cit., hal. 37.

  kepadatan penduduk yang terus meningkat dari 1.895.317 jiwa pada tahun 1996; 1.926.520 jiwa pada tahun 2001; 2.067.288 jiwa pada tahun 2006; dan 2.117.224

  9 jiwa pada tahun 2011.

  Selanjutnya adalah masalah banjir, transportasi dan kemacetan, kebersihan dan persampahan, penataan pedagang kaki lima, ruang terbuka hijau yang tidak

  10

  memadai, pemukiman kumuh dan lain-lain. Untuk mengantisipisasinya, dibutuhkan produk rencana tata ruang wilayah yang berkualitas untuk menciptakan Kota Medan yang semakin aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sekaligus mempunyai daya saing dan daya tarik tersendiri sebagai daerah tujuan investasi. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah Kota Medan menetapkan sebuah kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.

  Pasal 1 ayat (8) peraturan daerah tersebut menyatakan bahwa tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Rencana struktur ruang wilayah kota adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota selain untuk melayani kegiatan skala kota, meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, 9 sistem jaringan telekomunikasi, sistem sumberdaya air dan sistem jaringan

  

Hotlim P Sirait, Ujian Sinulingga, dan Rahmat Sitepu. 2013. Aplikasi Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Brown Dalam Meramalkan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Medan . Medan: 10 Saintia Matematika Vol. 1 no.1 hal. 3 Sirojuzilam. 2011. Problematika Wilayah Kota dan Daerah. Medan: USU Press. hal. 95 lainnya. Rencana pola ruang wilayah kota adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kota yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kota yang dapat memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kota hingga 20 (dua puluh)

  11 tahun mendatang.

  Perda No.13 Tahun 2011 yang telah disahkan terdiri dari 96 pasal. Secara garis besar mengatur rencana struktur dan pola ruang. Prinsip pembangunan menjadi salah satu isu utama dalam perda ini. Salah satu bentuk konkritnya adalah pengalokasian proporsi sebesar 30% dari wilayah kota sebagai kawasan lindung atau kawasan terbuka hijau. Untuk mewujudkannya, Pemko Medan turut menandatangani piagam komitmen kota hijau yang merupakan program Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia sebagai pilot project

  12

  pengembangan kota hijau. Hal ini dilakukan mengingat ruang terbuka hijau di Kota Medan hanya berkisar 7,5-10%. Penandatanganan piagam komitmen kota hijau yang diikuti oleh 60 kabupaten/kota dilaksanakan di Jakarta dalam acara peringatan hari tata ruang tahun 2011. Selain itu perda ini juga mengatur tentang bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang. Guna meningkatkan peranan masyarakat tersebut, Pemko Medan akan membangun sistem informasi dan dokumentasi yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Di samping itu akan mengembangkan media 11 agar masyarakat dapat menyampaikan masukan mengenai implementasi rencana

  Diakses pada tanggal 3 November 2014. Pukul 07: 45 WIB

  13

  tata ruang secara langsung. Kebijakan pemerintah Kota Medan dalam bentuk peraturan daerah ini tentu melalui keseluruhan tahap dalam pembuatan kebijakan seperti agenda kebijakan, perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, hingga evaluasi kebijakan. Namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tahap implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk

  14

  meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Dalam berbagai sistem politik, kebijakan diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang

  15

  membawa dampak pada warganegaranya. Adapun yang menjadi sasaran implementasi dari kebijakan ini meliputi seluruh wilayah administasi Kota Medan yang terdiri dari 21 Kecamatan. Salah satunya adalah Kecamatan Medan Johor yang akan menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini.

  Kecamatan Medan Johor merupakan daerah pemukiman di Kota Medan yang terletak di sebelah selatan, dan merupakan daerah resapan air bagi Kota Medan, dengan penduduknya berjumlah 123.851 jiwa pada tahun 2011. Di Kecamatan Medan Johor banyak terdapat perumahan-perumahan, daerah ini sangat potensial

  13 14 Loc.cit. 15 Budi winarno, Op.cit., hal. 144.

  

Subarsono. 2009. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.

  87.

