Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

(1)

Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana

di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

Skripsi

Isra Wahyuni

081101013

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

Judul : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara medan

Peneliti : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011/2012

__________________________________________________________________ Abstrak

Motivasi adalah suatu upaya untuk mengarahkan perilaku individu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan ketekunan tinggi di dalam suatu lingkungan kerja. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Kinerja perawat dilihat berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian dilakukan pada Juli 2012 dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan sampel sebanyak 53 orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis statistik yang digunakan uji spearman. Hasil analisis univariat, didapat bahwa motivasi perawat pelaksana 47,2% baik dan 52,8% tidak baik, 56,6% kinerja perawat baik dan 43,4% kinerja perawat kurang baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006. Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan motivasi perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.


(4)

Title :The Relationship Between Motivation and Executing Nurse Performance at Bhayangkara Hospital Medan

Researcher : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Program : Bachelor of Nursing Academic Year : 2011/2012

Abstract

Motivation is an effort to direct the behavior of individual in achieving the goals set by the high persistence in work environment. Performance is the achievement of the performance of duties performed by individual or group within an organization are influenced by external and internal factors. Performance seen by a nurse from the nursing assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. This study aims to identify the relationship between motivation and executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan. The study was conducted in July 2012 with a cross sectional approach. The population in this study were all of executing nurses at the Bhayangkara Hospital Medan and the samples were 53 people who were determined using purposive sampling techniques. Statistical analysis used spearman test. The results of univariate analysis, found that the motivation of nursing performance 47.2% good and 52.8% is not good, 56.6% better performance of nurses and 43.4% poor performance of nurses. The results of bivariate analysis showed that there is a motivation by executing nurse performance at Bhayangkara Hospital with a value of p = 0.006. It is recommended for hospital administrators to optimize nurse’s motivation so as to improve the executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah- Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, saya mendapatkan banyak bantuan, dukungan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Diah Arruum S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang selalu dengan sabar mengarahkan, membimbing dan mengajarkan ilmu yang sangat bermanfaat bagi kesuksesan penulis saat ini dan masa yang akan datang.

4. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D dan Bapak Achmad Fathi S.Kep, Ns, MNS selaku dosen penguji yang telah memberikan wawasan baru, masukan dan arahan sehingga membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Ibu Nur Asnah S, S.Kep, Ns, M. Kep selaku pembimbing akademik di Fakultas Keperawatan USU.


(6)

6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademik Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

7. Kepada Pemimpin Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Dina, Shandra, Rina, Wiyanna, Cut Ti, Delia, Eliza, Intan, Wani, Nanda, Maia serta teman-teman Keperawatan Stambuk 2008, lainnya yang tak bisa disebut namanya satu persatu.

9. Abangku tersayang Popo Yudhana (Alm), mbakku Feni Yuana S.Sos, Abang terbaikku Ahmad fauzi Lubis, Adikku tersayang Anisya Wirdhani dan keponakanku yang paling kurindukan.

10. Ayahanda Dahlan BA dan Ibunda Yusnaini Batubara, terima kasih tak terhingga atas cinta, kasih, kesabaran, perhatian, kebahagiaan, dukungan dan segalanya yang tak mungkin ananda ungkapkan satu persatu. Ibunda dan Ayahanda adalah alasan mengapa terus berjuang untuk memberikan yang terbaik, dan untuk mereka skripsi ini dipersembahkan.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Medan, Juli 2012

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Skema ... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Peneltian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Kinerja ... 6

2. Teori-teori yang Berkaitan dengan Kinerja ... 6

3. Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Kinerja ... 7

3.1. Umur ... 7

3.2. Jenis Kelamin ... 8

3.3. Masa Kerja ... 8

3.4. Pendidikan ... 9

3.5. Pengalaman... 9

3.6. Motivasi ... 9

4. Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kinerja ... 12

4.1. Kepemimpinan ... 13

4.2. Supervisi ... 14

4.3. Pelatihan ... 15

4.4. Kompensasi ... 14

4.5. Iklim Organisasi ... 15

5. Penilaian Kinerja ... 15

6. Tujuan Penilaian Kinerja ... 17

7. Prinsip-Prinsip Penilaian ... 17

8. metode Penilaian Kinerja ... 18

9.Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan………... ………. 19


(8)

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual ... 23

2. Defenisi operasional ... 24

3. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian... 26

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan ... 26

2.1. Populasi ... 26

2.2. Sampel ... 26

2.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4. Pertimbangan Etik ... 28

5. Instrumen Penelitian ... 28

5.1. Metode Pengukuran Data Demografi ... 29

5.1. Metode Pengukuran Motivasi... 29

5.2. Metode Pengukuran Kinerja Perawat Pelaksana ... 30

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31

7. Pengumpulan Data... 33

8. Analisa Data ... 34

8.1. Statistik univariat ... 34

8.2. Statistik bivariat ... 35

BAB 5. HASIL & PEMBAHASAN 1. Hasil ... 36

1.1. Analisis Univariat ... 36

1.1.1. Data Demografi. ... 37

1.1.2. Deskripsi Motivasi ... 38

1.1.3. Kinerja Perawat Pelaksana ... 39

1.2. Analisis Bivariat ... 39

2. Pembahasan ... 40

2.1. Motivasi ... 40

2.2. Kinerja Perawat... 45

2.3. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana... 46

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 50


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 4. Distribusi Frekuensi Demografi Perawat

5. Distribusi Frekuensi Motivasi Berdasarkan Teori Maslow

6. Hasil Uji Chi Aquare Kebutuhan Maslow dengan Kinerja Perawat 7. Distribusi Frekuensi Persentase Jawaban Setiap Indikator Kebutuhan

maslow dan Kinerja Perawat 8. Riwayat Hidup

9. Surat Izin


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional ... 24

Tabel 5.1. Karakteristik Demografi ... 37

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Motivasi ... 38

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat ... 39


(11)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka Konseptual Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana... 24


(12)

Judul : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara medan

Peneliti : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011/2012

__________________________________________________________________ Abstrak

Motivasi adalah suatu upaya untuk mengarahkan perilaku individu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan ketekunan tinggi di dalam suatu lingkungan kerja. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Kinerja perawat dilihat berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian dilakukan pada Juli 2012 dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan sampel sebanyak 53 orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis statistik yang digunakan uji spearman. Hasil analisis univariat, didapat bahwa motivasi perawat pelaksana 47,2% baik dan 52,8% tidak baik, 56,6% kinerja perawat baik dan 43,4% kinerja perawat kurang baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006. Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan motivasi perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.


(13)

Title :The Relationship Between Motivation and Executing Nurse Performance at Bhayangkara Hospital Medan

Researcher : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Program : Bachelor of Nursing Academic Year : 2011/2012

Abstract

Motivation is an effort to direct the behavior of individual in achieving the goals set by the high persistence in work environment. Performance is the achievement of the performance of duties performed by individual or group within an organization are influenced by external and internal factors. Performance seen by a nurse from the nursing assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. This study aims to identify the relationship between motivation and executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan. The study was conducted in July 2012 with a cross sectional approach. The population in this study were all of executing nurses at the Bhayangkara Hospital Medan and the samples were 53 people who were determined using purposive sampling techniques. Statistical analysis used spearman test. The results of univariate analysis, found that the motivation of nursing performance 47.2% good and 52.8% is not good, 56.6% better performance of nurses and 43.4% poor performance of nurses. The results of bivariate analysis showed that there is a motivation by executing nurse performance at Bhayangkara Hospital with a value of p = 0.006. It is recommended for hospital administrators to optimize nurse’s motivation so as to improve the executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan nasional secara menyeluruh yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primer manusia baik sebagai individu, masyarakat ataupun bangsa yang berguna meningkatkan derajat kesehatan (Imron, 2010). Berbagai proses yang dilakukan di rumah sakit dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ini dilaksanakan oleh berbagai profesi, mulai dari profesi medik, paramedik, maupun non-medik. Profesi perawat yang merupakan ujung tombak pemberian pelayanan di rumah sakit, hendaknya sangat diperhatikan dan dikelola secara professional, sehingga mampu memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan kemajuan rumah sakit melalui peningkatan kinerja (Muzakir, 2009).

