Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Bandwidth Pada Antena Parabolic Wifi Dual Band Dengan Metode Bonding Interface Di SMK Negeri 2 Temanggung

  

Analisis Bandwidth Pada Antena Parabolic Wifi Dual Band

Dengan Metode Bonding Interface Di SMK Negeri 2 Temanggung

Artikel Ilmiah

  

Oleh:

Yoel Andromeda Priamor

672010084

  

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Januari 2015

  

Analisis Bandwidth Pada Antena Parabolic Wifi Dual Band

Dengan Metode Bonding Interface Di SMK Negeri 2 Temanggung

Artikel Ilmiah

  

Diajukan kepada

Fakultas Teknologi Informasi

untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer

  

Oleh:

Yoel Andromeda Priamor

672010084

  

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Januari 2015

  

Analisis Bandwidth Pada Antena Parabolic Wifi Dual Band

Dengan Metode Bonding Interface Di SMK Negeri 2 Temanggung

1) 2)

Yoel Andromeda Priamor, Dian W. Chandra

  

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen SatyaWacana

1) 2)

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

Email: yoelandromeda@rocketmail.com, dian.chandra@staff.uksw.edu

  

Abstract

Nowadays, Wifi antenna works by using one frequency in accordance

with Half-Duplex. So, the packet transfer experiences time delay or bandwidth

that is not optimum. It takes two antennas to work in accordance with Full-

Duplex, but this would be cost much money and place. Therefore, in this study

will be analyzed an antenna that worked by using the Dual Band and Bonding

Interface method. Also, in this study will be examined how much that obtained

bandwidth were. The result of this study revealed that the wifi antenna Parabolic

Dual Band reaching 802.11n standard wifi.

Keywords : Antenna Wifi, Half-Duplex, Full-Duplex, Dual Band, Bonding

Interface, Bandwidth

  

Abstrak

  Antena Wifi yang ada saat ini bekerja dengan menggunakan satu frekuensi, dimana antena ini bekerja secara Half-Duplex. Sehingga transfer paket mengalami waktu tunda dan bandwidth tidak optimal. Untuk bekerja secara Full-

  

Duplex dibutuhkan dua antena, akan tetapi hal ini akan membutuhkan biaya dan

  tempat. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dianalisis sebuah antena yang bekerja menggunakan Dual Band dengan menggunakan metode Bonding

  

Interface . Dan dalam penelitian ini juga diteliti berapa besar bandwidth yang

  didapatkan. Hasil dari penelitian ini adalah antena Parabolic Wifi Dual Band mencapai standar wifi 802.11n. Kata kunci : Antena Wifi, Half-Duplex, Full-Duplex, Dual Band, Bonding Interface, Bandwidth.

1. Pendahuluan

  Keadaan saat ini, di instansi pemerintah seperti SMK Negeri 2 Temangung sudah tersedia jaringan wifi yang gratis. Bagi siswa yang tempat tinggalnya dekat dengan wifi gratis di sekolah maka hal itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Tapi lain halnya bagi siswa yang letak rumahnya jauh dari fasilitas tersebut. Mereka akan kesulitan untuk mengaksesnya. Solusinya mereka harus membeli antena Grid, Pigtail, AP client kemudian beberapa puluh meter kabel UTP dan biaya instalasi. Jika dihitung tentu akan sangat mahal. Maka sebagai solusi murahnya siswa diberi pengajaran tentang pembuatan antena Wajanbolic yang bekerja pada frekuensi 2GHz yang dirintis oleh Gunadi. Gunadi adalah perintis antena Wajanbolic dan teknologi RT/RW-net yang menghubungkan antara rumah dengan kantor melalui jaringan radio dengan membuat antena Wajanbolic dengan frekuensi 2GHz [1]. Keuntungan menggunakan antena Wajanbolic adalah biaya yang dibutuhkan sangatlah murah dan akses internet cepat. Selain itu kelemahan pada antena Wajanbolic adalah masih menggunakan standar wifi 802.11b/g sehingga kecepatan maksimumnya paling lambat dan mudah terkena gangguan sinyal dari perangkat lain [2].

  Standar baru wifi yang rilis pada tahun 2009 adalah standar wifi 802.11n. Standar ini dirancang untuk memperbaiki 802.11b/g pada kecepatan maksimal

  

bandwidth yang didukung dengan memanfaatkan arah pancar antena. Sehingga

  memiliki bandwidth yang lebih baik dari standar wifi sebelumnya. Hal ini dikarenakan kekuatan sinyal yang meningkat sehingga peralatan standar wifi 802.11n akan kompatibel dengan peralatan standar wifi 802.11b/g [3].