  16

  bagi para investor yang bergerak di bidang real estate. Posisi Kecamatan Medan Johor sebagai daerah resapan air sangat penting bagi Kota Medan karena daerah resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresap air hujan, dengan demikian daerah tersebut merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Kawasan resapan air mempunyai peranan yang

  17

  sangat penting bagi kelestarian lingkungan. Meskipun Kecamatan Medan Johor adalah daerah resapan air bagi Kota Medan, namun efektifitasnya terancam akibat banyaknya pembangunan perumahan di daerah ini. Banyaknya lahan proyek yang masuk kawasan resapan air Kota Medan tersebut menjadi persoalan baru, yakni banjir karena hilangnya ruang terbuka hijau. Masalah lainnya yang muncul di Kecamatan Medan johor terkait dengan struktur ruang wilayah kota yaitu sarana dan prasarana.

  Sarana dan prasarana infrastrukur di daerah tersebut, seperti jalan raya, drainase dan penghijauan kian memburuk. Selain itu kondisi sebagian besar badan jalan di wilayah ini dari tahun ke tahun semakin buruk. Bahkan, sebagian besar jalan raya, seperti Jalan Karya Jaya dan Karya Wisata hampir setiap hari terjadi kemacetan lalu lintas, karena ruas jalan sudah tidak seimbang dengan volume kendaraan yang melintas. Selain jalan raya, warga di Medan Johor selalu

   17 Diakses pada tanggal 5 November 2014. Pukul 14.15 WIB.

  Rahardjo Adisasmita. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 61 mengeluhkan buruknya sebagian saluran drainase, sehingga pada saat turun hujan

  18 rentan mengakibatkan banjir.

  Berdasarkan permasalahan tersebut, maka kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah merupakan langkah yang baik dan diharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada khususnya di Kecamatan Medan Johor. Meskipun daerah ini merupakan daerah yang potensial di bidang real estate, namun segala bentuk pembangunan tersebut harus mengutamakan fungsi utamanya sebagai daerah resapan air. Maka dari itu, penting untuk diteliti mengenai implementasi kebijakan ini di Kecamatan Medan Johor karena di dalam peraturan daerah no 13 tahun 2011 tercantum secara rinci mengenai berbagai program sasaran di semua kecamatan untuk menyelesaikan masalah tata ruang yang ada. Tahap implementasi merupakan tahap yang menarik untuk dikaji karena peraturan daerah ini sudah berjalan selama tiga tahun dan belum pernah ada penelitian sebelumnya mengenai masalah ini, sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan masukan kepada pemerintah dan akademisi. Maka penting untuk diteliti mengenai sejauh mana para aktor politik yang berkuasa terlibat dalam upaya mengimplementasikan pencapaian program untuk mewujudkan tata ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan 18 investasi.

  

Diakses pada tanggal 5 November 2014 Pukul 11:21 WIB

1.2 Perumusan Masalah

   Kecamatan Medan Johor memiliki berbagai masalah penataan ruang seperti banjir, buruknya drainase, berkurangnya ruang terbuka hijau, dan kemacetan.

  Permasalahan tersebut seharusnya tidak terjadi karena Medan Johor merupakan daerah resapan air yang seharusnya mencegah banjir, bukan malah menimbulkan banjir. Namun karena disamping itu Medan Johor merupakan daerah yang potensial di bidang real estate, maka pembangunan di daerah ini juga tidak dapat dihindari yang menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau dan tidak diimbangi dengan drainase yang baik sehingga menimbulkan masalah banjir.

  Selain itu semakin gencarnya pembangunan di kawasan ini menyebabkan semakin padatnya penduduk sehingga infrastruktur jalan tidak mampu menampung volume kendaraan sehingga sering terjadi kemacetan. Hadirnya kebijakan pemerintah Kota Medan melalui peraturan daerah Kota Medan no.13 tahun 2011 merupakan terobosan baru yang diharapkan mampu menanggulangi permasalahan tersebut karena peraturan daerah ini mengatur tentang struktur dan pola ruang yang dibutuhkan. Pemerintah Kota Medan memiliki peran penting dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut melalui individu ataupun kelompok yang berkuasa di dalamnya. Hal yang dibutuhkan Kecamatan Medan Johor adalah keseimbangan antara pemanfaatan ruang dan fungsi ruang yang sebenarnya agar dampak negatif dari pemanfaatan ruang tidak lagi terjadi. Maka penting untuk diketahui sejauh mana implementasi peraturan daerah ini mampu mencapai programnya dan variabel apa saja yang mempengaruhi aktor politik dalam proses implementasi tersebut sebagai bentuk politik kebijakan karena peraturan daerah ini sudah berjalan selama tiga tahun.

