BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Logistik 2.1.1. Pengertian Manajemen - Perencanaan Kebutuhan Danperencanaan Pendistribusian Obat Pada Dinas Kesehatankabupaten Karo Masa Tanggap Daruratbencana Erupsi Gunung Sinabungtahun 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Logistik

2.1.1. Pengertian Manajemen

  Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengatur dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urut dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yg di inginkan. Menurut George R Tery, manajemen adalah proses sesuatu atau yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan planning, organizing, actuating dan controlling. Bidang yang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan yang diikuti secara berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

  Menurut Azrul Azwar, Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan. Menurut H. Kooonzs Donnel manajemen berhubungan dengan pencapaian suatu tujuan, yang dilakukan melalui orang lain. Manajemen di titik beratkan pada usaha memanfaatkan orang lain dalam pencapaian tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka orang- orang dalam organisasi harus jelas wewenang, tanggung jawab dan tugas pekerjaaan.

  Menurut Notoatmodjo Soekidjo, manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.

2.2. Pengertian Manajemen Logistik

  Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat (subagya : 1994).

  Martin (1988) mengartikan manajemen logistiksebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi (dan informasi terkait) melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu

  Menurut Indrawati (1999) ”Manajemen logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan, distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal”.

2.2.1. Dasar-dasar Fungsi Manajemen Logistik Obat

  Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan obat dapat terwujud dengan baik apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten / Kota adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan.

  (Badan pengawas obat dan makanan, 2001) Menurut badan pengawasan obat dan makanan (2001), pengelolaan obat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin :

  1. Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan PKD di Kabupaten / Kota

  2. Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya

  3. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien

  4. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik

  5. Terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek

  6. Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung PKD sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan

  7. Tersedianya sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat.

  8. Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati.

  9. Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan mutkakhir.

  Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Sistem Pengelolaan dan Penggunaan Obat Kabupaten / Kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : perumusan kebutuhan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing

  

andsustainability ), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan

  dan pengembangan SDM (human resources magament). Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan. Hubungan antara fungsi, sistem pendukung dan dasar pengelolaan obat dapat digambarkan seperti skema berikut :

  Seleksi Organisasi,

  Pembiayaan, Penggunaan Manajemen Pengadaan

  Informasi, SDM

  Distribusi Kebijakan dan Perundang-undangan

Gambar 2.1. Siklus Pengelolaan Obat

  Sumber : Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2001

  Pada prinsipnya perencanaan obat merupakan suatu proses kegiatan menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat agar sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Adapun tujuan perencanaan pengadaan obat antara lain Untuk :

  1. Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan,

  2. Menghindari terjadinya kekosongan obat,

  3. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional, 4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

  Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI) menyebutkan bahwa perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas ke Unit Pengelola Obat / Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang selanjutnya dokompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan Kabupaten / Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya(KepmenkesRI No.1.412/Menkes/SK/XI/2002).

  Disamping itu Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI juga mengatakan bahwa perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh Puskesmas merupakan salah satu faktor dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupatan / Kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yaitu formulir yang lazim digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah.

  Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001).

  Dalam UU RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan kaitan dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal 40 menyebutkan bahwa Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakologi Indonesia (FI) dan atau buku standar lain.

  Menurut Kristin (2002) ada enam langkah utama yang harus dilakukan dalam proses perencanaan obat :

  1. Menetapkan Tim Perencanaan Logistik

  2. Menetapkan tujuan perencanaan logistik obat

  3. Menetapkan prioritas

  4. Menggambarkan keadaan setempat dan ketersediaan sumber daya

  5. Mengidentifikasi kelemahan dalam proses logistik

  6. Membuat rancangan perbaikan Data yang diperlukan untuk mendukung proses proses perencanaan obat antara lain :

  1. Data populasi total di suatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun.

  2. Data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada dewasa dan anak.

  3. Data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber), jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker dan jumlah item obat yang tersedia di pasaran.

