BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Definisi Kinerja - Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Definisi Kinerja

  Pencapaian kinerja yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi.

  Menurut Robbins (2002), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

  Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.

  Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan. prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.

2.1.2 Tujuan Penilaian Kinerja

  Menurut Simamora (1997), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

  a. Tujuan Evaluasi.

  Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.

  Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan.

  b. Tujuan Pengembangan.

  Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

  Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

  Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

  b. Faktor Motivasi (motivation).

  Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

2.2.1 Unsur-unsur Penilaian Kinerja

  Unsur-unsur kinerja atau prestasi kerja para karyawan akan dinilai oleh setiap perusahaan tidak selalu sama, namun pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut (Fahmi, 2004):

  a. Efisiensi Kinerja Efisiensi kinerja adalah karyawan selalu berusaha menampilkan hasil kerja yang lengkap dan tidak melakukan kesalahan.

  b. Efektifitas Kinerja Efektivitas kinerja adalah melakukan sesuatu dengan tepat atau kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat. c. Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai dengan ketentuan perusahaan, karyawan bersedia bekerja lembur hal-hal baru yang belum diketahuinya yang menyangkut pekerjaan, karyawan selalu mencari jalan keluar atas masalah pekerjaan yang dihadapinya dan karyawan selalu meneliti hasil pekerjaannya.

  d. Kerjasama Kerjasama karyawan adalah suatu kondisi dimana setiap karyawan saling bertukar pikiran dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaannya.

  e. Loyalitas.

  Loyalitas karyawan adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan, setiap karyawan merasa memiliki perusahaan (sense of belonging) yang tinggi sehingga bagaimanapun kondisi perusahaan karyawan tersebut akan selalu setia bekerja di perusahaan.

  f. Komunikasi Komunikasi karyawan adalah komunikasi karyawan dengan atasan dan sesama rekan kerja.

  g. Suasana Kerja Suasana kerja karyawan adalah keadaan tempat bekerja karyawan yang mendukung untuk membantu menyelesaikan setiap pekerjaannya. h. Disiplin Disiplin adalah kepatuhan karyawan akan aturan yang ditentukan oleh perusahaan, disiplin akan waktu bekerja dan frekuensi kehadiran.

2.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja

  Ada lima manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu:

  1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksiraum.

  2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, sepcrti promosi, transfer dan pemberhentian.

  3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

  4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

  5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

2.3 Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

  Motivasi merupakan faktor inti dalam usaha melahirkan suatu kemajuan serta karya-karya kreatif dalam suatu kelompok kerja (Anoraga, 2001). Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya, karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Soeprihantono, 1998).

  Istilah motivasi (motivation) berasal dari kata bahasa latin, yaitu ” movere” berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu (Winardi, 2001).

  Gibson (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut :

  1. Teori kepuasan terdiri dari : a.

  Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer d. Teori prestasi dari McClelland

  2. Teori Proses terdiri dari : a.

  Teori harapan b. Teori pembentukan perilaku c. Teori keadilan

  Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di atas sebagai berikut : a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

  Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya : paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status, titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan, skill, dan potensi.

  Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).

  b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.

  Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg Herzberg (dalam Munandar, 2001), menjelaskan bahwa motivasi pada prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien.. Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003).

  Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).

  Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.

  c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu: a). Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b). Relatednes (keterhubungan) ; Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan). c). Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri). d. Teori Kebutuhan dari McClelland Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam a). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement).

  Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

  b). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power ) Kebutuhan akan Kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.

  c). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta. e. Teori Harapan (Expectancy Theory) Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orang- jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat.

  f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning) Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement dan skinerian conditioning.

  Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas pengaruh hukum (law

  

of effect) , yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan sering diulang

  sedangkan perilaku konsekuensi hukuman tidak diulang. Perlaku pegawai dimasa yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman dimasa lalu.

  Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian- kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

  g. Teori Keadilan (Equity Theory) pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.

  Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok, malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

  Mengenai pengertian motivasi banyak macam rumusan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain oleh Mitchell (dalam Winardi, 2001) yang menjelaskan motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan kearah tujuan tertentu. Robbins (2002), memberi definisi motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Sementara Gibson et al (1996) menyebutkan motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi kemmapuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.

2.3.2 Aspek-Aspek Motivasi

  Hasibuan (1996), menyatakan bahwa motivasi memliki dua aspek yang dikenal dengan aspek aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis.

  1) Aspek aktif atau dinamis

  Aspek aktif merupakan suatu usaha positif dari seseorang dalam menggerakkan kemampuannya agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang diinginkan organisasi atau perusahaan. Seseorang akan berusaha untuk mencari, menemukan, atau menciptakan peluang agar dapat menggunakan kemampuannya untuk memiliki unjuk kerja yang tinggi. Misalnya : prestasi kerja, karyawan yang produktif yang mengerahkan kemampuannya untuk menunjukkan unjuk kerja yang tinggi, akan menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik dari karyawan yang lain.

  2) Aspek statis atau pasif

  Aspek statis merupakan aspek dari motivasi yang mengarahkan dan menggerakkan kemampuan individu ke arah tujuan yang diinginkan atau perusahaan karena adanya kebutuhan individu tersebut. Individu cenderung menunggu upaya atau tawanan dari lingkungannya.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi memengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal.

  Faktor yang bersifat internal (motivator factor), antara lain: a.

  Tanggung jawab Merupakan derajat besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan karyawan yang akan menunjukkan bagaimana karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.

  b.

  Pekerjaan itu sendiri Merupakan derajat besar kecilnya tantangan yang dirasakan karyawan dari pekerjaannya. Dengan adanya tantangan maka akan memengaruhi kinerja karyawan.

  c.

  Prestasi yang diraih Merupakan derajat besar kecilnya kemungkinan seseorang karyawan mencapai prestasi kerja yag tinggi. Dengan adanya kesempatan untuk meraih prestasi yang tinggi maka akan semakin memotivasi para karyawan dalam bekerja.

  d.

  Pengakuan orang lain Merupakan derajat besar kecilnya pengakuan yang diterima karyawan atas prestasi kerjanya. Karyawan akan semakin termotivasi apabila mendapat pengakuan atas unjuk kerja yang dihasilkannya. e. Kemungkinan Pengembangan Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

  f. Kemajuan Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

  Faktor-faktor eksternal yang memengaruhi motivasi seseorang seringkali disebut hygiene factors, antara lain: a.

  Administrasi dan kebijakan perusahaan Merupakan derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.

  b.

  Gaji Merupakan derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya. c.

  Hubungan antar pribadi Merupakan derajat kesesuaian yang dirasa dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.

  d.

  Kondisi kerja Merupakan derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.

  Penelitian Anggraini (2007), tentang hubungan motivasi dengan kinerja petugas rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik (peluang untuk maju dan kepuasan kerja) dan ekstrinsik (keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja dan prosedur kerja) dengan kinerja petugas rekam medik.

  Penelitian Juliani (2007), tentang pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan menyimpulkan perlunya penataan dan pengembangan sumber daya keperawatan serta diperlukan adanya imbalan (reward) untuk menimbulkan motivasi intrinsik yang disertai dengan implementasi motivasi ekstrinsik

  Penelitian Muhammad (2005), tentang analisis motivasi dan hubungannya dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, menyimpulkan bahwa karakteristik lingkungan kerja yang berhubungan secara signifikan dengan kinerja perawat adalah lingkungan kerja terdekat dengan perawat pada saat melaksanakan pelayanan keperawatan.

2.4 Lingkungan Kerja

  Menurut Mangkunegara (2002), faktor lingkungan kerja dalam suatu organisasi yang memengaruhi kinerja adalah uraian tugas, otonomi, target kerja,

  2.4.1 Uraian Tugas

  Uraian tugas adalah uraian tertulis dari apa yang diperlukan oleh suatu pekerjaan. Uraian Tugas dapat diasumsikan sebagai keseluruhan kajian ringkas informasi pekerjaan dan syarat-syarat pelaksanaannya sebagai hasil dari analisis yang biasanya berisi tugas pokok, pekerjaan, wewenang dan kewajiban, tanggung jawab, kriteria penilaian dan hasilnya (Rivai, 2003).