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dilakukan penelitian untuk menganalisis bandwidth pada antena Parabolic Wifi Dual Band dengan menggunakan tools Bandwidth Test untuk memenuhi standar wifi 802.11n. Pada saat pengukuran Bandwidth akan difokuskan pada hasil Bandwidth Test dan standar wifi yang digunakan yaitu 802.11n. Metode yang akan digunakan adalah

  

Bonding Interface yang berguna untuk memungkinkan penggabungan beberapa

interface kedalam satu interface virtual untuk mendapatkan kemampuan memilih

  jalur alternatif ketersediaan jaringan [4]. Penelitian ini menghasilkan antena Parabolic Wifi Dual Band mencapai standar wifi 802.11n.

2. Tinjauan Pustaka

  Pada penelitian terdahulu yang terdapat pada j urnal “Pembuatan Antena Wajanbolic”, dinyatakan bahwa penggunaan wireless USB adapter D-Link DWA-110 yang beroperasi pada jaringan wireless 2GHz yang sesuai dengan standar wifi 802.11b dan 802.11g [2]. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada frekuensi dan standar yang digunakan. Pada penelitian terdahulu masih menggunakan satu frekuensi dan pada penelitian ini akan menggunakan dua frekuensi yaitu 2GHz dan 5GHz. Sedangkan standar wifi yang akan digunakan adalah 802.11n. Dimana standar wifi 802.11n memiliki kecepatan melebihi standar sebelumnya yaitu 802.11b/g. Kelebihan dari standar wifi 802.11n adalah memiliki kecepatan maksimum tercepat, lebih tahan terhadap gangguan sinyal dari sumber luar, bisa berjalan dalam dua frekuensi baik 2GHz maupun 5GHz [5]. adalah besaran yang menunjukkan seberapa banyak data yang

  Bandwidth

  dapat dilewatkan dalam koneksi melalui sebuah jaringan. Kemampuan maksimum dari suatu alat untuk menyalurkan informasi dalam satuan waktu detik [6]. Pengertian antena Parabolic sama halnya dengan antena Parabola yaitu sebuah antena berdaya jangkau tinggi yang digunakan untuk komunikasi radio, televisi dan juga untuk radio location (RADAR) [2]. Perbedaan antara antena Wajanbolic dengan antena Parabolic adalah terletak pada bagian belakang atau reflector antena yang berfungsi sebagai pemantul sinyal jika pada Antena Wajanbolic menggunakan wajan sebagai pemantulan sinyalnya, sedangkan Antena Parabolic (Parabola) menggunakan bahan logam atau aluminium berbentuk seperti piringan.

  Wifi adalah media radio yang sifatnya digunakan bersama [7]. Kualitas sinyal yang didapatkan menentukan kehandalan suatu wifi, sehingga semakin kuat sinyal yang didapatkan maka semakin baik konektivitasnya. Sinyal pada wifi ditunjukan dengan besaran dBm yaitu satuan level daya. Rentang kuat sinyal pada Wifi yaitu antara -10 dBm sampai kurang lebih -99 dBm dimana semakin nilainya mendekati positif maka semakin besar kuat sinyalnya sebaliknya jika kuat sinyal mendekati negative maka semakin buruk kuat sinyalnya. Modulasi adalah proses membaca data dari sinyal yang diterima dari pengirim yang digunakan. Cara untuk menentukan standar modulasi yang dipakai pada sebuah antena, yang harus diamati adalah kuat sinyal Rx (receive) yang didapat dan kuat sinyal yang digunakan pada Tx power antena. Maksimal Tx power yang bisa digunakan adalah 30 dBm, sehingga semakin besar Tx power yang digunakan maka standar modulasi yang digunakan semakin buruk sebaliknya jika Tx power yang digunakan kecil maka standar modulasi yang digunakan semakin baik [8].