Kinerja adalah hasil yang diberikan oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana individu berperilaku, akan menunjukkan perannya dalam suatu organisasi (Minner, 1990 dalam buku Riani, 2011). Kinerja perawat dilihat dari asuhan keperawatan yang diberikannya mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima


(15)

atau pelayanan yang bermutu tinggi. Maka dari itu, perawat diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (Tjahjono, 2006).

Terkait dengan pentingnya kinerja yang baik dalam peningkatan mutu dan kualitas suatu organisasi, para manajer umumnya menghadapi masalah, yakni ada karyawan-karyawan tertentu yang menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan dengan karyawan lainnya. Setelah diteliti, ternyata salah satu penyebab perbedaan kinerja itu adalah motivasi (Winardi, 2001). Penelitian Sihotang (2006) di Rumah Sakit Umum Doloksanggul yang meneliti hubungan motivasi kerja terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan untuk pasien. Berdasarkan data deskriptif penelitian tersebut menunjukkan bahwa prestasi perawat dalam kategori baik dan lebih banyak yang menyatakan bahwa dengan peningkatan jabatan dan pencapaian prestasi akan meningkatkan kinerja perawat.

Robbins (2003) mendefenisikan motivasi sebagai proses dengan intensitas, arah yang tepat dan ketekunan tinggi dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan oleh individu tersebut di dalam suatu lingkungan kerja. Besarnya pengaruh motivasi ini ternyata telah lama menjadi pembahasan para ahli khususnya di bidang manajemen. Salah satu ahli yang membahas tentang teori motivasi secara holistik dilihat dari kebutuhan-kebutuhan individu adalah Abraham Maslow. Teori Maslow


(16)

dan secara intuitif mudah dijelaskan (Robbins, 2010). Teori ini menjelaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan individu dapat dilihat berdasarkan hirarki, yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan akan kepemilikan, penghargaan, dan aktualisasi diri (Gillies, 1996).

Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja (Winardi, 2001). Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan motivasi dengan kinerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Melihat rumah sakit tersebut memiliki latar belakang sebagai Rumah Sakit “Kepolisian Republik Indonesia” atau sering dikenal oleh masyarakat luas sebagai rumah sakit Brimob karena berlokasi pada markas brimob. Rumah Sakit Bhayangkara Medan memiliki visi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, proporsional, bermoral dan modern melalui peran yang dibangun secara kemitraan. Rumah Sakit Bhayangkara Medan ini disamping memiliki tugas pokok untuk memelihara kesehatan anggota Polri juga memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan teknis tertentu yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat (Profil Rumah Sakit Bhayangkara Medan).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Oktober 2011 di Rumah Sakit Bhayangkara Medan diketahui bahwa, jumlah pasien yang dirawat di ruang rawat inap sampai akhir September 2011 berjumlah 996 orang, yaitu 770 orang (77,3%) berasal dari anggota kepolisian, dan 226 orang (22,7%) berasal dari masyarakat umum (rekam medik Rumah Sakit Bhayangkara Medan). Adanya perbedaan jumlah pasien yang cukup signifikan menjadi titik tolak


(17)

dilakukannya penelitian ini. Maka, pada survei pendahuluan peneliti melakukan wawancara langsung dengan Kepala Instalasi Rawat Inap Polisi Pelayanan Medis dan Perawat (Ka. Inst. Rawat Inap siyanmedwat) dan menyatakan bahwa perawat yang bekerja di rumah sakit ini memiliki kinerja yang masih perlu ditingkatkan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Rumah

Sakit Bhayangkara medan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3. Tujuan Peneltian

3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.2. Tujuan Khusus


(18)

3.2.1. Motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.2.2. Kinerja perawat pelaksana di Rumah sakit Bhayangkara Medan

3.2.3. Hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi pimpinan rumah sakit. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait dengan motivasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

4.2. Bagi Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan terkait dengan kinerja perawat, sehingga membantu pihak rumah sakit dalam menyusun satu kebijakan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja. Sekaligus sebagai bahan pertimbangan guna membina dan mengembangkan kualitas perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat.

4.3. Bagi peneliti keperawatan. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja perawat.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Kinerja

Kinerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai sesuatu yang ingin dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja . Kinerja adalah hasil yang diberikan oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana individu tersebut berperilaku, akan menunjukkan perannya dalam suatu organisasi (Minner, 1990 dalam Riani, 2011).

Kinerja karyawan (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang maupun kelompok dalam upaya memenuhi tugas dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi.

2. Teori-Teori yang Berhubungan dengan Kinerja

Timple (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, seperti ; kemampuan, ketrampilan, sikap, perilaku, tanggung jawab, motivasi karyawan. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan , seperti perilaku, sikap


(20)

dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi (Rivai &Basri, 2005).

Mangkuprawira dan Aida (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor intrinsik yang meliputi mutu karyawan yang berupa pendidikan, pengalaman, motivasi, kesehatan, usia, ketrampilan emosi, spiritual, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan kerja fisik dan non fisik, kepemimpinan, komunikasi vertikal dan horizontal, kompensasi, supervisi, fasilitas, pelatihan, beban kerja, proses kerja, sistem imbalan, dan hukuman.

Simamora (1995, dalam Mangkunegara, 2009) kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : (1) faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi, (2) faktor psikologis terdiri dari : persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan motivasi, 3) faktor organisasi yang terdiri dari : sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan desain pekerjaan.

3. Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Kinerja

3.1. Umur

Hubungan umur dengan kinerja merupakan isu yang penting. Ada keyakinan bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Umur juga mempengaruhi produktivitas, hal ini dapat dilihat dari keterampilan individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu dan kebiasaan pekerjaan yang berlarut-larut serta berkurangnya produktivitas


(21)

kemerosotan keterampilan fisik. Apapun yang disebabkan umur yang berdampak pada produktivitas sering diimbangi dengan pengalaman (Robbin & Judge, 2008).

3.2. Jenis Kelamin

Bukti menunjukkan bahwa hal terbaik untuk melihat kinerja adalah dengan

pengakuan bahwa ada perbedaan penting antara pria dan wanita yang mempengaruhi kinerja mereka. Berbagai penelitian psikologis menunjukkan bahwa para wanita lebih bersedia menyesuaikan diri terhadap otoritas dan pria lebih agresif serta lebih mungkin memiliki pengharapan sukses dibandingkan para wanita, tetapi perbedan-perbedaan tersebut kecil. Dengan perubahan-perubahan signifikan yang berlangsung selama 40 tahun terakhir ini terhadap peningkatan kadar partisipasi wanita terhadap angkatan kerja serta memikirkan ulang apa yang merupakan peran pria dan wanita, maka diasumsikan tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan antara pria dan wanita (Robbin & Judge, 2008).

3.3. Masa Kerja

Masa kerja diekspresikan sebagi pengalaman kerja yang akan menjadi tolak ukur baik atau tidaknya produktivitas karyawan (Robbin & Judge, 2008). Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan produktivitas. Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini belum dapat diambil kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut (Robbin, 2001; Adam, 1989) .


(22)

3.4. Pendidikan

Setiap jenis pekerjaan yang memiliki tuntutan yang berbeda terhadap karyawan dan para karyawan juga memiliki kemampuan kerja yang berbeda. Prestasi kerja karyawan dengan sendirinya akan meningkat, ada kesesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaannya (Handoko, 1995). Dalam hal ini pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan dari karyawan tersebut terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus (Tarwaka, Bakri, Lilik, Sholichul, & Sudiajeng, 2004).

3.5. Pengalaman

Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidup seseorang. Bertitik tolak dari pengertian tersebut memberitahukan kepada kita bahwa pengalaman seseorang sejak kecil turut membentuk perilaku dan kepribadian orang yang bersangkutan di dalam kehidupan organisasinya (Amriyati, 2003). Selanjutnya, pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan teknisnya (Siagian, 1989).