  2.4.2 Otonomi

  Menurut Hackman dan Oldham (Robbins, 2002), otonomi adalah sampai sejauh mana karyawan berhak memberikan pendapatnya dalam menjadwal pekerjaan mereka, memilih perlengkapan yang akan mereka pergunakan, dan memutuskan prosedur yang harus diikuti.

  Suatu profesi disebut mempunyai otonomi jika profesi tersebut mengatur profesinya sendiri dan menetapkan standar untuk anggotanya. Jika keperawatan ingin mendapatkan status professional, keperawatan harus berfungsi secara otonomi dalam merumuskan kebijakan dan dalam mengontrol aktivitasnya.

  2.4.3 Target Kerja

  Target adalah sasaran kerja yang telah ditetapkan untuk dicapai. Sasaran berasal dari strategi yang dijabarkan yang berawal dari proses perencanaan. Sasaran yang direncanakan haruslah sesuai pada masing-masing tingkat organisasi, divisi atau kelompok, unit, per orangan. Dengan memiliki sasaran, karyawan akan lebih fokus melakukan pekerjaannya. Pencapaian sasaran dari suatu pekerjaan haruslah

  Target kerja sebaiknya ditetapkan oleh karyawan dan penyelia untuk periode waktu tertentu. Pada akhir periode, karyawan dievaluasi tentang seberapa baik pencapaian sasaran tertentu dan faktor-faktor apa saja yang dialami dalam menyelesaikan pekerjaan mereka (Rivai, 2003).

2.4.4 Komunikasi

  Menurut Rivai (2003), terdapat empat arus komunikasi dalam suatu perusahaan: a. Komunikasi vertikal ke bawah. Komunikasi model ini dimana merupakan wahana bagi manajemen untuk menyampaikan berbagai informasi kepada bawahannya seperti perintah, instruksi, kebijakan baru, pengarahan, pedoman kerja, nasihat dan teguran.

  b. Komunikasi vertikal ke atas. Komunikasi model ini dimana para anggota dalam perusahaan ingin selalu di dengar keluhan-keluhan atau inspirasi mereka oleh para atasannya.

  c. Komunikasi horizontal. Komunikasi model ini berlangsung antara orang-orang yang berada pada tingkat yang sama dalam perusahaan. d. Komunikasi diagonal. Komunikasi model ini dimana berlangsung antara dua satuan kerja yang berada pada jenjang perusahaan yang berbeda, tetapi pada perusahaan yang sejenis. antar sesama perawat pelaksana, ketua tim, kepala ruangan. Komunikasi vertikal terjadi antara kepala ruangan dengan ketua tim, kepala ruangan dengan perawat pelaksana, ketua tim dengan perawat pelaksana. Komunikasi diagonal dilakukan antara perawat dan profesi lain misalnya dokter (Blaisk, 2006).

  2.4.5 Hubungan Kerja

  Dalam melaksanakan pekerjaannya ada dua jenis hubungan kerja di bidang keperawatan yaitu hubungan internal dan hubungan eksternal. Hubungan internal adalah hubungan kerja yang terjadi antara perawat dan perawat, perawat dan profesi kesehatan lain. Kegiatan-kegiatan dalam hubungan internal berupa; rapat perawat ruangan, konferensi, rapat tim kesehatan dan visite dokter. Hubungan eksternal terjadi antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan (Nursalam, 2002).

  Hubungan kerja yang harmonis dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman baik antara sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan atasan (Rivai, 2003).

  2.4.6 Iklim Kerja

  Gilley dan Maycomich (2000), menggunakan istilah iklim kerja yang menggambarkan situasi dan kondisi yang terjadi dalam organisasi. Iklim dapat diartikan sebagai pola perilaku, sikap, dan perasaan berulang yang mencirikan kehidupan berorganisasi. Pada level analisis individu, iklim dimaksud disebut iklim psikologis. Konsep iklim dipahami sebagai persepsi individu terhadap pola perilaku orang. Ketika konsep iklim diagregasi maka disebut iklim organisasi.

