Perencanaan Kebutuhan Danperencanaan Pendistribusian Obat Pada Dinas Kesehatankabupaten Karo Masa Tanggap Daruratbencana Erupsi Gunung Sinabungtahun 2014

(1)

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KARO MASA TANGGAP

DARURAT BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG TAHUN 2014

TESIS

Oleh DEDI SAPUTRA

127032288/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

JudulProposal : PERENCANAAN KEBUTUHAN

DANPERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS

KESEHATANKABUPATEN KARO MASA TANGGAP DARURATBENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNGTAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Dedi Saputra Nomor Induk Mahasiswa : 127032288

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, MA., PhD)

Ketua Anggota

(Suherman, S.K.M, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(3)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Drs. Amir Purba, MA, Phd ANGGOTA : 1. Suherman, S.K.M, M.Si

2. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS 3. Dra. Jumirah, Apt, MS


(4)

PERNYATAAN

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS KESEHATAN

KABUPATEN KARO MASA TANGGAP DARURAT BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam makalah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014

Dedi Saputra 127032288/IKM


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode atau sistem perencanaan kebutuhan obat ketika masa tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung di dinas kesehatan kabupaten Karo. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan cara pengumpulan data sekunder dan wawancara mendalam dengan informan.

Penelitian ini dilakukan di dinas kesehatan kabupaten Karo dan 4 puskesmas yang terdapat pada daerah yang paling rawan bencana erupsi gunung sinabung. Informan dalam penelitian berjumlah 6 orang meliputi Kabid Pelayanan Kesehatan Kabupaten Karo, Kasie pembekalan Kesehatan Kabupaten Karo, Kepala Puskesmas Payung, kepala Puskesmas Naman, kepala puskesmas Tigan Derket dan Kepala Pengelola obat puskesmas Simpang Empat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara mendalam. Data hasil wawancara mendalam diolah dan dianalisis dengan metode contentanalysis yang meliputireduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusions drawing /verifying).

Hasil penelitian menunjukkan, Sistem perencanaan kebutuhan obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung berdasarkan penggunaan stok obat yang tersedia dari dinas kesehatan kabupaten Karo dan buffer stok dari dinas kesehatan provinsi dan pusat. Sedangkan sistem perencanaan pendistribusian obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung yaitu dilakukan oleh puskesmas yang memiliki pos-pos kesehatan dengan cara mengambil obat di dinas kesehatan kabupaten Karo secara berulang perminggu sesuai keperluan obat yang diperlukan di lapangan menggunakan kendaraan ambulance. Sehingga dapat disimpulkan dinas kesehatan kabupaten Karo dan Puskesmas yang berada di radius ≤ 5 Kmbelum memiliki sistem yang baku dalam perencanaan kebutuhan obat dan perencanaan pendistribusiannya.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan Kepala Puskesmas/ Pengelola obat Puskesmas untuk melaksanakan dan mengimplementasikan sistem atau metode perencanaan obat dan perencanaan pendistribusian / pengangkutan obat ketika masa tanggap darurat bencana.

Kata Kunci: erupsi gunung sinabung,obat, perencanaan kebutuhan, perencanaan pendistribusian, tanggap darurat


(6)

ABSTRACT

The purpose of this qualitative observational study was to find out the method or system of drug need planning during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung in Karo District Health Service. The data for this study were obtained through collecting secondary data and performing in-depth interviews with the informants.

This study was conducted in the Office of Karo District Health Service and 4 (four) Puskesmas (Community Health Centers) locatedin the areas most vulnerable to the eruption of Mount Sinabung that is the areas located at a radius of in the areas most prone to the eruption of Mount Sinabung. The 6 (six) informants for this study were the Head of Health Service Division of Karo District, Head of Health Provision Section of Karo District, Head of Puskesmas Payung, Head of Puskesmas Naman, Head of Puskesmas Tiganderket and Head of Medicine Manager of Puskesmas Simpang Empat. The instrument used in this study was in-depth interview. The result of this study in the form of the in-depth interview were processed and analyzed through content analysis merthod including data reduction, data display, conclusion drawing and verifying.

The result of this study showed that the system of drug need planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was based on the utilization of the stock of drug available from Karo District Health Service and the buffer stock from Sumatera Utara Provincial Health Service, and from the Ministry of Health. While the system of drug distribution planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was carried out by the Puskesmas with health post facilities by repeatedly taking the drug from Karo District Health Service weekly in accordance with the amount of drug needed in the field by using ambulance. The conclusion drawn is that Karo District Health Service and the Puskesma located at a radius of ≤5 km have not had the established system of the drug need planning and the planning of its distribution.

The management of Karo District Health Service and the Heads of Puskesmas are suggested to implement the system or method of drug planning and drug distribution/transportation planning during during the disaster emergency response period.

Keywords: Eruption of Mount Sinabung, Drug Need Planning, Drug Distribution Planning, Emergency Response.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Anugrahnya sehinga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Tahun 2014 (Studi Kasus: Penyelenggaraan Sanitasi Darurat di Pengungsian)”.

Tesis ini dibuat merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatra utara.

Penulis, dalam menyusun Tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari banyak pihak. untuk itu penulis pada kesempatan ini mengucapakan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM),Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama,M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang,M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Drs. Amir Purba, M.A., Ph.D selaku ketua komisi pembimbing danSuherman, S.K.M., M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, serta memberikan arahan, dan masukan dalam penyusunan tesis ini

5. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS danDra. Jumirah, Apt, MS, selaku Penguji tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kabupaten Karo yang telah memberikan izin melakukan Penelitian tesis ini.

7. Dosen dan staf dilingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minatan Manajemen Kesehatan Bencana Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumaetra utara.

8. Orang Tua tercinta, Ayahanda (Alm) Hajarul Aswad dan Ibunda Rosmiati yang selalu memberikan kasih sayang dan doa selama ini.

9. Orang Tua tercinta, Papa (Alm) Samsul Rijal dan Mama Zuhra yang selalu memberikan kasih sayang dan doa selama ini.

10.Chairunnisa yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moral selama ini.

11.Rekan-rekan seperjuangan MahasiswaProgram Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Manajemen Kesehatan Bencana Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra utara.


(9)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyususnan penelitian ini, maka Penulis sangat mengharapkan masukan yang berharga dan saran untuk dapat melengkapi penelitian tesis ini

Medan, Agustus 2014 Penulis

Dedi Saputara 127032288/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Dedi Saputra di lahirkan di Meulaboh pada tanggal 25 Desember 1986 Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, anak keempat dari empat bersaudara dari pasanagan (Alm) Hajarul Aswad dan Rosmiati.Dedi Saputra beragama Islam dan bertempat tinggal di Jalan Teuku Umar Lorong Bayam Meulaboh – Aceh Barat.

Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negeri 4 Meulaboh selesai tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat selesai tahun 2001, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat selesai tahun 2004, melanjutkan pendidikan S1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh selesai tahun 2010 (Profesi), Pada Tahun 2012 melanjutkan pendidikan pada program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sampai sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN PROPOSAL ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 10

1.4. Tujuan Penelitian ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Manajemen Logistik ... 12

2.1.1. Pengertian Manajemen ... 12

2.2. Pengertian Manajemen Logistik ... 13

2.2.1. Dasar-dasar Fungsi Manajemen Logistik Obat ... 13

2.2.2. Fungsi Dasar Manajemen Logistik dalam Pengelolaan Obat ... 18

2.3. Jenis Penyakit, Obat pada Keadaan Bencana ... 39

2.3.1. Jenis Penyakit ... 39

2.3.2. Jenis Obat yang Harus Disediakan Bencana Erupsi Gunung Sinabung ... 40

2.4. Obat ... 46

2.4.1. Pengertian Obat ... 46

2.5. Dinas Kesehatan ... 48

2.5.1. Pengertian Dinas Kesehatan ... 48

2.5.2. Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo ... 48

2.6. Bencana ... 50

2.6.1. Klasifikasi Bencana Alam ... 52

2.6.2. Masa Tanggap Darurat ... 53

2.7. Landasan Teori ... 56

2.8. Kerangka Berpikir ... 58

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 59

3.1. Jenis Penelitian ... 59


(12)