3.6. Motivasi

Motivasi secara langsung berhubungan dengan tingkat ambisi seseorang. Karena setiap manusia memiliki kebutuhan yang dapat memotivasi mereka, maka pemimpin harus berfokus pada kebutuhan dan keinginan karyawan secara individu dan


(23)

menggunakan strategi motivasional yang tepat untuk setiap orang dan situasi. Karena motivasi sangat kompleks, pemimpin menghadapi tantangan hebat agar dapat secara akurat mengidentifikasi motivasi individu dan kelompok. Bahkan, dilingkungan kerja yang serupa atau hampir sama sekalipun, sering kali terdapat banyak variasi motivasi individu. Sebagian besar penelitian dilakukan oleh para ahli perilaku, psikologis, dan sosial untuk menyusun teori dan konsep motivasi. Fokus terhadap motivasi manusia tidak diteruskan sampai ditemukannya karya Abraham Maslow pada tahun 1950-an. Sebagian besar perawat mengetahui hierarki kebutuhan Maslow dan teori motivasi manusia (Marquis & Huston, 2010).

Teori Maslow ini telah memperoleh pengakuan di kalangan manajer. Ini dapat diterangkan karena logika intuitif dan mudahnya teori Maslow ini difahami (Robbins, 2003). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Maslow mengemukakan manusia termotivasi oleh banyak kebutuhan di dalam kehidupannya, yang mana kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya (Daft, 2006). Adapun hirarki kebutuhan Maslow tersebut yaiu :

1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainya (Robbin, 2008). Dilihat dari pandangan organisasi, kebutuhan-kebutuhan tersebut akan dapat terpenuhi apabila individu memiliki gairah kerja, ruang, dan gaji pokok untuk menjamin kelangsungan hidupnya (Daft, 2003). Selain itu, kebutuhan akan terpenuhi dengan tersedianya


(24)

ruang kerja yang memadai, ruang istirahat, cahaya yang layak, suhu yang nyaman dan ventilasi (Griffin, 2004). Handoko (2003) mengemukakan bahwa cuti dan periode istirahat termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis.

2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional (Robbin, 2008). Dalam lingkungan kerja organisasional seperti rumah sakit, kebutuhan akan rasa aman dicerminkan melalui kebutuhan akan pekerjaan yang aman, perlindungan pekerjaan dan imbalan kerja tambahan. (Daft, 2003). Griffin (2004) menambahkan kebutuhan akan rasa aman akan terpenuhi, apabila di dalam lingkungan kerja dipenuhi oleh kontinuitas kerja (tidak ada PHK), sistem keluhan, serta program asuransi dan program pensiun yang memadai.

3. Kebutuhan akan kepemilikan (belongingness needs), meliputi rasa kasih sayang, penerimaan, dan persahabatan (Robbin, 2008). Dalam lingkungan organisasi, kebutuhan ini memengaruhi keinginan untuk memiliki hubungan baik dengan sesama pekerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif dengan para pengawas (Daft, 2003). Seorang manajer bisa membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan mengizinkan interaksi sosial, dan menjadikan karyawan sebagai bagian dari tim atau kelompok kerja (Griffin,2003).

4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs,) meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti penghargaan, otonomi dan pencapaian ; dan faktor-faktor


(25)

penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian (Robbin, 2008). Dalam ruang lingkup organisasi, kebutuhan akan penghargaan mencerminkan motivasi untuk mendapatkan pengakuan, peningkatan tanggung jawab, status tinggi, dan pujian atas kontribusi (Daft, 2003). Seorang manajer dapat membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dengan menyediakan berbagai simbol pencapaian ekstrinsik, seperti : pangkat, kantor yang nyaman, dan balas jasa serupa. Pada level intrinsik, manajer bisa memberikan tugas yang menantang dan peluang-peluang bagi karyawan untuk merasakan suatu rasa pencapaian (Griffin, 2004).

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), meliputi pertumbuhan, pencapaian dan pemenuhan diri (Robbin, 2008). Kebutuhan akan aktualisasi diri berkenaan dengan mengembangkan potensi maksimal seseorang, meningkatkan kompetensi seseorang, dan menjadi seseorang yang lebih baik. Kebutuhan aktualisasi diri dapat dipenuhi dalam organisasi dengan memberi orang-orang peluang untuk tumbuh, kreatif, dan mendapatkan pelatihan untuk melakukan tugas-tugas yang menantang (Daft, 2003).

4. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kinerja

4.1. Kepemimpinan

Gardner (1990) mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses persuatif dan peneladanan oleh individu yang memengaruhi suatu kelompok untuk mengikuti


(26)

arahan pemimpin atau diberikan oleh pemimpin dan bawahan. Sedangkan Robbins (1991) mendefenisikan bahwa kepemimpinan adalah proses memberdayakan kepercayaan dan mengajarkan orang lain untuk menggunakan seluruh kemampuannya dengan menyingkirkan kepercayaan yang membatasi mereka (Marquis & Huston, 2010).

Dalam suatu organisasi dan manajemen suatu organisasi, kepemimpinan merupakan hal yang penting karena ada bukti bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja dan kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengendalikan organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan dalam rangka mencapai tujuan (Adam, 1989).

4.2. Supervisi

Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan pengawasan oleh pengelolah program terhadap pelaksanaan di tingkat administrasi yang lebih rendah dalam rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Tujuan dari supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja pegawai melalui suatu proses yang sistematis dengan peningkatan pengetahuan, peningkatan keterampilan, perbaikan sikap dalam bekerja, dan peningkatan motivasi pegawai (Depkes, 2000).

Manfaat supervisi apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam (Azwar,1996) , yaitu: (1) Dapat lebih meningkatkan efetivitas kerja dan (2) Dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja.


(27)

4.3. Pelatihan

Pelatihan atau training menurut Notoatmodjo adalah salah satu bentuk proses pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka (Azwar, 1996).

Menurut Michael et.al (1995), ada tujuh maksud utama program pelatihan dan pengembangan, yaitu 1) memperbaiki kinerja, 2) meningkatkan ketrampilan karyawan, 3) menghindari keusangan manajerial, 4) menyolusikan permasalahan, 5) orientasi karyawan baru, 6) penyiapan promosi dan keberhasilan manajerial, 7) memberi kepuasan untuk kebutuhan pengembangan personal. Sehubungan dengan itu, uraian tentang pelatihan dan pengembangan secara eksplisit tidak dipisahkan, tetapi diuraikan menyatu karena saling mengait (Basri& Rivai, 2005).

4.4. Kompensasi

Kompensasi diartikan sebagai semua bentuk kembalian (return) finansial, jasa-jasa berwujud tunjangan-tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari sebuah hubungan kepegawaian (Adam, 1989). Sistem insentif finansial menunjukkan hubungan paling jelas antara kompensasi dan prestasi kerja. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar produktivitas karyawan atau kriteria tersebut (Mamduh, 1997).


(28)

4.5. Iklim organisasi

Tagiuri dan Litwin mendefenisikan iklim organisasi sebagai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif dan terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi; memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteritik atau sifat organisasi. Iklim organisasi melukiskan lingkungan internal organisasi dan berakar pada budaya organisasi. Jika budaya organisasi bersifat tetap dalam jangka panjang, iklim organisasi bersifat relatif sementara dan dapat berubah dengan cepat. Umumnya, iklim organisasi dengan mudah dapat dikontrol oleh pemimppin atau manajer. Iklim organisasi memengaruhi perilaku anggota organisasi yang kemudian memengaruhi kinerja mereka dan kinerja organisasi (Wirawan, 2007).

5. Penilaian Kinerja

Suatu organisasi seperti halnya rumah sakit, hidup karena aktivitas yang dilakukan oleh para karyawannya. Maka, setiap unit harus dinilai sesuai dengan tugas yang telah dibagi kepada mereka agar kinerja sumber daya dalam organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif. Sehingga, apabila seorang manajer ingin merubah suatu sistem dalam organisasi penilaian kinerja tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur . karena seorang manajer terkadang salah dalam melihat situasi dalam organisasinya, dimana manajer menilai kinerja karyawanlah yang buruk ternyata sistem yang digunakan salah (Sutrisno, 2006).