  Karier terdiri dari semua pekerjaan yang ada selama seseorang bekerja, atau dapat pula dikatakan bahwa karier adalah seluruh jabatan yang diduduki sesorang dalam kehidupan pekerjaannya. Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan, kursus-kursus dan melanjutkan jenjang pendidikannya oleh pimpinannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai rencana kariernya. Pimpinan dapat memberikan bimbingan dan informasi tentang karier yang ada dan juga di dalam perencanaan karyawan tersebut (Rivai, 2003).

  Faktor pengembangan karier perawat di rumah sakit perlu diperhatikan dan bisa menjadi masalah karena peluang berkarier yang “mentah” tentu akan memengaruhi mutu kerja seorang perawat. Jenjang karier yang ada dalam bidang keperawatan adalah perawat pelaksana, pimpinan ruangan/bangsal dan wakilnya, pimpinan perawat di tingkat instalasi, kepala seksi serta kepala bidang keperawatan. Selain jenjang struktural di atas ada pula Clinical nurse spesialis yang kemudian dapat pula menjadi Clinical specialist Consultant (Aditama, 2004).

2.4.8 Fasilitas Kerja

  Fasilitas kerja adalah sesuatu yang dapat membantu memudahkan pekerjaan, tugas dan sebagainya. Untuk melaksanakan kegiatan keperawatan, fasilitas kerja yang diperlukan mencakup sarana, prasarana dan peralatan. Sarana adalah bangunan gedung. Prasarana adalah mendukung bangunan gedung seperti listrik, air, dan lain- lain. Peralatan keperawatan termasuk alat keperawatan (tensimeter, stetoskop, bantal, sprei, sapu, dan lain-lain), dan alat tulis kantor (buku pencatatan dan pelaporan, dan lain-lain) (Sekretariat KARS Depkes RI, 2007).

2.5 Rumah Sakit

  Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

  Untuk dapat menyelenggarakan upaya–upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem

  Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari : 1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.

  2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan.

  3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap pasien.

  Sesuai dengan Depkes RI (1992), berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi :

  1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

  2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas.

  3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

  4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

2.6 Perawat

  Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat.

  Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya dimana pelayanan tersebut dilaksanakan.

  Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang paramedis, menyatakan bahwa profesi keperawatan merupakan profesi tersendiri yang setara dan sebagai mitra dari disiplin profesi kesehatan lainnya. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memerhatikan pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk tenaga perawat yang merupakan penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan secara menyeluruh. Bahkan menurut Nash et.al yang dikutip oleh Swisnawati (1997), melaporkan penelitian yang dilakukan oleh ANA (American Nurse’s Association) bahwa 60 % sampai 80 % pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama.

  Melihat beban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh perawat maka sering menimbulkan permasalahan, karena perawat merupakan orang yang paling banyak berhubungan dengan pasien dibandingkan dengan petugas lain di rumah sakit, sedang dirawat di rumah sakit.

2.6.1 Definisi Perawat

  Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Priharjo, 1995). Perawat adalah karyawan rumah sakit yang mempunyai dua tugas yaitu merawat pasien dan mengatur bangsal (Hadjam, 2001).

  Gunarsa dan Gunarsa (1995), menyatakan bahwa perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala.

  Lokakarya Keperawatan Nasional (1983), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

  Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004).

  Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan dalam mengasuh, merawat dan menyembuhkan pasien.

2.6.2 Sifat-sifat yang Mendasari Dedikasi Perawat

  Seorang perawat harus memiliki sifat kepribadian tertentu yang turut menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas-tugasnya, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Gunarsa (1995) menyebutkan sifat-sifat yang mendasari dedikasi seorang perawat, antara lain : a.

  Minat terhadap orang lain Perawatan yang efektif hanya mungkin bilamana seorang perawat menaruh minat terhadap orang lain, tanpa menghiraukan umur, jenis kelamin, latar belakang dan status sosial ekonomi.

  b.