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 60

3.4. Subjek dan Objek Penelitian ... 61

3.4.1. Subjek Penelitian ... 61

3.4.2. Objek Penelitian ... 61

3.5. Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian ... 61

3.5.1. Instrumen Penelitian ... 61

3.5.2. Cara Penelitian ... 61

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 62

3.7. Validitas dan Reliabilitas ... 64

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 66

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 66

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66

4.1.2 Rekam Jejak Bencana ... 68

4.2 Pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan Obat Dan Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 71

4.2.1 Karakteristik Informan ... 72

4.3 Pelaksanaan Penelitian ... 74

4.4 perencanaan ... 75

4.5 Tahap-tahap Perencanaan Kebutuhan Obat ... 76

4.5.1 Menentukan Jenis Penyakit ... 76

4.5.1.1 ISPA ... 78

4.5.1.2 Diare ... 81

4.5.1.3 Conjunctivitis ... 84

4.5.1.4 Luka Bakar ... 86

4.5.2 Menentukan Jumlah Populasi Berdasarkan Umur ... 89

4.5.3 Menentukan Pedoman Pengobatan ... 92

4.5.2 Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 94

4.5.2.1 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Perencanaan Pendistribusian/Pengangkutan Obat ... 97

BAB 5. PEMBAHASAN ... 101

5.1 Data Umum Kabupaten ... 101

5.2 Perencanaan ... 102

5.3 Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ... 103

5.3.1 Menentukan Jenis Penyakit ... 103

5.3.1.1 ISPA ... 103

5.3.1.2 Diare ... 104

5.3.1.3 Conjuctivitas ... 106

5.3.1.4 Luka Bakar ... 107

5.3.2 Menentukan Jumlah Obat Berdasarkan Jumlah Populasi Sesuai Umur ... 108


(13)

5.4 Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 132

5.4.1 Perencanaan Pendistribusian ... 132

5.4.2 Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 133

5.5 Karakteristik Informan ... 133

5.6 Keterbatasan Penelitian ... 135

BAB 6. Kesimpulan Dan Saran ... 136

6.1 Kesimpulan ... 136

6.2 Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 140

Lampiran I ... 144

Lampiran II ... 145

Lampiran Kepmenkes No. 1121/Menkes/SK/XII/2008 ... 161

Lampiran Kepmenkes No. 059/Menkes/SK/I/2011 ... 197


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Jenis Penyakit Keadaan Bencana di Pengungsian ... 39

3.2. Jenis Bencana dan Penyakit ... 40

3.3. Pemberian Obat ... 43

4.1 Desa-desa Rawan Erupsi Gunung Sinabung ... 69

5.1 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit ISPA ... 104

5.2 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit Diare ... 105

5.3 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit Conjuctivitis ... 106

5.4 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit Luka Bakar ... 107

5.5 Laporan Penduduk Berdasarkan Umur ... 110


(15)

DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman

2.1. Siklus Pengelolaan Obat ... 15

2.2. Prosedur Pengobatan ... 34

2.3. Sistem Distribusi di Kabupaten ... 38

2.4. Kerangka Berpikir ... 58

4.1 Peta Kabupaten Karo ... 67


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode atau sistem perencanaan kebutuhan obat ketika masa tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung di dinas kesehatan kabupaten Karo. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan cara pengumpulan data sekunder dan wawancara mendalam dengan informan.

Penelitian ini dilakukan di dinas kesehatan kabupaten Karo dan 4 puskesmas yang terdapat pada daerah yang paling rawan bencana erupsi gunung sinabung. Informan dalam penelitian berjumlah 6 orang meliputi Kabid Pelayanan Kesehatan Kabupaten Karo, Kasie pembekalan Kesehatan Kabupaten Karo, Kepala Puskesmas Payung, kepala Puskesmas Naman, kepala puskesmas Tigan Derket dan Kepala Pengelola obat puskesmas Simpang Empat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara mendalam. Data hasil wawancara mendalam diolah dan dianalisis dengan metode contentanalysis yang meliputireduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusions drawing /verifying).

Hasil penelitian menunjukkan, Sistem perencanaan kebutuhan obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung berdasarkan penggunaan stok obat yang tersedia dari dinas kesehatan kabupaten Karo dan buffer stok dari dinas kesehatan provinsi dan pusat. Sedangkan sistem perencanaan pendistribusian obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung yaitu dilakukan oleh puskesmas yang memiliki pos-pos kesehatan dengan cara mengambil obat di dinas kesehatan kabupaten Karo secara berulang perminggu sesuai keperluan obat yang diperlukan di lapangan menggunakan kendaraan ambulance. Sehingga dapat disimpulkan dinas kesehatan kabupaten Karo dan Puskesmas yang berada di radius ≤ 5 Kmbelum memiliki sistem yang baku dalam perencanaan kebutuhan obat dan perencanaan pendistribusiannya.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan Kepala Puskesmas/ Pengelola obat Puskesmas untuk melaksanakan dan mengimplementasikan sistem atau metode perencanaan obat dan perencanaan pendistribusian / pengangkutan obat ketika masa tanggap darurat bencana.

Kata Kunci: erupsi gunung sinabung,obat, perencanaan kebutuhan, perencanaan pendistribusian, tanggap darurat


(17)

ABSTRACT

The purpose of this qualitative observational study was to find out the method or system of drug need planning during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung in Karo District Health Service. The data for this study were obtained through collecting secondary data and performing in-depth interviews with the informants.

This study was conducted in the Office of Karo District Health Service and 4 (four) Puskesmas (Community Health Centers) locatedin the areas most vulnerable to the eruption of Mount Sinabung that is the areas located at a radius of in the areas most prone to the eruption of Mount Sinabung. The 6 (six) informants for this study were the Head of Health Service Division of Karo District, Head of Health Provision Section of Karo District, Head of Puskesmas Payung, Head of Puskesmas Naman, Head of Puskesmas Tiganderket and Head of Medicine Manager of Puskesmas Simpang Empat. The instrument used in this study was in-depth interview. The result of this study in the form of the in-depth interview were processed and analyzed through content analysis merthod including data reduction, data display, conclusion drawing and verifying.

The result of this study showed that the system of drug need planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was based on the utilization of the stock of drug available from Karo District Health Service and the buffer stock from Sumatera Utara Provincial Health Service, and from the Ministry of Health. While the system of drug distribution planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was carried out by the Puskesmas with health post facilities by repeatedly taking the drug from Karo District Health Service weekly in accordance with the amount of drug needed in the field by using ambulance. The conclusion drawn is that Karo District Health Service and the Puskesma located at a radius of ≤5 km have not had the established system of the drug need planning and the planning of its distribution.

The management of Karo District Health Service and the Heads of Puskesmas are suggested to implement the system or method of drug planning and drug distribution/transportation planning during during the disaster emergency response period.

Keywords: Eruption of Mount Sinabung, Drug Need Planning, Drug Distribution Planning, Emergency Response.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis(Renas BNPB, 2011).