(29)

Sikula (1981, dalam buku Mangkunegara, 2009) mengemukakan bahwa, penilaian pegawai merupakan evaluasi sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang atau sesuatu (barang). selanjutnya Mengginson (1981, dalam buku Mangkunegara, 2009) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan penilaian kinerja adalah penilaian sistematis yang dilakukan oleh pimpinan untuk menentukan hasil pekerjaan sesuai dengan tugas dan kinerja organisasi.

Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus. Benardin dan Russel (1995, dalam buku Sutrisno, 2006) mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu :

1. Quality, yaitu tingkat sejauh mana proses/ hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah uang, dan siklus

kegiatan yang dilakukan.

3. Timelines, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang

ditetapkan dan dikehendaki.

4. Cost efectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya


(30)

untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.

5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat

melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan.

6. Impersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga

diri, nama baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja dan bawahan. 6. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan, yaitu : (1) membantu manajemen membuat keputusan sumber daya manusia secara umum, dimana penilaian menyediakan masukan untuk berbagai keputusan penting seperti promosi, perpindahan bagian, dan pemutusan hubungan kerja, (2) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan, (3) menjadi kriteria manajemen untuk memvalidasi seleksi dan program pengembangan, (4) menyediakan umpan balik bagi karyawan tentang bagaimana organisasi menilai kinerja mereka, dan (5) merupakan dasar bagi alokasi imbalan (Robbins & Judge, 2008).

7. Prinsip-prinsip Penilaian

Gillies (1996) menjelaskan bahwa untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, sebaiknya manajer mengamati prinsip-prinsip berikut : (1) evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja, dan orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati (Romber, 1986 dikutip dari Gillies, 1996), (2) sampel


(31)

tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistensinya, serta menghindari hal-hal yang tdak diinginkan, (3) perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi, sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja sama, (4) dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya menunjukkan segi-segi mana pelaksanaan kerja itu dapat memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan, (5) manajer sebaikna menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan, (6) pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi sebaiknya dalam waktu yang cukup bagi keduanya, (7) baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis (Simpson, 1985 dalam buku Nursalam, 2009).

8. Metode Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan beberapa metode. Robbins & Judge (2008) menjelaskan bahwa, kinerja dapat dinilai dengan metode : (1) esai tertulis ; metode ini dilakukan dengan cara menulis naskah yang menggambarkan kekuatan, kekurangan,kinerja pada masa lampau, potensi, dan saran untuk perbaikan bagi karyawan, (2) skala penilaian gravis ; dalam metode ini faktor-faktor kinerja, seperti kuantitas dan kualitas pekerjaan, kedalaman pengetahuan, kerja sama, tingkat


(32)

kehadiran, dan inisiatif didaftar. Kemudian penilai mempelajari daftar dan memberikan penilaian pada masing-masing dengan skala, (3) skala penilaian perilaku berjangkar (behaviorally anchored rating scales – BARS) ; mengombinasikan elemen utama dari penekatan kritis dan skala penilaian grafis, kemudian (4) perbandingan yang dipaksakan ; perbandingan yang paling sering digunakan yaitu pemeringkatan kelompok dan pemeringkatan individual.

9. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan

Keperawatan

Perawat memiliki tugas-tugas yang harus dilakukannya sesuai dengan standar praktik. Standar praktik keperawatan yang digunakan juga telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu pada tahapan proses keperawatan, yang meliputi :

9.1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Pada tahap ini perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Adapun kriteria pengkajian keperawatan meliputi :

1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, dan dari pemeriksaan penunjang,

2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain,

3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : a. Status kesehatan klien masa lalu,


(33)

b. Status kesehatan klien masa kini,

c. Status biologis, psikologis, sosial, dan spiritual, d. Repon terhadap terapi,

e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, f. Resiko-resiko tinggi masalah.

4. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relavan, baru).

9.2. Standar II : Diagnosa Keperawatan

Setelah melakukan pengkajian, maka seorang perawat menganalisis data dan merumuskan diagnosa keperawatan. Kriteria proses meliputi :

1. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah, dan perumusan diagnosa keperawatan,

2. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE),

3. Bekerja sama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan,

4. Melakukan pengkajian ulang, dan merivisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 9.3. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang dialami oleh klien, agar masalah klien dapat teratasi dan mampu meningkatkan derajat kesehatan klien. Kriteria proses meliputi :


(34)

1. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan,

2. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan, 3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien, 4. Mendokumentasi rencana keperawatan.

9.4. Standar IV : Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini perawat akan mengimplementasikan rencana-rencana keperawatannya. Kriteria proses meliputi :

1. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, 2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain,

3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien,

4. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan, 5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

9.5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, merevisi data dasar, dan perencanaan. Kriteria peoses : 1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat


(35)

2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan,

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat,

4. Bekerja sama dengan klien dan keluarga unutk memodifikasi rencana asuhan keperawatan,


(36)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1.

Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini mengacu pada teori-teori motivasi yang berhubungan dengan kinerja. Peneliti menggunakan variabel motivasi berdasarkan teori kebutuhan Maslow karena teori ini teori ini logis dan secara intuitif mudah dijelaskan. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : fisiologis (gaji pokok, cuti, ruang istirahat, dan cahaya yang memadai), kebutuhan akan rasa aman (pekerjaan yang aman, perlindungan pekerjaan, imbalan kerja tambahan, sistem keluhan), kebutuhan akan kepemilikan (hubungan baik dengan sesama pekerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif dengan para pengawas), kebutuhan harga diri (pengakuan, peningkatan tanggung jawab, status tinggi, dan pujian atas kontribusi), kebutuhan aktualisasi diri (peluang untuk tumbuh, kreatif, dan mendapatkan pelatihan) terhadap kinerja perawat mulai dari pengkajian, diagosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.


(37)

Skema 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian tentang Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

2. Defenisi operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini akan dijabarkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian

Variabel Defenisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Variabel

Independen: Motivasi

Motivasi adalah upaya yang digunakan perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan untuk mengarahkan perilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan ketekunan tinggi. Upaya

tersebut menurut Maslow

Kuesioner terdiri dari 24 pernyataan

yang dibagi berdasarkan lima tingkat kebutuhan Maslow. Pernyataan-pernyataan

tersebut memiliki 4 pilihan jawaban,

<78=Tidak baik

≥78=Baik

Ordinal Variabel Dependen:

Kinerja perawat pelaksana: - Pengkajian - Diagnosa - Perencanaan - Implementasi - Evaluasi Variabel Independen Motivasi:

- Kebutuhan Fisiologis - Kebutuhan Rasa Aman - Kebutuhan Kepemilikan - Kebutuhan Harga Diri - Kebutuhan Aktualisasi Diri


(38)

berasal dari kebutuhan-kebutuhan (fisiologis, rasa aman, kepemilikan, harga diri, dan aktualisasi diri).

yaitu : SL = Selalu SR = Sering KK=Kadang-kadang TP = Tidak pernah Dengan nilai : SL = 4

SR = 3 KK= 2 TP = 1

Variabel Dependen: Kinerja perawat pelaksana

Kinerja adalah hasil dari tindakan perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang harus dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, terdiri dari: pengkajian, diagnosa, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi.

Kuesioner

sebanyak 29 pernyataan dengan skor = 29-116.

Dan skala penilaian: 4, 3, 2

dan 1. <97= Kurang baik ≥97= Baik Ordinal

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(39)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan motivasi dilihat dari teori kebutuhan Maslow (kebutuhan fisiologis, rasa aman, kepemilikan, harga diri, aktualisasi diri) dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel

2.1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang berjumlah 61 orang perawat.

2.2.Sampel

Penentuan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, sehingga diperoleh besar sampel sebanyak 53 perawat pelaksana di rumah sakit Bhayangkara Medan.

Rumus Slovin: n =

1 2+ d N

N

n = 61 = 53


(40)

2.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria inklusi, yaitu: (1) seorang perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, (2) bersedia menjadi responden, (3) lama kerja lebih dari satu tahun, (4) tidak sedang masa cuti dan (5) tidak tugas belajar.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang beralamat di jalan KH. Wahid Hasyim No.1 Medan, Kecamatan Medan Merdeka. Peneliti memilih Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebagai tempat penelitian dengan alasan karena Rumah Sakit Bhayangkara Medan merupakan rumah sakit dengan latar belakang kedokteran polisi yang disamping memiliki tugas pokok untuk memelihara kesehatan anggota Polri juga memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan teknis tertentu yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan belum pernah dilakukan penelitian sejenis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai Juni 2012.