  Dual Band adalah teknologi tanpa kabel terbaru yang memungkinkan

  perangkat untuk terhubung dengan jaringan 2 GHz atau 5 GHz [9]. Hal ini memungkinkan untuk browsing internet menggunakan 2 GHz atau streaming film dan media lain pada 5 GHz. Keuntungan dari bekerja pada band 5 GHz adalah bahwa tidak seperti band 2 GHz yang ramai digunakan bersama, telepon tanpa kabel dan jaringan tanpa kabel lainnya. Kemudian memiliki lebih sedikit gangguan dan dapat memberikan sinyal tanpa kabel yang lebih stabil dan sangat ideal untuk game online dan video streaming HD. Bonding Interface terdiri dari kata Bonding yaitu yang berarti mengikat, serta Interface yang berarti antarmuka yang digunakan untuk memberikan informasi antara user dengan sistem. Menurut harifiah Bonding interface adalah teknologi yang memungkinkan penggabungan beberapa interface ke dalam satu interface virtual untuk mendapatkan kapasitas penyaluran data yang lebih baik dan kemampuan untuk memilih jalur alternatif ketersediaan jaringan [4]. Dengan membuat Bonding Interface kapasitas penyaluran data dapat menjadi lebih tinggi.

3. Metode Alur Penelitian

  Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode NDLC (Network Development Life Cycle). Pada Gambar 1 menjelaskan tentang alur NDLC.

  

Gambar 1 Metode NDLC [10]

  Gambar 2 merupakan diagram alur Analisis Antena Parabolic Wifi Dual Band.

  

Gambar 2 Diagram Alur Analisis Antena Parabolic Wifi Dual Band Peralatan yang diperlukan pada pembuatan Antena Parabolic Wifi Dual

  Band dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1 Peralatan Pembuatan Antena Parabolic Wifi Dual Band

  Peralatan yang dibutuhkan Gergaji besi Cutter Tester listrik Mesin bor Kunci Inggris Spidol Kikir Tang Palu Penggaris Solder dan timah Gunting

  Sedangkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Antena

  Parabolic Wifi Dual Band dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2 Bahan Pembuatan Antena Parabolic Wifi Dual Band

  Bahan

  • – bahan yang dibutuhkan Bahan Fungsi Wajan Reflector antena Pipa PVC (d= 3 inch 1 m) Feeder antena Tutup pipa (d=3 inch 2 bh) Bagian dari Feeder

  Rubber tape Sebagai perekat Alumunium foil

  Kabel UTP ( 2 bh 30 meter) Penghubung antara radio dengan Laptop Plat besi Sebagai dudukan saat diatas tower Baut dan Mur kecil (2 bh 14 inch) Sebagai penghubung antara Reflector - dengan Feeder Allumunium foil Melapisi pipa PVC Konektor RP-SMA female Sebagai penghubung antara antena - dengan radio

  RJ-45 Sebagai konektor kabel UTP

  Gambar 3 merupakan desain Antena Parabolic Wifi Dual Band yang dirakit menjadi satu.

  

Gambar 3 Antena Parabolic Wifi Dual Band Pada Tabel 3 disajikan hasil perhitungan Antena Parabolic Wifi Dual Band yang sudah dilakukan.

  

Tabel 3 Hasil Pengukuran Antena Parabolic Wifi Dual Band

  Variabel Keterangan Hasil d Kedalaman Reflector 11 cm f Jarak Titik Focus Reflector 9.1 cm L Feeder yang dilapisi Almunium Foil 9.5 cm S Jarak Konektor 3.2 cm

  Setelah semua persiapan dan tahap pengukuran Antena Parabolic Wifi

  

Dual Band selesai maka tahap selanjutnya adalah merakitnya menjadi satu seperti

desain yang ditunjukkan pada Gambar 3.

4. Hasil dan Pembahasan

  Hasil dan pembahasan dimulai dari konfigurasi yang disederhanakan dalam bentuk tabel untuk memudahkan dalam membacanya disertai dengan pembahasan pada tiap-tiap hasil yang ditampilkan dalam bentuk gambar. Pada Tabel 4 merupakan tabel konfigurasi nstreme dual slave di Mikrotik RB 435 G. Tabel 4 menampilkan hasil konfigurasi pada tiap interface nstreme dual slave yang telah dibuat, dimana untuk ip address antena pertama adalah 192.168.1.1 sedangkan pada antena kedua adalah 192.168.1.2, lalu ditampilkan juga mac

  

address dan juga remote mac address dimana menjadi patokan dalam koneksi

  pada tiap WLAN pada transmit dan juga receive. Transmit dan receive pada Mikrotik 1 menggunakan frekuensi 2 GHz dan 5 GHz yang masing

  • – masing frekuensi bekerja pada standar 802.11 n, selanjutnya transmit dan receive pada Mikrotik 2 menggunakan frekuensi 5 GHz dan 2 GHz yang masing
  • – masing frekuensi bekerja pada standar 802.11 n juga.