Indonesia mempunyai 129 gunung api aktif yang tersebar mulai Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,Sulawesi dan Maluku. Jumlah tersebut sama dengan 13% gunung api aktif di dunia. Gunung api aktif Indonesia dibedakan dalam 3 kategori berdasarkan sejarah letusannya, yaitu gunung api tipe A, tipe B, dan tipe C. Gunung api tipe A tercatat pernah meletus sejak tahun 1600, jumlahnya 79. Tipe B adalah gunung api yang mempunyai kawah dan lapangan solfatara/fumarola tapi tidak ada sejarah letusan sejak tahun 1600, jumlahnya 29. Gunung api tipe C hanya berupa lapangan solfatara/fumarola, jumlahnya 21. Gunung Api tipe A yang diprioritaskan untuk diamati. Setiap tahun antara 10 sampai 12 gunung api yang meningkat aktivitasnya (Ahmad, 2010)


(19)

Untuk wilayah Sumatera Utara, terdapat satu gunung aktif yaitu Gunung Sinabung. Gunung Sinabung adalah sebuah gunung yang menjulang dengan tinggi 2.460 meter dari permukaan laut, Gunung Sinabung menggeliat dengan letusan dengan skala berbeda. Letusan terakhir tercatat pada Kamis, 24 Oktober 2013, pada pukul 06.00 waktu setempat. Letusan yang disertai suara gemuruh mengeluarkan asap hitam keabuan dan material abu vulkanik. Hembusan ini mengarah ke arah Timur, Tenggara, dan Selatan. Pemantaun Gunungapi di Kabanjahemencatat ketinggian lontaran materialmencapai 3.000 meter.Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), catatan letusan Gunungapi Sinabung pertama pada tahun 1600 dengan aktivitas vulkanik berupa muntahan batuan piroklastik serta aliran lahar yang mengalir ke arah Selatan. Kemudian 1912, gunung ini mengeluarkan solfatara yang terlihat di puncak dan lereng atas. Setelah hampir 100 tahun, gunungapi berjenis strato ini kembali meletus. Pada 2010, terjadi beberapa kali letusan yang di antaranya berupa letusan freatik. Letusan pada kurun waktu 7 April 2010 - 27 Agustus 2010 menyebab kan status Gunungapi Sinabung berubah dari tipe B menjadi tipe A. Berselang tiga tahun, gunungapi Sinabung kembali menunjukkan aktivitas vulkanikSelama September lalu dan terakhir pada 24 Oktober 2013. Berdasarkan data dan analisis data pemantauan dari tanggal 19 – 24 Oktober 2013, PVMBG sebagai bagian dari Badan Geologimenetapkan status Gunungapi Sinabung masih pada waspada (Level II). Aktivitas yang menurun menjadikan Gunungapi Sinabung berstatus dari Awas (level IV) ke siaga (level III) pada 23 September 2010. Kemudian status ini kembali menurun yaitu dari siaga (level III) menjadi


(20)

waspada(level II) pada 7 Oktober 2010. Meskipun menurun, aktivitas masih cenderung fluktuatif.Pemantauan dengan metoda visual, seismik, dan deformasi terus dilakukan untuk melakukan penilaian tingkat aktivitas Gunung Sinabung. Pada tanggal 15 September 2013 aktivitas Gunungapi Sinabung meningkat hingga menyebabkan perubahan status, dari Waspada (level II) menjadi Siaga (level III). Namun kemudian pada tanggal 29 September 2013 status diturunkan dari Siaga (level III)menjadi Waspada (level II). Pada tahun 2010, letusan terbesar terjadi pada 7 September dengan lontaran debu vulkanik hinga 5.000 meter ke udara. Suara letusan pun terdengar hingga jarak 8 km. Sejak 15 Oktober 2013, PVMBG mencatat terjadinya dua kali banjir lahar di desa Suka Meriah. Potensi longsor pada sisi Utara juga perlu diwaspadai akan mengancam pemukiman di daerah Laukawar. Timbunan longsor dan materi hasil erupsi terpantau di lereng ini. Terkait dengan potensi bahaya, Badan Geologi merekomendasikan beberapa hal kepada masyarakat yang tinggal di sekitar lereng gunung. Rekomendasi yang diberikan antara lain sebagai berikut. Masyarakat dan Pengunjung/ wisatawan tidak mendaki dan melakukan aktivitas pada radius 2 km dari Kawah Sinabung. Masyarakat di Desa Sukameriah dan Gurukinayan di Selatan puncak, Bekerah di Tenggara puncak, Simacem di Timur puncak, Sigarang-garang dan Sukanalu di Timurlaut puncak, dan Kutogugung di Utara Tmur laut puncak agar tetap waspada danselalu mengikuti perkembangan aktivitas Gunungapi Sinabung dari Pemerintah Kabupaten Karo dan BPBD kabupaten dan provinsi. Jika masyarakat terganggu dengan keberadaan hujan abu dan kemungkinan adanya aktivitas letusan abu freatik yang masih terjadi, masyarakat yang bermukim di


(21)

Desa Sukameriah, Gurukinayan, Bekerah, Simacem, Sigarang-garang, Sukanalu, dan Kutogugung disarankan untuk mengungsi ke tempat yang aman. (Gema BNPB, 2013).

Gunung Sinabung telah beberapa kali mengalami perpanjangan masa tanggap darurat. Menurut data dari media center per tanggal 5 januari 2013 di posko utama Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe diketahui total jumlah pengungsi 6387 KK dengan jumlah 20491 jiwa. Sampai penelitian ini dituliskan, kondisi gunung Sinabung masih mengalami erupsi dan jumlah pengungsi juga terus bertambah hingga pada tanggal 4 Februari 2014 jumlah pengungsi menjadi 9.934 KK dengan jumlah 32.162 jiwa. Setelah mengungsi beberapa bulan, akhirnya pada tanggal 14 februari, menurut laporan BNPB sebanyak 5.783 jiwa/1.619 KK pengungsi dari desa Batu Karang, Desa Rimo Kayu dan Desa Naman sudah dapat pulang.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 10 Januari 2014 di beberapa lokasi pengungsian, diantaranya titik pengungsian Mesjid Agung, UKA dan GBKP kota Kabanjahe, dapat dilihat. Lokasi pengungsian yang tersedia tidak nyaman buat pengungsi karena, sempit sementara jumlah pengungsi banyak. Kondisi ini membuat udara di dalam gedung tidak sehat bahkan sampah di beberapa lokasi pengungsian banyak berserakan. Selain itu, pengungsi masih banyak yang membutuhkan bantuan selimut, pakaian maupun obat-obatan. Bantuan selimut dari pemerintah maupun pihak swasta, dinilai belum mencukupi. Pengungsi juga membutuhkan air bersih. Tidak sedikit pengungsi yang menggigil dan tidak bisa tidur


(22)

karena kedinginan. Udara dingin bercampur abu yang sangat menusuk kulit di daerah pegunungan itu merupakan ancaman bagi kesehatan pengungsi.

Dalam hal kesehatan pengungsi banyak mengeluhkan penyakit batuk akibat debu vulkanik. Selain itu air bersih menjadi masalah karena ketersediaannya masih banyak kekurangan. Kondisi ini membuat banyak masyarakat tidak mandi, dan tidur berdesak - desakan di lokasi pengungsian. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengungsi, menurut mereka, penyaluran bantuan buat pengungsi masih belum merata. Beberapa lokasi pengungsian dapat menerima langsung bantuan dari pihak di luar daerah, sedangkan posko pengungsian lainnya sama sekali tidak menerima bantuan tersebut.

Dampak dari pengungsian biasanya akan muncul penyakit-penyakit umum seperti diare, ISPA, hipertensi, gastritis, conjungtivitis, anxietas dan penyakit lain yang biasa terjadi dipengungsian. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Maret 2014, penyakit di pengungsian di bagi kedalam 7 jenis penyakit yaitu Anxietas total kasusnya berjumlah 1.558 kasus, ISPA 87.524 kasus, conjungtivitis 3.945 kasus, gastritis 25.131 kasus, diare 5.239 kasus, hipertensi 4.341 kasus dan penyakit lainnya 13.501 kasus, sehingga untuk mengatasi penyakit tersebut diperlukan pengobatan.

Untuk dapat melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar khususnya bidang pengobatan dibutuhkan obat, oleh karena itu ketersediaan obat harus benar-benar diperhatikan dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan


(23)

manajemen logistik yang baik dan benar. Perencanaan obat adalah salah satu fungsi menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, yang bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Untuk melaksanakan perencanaan obat dengan baik, maka diperlukan manajemen logistik. Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat (subagya, 1994).

Dalam memenuhi kebutuhan obat diperlukan pengelolaan dan perencanaan yang baik. Dalam hal ini selaku pelaksana teknis dan leading sektor bidang pembangunan kesehatan di daerah adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, setiap Kabupaten/Kota mempunyai struktur dan kebijakan sendiri dalam pengeloaan obat, selanjutnya Pengelola Obat Kabupaten/Kota disebut dengan “Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) Kabupaten/Kota. (Kepmenkes RI No. 1121/Menkes/SK/XII tahun 2008).