Keterangan : n = Besar sampel N = Besar populasi


(41)

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin untuk melakukan penelitian dari Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit Bhayangkara Medan, peneliti mendatangi responden untuk menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk menjadi responden, apabila telah bersedia maka responden mengisi lembar persetujuan menjadi responden (Informed consent). Informasi yang didapat dari responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti (Confidentiality) dengan tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (Anonimity).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Teknik

pengumpulan data dari responden yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kuesioner yang sesuai dengan variabel penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama tentang data demografi, bagian kedua tentang kuesioner motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow dan bagian ketiga tentang kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(42)

5.1. Metode Pengukuran Data Demografi

Kuisioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, status pekerjaan, pendidikan, asuransi kesehatan, status pekerjaan dan lama kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Variabel jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, asuransi kerja dan status pernikahan disajikan dengan skala pengukuran kategorik. Sedangkan usia dan lama kerja disajikan dengan skala pengukuran numerik. Data demografi responden hanya digunakan untuk menguraikan karakteristik responden.

5.2. Metode Pengukuran Kuesiner Motivasi

Kuesioner tentang motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow ini diambil dari kuesioner Rumah Sakit St. Catherine yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari studi literatur. Kuesioner ini berisi tentang motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Kuisioner terdiri dari 24 pernyataan yang terbagi ke dalam lima sub variabel (kebutuhan Maslow), yakni kebutuhan fisiologis (1-5), kebutuhan keamanan (6-10), kebutuhan kepemilikan (11-14), kebutuhan harga diri (15-20), kebutuhan aktualisasi diri (21-24). Pengukuran variabel ini dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 bentuk pilihan jawaban. Selanjutnya mengubah skor kualitatif menjadi skor kuantitatif dengan cara:


(43)

a. Untuk pernyataan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21 22 dan 23, jawaban “SL” bernilai 4, jawaban “S” bernilai 3, jawaban “KK” bernilai 2, jawaban “TP” bernilai 1.

b. Untuk pernyataan 1, 12 dan 24, jawaban “SL” bernilai 1, jawaban “S” bernilai 2, jawaban “KK” bernilai 3, dan jawaban “TP” bernilai 4.

Untuk analisa selanjutnya motivasi dikategorikan menjadi 2 yaitu baik dan tidak tidak baik berdasarkan cut of point nilai mean dan median. Nilai mean digunakan apabila data berdistribusi normal dan median apabila data tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011).

5.3. Kuesioner kinerja perawat pelaksana

Kuisioner tentang kinerja perawat pelaksana merupakan hasil modifikasi kuesioner kinerja perawat (tool 5) dan kuesioner kinerja DEPKES tahun 2001. Kuisioner ini menggunakan skala likert yang terdiri dari 29 pernyataan mulai dari pengkajian (1-5), diagnosa (6-10), perencanaan (11-17), implementasi (18-24), dan evaluasi (25-28). Kinerja perawat pelaksana diukur dengan skala likert dengan nilai 4= merasa baik dan sesuai standar, 3= merasa baik, 2= merasa kurang baik dan 1= tidak pernah.

Untuk analisa selanjutnya kinerja dikategorikan menjadi 2 yaitu baik dan tidak baik berdasarkan cut of point. Nilai mean digunakan apabila data berdistribusi normal


(44)

dan median apabila data tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011). Karena data berdistribusi normal, maka variabel kinerja menggunakan nilai mean.

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dengan mengungkap variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang di ukur. Kuisioner variabel independen (kebutuhan Maslow) diambil dari kuesioner baku Rumah Sakit St. Catherine yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari studi literatur. Uji validitas dilakukan dengan metode product moment, yaitu dengan mengkorelasikan skor butir pada kuesioner dengan totalnya. Jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,200 maka butir pernyataan tersebut dapat dikatakan valid. Uji validitas ini menggunakan bantuan program komputer.

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama. Reabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Besar sampel untuk uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan


(45)

Uji reliabilitas instrumen ini dilakukan dengan menggunakan komputerisasi untuk menggunakan uji Cronbach’s Alpha. Polit & Hungler (1999) menjelaskan bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.70.

Uji coba Instrumen dilakukan pada bulan Mei 2012 di RS Dr. Pirngadi Medan. Uji coba dilakukan terhadap 30 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas pada kuesioner motivasi berdasarkan kebutuhan maslow didapatkan bahwa pernyataan 2, 3, 10, 12, 13, dan 24 tidak valid sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi kembali oleh peneliti agar dapat digunakan dalam penelitian. Setelah dimodifikasi, kuesioner tersebut diuji ulang atau re-test dan didapatkan pernyataan 3, 12 dan 24 tidak valid. Pernyataan 3, 12 dan 24 masih tetap digunakan dalam penelitian karena pertimbangan penyataan-pernyataan merupakan poin penting yang harus diketahui dalam penelitian ini. Pada uji reliabelitas didapatkan nilai 0.820 (> 0.70) dapat disimpulkan bahwa instrumen motivasi berdasarkan kebutuhan maslow ini telah reliabel.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas kuesioner kinerja diketahui bahwa pernyataan 5, 24 dan 29 tidak valid sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi kembali oleh peneliti agar dapat digunakan dalam penelitian. Setelah dimodifikasi kuesioner di uji ulang atau re-test. Ternyata didapatkan pernyataan 25 tidak valid. Pernyataan 25 masih tetap digunakan dalam penelitian karena pertimbangan penyataan merupakan poin penting yang harus diketahui dalam penelitian ini. Pada


(46)

uji reliabelitas didapatkan nilai 0.832 (> 0.70) dapat disimpulkan bahwa instrumen kinerja ini telah reliabel.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 8 sampai 19 Juni 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setealah mendapatkan surat pengantar dari fakultas peneliti mengirim surat tersebut ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Pada tanggal 8 Juni 2012 peneliti mulai penelitian dengan mendatangi responden dan menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur dan manfaat penelitian.

Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan responden. Setelah responden bersedia, peneliti membagikan kuesioner dan menjelaskan cara pengisian kuesioner. Setiap responden diberikan waktu ± 10 menit untuk menjawab semua pernyataan pada kuesioner. Setelah responden selesai menjawab semua pernyataan, peneliti memeriksa kembali kelengkapan jawaban responden dan menyesuaikannya dengan jumlah kuesioner yang terkumpul. Setelah kuesioner terkumpul, peneliti menganalisis data.


(47)

8. Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan cara editing, coding, tabulating. Dalam mengelolah data penelitian, peneliti menggunakan bantuan komputer. Selanjutnya peneliti melakukan analisa data dengan metode statistik. Analisa data variabel independen (Motivasi berdasarkan teori kebutuhan Maslow) dan variabel dependen (kinerja perawat pelaksana) dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif (statistik univariat). Setelah data dianalisa secara deskriptif, kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis dua variabel (statistik bivariat) dengan menggunakan uji chi square untuk menentukan adanya korelasi antara variabel independen (Motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow) dengan variabel dependen (kinerja perawat pelaksana) (Polit & Hungler, 1997).

8.1. Statistik Univariat

Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungler, 1999). Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen (motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow) dan variabel dependen (kinerja perawat pelaksana). Data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi atau proporsi kecuali usia dan lama kerja. Data motivasi berdasarkan kebutuhan maslow disajikan dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data kinerja perawat pelaksana disajikan


(48)

dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

8.2.Statistik Bivariat

Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow dengan kinerja perawat pelaksana. Hubungan antara dua variabel ini dianalisa dengan menguji hipotesa penelitian (Ha), kemudian ditarik kesimpulan dari hasil penelitian.

Analisis dilakukan secara komputerisasi untuk mengkorelasikan motivasi berdasarkan kebutuhan maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan menggunakan uji Spearman dengan tingkat kemaknaan 95% (0,5).