2.2.2. Fungsi Dasar Manajemen Logistik dalam Pengelolaan Obat

2.2.2.1.Perumusan Kebutuhan atau Perencanaan

  Proses perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat berdasarkan Kepmenkes RI No. 1121/Menkes/SK/XII tahun 2008, antara lain :

  1. Tahap Pemilihan Obat Fungsi pemilihan/seleksi obat adalah untuk menentukan obat yang benar- benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapat perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi : a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping yang ditimbulkan

  b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

  c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik

  d. Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.

  Kriteria pemilihan obat: Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu: a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit

  b. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah

  c. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal

  d. Obat memiliki mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya e. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik

  f. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka pilihan diberikan kepada obat yang :

  • Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
  • Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan
  • Stabilitas yang baik
  • Paling mudah diperoleh

  g. Harga terjangkau

  h. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan:

  a. Kontra Indikasi

  b. Peringatan dan Perhatian

  c. Efek samping

  d. Stabilitas Pemilihan obat didasarkan pada obat generik terutama yang tercantum dalam

  Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.

  2. Tahapan Kompilasi Pemakaian Obat Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat diunit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari laporan pemakaian dan Lembar

  Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum.

  Informasi yang diperoleh adalah :

  a. Pemakaian tiap jenis obat masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun b. Presentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakain setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/kota secara periodik.

  3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.

  a. Metode konsumsi Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

  1) Pengumpulan dan pengolahan data 2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi 3) Perhitungan perkirakan kebutuhan obat 4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang medekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih.

  Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi : 1) Daftar obat 2) Stok awal 3) Penerimaan 4) Pengeluaran 5) Sisa stok 6) Obat hilang/rusak, kadaluarsa 7) Kekosongan obat 8) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun 9) Waktu tunggu 10) Stok pengaman 11) Perkembangan pola kunjungan

  Rumus: A = ( B+C+D) – E

  Ket: A = Rencana Pengadaan B = Pemakaian rata-rata x 12 Bulan C = Stok pengaman 10% - 20 % D = Waktu tunggu 3 - 6 Bulan E = Sisa Stok

b. Metode Morbiditas Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.

  Faktor- faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman.

  Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah : 1) Menetapkan pola penyakit berdasarkan kelompok umur – penyakit 2) Menyiapkan data populasi penduduk

  Komposisi demografi dari populasi yang akan di klasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara :

  • 0 s/d 4 tahun
  • 5 s/d 14 tahun
  • 15 s/d 44 tahun
  • ≥ 45 tahun 3) Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

  4) Menghitung frekuensi kejadian masing- masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada 5) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.

  6) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahunanggaran yang akan datang.

4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

  Proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran.

  Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :

  a. Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang. Stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.

b. Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang kan datang.

  Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut : a = b + c + d – e -f

  Ket : a = Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang b = Kebutuhan obat dan pembekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan) c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman) e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat f = Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari s/d desember)

c. Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara :

  1) Melakukan analisis ABC – VEN 2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.

  d. Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan kegiatan : 1) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber 2) Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber 3) Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber.

  e. Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat

5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat

  Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :

a. Analisa ABC

  Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu : Kelompok A : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.

  Kelompok B : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah dana obat keseluruhan.

  Kelompok C : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.

  Langkah – langkah menentukan kelompok A, B dan C 1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan kuantuk obat dengan harga obat.

  2) Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil 3) Hitung presentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan

  4) Hitung kumulasi persennya 5) Obat kelompok A termasuk dalam konsumsi 70% 6) Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 70% s/d 90% 7) Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 90% s/d 100%

b. Analisa VEN

  Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut : Kelompok V Adalah kelompok obat vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:

  • Obat penyelamat (life saving drugs)
  • Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll)
  • Obat untuk mengatasi penyakit-penyakitpenyebab kematian terbesar Kelompok E Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. Kelompok N Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

  Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk : a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat- obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN.

  b. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.

  Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain :

  • Klinis • Konsumsi • Target kondisi
  • Biaya Langkah – langkah menentukan VEN
  • Menyusun kriteria menentukan VEN
  • Menyediakan data pola penyakit
  • Merujuk pada pedoman pengobatan

  Kristinmenuliskan bahwa untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat harus mengetahui jelas dasar-dasarnya misalnya antara lain seleksi obat, obat esensial, perkiraan kebutuhan obat,jaminan mutu, seleksi penyedia (supplier) dan formularium. Ketersediaan obat secara luas dan murah merupakan salah satu indikator penting dalam upaya pelayanan kesehatan. Sebab obat bukan hanya untuk menyembuhkan penderita saja, akan tetapi secara tidak langsung obat berguna untuk mencegah, mengurangi, menekan dan memberantas berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu obat perlu dikelola secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Masalah yang sering dihadapi diantaranya bagaimana melakukan perencanaan kebutuhan obat, jenis obat apa saja yang harus disediakan, bagaimana memperkirakan kebutuhan obat di berbagai populasi dan bagaimana menjamin mutu dan keamanan obat bagi setiap individu penggunanya. Masalah bisa ditanggulangi apabila proses perencanaan suplai obat didasarkan pada kriteria tententu. Pada kenyataannya proses perencanaan kebutuhan obat bukan merupakan hal yang mudah, karena suplai obat merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkaitan dengan komponen lain. Misalnya sebelum merencanakan kebutuhan obat harus mengetahui informasi tentang besar populasi yang akan dicakup, pola morbiditas dan mortalitas penyakit (angka kesakitan dan kematian akibat penyakit), anggaran yang tersedia serta perkiraan obat yang dibutuhkan di masa mendatang.

  Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi :

1. Berdasarkan prevalensi penyakit dalam populasi (population based) Population

  based merupakan metode penghitungan kebutuhan obatberdasarkan prevalensi

  penyakit dalam masyarakat dan menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang diperlukan. Penghitungan dengan metode ini diperlukan data akurat mengenai data prevalensi penyakit yang sering diderita oleh masyarakat termasuk kelompok umur yang rentan terhadap masing- masing penyakit. Hal ini tentu diperlukan survai atau pengumpulan data rutin mengenai pola epidemiologi penyakit (morbiditas dan mortalitas) di daerah setempat. Population based merupakan metode ideal untuk menghitung kebutuhan obat secara riil. Untuk dapat menggunakan metode ini diperlukan ketersediaan dana yang cukup untuk mengatasi setiap morbiditas penyakit secara adekuat.

  2. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based)

  

Service based merupakan metode penghitungan kebutuhan obatberdasarkan jenis

  pelayanan kesehatan yang teredia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing pusat pelayanan kesehatan. Berbeda dengan metode population based yang berdasarkan pola epidemiologi penyakit, service

based lebih mendasarkan pada jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang ada.

  Secara teknis metode ini lebih tertuju pada kondisi penyakit tertentu yang ditangani oleh unit pelayanan kesehatan yang ada, yang biasanya hanya menyediakan jenis pelayanan kesehatan tertentu saja. Metode ini kurang menggambarkan kebutuhan obat dalam populasi yang sebenarnya, karena pola penyakit masyarakat yang tidak berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan tidak tergambarkan dengan baik.

  3. Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based)

  

Consumption based merupakan penghitungan kebutuhan obatberdasarkan pada data pemaikaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.

2.2.2.2.Pengadaan (Procurement)

  Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

  Tujuan pengadaan obat adalah :

  1. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

  2. Mutu obat terjamin

  3. Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain:

  1. Kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan

  2. Persyaratan pemasok

  3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat

  4. Penerimaan dan pemeriksaan obat

  5. Pemantauan status pesanan

  Ada beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antaralain :

  1. Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat Generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku

  2. Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Regristrasi dari Departemen Kesehatan RI

  3. Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 3 tahun dan dapat ditambah 6 bulan sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa untuk diganti dengan obat yang masa kedaluwarsanya lebih jauh