Menurut Indrawati (1999), manajemen logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan, distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal, yang bertujuan untuk terlaksanakannya pelayanan obat kepada masyarakat secara rasional dan menyeluruh.


(24)

Sistem manajemen logistik pengelolaan dan penggunaan obat kabupaten /kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu: perumusan kebutuhan atau perencanaan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan dan pengembangan SDM (human resources magament). Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan. (Badan pengawasan obat dan makanan, 2001).

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 059/Menkes/SK/I/XII tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada penanggulangan bencana setiap daerah bencana harus memiliki standar yaitu standar perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana sesuai kebutuhan, penyediaan dan penerimaan obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana, penyimpanan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana, pencatatan,evaluasi dan pelaporan dan pemusnahan.

Pada prinsipnya perencanaan obat merupakan suatu proses kegiatan menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat agar sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Adapun tujuan


(25)

perencanaan pengadaan obat antara lainuntuk : Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat yang rasional dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Permasalahan yang kerap timbul dalam penanganan bencana di Indonesia adalah masalah ketersediaan obat, diskoordinasi, keterlambatan transportasi dan distribusi, serta ketidaksiapan lokal dalam pemenuhan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, dalam rangka pengurangan dampak resiko perlu penguatan upaya kesehatan pada tahap sebelum terjadi (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan) (Depkes, R.I, 2007).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasie Perbekalan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo yang membidangi bagian obat-obatan dan peralatan didapatkan informasi bahwa ketika erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada November 2013, terdapat banyak kendala dalam hal pengelolaan obat. Mulai dari ketersediaan obat sampai dengan pendistribusi obat. Dalam hal ketersediaan obat, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo sangat minim, dimana stok yang ada tidak mencukupi kebutuhan, dikarenakan salah satu penyebabnya adalah ada beberapa obat yang ditender pada tahun 2013 tidak sanggup disediakan oleh rekanan. Dalam hal pendistribusian, dikatakan tidak ada permasalahan yang berarti, hanya ada kesulitan sedikit ketika permintaan obat dilapangan sangat tinggi. Staff dinas kesehatan


(26)

dibagian perbekalan kesehatan yang berjumlah 7 staff mendistribusikan langsung ke posko-posko kesehatan. Dikatakan bahwa di dalam permintaan obat diharapkan diposko kesehatan harus ada buffer stock terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi kekosongan obat diposko kesehatan. (Hasil rekaman wawancara )

Berdasarkan hasil wawancara dari koran online yaitu Berita satu.com, pada salah atu pengungsi yang bernama Budi Ginting (45 tahun) yang berasal dari Tigan Derket pada tanggal 18 Januari 2014, didapatkan informasi bahwa banyak permasalahan yang mereka hadapi selama Gunung Sinabung erupsi, dimana selain kehilangan mata pencaharian dari bertani, rumah rusak dan pangan, minuman maupun obat-obatan masih mengalami kekurangan. Hasil wawancara dengan Koordinator Media Center Posko Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung, Jhonson Tarigan menyampaikan ada 35 pengungsi yang terpaksa menjalani perawatan dirumah sakit. Pengungsi lebih dominan terserang penyakit asma, demam, dehidrasi, hipertensi, stres, perdarahan, ginjal dan usus buntu. Jumlah pengungsi yang rawan terserang penyakit paru pun dipastikan tidak sedikit, setiap hari banyak pengungsi yang tidak menggunakan masker. Stok alat penutup hidung itu terkadang habis.

Berdasarkan Republika.co.id, selasa 11 Februari 2014 diberitakan bahwa pos-pos pengungsian bencana gunung sinabung yang tersebar di 43 titik Kabupaten Karo dan Langkat, Sumatera Utara (Sumut) belum dilengkapi dengan sumber pendeteksi penyakit. Akibatnya, para pengungsi yang menderita sakit cacar dan campak tidak


(27)

terdeteksi. Hasil wawancara dengan Tomi Hendrawan, dokter khusus bencana dari Dokter Indonesia Bersatu (DIB) yaitu “semalam kami temukan ada campak dan cacar air di pos pengungsian gedung serba guna KNPI yang mendera anak, artinya ini adalah wabah tetapi tidak terdeteksi dari awal”.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perencanaan Pendistribusian Obat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Pada Masa Tanggap Darurat bencana erupsi gunung sinabung 2014.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perencanaan Pendistribusian Obat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Pada Masa Tanggap Darurat bencana erupsi gunung sinabung

1.3.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas, maka permasalahan yang dihadapi adalah tentang perencanaan kebutuhan obat dan perencanaan pendistribusian obat dimana belum maksimal sistemnya ketika masa


(28)

tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung. Oleh karena itu akan muncul beberapa pertanyaan penelitian antara lain :

1. Bagaimana menentukan kebutuhan obat sesuai jenis, jumlah dan dosis obat yang dibutuhkan ketika bencana erupsi gunung sinabung

2. Bagaimana sistem pendistribusian obat ketika bencana erupsi gunung sinabung

1.4.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui metode atau cara yang baik dan sesuai dalam membuat Perencanaan Kebutuhan Obat dan perencanaan pendistribusian obat Ketika masa tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung di Dinas Kesehatan Kabupaten Karo.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini diantaranya adalah untuk :

a. Terlaksanakannya sistem perencanaan obat yang baik dan benar sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat sesuai jenis, dosis dan jumlah obat berdasarkan penyakit yang ada ketika bencana erupsi Gunung Sinabung.

b. Terlaksanakannya sistem perencanaan pendistribusian obat yang baik dan benar sehingga Terdistribusinya obat ke masyarakat atau pengungsian sesuai dengan prosedur yang benar


(29)

1.5.Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan bagi Dinas kesehatan Kabupaten Karo terutama bagian pelayanan kesehatan khususnyan seksi perbekalan kesehatan dalam melaksanaan manajemen logistik pengelolaan obat.

2. Bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat, diharapkan sebagai referensi yang dapat menunjang proses belajar mengajar untuk kepentingan pendidikan dan penelitian terutama tentang manajemen logistik pengelolaan obat.

3. Bagi Peneliti dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan didalam ilmu kebencanaan terutama tentang manajemen logistik pengelolaan obat, sehingga dapat diaplikasikan dikemudian hari.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Manajemen Logistik 2.1.1. Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengatur dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urut dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yg di inginkan. Menurut George R Tery, manajemen adalah proses sesuatu atau yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan planning, organizing, actuating dan controlling. Bidang yang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan yang diikuti secara berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Menurut Azrul Azwar, Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan. Menurut H. Kooonzs Donnel manajemen berhubungan dengan pencapaian suatu tujuan, yang dilakukan melalui orang lain. Manajemen di titik beratkan pada usaha memanfaatkan orang lain dalam pencapaian tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka orang-orang dalam organisasi harus jelas wewenang, tanggung jawab dan tugas pekerjaaan. Menurut Notoatmodjo Soekidjo, manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.


(31)

2.2.Pengertian Manajemen Logistik

Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat (subagya : 1994).

Martin (1988) mengartikan manajemen logistiksebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi (dan informasi terkait) melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu

Menurut Indrawati (1999) ”Manajemen logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan, distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal”.

2.2.1. Dasar-dasar Fungsi Manajemen Logistik Obat

Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan obat dapat terwujud dengan baik apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten / Kota adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001)

Menurut badan pengawasan obat dan makanan (2001), pengelolaan obat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin :


(32)

1. Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan PKD di Kabupaten / Kota

2. Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya 3. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien

4. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik

5. Terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek

6. Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung PKD sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan

7. Tersedianya sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat.

8. Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati. 9. Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan

mutkakhir.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Sistem Pengelolaan dan Penggunaan Obat Kabupaten / Kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : perumusan kebutuhan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan dan pengembangan SDM (human resources magament). Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada


(33)

kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan. Hubungan antara fungsi, sistem pendukung dan dasar pengelolaan obat dapat digambarkan seperti skema berikut :

Seleksi

Organisasi, Pembiayaan,

Manajemen Informasi,

SDM

Penggunaan Pengadaan

Distribusi

Kebijakan dan Perundang-undangan

Gambar 2.1. Siklus Pengelolaan Obat Sumber : Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2001

Pada prinsipnya perencanaan obat merupakan suatu proses kegiatan menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat agar sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Adapun tujuan perencanaan pengadaan obat antara lain Untuk :


(34)

1. Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, 2. Menghindari terjadinya kekosongan obat,

3. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional, 4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI) menyebutkan bahwa perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas ke Unit Pengelola Obat / Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang selanjutnya dokompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan Kabupaten / Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya(KepmenkesRI No.1.412/Menkes/SK/XI/2002).