  Derajat sensitivitas Seorang perawat tentunya akan menghadapi pasien dengan beraneka ragam kepribadian, sehingga seorang perawat perlu memiliki kepekaan, dapat membedakan setiap orang yang dihadapinya. Sebab tidak semua pasien dapat dihadapi dan ditangani dengan cara dan sikap yang sama.

  c.

  Menghargai hubungan-hubungan.

  Keberhasilan dalam perawatan, disamping oleh pengetahuan yang luas, juga ditentukan oleh kemampuan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yakni hubungan dan ikatan-ikatan kemanusiaan yang diperlukan dalam menangani orang sehat dan yang sakit.

2.6.3 Peran Perawat

  terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap.

  Peran perawat menurut Hidayat (2004) terdiri dari : a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

  Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memerhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.

  b.

  Peran sebagai advokat pasien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.

  c.

  Peran edukator

  Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

  d.

  Peran koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

  e.

  Peran kolaborator Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

  f.

  Peran konsultan Di sini perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

  g.

  Peran pembaharu Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.6.4 Fungsi Perawat

  f.

  Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.

  Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat. i.

  h.

  Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat.

  g.

  Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan praktek keperawatan.

  Berdasarkan lokakarya keperawatan nasional tahun 1983 (dalam Hidayat, 2004) disebutkan bahwa fungsi perawat adalah :

  Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

  e.

  Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

  d.

  Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.

  c.

  Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

  b.

  Mendokumentasikan proses keperawatan.

  Hadjam (2001) mengemukakan beberapa modal dasar perawat dalam melaksanakan pelayanan prima, antara lain : a.

  Profesional dalam bidang tugasnya Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap pekerjaan.

  b.

  Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama.

  c.

  Memegang teguh etika profesi Asuhan keperawatan yang profesional sangat tergantung pada bagaimana perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga profesional berusaha memegang teguh etika profesi.

  d.

  Mempunyai emosi yang stabil Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang stabil dalam menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi dengan ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien.

  e.

  Percaya diri Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi kebutuhan pasien. f.

  Bersikap wajar Sikap yang wajar akan memberikan makna yang besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan keperawatan dan g.

  Berpenampilan memadai Perawat dengan penampilan yang bersih, dengan penampilan yang segar dalam melakukan tugas-tugas perawatan diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien.

  Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan keahlian medis belaka tetapi ia harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2001) menunjukkan bahwa kemampuan empati yang tinggi akan menimbulkan tingginya intensi prososial pada diri perawat. Dengan kata lain jika perawat dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien maka perawat akan cepat untuk melakukan perbuatan dan tindakan yang ditujukan pada pasien dan perbuatan atau tindakan tersebut memberi keuntungan atau manfaat positif bagi pasien.

  Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien.

  Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat harus keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien.

  Seorang perawat sangat besar peranannya dalam mengurangi buruknya kondisi psikologis pasien yang muncul sebagai akibat penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut, stress sampai depresi. Dalam hal ini perawat berperan dalam menciptakan suasana psikologis yang kondusif bagi usaha penyembuhan yang optimal yaitu dengan memberikan pelayanan prima (Taylor, 1995).

2.7 Dokumentasi Asuhan Keperawatan

  Dokumentasi asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat. Untuk lebih memahami tentang dokumentasi asuhan keperawatan, sebelumnya kita harus mengetahui pengertian dari dokumen itu sendiri, asuhan keperawatan konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan (1992) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 (lima) komponen yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan evaluasi hasil-hasil tindakan klien, beberapa ahli mengemukakan dokumentasi yang berkaitan dengan dokumentasi keperawatan yaitu : dokumentasi yang berisi tentang riwayat klien, prawatan yang di perlukan, dan perawatan yang telah di berikan.

  2. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan upaya pencatatan secara tertulis dalam suatu dokumentasi dari status kesehatan klien, perawatan klien, tindakan diagnostik khusus, tindakan-tindakan keperawatan.