(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Bab ini menguraikan data hasil penelitian mengenai hubungan motivasi berdasarkan teori kebutuhan Maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Responden dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang berjumlah 53 orang mulai dari tanggal 8 s/d 19 Juni 2012.

Analisis hasil penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi data demografi responden (karakteristik responden), motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow (fisiologis, rasa aman, kepemilikan, harga diri, aktualisasi diri) dan kinerja perawat pelaksana. Selanjutnya, analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana.

1.1. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat pada penelitian ini dibagi atas tiga bagian yaitu, data demografi perawat, motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow dan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(50)

1.1.1.Data Demografi

Data demografi meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, asuransi kerja dan status pernikahan, usia dan lama kerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Data demografi perawat pelaksana dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Perawat Pelaksana Berdasarkan Usia, Lama Kerja Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Status Pekerjaan, Asuransi Kerja dan Status Pernikahan di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)

Variabel Kategori F (%)

Usia Jenis Kelamin Lama Kerja Pendidikan Terakhir Status Pekerjaan Asuransi Kerja Status Pernikahan 20-30 31-40 41-50 51 keatas Laki-laki Perempuan 1-10 11-20 >20 SPK D3 Keperawatan S1 Keperawatan PNS Honorer Ada Tidak ada Menikah Belum menikah 29 16 7 1 5 48 35 10 5 6 46 1 17 36 35 8 26 27 54,9 30,2 13 1.9 9,4 90,6 71,5 19 9,5 11,3 86,8 1,9 32,1 67,9 66,0 34,0 49,1 50,9


(51)

Hasil penelitian pada tabel 5.1. menunjukkan bahwa mayoritas perawat 54,9% berusia 20-30 tahun yang merupakan usia produktif dengan sebagian besar perawat 71,5% memiliki lama kerja 1-10 tahun. Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas perawat 90,6% adalah perempuan dengan sebagian besar perawat 86,8% )memiliki latar pendidikan D3 Keperawatan dan mayoritas perawat 50,9% belum menikah. Mayoritas perawat 67,9% berstatus honorer dan 66,0% perawat memiliki asuransi kerja.

1.1.2.Deskripsi Motivasi

Pada penelitian ini variabel motivasi diukur berdasarkan kebutuhan fisiologis, rasa aman, kepemilikan, harga diri, dan aktualisasi diri. Motivasi ini masing-masing dikategorikan atas baik dan tidak tidak baik. Hasil analisis data berdasarkan kuisioner yang telah diisi oleh 53 perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat pada tabel 5.2. berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Motivasi Perawat Pelaksana di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase %

Motivasi Baik 25 47,2

Tidak baik 28 52,8

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan antara perawat yang memiliki motivasi tidak baik 52,8% dan perawat yang memiliki motivasi baik 47,2% di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(52)

1.1.3.Kinerja Perawat Pelaksana

Kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat pada tabel 5.3. berikut ini:

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase %

Kinerja perawat Baik 30 56,6

Tidak baik 23 43,4

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa mayoritas perawat menunjukkan kinerja yang baik 56,6% dan 43,4% perawat lainnya memperlihatkan kinerja kurang baik. Hal ini menunjukkan hampir tidak ada perbedaan antara perawat yang memiliki kinerja yang baik dan tidak baik.

1.2. Analisis bivariat

Hasil analisis hubungan motivasi berdasarkan teori kebutuhan maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah ini:

Tabel 5.4. Analisis Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni (n=53)

Kinerja Perawat

Motivasi r

p n

0,370 0,006 53 Uji korelasi Spearman


(53)

Hasil analisis pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p= 0,006 dan koefisien korelasi 0,370.

2. Pembahasan

2.1. Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisi eksternal yang berinteraksi membentuk respon intrinsik dan menstimulasi perilaku individu. Respon instrinsik ini didorong karena adanya kebutuhan, keinginan dan dorongan dari dalam diri individu. Munculnya defisiensi kebutuhan akan menstimulasi perawat untuk mencari cara dan berusaha untuk mencapai tujuan organisasi dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Swansburg, 1999). Menurut teori Maslow, manusia termotivasi karena memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya (Daft, 2006). Hasil analisis univariat yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan persentase perawat yang memiliki motivasi baik sebanyak 47,2% dengan perawat pelaksana yang memiliki motivasi tidak baik sebanyak 52,8%.

Hasil analisis motivasi baik didukung dengan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan fisiologis menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana 52,8% tidak pernah menunda cuti karena alasan pekerjaan di rumah sakit. Handoko (2003) mengemukakan bahwa cuti termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis perawat di tempat kerja. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (1976)


(54)

menyatakan bahwa cuti tahunan adalah 12 hari kerja dan dapat ditambah paling lama 14 hari. Rumah Sakit Bhayangkara Medan memberikan jatah cuti 14 hari dalam satu tahun dan hak cuti tersebut dapat digunakan oleh para perawat pada waktu yang diinginkan.

Hasil analisis item kuisioner selanjutnya tentang kebutuhan rasa aman menunjukkan bahwa mayoritas perawat 50,9% menyatakan pimpinan merealisasikan keluhan-keluhan yang disampaikan oleh perawat. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Griffin (2004) bahwa kebutuhan rasa aman akan terpenuhi, apabila pimpinan menerima keluhan-keluhan terkait pekerjaan dari para karyawan. Mayoritas perawat 67,9% yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah merasa malas berkomunikasi dengan teman sejawat di tempat kerja.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner menunjukkan bahwa mayoritas perawat 62,3% menyatakan mereka mendapat dukungan dari teman sejawat selama bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Winardi (2001) menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan akan harga diri mencakup kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan penghargaan dari pihak lain, apresiasi terhadap dirinya dan respek yang diberikan oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa adanya dukungan dari rekan kerja dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada survei awal pada Bulan Oktober 2011 dengan lima orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan diketahui bahwa mereka


(55)

mendapatkan dukungan moral dari teman sejawat selama menyelesaikan pekerjaan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri selanjutnya didapatkan bahwa 49,1% perawat menyatakan mendapat dukungan dari pimpinan selama bekerja di rumah sakit. Hasil penelitian Eni (2009) menyatakan tidak adanya dukungan dari pimpinan menyebabkan perawat tidak termotivasi untuk melaksanakan pendokumentasian dengan lengkap. Hal ini sejalan dengan Daft (2003) juga mengemukakan bahwa dalam ruang lingkup organisasi, kebutuhan akan penghargaan dapat dipenuhi dengan memberikan pengakuan dan pujian atas kontribusi yang baik dari karyawan.

Hasil analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri didapatkan bahwa 64,2% perawat menyatakan pimpinan di rumah sakit memberikan kesempatan kepada para perawat untuk naik pangkat. Griffin (2004) yang mengemukakan bahwa pemberian kesempatan kepada perawat untuk dapat naik pangkat merupakan suatu upaya manajer dalam memenuhi kebutuhan harga diri perawat pelaksana.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan aktualisasi diri didapatkan 54,7% perawat menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan rumah sakit dapat meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian Maliya & Susilaningsih (2009) menyatakan bahwa adanya pelatihan menggambarkan adanya peningkatan pengetahuan staf keperawatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada perawat pelaksana ketika pengumpulan data pada Bulan Juni 2012 diketahui bahwa


(56)

Rumah Sakit Bhayangkara Medan memperhatikan kualitas perawat dengan mengatur jadwal pelatihan yang dapat diikuti oleh setiap perawat dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan skill para perawat di rumah sakit. 49,1% perawat menyatakan bahwa pimpinan selalu mendukung para perawat untuk melanjutkan pendidikan formal. Robbin (2008) menjelaskan bahwa kebutuhan aktualisasi diri meliputi pertumbuhan. Berdasarkan hasil wawancara pada Bulan Juni 2012 dengan lima orang perawat pelaksana diketahui bahwa pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara medan selalu memberikan dukungan kepada perawat yang ingin melanjutkan pendidikan.