Disamping itu Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI juga mengatakan bahwa perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh Puskesmas merupakan salah satu faktor dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Data ini sangat penting untuk perencanaan


(35)

kebutuhan obat di Puskesmas. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupatan / Kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yaitu formulir yang lazim digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah.

Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001).

Dalam UU RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan kaitan dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal 40 menyebutkan bahwa Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakologi Indonesia (FI) dan atau buku standar lain.

Menurut Kristin (2002) ada enam langkah utama yang harus dilakukan dalam proses perencanaan obat :

1. Menetapkan Tim Perencanaan Logistik 2. Menetapkan tujuan perencanaan logistik obat


(36)

3. Menetapkan prioritas

4. Menggambarkan keadaan setempat dan ketersediaan sumber daya 5. Mengidentifikasi kelemahan dalam proses logistik

6. Membuat rancangan perbaikan

Data yang diperlukan untuk mendukung proses proses perencanaan obat antara lain :

1. Data populasi total di suatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun.

2. Data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada dewasa dan anak.

3. Data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber), jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker dan jumlah item obat yang tersedia di pasaran.

2.2.2. Fungsi Dasar Manajemen Logistik dalam Pengelolaan Obat 2.2.2.1.Perumusan Kebutuhan atau Perencanaan

Proses perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat berdasarkan Kepmenkes RI No. 1121/Menkes/SK/XII tahun 2008, antara lain :

1. Tahap Pemilihan Obat

Fungsi pemilihan/seleksi obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapat perencanaan obat


(37)

yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :

a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping yang ditimbulkan

b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik d. Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut

mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. Kriteria pemilihan obat:

Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu:

a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit b. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah c. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal

d. Obat memiliki mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya

e. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik


(38)

pilihan diberikan kepada obat yang :

• Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah

• Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan • Stabilitas yang baik

• Paling mudah diperoleh

g. Harga terjangkau

h. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal

Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan: a. Kontra Indikasi

b. Peringatan dan Perhatian c. Efek samping

d. Stabilitas

Pemilihan obat didasarkan pada obat generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.

2. Tahapan Kompilasi Pemakaian Obat

Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat diunit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari laporan pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum.


(39)

Informasi yang diperoleh adalah :

a. Pemakaian tiap jenis obat masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun

b. Presentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakain setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas

c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/kota secara periodik.

3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.

a. Metode konsumsi

Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Pengumpulan dan pengolahan data

2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi 3) Perhitungan perkirakan kebutuhan obat

4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana

Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang medekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih.


(40)

Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi : 1) Daftar obat

2) Stok awal 3) Penerimaan 4) Pengeluaran 5) Sisa stok

6) Obat hilang/rusak, kadaluarsa 7) Kekosongan obat

8) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun 9) Waktu tunggu

10) Stok pengaman

11) Perkembangan pola kunjungan Rumus:

A = ( B+C+D) – E

Ket: A = Rencana Pengadaan B = Pemakaian rata-rata x 12 Bulan C = Stok pengaman 10% - 20 % D = Waktu tunggu 3 - 6 Bulan E = Sisa Stok


(41)

b. Metode Morbiditas

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman.

Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :

1) Menetapkan pola penyakit berdasarkan kelompok umur – penyakit 2) Menyiapkan data populasi penduduk

Komposisi demografi dari populasi yang akan di klasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara :

• 0 s/d 4 tahun • 5 s/d 14 tahun • 15 s/d 44 tahun

• ≥ 45 tahun

3) Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

4) Menghitung frekuensi kejadian masing- masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

5) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.

6) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahunanggaran yang akan datang.


(42)

4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

Proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :

a. Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang. Stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.

b. Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang kan datang. Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut :

a = b + c + d – e -f

Ket :

a = Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang

b = Kebutuhan obat dan pembekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan)

c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang

d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman)

e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat


(43)

c. Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara : 1) Melakukan analisis ABC – VEN

2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.

d. Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan kegiatan :

1) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber

2) Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber

3) Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber.

e. Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat

5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat

Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :


(44)

a. Analisa ABC

Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu :

Kelompok A :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok B :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok C :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. Langkah – langkah menentukan kelompok A, B dan C

1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan kuantuk obat dengan harga obat.

2) Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil 3) Hitung presentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan


(45)

4) Hitung kumulasi persennya

5) Obat kelompok A termasuk dalam konsumsi 70%

6) Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 70% s/d 90% 7) Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 90% s/d 100% b. Analisa VEN

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut :

Kelompok V

Adalah kelompok obat vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: • Obat penyelamat (life saving drugs)

• Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll)

• Obat untuk mengatasi penyakit-penyakitpenyebab kematian terbesar

Kelompok E

Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.

Kelompok N

Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.


(46)

a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN.

b. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.

Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain : • Klinis

• Konsumsi • Target kondisi • Biaya

Langkah – langkah menentukan VEN • Menyusun kriteria menentukan VEN • Menyediakan data pola penyakit • Merujuk pada pedoman pengobatan

Kristinmenuliskan bahwa untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat harus mengetahui jelas dasar-dasarnya misalnya antara lain seleksi obat, obat esensial, perkiraan kebutuhan obat,jaminan mutu, seleksi penyedia (supplier) dan formularium. Ketersediaan obat secara luas dan murah merupakan salah satu indikator penting


(47)

dalam upaya pelayanan kesehatan. Sebab obat bukan hanya untuk menyembuhkan penderita saja, akan tetapi secara tidak langsung obat berguna untuk mencegah, mengurangi, menekan dan memberantas berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu obat perlu dikelola secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Masalah yang sering dihadapi diantaranya bagaimana melakukan perencanaan kebutuhan obat, jenis obat apa saja yang harus disediakan, bagaimana memperkirakan kebutuhan obat di berbagai populasi dan bagaimana menjamin mutu dan keamanan obat bagi setiap individu penggunanya. Masalah bisa ditanggulangi apabila proses perencanaan suplai obat didasarkan pada kriteria tententu. Pada kenyataannya proses perencanaan kebutuhan obat bukan merupakan hal yang mudah, karena suplai obat merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkaitan dengan komponen lain. Misalnya sebelum merencanakan kebutuhan obat harus mengetahui informasi tentang besar populasi yang akan dicakup, pola morbiditas dan mortalitas penyakit (angka kesakitan dan kematian akibat penyakit), anggaran yang tersedia serta perkiraan obat yang dibutuhkan di masa mendatang.

Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi :

1. Berdasarkan prevalensi penyakit dalam populasi (population based) Population based merupakan metode penghitungan kebutuhan obatberdasarkan prevalensi penyakit dalam masyarakat dan menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang diperlukan. Penghitungan dengan


(48)

metode ini diperlukan data akurat mengenai data prevalensi penyakit yang sering diderita oleh masyarakat termasuk kelompok umur yang rentan terhadap masing-masing penyakit. Hal ini tentu diperlukan survai atau pengumpulan data rutin mengenai pola epidemiologi penyakit (morbiditas dan mortalitas) di daerah setempat. Population based merupakan metode ideal untuk menghitung kebutuhan obat secara riil. Untuk dapat menggunakan metode ini diperlukan ketersediaan dana yang cukup untuk mengatasi setiap morbiditas penyakit secara adekuat.

2. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based)

Service based merupakan metode penghitungan kebutuhan obatberdasarkan jenis pelayanan kesehatan yang teredia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing pusat pelayanan kesehatan. Berbeda dengan metode population based yang berdasarkan pola epidemiologi penyakit, service based lebih mendasarkan pada jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang ada. Secara teknis metode ini lebih tertuju pada kondisi penyakit tertentu yang ditangani oleh unit pelayanan kesehatan yang ada, yang biasanya hanya menyediakan jenis pelayanan kesehatan tertentu saja. Metode ini kurang menggambarkan kebutuhan obat dalam populasi yang sebenarnya, karena pola penyakit masyarakat yang tidak berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan tidak tergambarkan dengan baik.

3. Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based) Consumption based merupakan penghitungan kebutuhan obatberdasarkan pada


(49)

data pemaikaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.

2.2.2.2.Pengadaan (Procurement)

Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Tujuan pengadaan obat adalah :

1. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

2. Mutu obat terjamin

3. Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain: 1. Kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan

2. Persyaratan pemasok

3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat 4. Penerimaan dan pemeriksaan obat


(50)

Ada beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antaralain :

1. Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat Generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku

2. Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Regristrasi dari Departemen Kesehatan RI

3. Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 3 tahun dan dapat ditambah 6 bulan sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa untuk diganti dengan obat yang masa kedaluwarsanya lebih jauh

4. Obat memiliki Sertifikat Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk

5. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB 6. Obat termasuk dalam katagori VEN

Listiani mengatakan bahwa hasil evaluasi pengadaan obat padatahun 2001 terdapat beberapa hal antara lain :

1. Penyediaan kebutuhan obat masih terkesan klasik dalam arti kurang variatif dan belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan

2. Banyak mengacu pada kebutuhan tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan trend penyakit

3. Belum menggambarakan inovasi akibat masih dalam “mencari pola”

4. Ketidakjelasan informasi sehingga masih mengintip dan mencari informasi apakah pusat dan propinsi akan juga mengirimkan obat.


(51)

Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa upaya yang perludilakukan antara lain :

1. Perencanaan kebutuhan obat memerlukan strategi yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Perencanaan yang sekarang masih mencari pola baru dan masih belum mengacu konsep dasar ilmiah yang seharusnya dilakukan

2. Keraguan dari pelaksana dalam mencari bentuk perencanaan di era otonomi daerah yang dapat mengakomodir antara riil kebutuhan masyarakat dan dari pelaksana Puskesmas yang semakin beragam permintaan

3. Ke depan diperlukan Tim Perencanaan Kebutuhan Obat di Kabupaten / Kota yang akan menyeleksi usulan dari Puskesmas dan dengan informasi langsung dari Instalasi Farmasi, sebagai penunjangdiperlukan Sistem Informasi Perencanaan Kebutuhan Obat.


(52)

Prosedur pengadaan obat yang telah berjalan selama ini dapatdigambarkan dalam skema berikut.

Gambar 2.2. Prosedur Pengobatan

Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dibiayai oleh berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu koordinasi dan keterpaduan perencanaan pengadaan obat publik mutlak diperlukan, sehingga pembentukan Tim Perencanaan Obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana obat melalui


(53)

koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten / Kota.(Kepmenkes RI No. 1412/Menkes/SK/2002).

Manfaat Perencanaan Obat terpadu antara lain: 1. Menghindari tumpah tindih penggunaan anggaran

2. Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan 3. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran 4. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat

5. Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat 6. Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal

Adapun susunan Tim Perencanaan Obat Terpadu terdiri dari dari beberapa unsur antara lain :

1. Ketua : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota 2. Sekretaris : Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota 3. Anggota terdiri dari unsur antara lain :

a. Sekretariat Daerah

b. Badan Perencanaan Daerah c. Dinas Kesehatan

d. Rumah Sakit Umum Daerah e. PT Askes Indonesia

f. Kepala Puskesmas


(54)

1. Mengevaluasi semua aspek pengadaan obat tahun sebelumnya 2. Mengevaluasi ketersediaan anggaran dan jumlah pengadaan obat

3. Merencanakan kebutuhan obat berdasarkan estimasi kebutuhan obat publik untuk Unit Pelayanan Kesehatan Dasar dan Program Kesehatan untuk tahun berikutnya berdasarkan data dari Unit Pelayanan Kesehatan

Menurut Thabrany (2005), hasil evaluasi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) Depkes RI tahun 1996, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan obat di Kabupaten / Kota antara lain :

1. Anggaran pengadaan obat dari berbagai sumber untuk pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan yang ditetapkan oleh Kabupaten / Kota pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan

2. Pengelolaan obat yang berasal dari berbagai sumber anggaran belum berjalan seperti yang diharapkan

3. Perencanaan obat belum sepenuhnya memperhitungkan semua sumber anggaran yang ada

4. Pendistribusian obat masih belum memenuhi jadwal distribusi yang ditetapkan karena keterbatasan dana dan sarana yang ada

5. Penggunaan obat yang irasional. Peresepan obat pada umumnya belum berdasarkan standar pengobatan yang telah ditetapkan. Apabila penggunaan obat irasional dapat ditekan, maka dapat menghemat

biaya sebesar 28 %.


(55)

Penyaluran/distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain :

• Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas (kamar obat,

laboratorium)

• Puskesmas Pembantu • Puskesmas Keliling • Posyandu

• Polindes

Efisiensi pelaksanaan fungsi pendistribusian ini juga secara tidaklangsung akan mempengaruhi kecermatan dan kecepatan penyediaan,oleh karena itu harus ditetappkan prosedur baku pendistribusian bahan logistik, meliputi:

1) Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab mengenai kebenaran dan kewajaran permintaan bahan, baik mengenai jumlah, spesifikasi maupun waktu penyerahannya. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi pemborosan atau pengeluaran yang tidak perlu.

2) Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab menyetujui permintaan dan pengeluaran barang dari gudang. Di Rumah Sakit Pemerintah biasanya penanggung jawab gudang sekaligus bertindak selaku Bendaharawan Barang.

Pendistribusian bahan logistik selain dapat juga dilaksanakan berdasarkan par level metode, yaitu standarisasi jumlah bahan logistik tertentu untuk ruang tertentu.


(56)

Kemudian setiap hari petugas gudang mengecek beberapa banyak bahan yang telah di gunakan, kemudian mengisi kembali agar jumlah bahan tetap

Dalam kegiatan distribusi obat Puskesmas, berhubungan dengan beberapa hal: – Menentukan frekuensi distribusi

– Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan – Melaksanakan penyerahan obat

Pencatatan pendistribusian obat meliputi pencatatan dalam: • Kartu Rencana Distribusi

• Buku harian pengeluaran obat

• Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) • Surat kiriman obat.


(57)

2.2.2.4.Penggunaan (Use)

Penggunaan obat yang dilakukan sesuai dengan permintaan dan jenis penyakit yang ada. Sehingga di dalam sistem penggunaan, memastikan kebutuhan dan sistem distribusi sangat menentukan.

2.3.Jenis Penyakit, Obat Pada Keadaan Bencana 2.3.1. Jenis Penyakit

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Buku Peta Bencana di Indonesia, beberapa jenis penyakit dan kelainan yang sering ditemukan pada keadaan bencana dan ditempat pengungsian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1Jenis Penyakit Keadaan Bencana di Pengungsian

1. Diare 6. ISPA 11.Campak

2. Thypoid 7. Penyakit Kulit 12.Penyakit mata

3. Kurang gizi 8. Stress 13.Asma

4. Malaria 9. Hipertensi 14.DBD

5. Gastritis 10.Myalgia 15.Tetanus

Melihat jenis penyakit diatas, pada dasarnya merupakan penyakit yang umum ditemukan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Daftar obat yang tersedia baik di Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota relatif dapat mencakup jenis penyakit diatas.


(58)

Tabel 3.2. Jenis Bencana dan Penyakit

No. Jenis Bencana Jenis Penyakit yang Sering Divitis, Ditemukan

1. Banjir Diare / Amubiasis, Dermatitis, ISPA, Asma, Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis, Trauma/Memar.

2. Longsor Diare / Amubiasis, Dermatitis, ISPA, Asma, Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis, Trauma/Memar.Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis,

Trauma/Memar, Fraktur Tulang, Luka Sayatan dan Hipoksia.