  3. Dokumentasi asuhan keperawatan dan kesehatan klien yang dilakukan perawat sebagai pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada klien dalam melakukan asuhan keperawatan.

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan adalah merupakan upaya penyusunan keterangan mengenai riwayat kesehatan klien, keadaan kesehatan klien saat ini, perawatan yang di perlukan dan yang telah di berikan, tindakan-tindakan teurapetik dan diagnostik, serta keterangan tentang respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Semua keterangan tersebut tersusun dalam suatu dokumen.

2.7.1 Pentingnya Dokumentasi Asuhan Keperawatan

  Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari media komunikasi diantara perawat yang melakukan asuhan keperawatan atau dengan tim kesehatan yang lain serta pihak lain yang memerlukan dan yang berhak mengetahuinya. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan salah satu bentuk upaya membina dan mempertahankan akuntabilitas perawat, kualitas asuhan keperawatan bergantung pada akuntabilitas dari individu perawat dalam hal menggunakan proses keperawatan. Pada pelaksanaan asuhan keperawatan serta pengaruhnya pada pasien sebagai metode saintifik yang memerlukan tindakan nyata dan disertai hasil dokumentasi.

  Dokumentasi asuhan keperawatan harus objektif, akurat, dan komprehensif dalam mencerminkan status kesehatan klien. Banyaknya informasi akurat, abjektif, dan komprehensif yang didokumentasikan oleh seorang perawat, dari aspek hukum di harapkan akan dapat melindungi perawat bila ada gugatan hukum.

2.7.2 Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan

  Dokumentasi asuhan keperawatan mempunyai beberapa tujuan (Depkes, 1994) yaitu sebagai berikut :

  1. Sebagai Sarana Komunikasi

  2. Sebagai mekanisme pertanggunggugatan

  3. Sebagai metode pengumpulan data

  4. Sebagai sarana pelayanan secara individual

  5. Sebagai sarana untuk evaluasi, baik evaluasi terhadap klien maupun tindakan klien keperawatan yang diberikan

  6. Sebagai sarana untuk meningkatkan kerjasama antar disiplin dalam tim kesehatan

  7. Sebagai sarana untuk pendidikan lebih lanjut bagi tenaga keperawatan serta metode pengembangan ilmu keperawatan

  8. Sebagai audit : catatan/dokumentasi asuhan keperawatan digunakan untuk memantau kualitas keperawatan yang diterima klien dan kompetensi perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang diberikan.

2.7.3 Tahap-tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan

  1. Dokumentasi Pengkajian Asuhan Keperawatan Pegkajian meupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan di organisir secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007): a.

  Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

  b.

  Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

  c.

  Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : i.

  Status kesehatan klien masa lalu. ii.

  Status kesehatan klien saat ini. iii.

  Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. iv.

  Respon terhadap terapi. v.

  Harapan terhadap tingkat kesehatan. vi.

  Risiko-risiko tinggi masalah. d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).

  2. Dokumentasi Diagnosa Asuhan Keperawatan Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999).

  Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.

  Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2007) kriteria proses meliputi : a.

  Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

  b.

  Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

  c.

  Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

  d.

  Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

  3. Dokumentasi Rencana Asuhan Keperawatan Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999).

  Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007) kriteria proses meliputi:

  1. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

  2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

  3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

  4. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

  5. Dokumentasi Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007). kriteria proses meliputi : a.

  Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

  b.

  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

  c.

  Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

  d.

  Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

  e.

  Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

  6. Dokumentasi Evaluasi Asuhan Keperawatan Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Gaffar, 1999).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

4 50 176

Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2013

26 179 159

Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

2 42 97

Pengaruh Komunikasi Organisasi Vertikal ke Bawah, Vertikal ke Atas dan Horizontal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

0 43 162

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Asuhan Keperawatan Dalam Pengkajian Dan Implementasi Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2008

0 55 89

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

0 1 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja - Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2015

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Budaya Organisasi dan Fungsi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung

0 0 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian Motivasi - Hubungan Motivasi Perawat dan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

0 1 51

Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

1 1 39