  4. Obat memiliki Sertifikat Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk

  5. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB

  6. Obat termasuk dalam katagori VEN Listiani mengatakan bahwa hasil evaluasi pengadaan obat padatahun 2001 terdapat beberapa hal antara lain :

  1. Penyediaan kebutuhan obat masih terkesan klasik dalam arti kurang variatif dan belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan

  2. Banyak mengacu pada kebutuhan tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan trend penyakit

  3. Belum menggambarakan inovasi akibat masih dalam “mencari pola”

  4. Ketidakjelasan informasi sehingga masih mengintip dan mencari informasi apakah pusat dan propinsi akan juga mengirimkan obat.

  Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa upaya yang perludilakukan antara lain :

  1. Perencanaan kebutuhan obat memerlukan strategi yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Perencanaan yang sekarang masih mencari pola baru dan masih belum mengacu konsep dasar ilmiah yang seharusnya dilakukan

  2. Keraguan dari pelaksana dalam mencari bentuk perencanaan di era otonomi daerah yang dapat mengakomodir antara riil kebutuhan masyarakat dan dari pelaksana Puskesmas yang semakin beragam permintaan

  3. Ke depan diperlukan Tim Perencanaan Kebutuhan Obat di Kabupaten / Kota yang akan menyeleksi usulan dari Puskesmas dan dengan informasi langsung dari Instalasi Farmasi, sebagai penunjangdiperlukan Sistem Informasi Perencanaan Kebutuhan Obat.

  Prosedur pengadaan obat yang telah berjalan selama ini dapatdigambarkan dalam skema berikut.

Gambar 2.2. Prosedur Pengobatan

  Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dibiayai oleh berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu koordinasi dan keterpaduan perencanaan pengadaan obat publik mutlak diperlukan, sehingga pembentukan Tim Perencanaan Obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana obat melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten / Kota.(Kepmenkes RI No. 1412/Menkes/SK/2002).

  Manfaat Perencanaan Obat terpadu antara lain:

  1. Menghindari tumpah tindih penggunaan anggaran

  2. Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan

  3. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran

  4. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat

  5. Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat

  6. Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal Adapun susunan Tim Perencanaan Obat Terpadu terdiri dari dari beberapa unsur antara lain :

  1. Ketua : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

  2. Sekretaris : Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

  3. Anggota terdiri dari unsur antara lain :

  a. Sekretariat Daerah

  b. Badan Perencanaan Daerah

  c. Dinas Kesehatan

  d. Rumah Sakit Umum Daerah

  e. PT Askes Indonesia

  f. Kepala Puskesmas Tugas Tim Perencanaan Obat Terpadu antara lain :

  1. Mengevaluasi semua aspek pengadaan obat tahun sebelumnya

  2. Mengevaluasi ketersediaan anggaran dan jumlah pengadaan obat

  3. Merencanakan kebutuhan obat berdasarkan estimasi kebutuhan obat publik untuk Unit Pelayanan Kesehatan Dasar dan Program Kesehatan untuk tahun berikutnya berdasarkan data dari Unit Pelayanan Kesehatan

  Menurut Thabrany (2005), hasil evaluasi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) Depkes RI tahun 1996, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan obat di Kabupaten / Kota antara lain :

  1. Anggaran pengadaan obat dari berbagai sumber untuk pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan yang ditetapkan oleh Kabupaten / Kota pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan

  2. Pengelolaan obat yang berasal dari berbagai sumber anggaran belum berjalan seperti yang diharapkan

  3. Perencanaan obat belum sepenuhnya memperhitungkan semua sumber anggaran yang ada

  4. Pendistribusian obat masih belum memenuhi jadwal distribusi yang ditetapkan karena keterbatasan dana dan sarana yang ada

  5. Penggunaan obat yang irasional. Peresepan obat pada umumnya belum berdasarkan standar pengobatan yang telah ditetapkan. Apabila penggunaan obat irasional dapat ditekan, maka dapat menghemat biaya sebesar 28 %.