3. Gempa / Gelombang Tsunami

Luka memar, Luka sayatan, ISPA, Gastritis, Patah Tulang, Malaria, Asma, Penyakit Mata, dan Penyakit Kulit

4. Konflik Sosial

(Kerusuhan)/Huru hara

Luka memar, Luka sayatan, luka bacok, Patah tulang, Diare, ISPA, Malaria, Gastritis, Penyakit Kulit, Campak, Hipertensi dan Gangguan Jiwa.

5. Gunung Meletus ISPA, Diare, Conjunctivitis, Luka Bakar 6. Kebakaran :

• Hutan • Pemukiman • Bom • Asap

Conjunctivitis, Luka Bakar, Myalgia, Gastritis, Asma dan ISPA.

Selain akibat langsung dari bencana, beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab utama kematian ditempat pengungsian adalah campak, diare, ISPA dan Malaria. Penyediaan obat untuk keempat jenis penyakit tersebut perlu mendapat perhatian khusus. (Permenkes RI No.59/Menkes/SK/I/2011)

2.3.2. Jenis Obat yang Harus Disediakan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

Berdasarkan jenis bencana dan penyakit sesuai Permenkes No.59/Menkes/SK/I/2011, maka kita dapat mengklasifikasikan obat yang dibutuhkan


(59)

ketika bencana erupsi gunung Sinabung. Sesuai dengan Pedoman pengobatan Dasar di puskesmas, 2007 jenis obatnya adalah :

1. ISPA

ISPA singkatan dari saluran pernapasan akut atau URI (under respiratory infection) adalah penyakit infeksi yang bersifat akut dimana melibatkan organ saluran pernafasan mulai dari hidung, sinus, laring hingga alveoli.

a. Pneumonia

Penatalaksanaan pneumonia adalah : 1) Kotrimoksazol, dimana dosisnya :

• Bayi 2 – 12 Bulan : 2 x ¼ tablet • 1 – 3 Tahun : 2 x ½ Tablet • 3 – 5 Tahun : 2 x 1 Tablet • > 5 Tahun : 2 x 2 Tablet

2) Antibiotik adalah amoksilin atau ampisilin

3) Pada dewasa diberikan penisilin atau ampisilin 1 gram 4 x sehari jika alergi penisilin digantikan eritromisin 4 x sehari

4) Masker b. Non Pneumonia


(60)

Masker, Dekstrometrorfan tablet dan syrup, GG, CTM, Parasetamol tablet dan syrup, efedrin Tablet.

c. Influenza

Penatalaksanaan influenza adalah : 1) Parasetamol, dimana dosisnya :

• Anak - anak : 10 mg/kgBB. 3-4 x sehari • Dewasa : 500 mg 3 x sehari

2) Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder 2. Diare

Diare adalah keadaan buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain

Penatalaksanaan Diare adalah :

1) Pada Penderita diare tanpa dehidrasi : (terapi A)

• Berikan cairan ( Oralit) samapi diare Stop, sebagai petunjuk berikan setiap

habis BAB

 Anak < 1 tahun : 50 – 100 ml  Anak 1 – 4 tahun : 100 – 200 ml  Anak > 5 Tahun : 200 – 300 ml  Dewasa : 300 – 400 ml


(61)

2) Pada Penderita diare dengan dehidrasi ringan - sedang: (terapi B) • Oralit diberikan 75 ml/kg BB dalam 3 Jam, jangan dengan botol

3) Pada Penderita diare dengan dehidrasi berat : (terapi C)

• Berikan Ringer laktat (RL) 100 ml yang terbagi dalam beberapa waktu • NaCl 0,9 %, metronidazol, Infus Set, Abocath, Wing Needle, Handschoen

Tabel 3.3. Pemberian Obat

Umur Pemberian Pertama

30 ml/Kg

Pemberian Kemudian 70 ml/Kg

Bayi (<12 Bulan) Dalam 1 Jam Dalam 5 Jam > 12 Bulan Dalam 30 Menit 2,5 Jam

3. Conjunctivitis

Penyakit yang menyerang organ penglihatan/Mata. Penatalaksanaannya conjunctivitis adalah :

• Cloramfenikol tetes mata yang diberikan 4 – 6 kali/hari • Salep antibiotika Cloramfenikol atau tetrasiklin

4. Luka Bakar

Luka bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik.


(62)

• Krim Anti Biotik (seperti Perak Sulfadiazin), Verban/Sofratule,

Amoksisilin/Ampicillin, Plaster, Kapas, Abocath, Cairan Infus (RL, NaCl), Handschoen, Wing Needle, Alkohol 70%

5. Campak

Penatalaksanaan luka bakar adalah :

• Pemberian Vaksin Campak (bila ada kasus baru), Vitamin A.

6. Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi yang dsebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopeles betina.

Penatalaksanaan Malaria adalah : 1) Malaria Farciparrum

• Lini 1 : Artesunate + Amodiaguin dosis tunggal Selama 3 Hari +Primakuin

pada hari 1

Artesunate : 4 mg/kgbb/hari Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

• Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklin selama 7 hari + Primakuin pada hari 1

Kina : 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hari


(63)

Doksisiklin ( 8 – 14 tahun ) : 2 mg/kgbb/kali (2 x sehari)selama 7 hari Tetrasiklin : 4 – 5 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari

Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari 2) Malaria Vivax

• Lini 1 : Klorokuin dosis tunggal perhari selama 3 hari + Primakuin selama 14

hari

Klorokuin : Hr 1 : 10 mg, Hr 2 : 10 mg, Hr 3 : 5 mg Primakuin : 0,25 – 0,5 mg/kgbb/hr selama 14 hari • Lini II : Kina (3 x sehari ) selama 7 hari

• Primakuin : 0,25 mg/kgbb/hr selama 14 hari

3) Malaria Mix ( Malaria Farciparrum + Malaria Vivax)

• Artesunate + Amodiaquin (selama 3 hari) + Primakuin selama 14 hari

Artesunate : 4 mg/kgbb/hari Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari

Primakuin : 0,25 -0,5 mg/kgbb/hari selama 14 hari 7. Varisela / Cacar

Varisela atau cacar air adalah penyakityang ditandai dengan vesikel dikulit dan selaput lendir dan menular melalaui percikan ludah dan kontak.

Penatalaksanaan verisela/cacar adalah : • Paracetamolbila demam sangat tinggi • Beri bedak salisil 1 %


(64)

• Bila terjadi infeksi sekunder : suntikan penisilin prokain 50.000 IU/kgbb/hr

selama 3 hari atau beri amoksilin 25 – 50 mg/kg/bb/hari peroral

• Bila perlu berikan asiklovir 200 – 400 mg 5x sehari pada awal penyakit selama 7

hari

2.4.Obat

2.4.1. Pengertian Obat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit atau menyembuhkan seseorang dari penyakit. (Depdikbud, 1990). Dari pengertian tersebut tampak bahwa pengertian obat dalam arti yang sempit hanya untuk proses penyembuhan saja. Padahal obat bukan hanya digunakan untukpenyembuhan terhadap penyakit saja, tetapi juga digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan memulihkan kesehatan bahkan dapat juga digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit.

Menurut Bahfen (2006), bahwa obat merupakan bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, mengobati penyakit, memulihkan kesehatan dan mendiagnosa suatu penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1 tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.


(65)

Menurut Anief(2003), definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose pengobatan, melunakan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia dan hewan.

Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain :

1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmako Indonesia (FI) atau buku lain

2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya

3. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat maupun yang tidak berkahasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu (vehiculum) atau komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya

4. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksis terapi dan rehabilitasi

5. Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Depertemen Kesehatan (PPOM Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah menjadi Badan Pengawasan Obat dan


(66)

Makanan BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi sebagian populasi yang harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau serta memiliki kemanfaatan yang tinggi baik untuk keperluan diagnostik, profilaksis terapetik dan rehabilitasi (Kepmenkes RI No.312/Menkes/SK/IX/2013).