Hasil analisis motivasi tidak baik didukung dengan hasil analisis item kuisioner selanjutnya menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana mayoritas perawat 56,6% menyatakan kalau mereka memiliki tempat berisistirahat yang tidak baik di tempat kerja. Handoko (2003) mengemukakan bahwa periode istirahat dan ruang istirahat juga termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis perawat di tempat kerja. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada bulan Juli kepada 5 orang perawat pelaksana di salah satu ruang rawat diketahui bahwa ruang istirahat untuk perawat tidak digunakan lagi karena sudah berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan barang seperti tempat tidur, kasur dan lain sebagainya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada waktu pengumpulan data awal, perawat pelaksana menyatakan bahwa rumah sakit tidak memberikan upah lembur bagi perawat yang telah bekerja lebih daari jam kerja yang telah ditetapkan. Hal ini tidak sesuai dengan keputusan Depnaker (2004) yang menyatakan bahwa


(57)

perusahaan yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur. Kondisi lain yang mempengaruhi hal ini yaitu adanya ruang rawat inap khusus bagi tahanan, sehingga perawat merasa keamanan dirinya terancam. Hal ini didukung oleh hasil analisis pada item kuisioner yang menunjukkan bahwa 17% perawat menyatakan kadang-kadang mereka merasa tidak aman bekerja di rumah sakit ini.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada perawat pelaksana pada salah satu ruang rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Medan pada saat pengumpulan data Bulan Juni 2012 diketahui bahwa tindakan asuhan keperawatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dalam satu shift jaga tidak dilakukan dengan bersama, akan tetapi ada beberapa perawat yang telah dianggap lebih senior dan mengerti yang akan lebih sering melakukan asuhan keperawatan. disamping itu, pihak rumah sakit hanya memberikan kesempatan bagi perawatnya untuk melanjutkan pendidikan namun tidak diikuti dengan dukungan financial kepada perawat pelaksana untuk membiayai pendidikannya.


(58)

2.2. Kinerja Perawat

Kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Sejalan dengan Depkes (1998) yang menyatakan bahwa kinerja perawat adalah penampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan dalam hal ini meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Berdasarkan hasil analisis data di Rumah Sakit Bhayangkara Medan didapatkan data bahwa 56,6% perawat memiliki kinerja yang baik dan 43,4% menunjukkan kinerja yang tidak baik.

Perawat pelaksana yang memiliki kinerja baik dapat dilihat dari item kuisioner dimana 60,5% perawat mempersepsikan bahwa telah membuat dokumentasi asuhan keperawatan dengan baik dan sesuai standar. Depkes (1998) menyatakan bahwa proses keperawatan dikomunikasikan oleh perawat dalam bentuk dokumentasi keperawatan. Proses dokumentasi ini menjadi bagian yang penting dalam penilaian kinerja perawat karena setiap perkembangan kondisi klien dikomunikasikan melalui pendokumentasian keperawatan.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kinerja didapatkan mayoritas perawat (49,1%) di Rumah Sakit Bhayangkara Medan merasa telah membuat diagnosa keperawatan menggunakan PE/PES dengan baik, 69,8% perawat pelaksana di Rumah sakit Bhayangkara Medan mempersepsikan telah membuat perencanaan


(59)

berdasarkan prioritas dan telah saling bekerjasama dengan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan, 73,6% perawat mempersepsikan bahwa mereka telah mengevaluasi kondisi klien dengan baik. Hasil penelitian Lestari, Sulisnadewi dan Suwardana (2009) di rumah sakit yang berbeda menyatakan bahwa 37% diagnosa yang dirumuskan perawat dalam kategori baik, 83,3% perawat telah mampu menyusun rencana keperawatan dengan baik, 96,7% tindakan yang dilaksanakan perawat dievaluasi dan ditulis pada lembar status pasien.

Hasil analisis kinerja tidak baik didukung dengan analisis pada item kuesioner yang menunjukkan bahwa 50,9% perawat tidak memeriksa kesehatan fisik klien dengan baik dan 35,8% perawat menentukan masalah baru pada klien dengan tidak baik.

2.3.Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana

Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja individual. Dengan kata lain, motivasi merupakan sebuah determinan penting bagi kinerja individual. Berdasarkan uji Spearman diperoleh nilai p= 0,006 <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiwik (2008) yang menyatakan bahwa ada pengaruh motivasi dengan kinerja asuhan keperawatan dalam implementasi dan dokumentasi perawat pelaksana.


(60)

Variabel motivasi mempunyai kontribusi terhadap kinerja asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson yang dikutip oleh Ilyas (1999), bahwa motivasi merupakan variabel psikologis yang berhubungan dengan kinerja. Demikian pula dengan Siagian (1992) menyatakan bahwa motivasi merupakan faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan. Penelitian Sihotang (2006) di Rumah Sakit Umum Doloksanggul yang meneliti hubungan motivasi kerja terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan untuk pasien. Berdasarkan data deskriptif penelitian tersebut menunjukkan bahwa prestasi perawat dalam kategori baik dan lebih banyak yang menyatakan bahwa dengan peningkatan jabatan dan pencapaian prestasi akan meningkatkan kinerja perawat.

Abraham Maslow menjelaskan bahwa motivasi seorang individu dipandang sebagai urutan kebutuhan yang dipredeterminasi. Kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kepemilikan, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (Winardi, 2001). Tappen (1995) menyatakan bahwa bahwa staf yang pemenuhan kebutuhan fisiologisnya diperhatikan oleh pimpinan akan membantu mereka untuk menyalurkan energi dalam melakukan pekerjaan secara lebih efektif.

Kebutuhan fisiologis dalam ruang lingkup organisasi dapat dipenuhi melalui jadwal kerja, cuti, ruang sitirahat, gaji dan pencahayaan yang baik (Griffin (2004); Daft (2003); Handoko (2003). Swansburg (1999) menyatakan bahwa gaji adalah


(61)

motivator paling kuat dari kinerja, maka pemberian imbalan berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi staf, memberikan dampak positif terhadap kemampuan organisasi, mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak staf yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi. Tappen (1995) menyatakan bahwa meskipun bekerja dalam lingkungan kesehatan umumnya tidak dianggap berbahaya secara fisik, masih ada beberapa ancaman terhadap keamanan yang harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi dan diwaspadai oleh kepala manajer. Ancaman tersebut dapat berasal dari pemaparan lingkungan dengan infeksi, radiasi, sengatan listrik, dan potensi terjadinya kekerasan individu. Hal ini sejalan dengan penelitian Randa (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keselamatan lingkungan kerja dengan kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Bedah dan Non Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang merupakan rumah sakit kepolisian memiliki ruangan rawat inap khusus bagi tahanan memungkinkan timbulnya perasaan tidak aman bagi perawat. Sejalan dengan hal tesebut Robbins (2008) menyatakan bahwa kebutuhan rasa aman meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional.

Tappen (1995) bahwa lingkungan kerja dapat memberikan banyak kesempatan untuk meningkatkan harga diri. Seseorang akan merasa kompeten apabila mampu menggunakan kompetensi dan kemampuannya dalam pekerjaan dan ketika dapat


(62)

melakukan pekerjaan dengan baik. Nursalam (2002) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan harga diri dapat dilakukan dengan pemberian pujian dan penghargaan yang sesuai kepada perawat pelaksana berdasarkan kemampuan dan tanggung jawabnya sebagai rangsangan untuk bekerja lebih giat. Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya, dimana ia menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur (Kozier, 1983). Sejalan dengan hasi penelitan Badi’ah, dkk (2008) juga mendukung bahwa ada hubungan tanggung jawab dengan kinerja perawat.

Marquis & Huston (2010) menyatakan bahwa pelatihan merupakan upaya meningkatkan motivasi perawat dan dapat digunakan sebagai alat untuk penilaian kinerja. Hasil penelitian Muzakir (2009) menyatakan bahwa ada pengaruh pelatihan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat.


(63)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1.1. Hampir tidak ada perbedaan motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Hal ini dilihat dari persentase perawat pelaksana yang memiliki motivasi baik sebanyak 47,2% dan perawat pelaksana yang mempunyai motivasi tidak baik sebanyak 52,8%.

1.2. Mayoritas perawat pelaksana memiliki kinerja yang baik 56,6% walaupun ada 43,4% kinerja perawat yang tidak baik selam bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

1.3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006 < 0,05. Artinya semakin baik motivasi yang dimiliki perawat pelaksana maka akan semakin baik pula kinerja perawat yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak baik motivasi perawat maka semakin tidak baik pula kinerja perawat yang dihasilkan.