2.2.2.3.Distribusi (Distribution)

  Penyaluran/distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain :

  Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas (kamar obat,

  • laboratorium) Puskesmas Pembantu •

  Puskesmas Keliling

  • Posyandu •

  Polindes

  • Efisiensi pelaksanaan fungsi pendistribusian ini juga secara tidaklangsung akan mempengaruhi kecermatan dan kecepatan penyediaan,oleh karena itu harus ditetappkan prosedur baku pendistribusian bahan logistik, meliputi: 1) Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab mengenai kebenaran dan kewajaran permintaan bahan, baik mengenai jumlah, spesifikasi maupun waktu penyerahannya. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi pemborosan atau pengeluaran yang tidak perlu.

  2) Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab menyetujui permintaan dan pengeluaran barang dari gudang. Di Rumah Sakit Pemerintah biasanya penanggung jawab gudang sekaligus bertindak selaku Bendaharawan Barang.

  Pendistribusian bahan logistik selain dapat juga dilaksanakan berdasarkan par level metode, yaitu standarisasi jumlah bahan logistik tertentu untuk ruang tertentu. Kemudian setiap hari petugas gudang mengecek beberapa banyak bahan yang telah di gunakan, kemudian mengisi kembali agar jumlah bahan tetap Dalam kegiatan distribusi obat Puskesmas, berhubungan dengan beberapa hal:

  • – Menentukan frekuensi distribusi
  • – Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan
  • – Melaksanakan penyerahan obat

  Pencatatan pendistribusian obat meliputi pencatatan dalam:

  • Kartu Rencana Distribusi • Buku harian pengeluaran obat
  • Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) • Surat kiriman obat.

Gambar 2.3. Sistem Distribusi di Kabupaten

2.2.2.4.Penggunaan (Use)

  Penggunaan obat yang dilakukan sesuai dengan permintaan dan jenis penyakit yang ada. Sehingga di dalam sistem penggunaan, memastikan kebutuhan dan sistem distribusi sangat menentukan.

2.3.Jenis Penyakit, Obat Pada Keadaan Bencana

2.3.1. Jenis Penyakit

  Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Buku Peta Bencana di Indonesia, beberapa jenis penyakit dan kelainan yang sering ditemukan pada keadaan bencana dan ditempat pengungsian adalah sebagai berikut :

  Tabel 3.1Jenis Penyakit Keadaan Bencana di Pengungsian

  1. Diare

  6. ISPA

  11. Campak

  2. Thypoid

  7. Penyakit Kulit

  12. Penyakit mata

  3. Kurang gizi

  8. Stress

  13. Asma

  4. Malaria

  9. Hipertensi

  14. DBD

  5. Gastritis

  10. Myalgia

  15. Tetanus Melihat jenis penyakit diatas, pada dasarnya merupakan penyakit yang umum ditemukan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Daftar obat yang tersedia baik di

  Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota relatif dapat mencakup jenis penyakit diatas.

Tabel 3.2. Jenis Bencana dan Penyakit No. Jenis Bencana Jenis Penyakit yang Sering Divitis, Ditemukan

  1. Banjir Diare / Amubiasis, Dermatitis, ISPA, Asma, Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis, Trauma/Memar.

  2. Longsor Diare / Amubiasis, Dermatitis, ISPA, Asma, Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis, Trauma/Memar.Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis, Trauma/Memar, Fraktur Tulang, Luka Sayatan dan Hipoksia.

  3. Gempa / Gelombang Luka memar, Luka sayatan, ISPA, Gastritis, Patah

Tsunami Tulang, Malaria, Asma, Penyakit Mata, dan Penyakit

Kulit

  4. Konflik Sosial Luka memar, Luka sayatan, luka bacok, Patah tulang,

(Kerusuhan)/Huru hara Diare, ISPA, Malaria, Gastritis, Penyakit Kulit,

Campak, Hipertensi dan Gangguan Jiwa.