  Sehingga yang menjadi pertanyaan penelitiannya adalah: bagaimana politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dalam implementasinya di Kecamatan Medan Johor?

  1.3 Pembatasan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik

  kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dalam implementasinya di Kecamatan Medan Johor

  1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.

  Mendeskripsikan profil Kecamatan Medan Johor dan peraturan daerah Kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah 2. Untuk mencari tahu politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dalam implementasinya di Kecamatan Medan

  Johor

  1.5 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1.

  Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai politik kebijakan tentang rencana tata ruang wilayah 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bukan hanya bagi peneliti tapi juga akademisi lainnya mengenai kajian politik kebijakan dalam implementasinya terkait penataan ruang wilayah Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Johor. Serta dapat menjadi referensi bagi departemen ilmu politik FISIP USU 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat dalam memahami implementasi kebijakan rencana tata ruang wilayah yang diterapkan di Kecamatan Medan Johor.

  1.6 Kerangka Teori

1.6.1 Teori Kebijakan Publik

   Menurut James Anderson kebijakan publik merupakan arah tindakan yang

  mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan

  19

  dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian menjadi ciri khusus dari kebijakan publik.

  Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebijakan itu diformulasikan oleh apa yang dikatakan David Easton sebagai “penguasa” dalam suatu sistem politik, yaitu para sesepuh tertinggi suku, anggota-anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasihat, raja, dan semacamnya. Menurut Easton, mereka ini merupakan orang-orang yang terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem politik, mempunyai tanggung jawab untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan yang diterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian terbesar anggota sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang

  20

  diharapkan. Menurut James Anderson, implikasi dari kebijakan publik yaitu:  Selalu mempunyai tujuan tertentu/tindakan yang berorientasi pada tujuan  Berisi tindakan atau pola-pola tindakan pemerintah atau pejabat  Merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah bahkan merupakan apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau menyatakan melakukan sesuatu  Bersifat positif, yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu, dan bersifat negatif sebagai keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu

  19 20 Budi Winarno. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS. hal. 21 Ibid., hal. 23.

   Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan/ undang-undang yang bersifat memaksa (otoritatif). Sifat otoritatif dari kebijakan tersebut: Easton (1953) menyatakan dalam kebijakan publik, hanya pemerintahlah yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya, atau sering disebut pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Berarti bukan tindakan golongan yang sengaja merebut posisi pemerintah dalam urusan negara. Dari beberapa pengertian tersebut pada gilirannya di tingkatan praktik banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sepenuhnya tidak terimplementasikan. Justru kebijakan hanya sebatas simbol dan formalitas dari suatu tatanan pemerintahan. Dalam tataran idealnya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya memberi makna yang berarti atau setidaknya akan berdampak positif bagi masyarakat. Dengan rasionalisasi bahwa kebijakan publik adalah yang

  21 berasal dari masyarakat dan mampu menjawab persoalan masyarakat.

  Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, antara lain:

  1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan 21 tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil Saiful Arif. 2006. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakan Publik.

  Malang: PLaCID’s dan KID.hal. 3-4 tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu. Biasanya tuntutan-tuntutan ini diajukan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat dan mungkin berkisar antara desakan secara umum bahwa pemerintah harus “berbuat sesuatu” sampai usulan agar pemerintah mengambil tindakan tertentu mengenai suatu persoalan.

  2. Keputusan-keputusan kebijakan (policy demands) didefenisikan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau pernyataan- pernyataan resmi, mengumumkan peraturan-peraturan administratif atau membuat interpretasi yuridis terhadap undang-undang.

  3. Pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements) adalah pernyataan- pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah undang-undang legislatif, perintah- perintah dan dekrit presiden, peraturan-peraturan administratif dan pengadilan, maupun pernyataan-pernyataan atau pidato-pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

  4. Hasil-hasil kebijakan (policy outputs) lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.

  5. Dampak-dampak kebijakan (policy outcomes) lebih merujuk pada akibat- akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan

  22 yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan dari pemerintah.