(64)

2. Saran

Saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi beberapa pihak:

2.1. Bagi Rumah Sakit Bhayangkara Medan

Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan motivasi perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan, sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat dalam upaya memberikan pelayanan keperawatan terbaik kepada pasien.

2.2.Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi pendidikan keperawatan tentang hubungan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

2.3. Bagi penelitian Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjdi data dasar dan informasi bagi penelitian selanjutnya dan disarankan agar lebih memperhatikan metode pengumpulan data sehingga data yang diperoleh lebih akurat dan representatif.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.A. (1989). Human Factor Engineering. New York: Mac. Millan Publishing Company.

Amelia, R. (2008). Pengaruh Motivasi Berpretasi Terhadap Kinerja Perawat Dalam

Asuhan Keperawatan Pasien dalam. Asuhan Keperawatan Pasien

Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Skripsi FKM.

Amriyati. (2003). Kinerja Perawat Ditinjau dari Lingkungan Kerja dan Karakteristik Individu, Buletin Sains Kesehatan. FKM UGM. Yogyakarta.

Arep, I., & Hendri, T. (2004). Manajemen Motivasi. Jakarta: Grasindo.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Kelima.). Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan (Edisi Ketiga, Cetakan Pertama.). Jakarta: Binarupa Aksara.

Badan Standarisasi Nasional. (2004). Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat

Kerja. Dibuka pada tanggal 2 Juli dar

Badi’ah, dkk. (2008). Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah SakitDaerah Panembahan. Dibuka pada tanggal

5 Juli 2012 dari

Budioro, B. (2002). Pengantar Administrasi Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro Semarang.

Daft, R.L., (2006). Manajemen (Jilid 2. Edisi Keenam.). Jakarta: Penerbit salemba Empat.

Dahlan, M.S. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (Edisi 5.). Jakarta: Salemba Medika.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga.) Jakarta: Balai Pustaka.


(66)

Dewi. I. J. (2006). Maximum motivation. Yogyakarta: Sanusta.

Firmansyah, F. (2010). Pengaruh Intensitas Penerangan terhadap Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja di Bagian Pengepakan pt. Ikapharmindo putramas Jakarta timur. Skripsi FK Universitas Sebelas Maret.

Gibson, et al. (2003). Organizations: Behaviour Structure Processes (Eleventh Edition.). United States: ISBN.

Griffin. (2002). Manajemen. (Jilid 2. Edisi 7). Jakarta: Erlangga.

Hanafi, M.M. (1997). Manajemen, Akademi Manajemen Perusahaan. Yogyakarta: YKPN.

Handoko, T.H. (2003). Manajemen. (Edisi 2. Cetakan ke-18). Yogyakarta: BPFE. ____________. (1995). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia (Edisi 2).

Jakarta: BPFE.

Hendrarni, W. (2008). Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Asuhan Keperawatan dalam Pengkajian dan Implementasi Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Skripsi.

Departemen Pendidikan Nasional.(2005). KBBI (edisi ketiga). Jakarta: Balai pustaka. Koentjoro, T. (2006). Pengembangan Instrumen Pengembangan Manajemen kinerja

(PMK) seluruh tenaga Klinik Puskesmas, Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM.

Kreitner, R., & Kinicki, A. (2005). Perilaku Organisasi: Organizational Behaviour. Jakarta: Salemba Empat.

Lestari, Sulisnadewi dan Suwardana (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Pelaksanaan Dokumentasi Proses Keperawatan. Dibuka pada tanggal 4 Juli 2012 dari

Maliya, A., & Susilaningsih, Z.E. (2009). Pelatihan Ronde Kasus Untuk Meningkatkan Kinerja Staf Keperawatan di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Surakarta. Dibuka pada tanggal 4 Juli 2012 dari

Mangkunegara, A.P. (2009). Evaluasi Kinerja SDM (Cetakan Ketiga). Bandung: Penerbit Refika Aditama.


(67)

Mangkuprawira, Sjafri,. Vitayala H, Aida.(2007). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Marquis, L.B., & Huston. J.C. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori & Aplikasi. Jakarta: EGC.

Muzakir, A. (2009). Pengaruh penerapan Merit System terhadap Kinerja Perawat di RSJ Provinsi NAD. Tesis FKM.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam, S. (2009). Manajemen Keperawatan; Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.

________. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Pendidikan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

________. (2002). Manajemen Keperawatan; Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2005). Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur. Dibuka pada tanggal 2 Juli dari

Polit, D.F., & Hungler, B.P. (1997). Nursing Research Methods, Appraisal, and Utilization (fourth ed.). Philadelphia: J.B. Lipincott Company.

Randa. (2011). Hubungan Komponen Kualitas Kehidupan Kerja dengan Kinerja Perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Bedah Dan Non Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Skripsi PSIK Universitas Andalas.

Rekam Medik Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Riani, L.A. (2011). Budaya Organisasi (Cetaka pertama). Yogyakarta : Graha Ilmu.

Rivai, V., & Basri, A.F.M. (2005). Performance Appraisal (Cetakan I.). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


(68)

Robbins, S.P. (2001).Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jilid 1 (Edisi bahasa Indonesia). Jakarta: PT Prenhallindo.

___________. (2003). Organizational Behavior (Terjemahan. Jilid I, Edisi 9.). Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

____________. (2001). Organizational Behavior. (Terjemahan. Jilid I. Edisi 8.). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Robbins, S.P,. & Judge, A.T. (2008). Organizational Behavior. (Terjemahan. Buku 2. Edisi 12.). Jakarta: Salemba Empat.

Siagian, S. (1989). Teori motivasi dan aplikasinya (cetakan I.). Jakarta: Bina Aksara.

_________ (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja (Edisi 1.) Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Siagian, S. (1992) Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku (Cetakan ke-8.). Jakarta: CV Massagung.

Sihotang, B.F. 2006. Pengaruh Motivasi Terhadap Produktifitas Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Doloksanggul. Skripsi FKM USU. Medan.

Simmons BI,et al. 2001. A Comparison of the Positive & Negative Work Atitudes of Hospital Nurses. Health Care Manage Rev. Aspers Publiser,Inc,

Sudjana. (1995). Metodologi Statistik. Edisi 3. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Administrasi. Edisi 14. Bandung: Alfabeta profil RS Bhayangkara Medan.

Suarli, S., & Bahtiar, Y. (2009). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga.

Swansburg, C.R., & Swansburg, J.R. (1999). Introductory Management and Leadership for Nurses: An Atractive Text. Canada: Jones and Bartlett Publisher.


(69)

Tappen, M.R. (1995). Nursing Leadership and Management: Concepts and Practice (Third Edition). Philadelpia: F.A. Davis Company.

Tarwaka, Bakri, Solichul, HA., Sudiajeng, Lilik. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.

Timple, A.D. (1999) Seri Manajemen Sumber Daya Manusia Memotivasi Pegawai, Motivation of Personnel (Cetakan ke-4.). Jakarta: PT Gramedia.

Umar, H. (2011). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Edisi 2). Jakarta: PT Raja Grafindo persada.

Winardi, (2001). Motivasi dan Pemotivasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Salemba Empat

World Health Organisation . (2006). Pelatihan Ketrampilan Manajerial Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (SPMKK). Jakarta.


(70)

(Inform Concent)

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan yang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan sebagai langkah awal untuk menyelesaikan skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Suatera Utara.

Berdasarkan penjelasan diatas saya mengharapkan partisipasi Saudara dalam memberikan jawaban atas pernyataan yang diberikan sesuai dengan pendapat Saudara tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban Saudara. Informasi yang Saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain.

Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, karena Saudara memiliki hak untuk bersedia atau tidak bersedia untuk menjadi responden tanpa ada sanksi apapun. Jika Saudara berkenan menjadi responden pada penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani surat persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan sebagai bukti kesukarelaan Saudara. Terima kasih atas partisipasi Saudara pada penelitian ini.

Tanda tangan :

Tanggal :

Kode Responden : (Diisi oleh peneliti)


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)