  5. Gunung Meletus

  ISPA, Diare, Conjunctivitis, Luka Bakar

  6. Kebakaran : Conjunctivitis, Luka Bakar, Myalgia, Gastritis, Asma dan ISPA.

  • Hutan • Pemukiman • Bom • Asap

  Selain akibat langsung dari bencana, beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab utama kematian ditempat pengungsian adalah campak, diare, ISPA dan Malaria. Penyediaan obat untuk keempat jenis penyakit tersebut perlu mendapat perhatian khusus. (Permenkes RI No.59/Menkes/SK/I/2011)

2.3.2. Jenis Obat yang Harus Disediakan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

  Berdasarkan jenis bencana dan penyakit sesuai Permenkes No.59/Menkes/SK/I/2011, maka kita dapat mengklasifikasikan obat yang dibutuhkan ketika bencana erupsi gunung Sinabung. Sesuai dengan Pedoman pengobatan Dasar di puskesmas, 2007 jenis obatnya adalah :

1. ISPA

  ISPA singkatan dari saluran pernapasan akut atau URI (under respiratory infection) adalah penyakit infeksi yang bersifat akut dimana melibatkan organ saluran pernafasan mulai dari hidung, sinus, laring hingga alveoli.

a. Pneumonia

  Penatalaksanaan pneumonia adalah : 1) Kotrimoksazol, dimana dosisnya :

  • Bayi 2 – 12 Bulan : 2 x ¼ tablet
  • 1 – 3 Tahun : 2 x ½ Tablet • 3 – 5 Tahun : 2 x 1 Tablet • > 5 Tahun : 2 x 2 Tablet 2) Antibiotik adalah amoksilin atau ampisilin 3) Pada dewasa diberikan penisilin atau ampisilin 1 gram 4 x sehari jika alergi penisilin digantikan eritromisin 4 x sehari

  4) Masker

b. Non Pneumonia

  Penatalaksanaan nya adalah : Masker, Dekstrometrorfan tablet dan syrup, GG, CTM, Parasetamol tablet dan syrup, efedrin Tablet.

c. Influenza

  Penatalaksanaan influenza adalah :

1) Parasetamol, dimana dosisnya :

  • Anak - anak : 10 mg/kgBB. 3-4 x sehari
  • Dewasa : 500 mg 3 x sehari 2) Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder

  2. Diare Diare adalah keadaan buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain Penatalaksanaan Diare adalah :

  1) Pada Penderita diare tanpa dehidrasi : (terapi A)

  • Berikan cairan ( Oralit) samapi diare Stop, sebagai petunjuk berikan setiap habis BAB
    • Anak < 1 tahun : 50 – 100 ml
    • Anak 1 – 4 tahun : 100 – 200 ml
    • Anak > 5 Tahun : 200 – 300 ml
    • Dewasa : 300 – 400 ml

  • Meneruskan pemberian ASI bagi bayi

  2) Pada Penderita diare dengan dehidrasi ringan - sedang: (terapi B)

  • Oralit diberikan 75 ml/kg BB dalam 3 Jam, jangan dengan botol 3) Pada Penderita diare dengan dehidrasi berat : (terapi C)
  • Berikan Ringer laktat (RL) 100 ml yang terbagi dalam beberapa waktu
  • NaCl 0,9 %, metronidazol, Infus Set, Abocath, Wing Needle, Handschoen

Tabel 3.3. Pemberian Obat Pemberian Kemudian 70

  

Pemberian Pertama

Umur ml/Kg 30 ml/Kg

  Bayi (<12 Bulan) Dalam 1 Jam Dalam 5 Jam > 12 Bulan Dalam 30 Menit 2,5 Jam

  3. Conjunctivitis Penyakit yang menyerang organ penglihatan/Mata.

  Penatalaksanaannya conjunctivitis adalah :

  • Cloramfenikol tetes mata yang diberikan 4 – 6 kali/hari
  • Salep antibiotika Cloramfenikol atau tetrasiklin

  4. Luka Bakar Luka bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik.

  Penatalaksanaan luka bakar adalah :

  • Krim Anti Biotik (seperti Perak Sulfadiazin), Verban/Sofratule,

  Amoksisilin/Ampicillin, Plaster, Kapas, Abocath, Cairan Infus (RL, NaCl), Handschoen, Wing Needle, Alkohol 70%

  5. Campak Penatalaksanaan luka bakar adalah : • Pemberian Vaksin Campak (bila ada kasus baru), Vitamin A.

  6. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang dsebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopeles betina.