  Teori kebijakan publik digunakan dalam penelitian ini karena relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu mengenai politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah. Teori ini dapat digunakan untuk menganalisis arah tindakan pemerintah Kota Medan sebagai aktor politik yang berkuasa dalam mengatasi masalah tata ruang di Kota Medan, dengan melihat tujuan, isi, tindakan, dan sifat dari kebijakan itu sendiri. Selanjutnya arah kebijakan yang akan dilakukan juga dapat dianalisis berdasarkan sifatnya mulai dari tuntutan sampai pada dampaknya bagi masyarakat. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan apakah kebijakan yang dibuat pemerintah Kota Medan mampu atau tidak dijadikan sebagai penentu arah politik kebijakan para aktor politik dalam mengimplementasikan peraturan daerah tersebut untuk mengatasi masalah tata ruang di Kota Medan.

1.6.2 Implementasi Kebijakan Publik

   George C. Edwards menyatakan implementasi kebijakan adalah salah satu

  tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi- 22 konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu Budi Winarno, Op.cit, 2012, hal. 23-26. kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan, jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan mengajukan dua pertanyaan yakni: prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Dan hambatan hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal? Edwards berusaha menjawab dua pertanyaan penting ini dengan membicarakan empat faktor atau variable krusial dalam implementasi kebijakan publik.

  Oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan, maka pendekatan yang ideal adalah dengan cara merefleksikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut sekaligus untuk memahami suatu implementasi kebijakan perlu menyederhanakan, dan untuk menyederhanakan perlu merinci penjelasan- penjelasan tentang implementasi dalam komponen-komponen utama. Patut diperhatikan disini bahwa implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh karenanya, tidak ada variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain, dan bagaimana

  23 variabel-variabel ini memengaruhi proses implementasi kebijakan.

   Berdasarkan pandangan yang diutarakan tersebut dapat disimpulkan bahwa

  proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi san sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun

  24 yang positif.

  Dalam mengkaji implementasi kebijakan, empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik yang dimaksud oleh George C. Edwards diantaranya: 1.

  Komunikasi Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat dan kebijakan ini mesti akurat, jelas dan konsisten. Jika para pembuat keputusan ini berkehendak untuk melihat yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya maka kemungkinan 23 akan timbul kesalahpahaman diantara pembuat kebijakan dan implementornya. 24 Ibid ., hal. 177-178.

  Hesel Nogi S. Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset. hal. 19 Komunikasi yang tidak cukup juga memberikan implementor dengan kewenangan ketika mereka mencoba untuk membalik kebijakan umum menjadi tindakan- tindakan khusus. Kewenangan ini tidak akan perlu dilakukan untuk memajukan tujuan para pembuat keputusan aslinya. Dengan demikian, perintah-perintah implementasi yang tidak ditransmisikan, yang terdistorsi dalam transmisi, atau yang tidak pasti atau tidak konsisten mendatangkan rintangan-rintangan serius bagi implementasi kebijakan. Sebaliknya, ukuran-ukuran yang terlalu akurat mungkin merintangi implementasi dengan perubahan kreativitas dan daya adaptasinya.

2. Sumberdaya

  Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan, informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat dalam implementasi. Kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah, dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan. Sumberdaya yang tidak cukup akan berarti bahwa undang-undang tidak akan diberlakukan, pelayanan tidak akan diberikan dan peraturan-peraturan yang layak tidak akan dikembangkan.

  3. Disposisi Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Para implementor kebanyakan bisa melakukan seleksi yang layak di dalam implementasi kebijakan. Salah satu dari berbagai alasan untuk ini adalah indenpendensinya dari atasan (superior) nominal yang merumuskan kebijakan. Alasan lain adalah kompleksitas dari kebijakan mereka sendiri. Cara dimana para implementor ini melakukan seleksinya, bagaimanapun juga, bergantung sebagian besar pada disposisinya terhadap kebijakan. Sikap-sikapnya pada gilirannya, akan dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebijakan masing-masing dan dengan cara apa mereka melihat kebijakan yang mempengaruhi kepentingan organisasional dan pribadinya.

  Para implementor tidak selalu siap untuk mengimplementasikan kebijakan sebagaimana mereka para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para pembuat keputusan sering dihadapkan dengan tugas untuk mencoba untuk memanipulasi atau mengerjakan semua disposisi implementor atau untuk mengurangi opsi- opsinya.