2.5.Dinas Kesehatan

2.5.1. Pengertian Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan adalah suatu badan atau organisasi pemerintah yang memiliki jenjang, mulai dari tingkat Kabupaten sampai dengan tingkat pusat yang namanya kemenkes. Dinas kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari tugas pokok Kementrian Kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten. Tetapi sehubungan dengan Otonomi daerah, maka setiap kepala dinas kesehatan dipilih dan tunduk kepada pemerintah daerah masing-masing.

2.5.2. Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo

Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Dipimpin oleh seorang Kepala Dinas Yang Membawahi 5 Bidang yaitu : Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang Pengendalian dan peran serta masyarakat, Bidang pengendalian Penyakit, Bidang Kesehatan Keluarga dan Bidang Kesekretariatan. Dimana masing-masing bidang memiliki bagaian atau seksi.


(67)

Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo

Data Olah: Juli 2014

Kepala Dinas Kabupaten Karo

Kabid Pengendalian dan

Peran SertaMasyarakat

Kabid Kesehatan Keluarga Kabid P2PL Kabid Pelayanan Kesehatan Seksi Yankes Dasar Seksi Pengawasan Farmasi dan Makanan Seksi Perbekalan Kesehatan Seksi Kesehatan Keluarga

Seksi Gizi dan Usila Seksi Usaha Kesehatan Sekolah Seksi Imunisasi dan Surveilens Seksi Pengendalian Penyakit Seksi Kesehatan Lingkungan Seksi Perencanaan dan Pengendalian

Seksi Data dan Informasi Kesehatan

Seksi Peran

SertaMasyarakat

dan Promkes Sekretaris Dinkes 1. Sub Bagian

Kepegawaian

2. Sub Bagian Keuangan 3. Sub Bagian Umum dan


(68)

2.6.Bencana

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi menggunakan sumber daya yang dimiliki (IDEP, 2007). Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikatagorikan menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana sosial dan bencana campuran.

Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh kejadian – kejadian alamiah, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan angin topan. (IDEP, 2007) Menurut UU No. 24 Tahun 2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (UU No. 24 Tahun 2007). Menurut Priambido (2009) bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta (angin : topan, badai, putting beliuang; tanah : banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; api : kebakaran, letusan gunung api). Bencana alam juga


(69)

didefenisikan sebagai peristiwa yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan terjadi kelebihan kapasitas yang terkena dampaknya. Dapat dijumpai terputusnya alat penunjang kehidupan (lifeline) dan tidak berfungsinya institusi medis (Zailani. Dkk, 2009).

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor alam dan /atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan dampak psikologis (BNPB, 2008).

Bencana / Disaster juga merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan biasanya tidak terencana yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal, juga kerusakan lingkungan yang parah sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu

manusia beserta lingkungannya

2.6.1. Klasifikasi Bencana Alam

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bencana Alam Geologis

Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami.


(1)

313 Dulcolax box 0

-

314 Daryant tulle Box 0

-

315 Dextrosin tablet Box 0

-

316 Dextrosin Sirup Botol 1

1

317 Diabex forte Bok, 0

-

318 Etabion box 0

-

319 Entrostop anak box 0

-

320 Farmadol box 0

-

321 Febryne botol 0

-

322 Farmoten Box 0

-

323 Ferriz Botol 0

-

324 Fenatic Box 0

-

325 Flutab Tablet 0

-

326 Fluzep Box 0

-

327 Folamil Box 0

-

328 Gastrucid box 0

-

329 Glimepiride Box 0

-

330 Gentamisin tetes mata Botol 0

-

331 Inamid box 0

-

332 Isoprinosine botol 0

-

333 Lapisif Box 0

-


(2)

334 Loratadine 10 mg box 0

-

335 Loremid Box 0

-

336 Larutan cap kaki tiga botol 0

-

337 Lopamid box 0

-

338 Lanacetine box 0

-

339 Molacort box 0

-

340 Magtral box 0

-

341 Mycoral box 0

-

342 Minyak telon my baby botol 0

-

343 Minyak telon jamu botol 0

-

344 Minyak telon cussons botol 0

-

345 Minyak telon herbal plus botol 0

-

346 Mersidril Botol 0

-

347 Metformin 500 mg Box 0

-

348 Mycorine Tube 0

-

349 Mofacord tube 16

16

350 Nairet Box 0

-

351 Natrium diklofenak 50 mg box 0

-

352 Neokaolana Botol 0

-

353 Nucral Box 3

3

354 Oficef Box 0

-


(3)

355 Opixime Box 0

-

356 Orasic Box 0

-

357 Oksi tetrasiklin Salep mata tube 0

-

358 Oskadon box 0

-

359 Piroksikam 20 mg box 0

-

360 Provinas box 0

-

361 Paratusin box 0

-

362 Pharolit Box 0

-

363 Pondex botol 0

-

364 Povidon Iodida 30 ml botol 0

-

365 Piralen Box 0

-

366 Renamit Box 49

49

367 Sulprim box 0

-

368 Simetidin 200 mg box 0

-

369 Salonpas box 0

-

370 Sulfanilamide box 0

-

371 Segar dingin box 0

-

372 Scandekson Box 0

-

373 Scyzon tube 0

-

374 Sanmol drop botol 0

-

375 Silex sirup Botol 0

-


(4)

376 Spiramycin Blister 0

-

377 Thramed Box 0

-

378 Topsy cream tube 0

-

379 Talk Salicyl Botol 0

-

380 Trombophob gel Tube 0

-

381 Thephidron Tablet 0

-

382 Taracol box 0

-

383 Tera F box 0

-

384 Tolak angin sido muncul box 0

-

385 Tolak angin anak box 0

-

386 Teosal box 0

-

387 Transamin box 0

-

388 Tolak angin box 0

-

389 Tempra botol 0

-

390 Telon lang botol 0

-

391 Uplores Box 0

-

392 Vometa Botol 0

-

393 Vitacimin box 0

-

394 Vitalong C box 0

-

395 Vicks 44 botol 0

-

396 Supra flu form baru tab dus 0

-


(5)

397 Magasida suspensi botol 0

-

398 Trimate E dus 50

50

399 Salicyn fres fls 0

-

400 Fitocare M telon baby fls 0

-

401 Fitocare MKP fls 70

70

402 Calcidol sirup Botol 20

20

403 Vidisep Botol 0

-

404 Sarung tangan box 0

-

405 Reserpin box 80

80

406 Miconazole cream tube 4

4

407 Camicyline 500 mg box 5

5

408 Ketokonazol cream tube 0

-

409 Zinone box 0

-

410 Dibost syrup 60 ml botol 0

-

411 Ekinase syrup 60 ml botol 72

72

412 Oste OD Effervesent box 0

-

413 Eksedryl Expectorant 60 ml botol 0

-

414 Xanvit Plus Emultion 60 ml Botol 430

430

415 Benzidamine oral rinse 60 ml Botol 0 -

416 Benzidamine lozenges tab. box 0

-

417 Vitamin C (asam askorbat) kotak 25

25


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Pengusian pada Masa Tanggap Darurat Erupsi Sinabung Kabupaten Karo

2 71 146

Implementasi Kebijakan Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan pada Masa Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

2 89 205

Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Bidang Kesehatan pada Masa Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

0 50 134

Keanekaragaman Tumbuhan Obat Di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara

6 97 49

Analisis Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam Menghadapi Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Tahun 2013/2014

1 56 184

Lampiran 1 RANCANGAN TENTATIF WAWANCARA PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS KESEHATANKABUPATEN KARO MASA TANGGAP DARURATBENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNGTAHUN 2014

0 0 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Logistik 2.1.1. Pengertian Manajemen - Perencanaan Kebutuhan Danperencanaan Pendistribusian Obat Pada Dinas Kesehatankabupaten Karo Masa Tanggap Daruratbencana Erupsi Gunung Sinabungtahun 2014

0 0 46

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Perencanaan Kebutuhan Danperencanaan Pendistribusian Obat Pada Dinas Kesehatankabupaten Karo Masa Tanggap Daruratbencana Erupsi Gunung Sinabungtahun 2014

0 0 12

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KARO MASA TANGGAP DARURAT BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG TAHUN 2014 TESIS

0 0 15

Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Bidang Kesehatan pada Masa Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

0 0 16