  Penatalaksanaan Malaria adalah : 1) Malaria Farciparrum

  • Lini 1 : Artesunate + Amodiaguin dosis tunggal Selama 3 Hari +Primakuin pada hari 1 Artesunate : 4 mg/kgbb/hari Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari
  • Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklin selama 7 hari + Primakuin pada hari 1

  Kina : 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hari Doksisiklin dewasa : 4 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari

  Doksisiklin ( 8 – 14 tahun ) : 2 mg/kgbb/kali (2 x sehari)selama 7 hari Tetrasiklin : 4 – 5 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

  2) Malaria Vivax

  • Lini 1 : Klorokuin dosis tunggal perhari selama 3 hari + Primakuin selama 14 hari Klorokuin : Hr 1 : 10 mg, Hr 2 : 10 mg, Hr 3 : 5 mg Primakuin : 0,25 – 0,5 mg/kgbb/hr selama 14 hari
  • Lini II : Kina (3 x sehari ) selama 7 hari
  • Primakuin : 0,25 mg/kgbb/hr selama 14 hari 3) Malaria Mix ( Malaria Farciparrum + Malaria Vivax)
  • Artesunate + Amodiaquin (selama 3 hari) + Primakuin selama 14 hari

  Artesunate : 4 mg/kgbb/hari Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari Primakuin : 0,25 -0,5 mg/kgbb/hari selama 14 hari

  7. Varisela / Cacar Varisela atau cacar air adalah penyakityang ditandai dengan vesikel dikulit dan selaput lendir dan menular melalaui percikan ludah dan kontak.

  Penatalaksanaan verisela/cacar adalah :

  • Paracetamolbila demam sangat tinggi
  • Beri bedak salisil 1 %

  • Bila terjadi infeksi sekunder : suntikan penisilin prokain 50.000 IU/kgbb/hr selama 3 hari atau beri amoksilin 25 – 50 mg/kg/bb/hari peroral
  • Bila perlu berikan asiklovir 200 – 400 mg 5x sehari pada awal penyakit selama 7 hari

2.4.Obat

2.4.1. Pengertian Obat

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit atau menyembuhkan seseorang dari penyakit. (Depdikbud, 1990). Dari pengertian tersebut tampak bahwa pengertian obat dalam arti yang sempit hanya untuk proses penyembuhan saja. Padahal obat bukan hanya digunakan untukpenyembuhan terhadap penyakit saja, tetapi juga digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan memulihkan kesehatan bahkan dapat juga digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit.

  Menurut Bahfen (2006), bahwa obat merupakan bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, mengobati penyakit, memulihkan kesehatan dan mendiagnosa suatu penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh.

  Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I

  pasal 1 tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.

  Menurut Anief(2003), definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose pengobatan, melunakan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia dan hewan.

  Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain :

  1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmako Indonesia (FI) atau buku lain

  2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya

  3. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat maupun yang tidak berkahasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu (vehiculum) atau komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya

  4. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksis terapi dan rehabilitasi

5. Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum dalam Daftar Obat

  Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Depertemen Kesehatan (PPOM Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah menjadi Badan Pengawasan Obat dan

  Makanan BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

  Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi sebagian populasi yang harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau serta memiliki kemanfaatan yang tinggi baik untuk keperluan diagnostik, profilaksis terapetik dan rehabilitasi (Kepmenkes RI No.312/Menkes/SK/IX/2013).