4. Struktur Birokrasi

  Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi. Fragmentasi organisasi mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi penting yang terabaikan. Sebagaimana unit-unit organisasional menyelenggarakan kebijakan mereka mengembangkan prosedur pengoperasian standard (standart operating procedure (SOP)) untuk menangani situasi rutin alam pola hubungan yang beraturan. Malangnya, SOP yang dirancang untuk kebijakan-kebijakan masa depan sering tidak tepat bagi kebijakan-kebijakan baru dan mungkin menyebabkan perintangan terhadap perubahan, penundaan, pemborosan, atau tindakan-tindakan yang

  25 diinginkan. SOP kadang merintangi bukan membantu implementasi kebijakan.

  Teori implementasi kebijakan publik digunakan sebagai teori kedua di dalam penelitian ini karena relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu proses implementasi kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah yang diterapkan di Kecamatan Medan johor. Teori ini digunakan untuk menganalisis tindakan yang dilakukan pemerintah sebagai aktor politik yang melaksanakan kebijakan dalam pencapaian program ditinjau dari variabel komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan penyebab dari 25 keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan

Hessel Nogi. S Tangkilisan. 2003. Implementasi Kebijakan Publik Transformasi Pikiran George Edwards.

  Yogyakarta: Lukman Offset. hal. 12-14 tentang rencana tata ruang wilayah di Kecamatan Medan Johor sebagai bentuk politik kebijakan yang terjadi di dalam ruang lingkup aktor politik yang terlibat.

1.7 Metode Penelitian

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitataif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang

  26 khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data.

1.7.1 Jenis Penelitian

  Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Jenis penilitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan

  27 objek atau subjek amatan secara rinci.

  26 27 John W. Creswell. 2012. Research Design. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. hal. 4

Bagong Suyanto dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. hal. 17-18.

  1.7.2 Lokasi Penelitian

  Penelitian ini akan dilaksanakan di: 1.

  Kantor DPRD Kota Medan 2. Kantor Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Medan 3. Kantor Camat Medan Johor 4. Kantor LSM Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)

  1.7.3 Teknik Pengumpulan Data a.

   Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama

  28

  di lokasi penelitian atau objek penelitian. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah pengumpulan data dengan teknik wawancara.

  Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan pula oleh informan. Dengan kata lain, wawancara secara sederhana adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab antara pihak pencari informasi dengan sumber

  29

  informasi yang berlangsung secara lisan. Adapun yang menjadi informan dalam wawancara ini yaitu:

1. Anggota DPRD Kota Medan 2.

  Kepala Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Medan 3. 28 Camat Medan Johor 29 Burhan Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 132.

  

Hadari Nawawi dan Martini Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. hal. 98

4. Ketua LSM WALHI 5.

  Tokoh masyarakat b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber kedua atau data yang sudah ada. Data tersebut dapat diperoleh melalui buku, jurnal, internet, ataupun literatur lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

1.7.4 Teknik Analisa Data

  Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif serta analisis pada

  30

  fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam penelitian ini data dan informasi yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder selanjutnya disusun dan diuraikan dengan cara menjelaskan fenomena yang ditemukan dalam proses pengumpulan data.

1.8 Sistematika Penulisan

  Bab I: Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

30 Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. hal. 103.

  Bab II: Profil Kecamatan Medan Johor dan Peraturan Daerah Kota Medan No.13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Bab ini akan menjelaskan mengenai profil Kecamatan Medan Johor dan peraturan daerah kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah

  Bab III: Politik Kebijakan Pemerintah Kota Medan Dalam Implementasinya di Kecamatan Medan Johor Bab ini berisi penyajian data dan analisis data yang diperoleh dari lapangan mengenai politik kebijakan pemerintah Kota Medan dalam implementasinya di Kecamatan Medan Johor.

  Bab IV: Penutup Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data, dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah diperoleh.

Dokumen yang terkait

Politik Kebijakan Pemerintah Kota Medan Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Studi Kasus: Implementasi di Kecamatan Medan Johor)

15 223 126

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

8 130 133

Analisis Proses Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan

7 54 239

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Medan

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Medan

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Potensi Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Medan

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Evaluasi Dampak Kebijakan Pemerintah dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan Pokok (Studi Tentang Program RASKIN di Kecamatan Medan Tembung)

0 0 35

BAB II PROFIL KECAMATAN MEDAN JOHOR DAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO.13 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA - Politik Kebijakan Pemerintah Kota Medan Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Studi Kasus: Implementasi di Kecamatan Medan Johor)

0 0 24