2.5.Dinas Kesehatan

  2.5.1. Pengertian Dinas Kesehatan

  Dinas Kesehatan adalah suatu badan atau organisasi pemerintah yang memiliki jenjang, mulai dari tingkat Kabupaten sampai dengan tingkat pusat yang namanya kemenkes. Dinas kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari tugas pokok Kementrian Kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten. Tetapi sehubungan dengan Otonomi daerah, maka setiap kepala dinas kesehatan dipilih dan tunduk kepada pemerintah daerah masing-masing.

  2.5.2. Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo

  Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Dipimpin oleh seorang Kepala Dinas Yang Membawahi 5 Bidang yaitu : Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang Pengendalian dan peran serta masyarakat, Bidang pengendalian Penyakit, Bidang Kesehatan Keluarga dan Bidang Kesekretariatan. Dimana masing-masing bidang memiliki bagaian atau seksi.

  Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Kepala Dinas

  Kabupaten Karo Sekretaris Dinkes

  1. Sub Bagian Kepegawaian

  2. Sub Bagian Keuangan

  3. Sub Bagian Umum dan Kelengkapan Kabid Pengendalian dan

  Kabid Pelayanan Kabid Kesehatan Kabid P2PL Peran Serta Masyarakat

  Kesehatan Keluarga Seksi Perencanaan

  Seksi Yankes Seksi Kesehatan Seksi Imunisasi dan Pengendalian

  Dasar Keluarga dan Surveilens Seksi Pengawasan Seksi Pengendalian Seksi Data dan

  Seksi Gizi dan Farmasi dan Penyakit Informasi

  Usila Makanan

  Kesehatan Seksi Perbekalan Seksi Peran

  Seksi Usaha Seksi Kesehatan Kesehatan

  Serta Masyarakat Kesehatan Lingkungan dan Promkes

  Sekolah

  Data Olah: Juli 2014

2.6.Bencana

  Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi menggunakan sumber daya yang dimiliki (IDEP, 2007). Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikatagorikan menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana sosial dan bencana campuran.

  Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh kejadian – kejadian alamiah, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan angin topan. (IDEP, 2007) Menurut UU No. 24 Tahun 2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (UU No. 24 Tahun 2007). Menurut Priambido (2009) bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, putting beliuang; tanah : banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; api : kebakaran, letusan gunung api). Bencana alam juga didefenisikan sebagai peristiwa yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan terjadi kelebihan kapasitas yang terkena dampaknya. Dapat dijumpai terputusnya alat penunjang kehidupan (lifeline) dan tidak berfungsinya institusi medis (Zailani. Dkk, 2009).

Dokumen yang terkait

Manajemen Promosi Kesehatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Masa Tanggap Darurat di Lokasi Pengungsian Korban Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

20 249 138

Perencanaan Kebutuhan Danperencanaan Pendistribusian Obat Pada Dinas Kesehatankabupaten Karo Masa Tanggap Daruratbencana Erupsi Gunung Sinabungtahun 2014

1 36 178

Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Bidang Kesehatan pada Masa Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

0 50 134

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan 2.1.1. Pengertian Kebijakan - Pengertian Kebijakan )Publik Teks

1 1 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan 2.1.1. Pengertian perencanaan - Analisis Perencanaan Obat di Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

0 4 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Risiko 2.1.1. Pengertian Manajemen Risiko - Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Bagian Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) di PTPN IV Kebun Sosa Tahun 2015

0 1 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penatalaksanaan Pelayanan Gawat Darurat 2.1.1. Pengertian - Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Permata Bunda 2014

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Promosi Kesehatan 2.1.1 Definisi - Manajemen Promosi Kesehatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Masa Tanggap Darurat di Lokasi Pengungsian Korban Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

0 0 36

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Manajemen Promosi Kesehatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Masa Tanggap Darurat di Lokasi Pengungsian Korban Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Erupsi Obat 2.1.1. Definisi Erupsi Obat - Profil Erupsi Obat di Satuan Medis Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010 – 2013

0 0 15