  Tabel 4 Konfigurasi Pada Tiap Interface Keterangan Mikrotik 1 Mikrotik 2 Ip address 192.168.1.1 192.168.1.2 Interface name nstreme1 nstreme1 Mac Address 00:0C:42:61:B7:B3 00:0C:42:61:B7:BA Remote-mac 00:0C:42:61:B7:BA 00:0C:42:61:B7:B3 Tx Band 2GHz-only-N 5GHz-only-N Rx Band 5GHz-only-N 2GHz-only-N Frequency use 2GHz 2442 5240 Frequency use 5GHz 5240 2442 Channel width perstreams 20 MHz 20 MHz

  2GHz mode Nstreme dual slave Nstreme dual slave

  5GHz mode Nstreme dual slave Nstreme dual slave Enable nstreme WLAN 1 Yes Yes Enable nstreme WLAN 2 Yes Yes Tx radio 2GHz 5GHz Rx radio 5GHz 2GHz Mode Bridge name Bridge1 Bridge1 Mode Ethernet name Ether1 Ether1

  Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah Bonding Interface. Cara kerja

  

Bonding nterface yaitu menggabungan beberapa interface ke dalam satu interface

virtual untuk mendapatkan kapasitas penyaluran data yang lebih baik dan

  kemampuan untuk memilih jalur alternatif ketersediaan jaringan. Untuk mengetahui hasil Bonding Interface pada masing - masing Mikrotik, dapat menggunakan settingan nstreme seperti pada Gambar 4 .

  

Gambar 4 Hasil Traffic Nstreme Dual Slave Pada Mikrotik Satu dan Mikrotik Dua

  Gambar 4 adalah hasil traffic nstreme dual slave yang terjadi pada tiap- tiap Mikrotik, pada traffic Mikrotik satu menampilkan bahwa interface nstreme

  

dual slave menangani link transfer (Tx) ke link receive (Rx) Mikrotik dua

  menggunakan frekuensi 2 GHz. Kemudian pada Mikrotik dua menampilkan bahwa interface nstreme dual slave menangani link transfer (Tx) ke link receive (Rx) Mikrotik satu menggunakan frekuensi 5 GHz. Pada traffic bagian bawah sisi Mikrotik satu dan Mikrotik dua merupakan traffic gabungan data (link transfer dan receive) pada tiap interface nstreme dual slave. Traffic WLAN interface pada masing-masing nstreme dual slave yang telah dikonfigurasi bisa dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

  

Gambar 5 Traffic WLAN 2GHz dan WLAN 5GHz Sisi Mikrotik Satu

  Gambar 5 menampilkan traffic tiap-tiap WLAN yang telah dikonfigurasi

  

nstreme dual slave pada sisi Mikrotik satu. Gambar 5 bisa dilihat bahwa tiap-tiap

  WLAN hanya menangani satu link saja. Traffic yang tampil memperlihatkan bahwa 2GHz hanya menangani link transfer saja, sedangkan pada 5GHz hanya menangani link receive saja. Sama halnya seperti traffic pada tiap-tiap WLAN pada sisi Mikrotik dua seperti pada Gambar 6.

  

Gambar 6 Traffic WLAN 5GHz dan WLAN 2GHz Sisi Mikrotik Dua Gambar 6 menampilkan traffic tiap-tiap WLAN yang telah dikonfigurasi pada sisi Mikrotik dua. Pada Gambar 6 bisa dilihat juga bahwa tiap-tiap WLAN hanya menangani satu link saja. Traffic yang tampil memperlihatkan bahwa WLAN 5 GHz hanya menangani link transfer saja, sedangkan pada WLAN 2 GHz hanya menangani link receive saja. Sebelum dilakukan pengujian dengan

  

Bonding Interface, link transfer dan link receive bekerja secara half-duplex

  melalui masing - masing frekuensi yang digunakan. Dengan tidak adanya pembagian jalur untuk transfer dan receive maka waktu yang dibutuhkan juga semakin lama hal ini dikarenakan transmit dan receive berjalan secara bergantian dan jika keduanya berjalan bersamaan maka akan terjadi tabrakan sehingga data yang bejalan tidak akan sampai pada tujuan. Dari hasil pengamatan tersebut maka dibutuhkan metode Bonding Interface untuk pembagian jalur transfer dan receive melalui dua interface yang digabungkan menjadi satu interface.

  Pada tahap selanjutnya adalah pengujian pada hasil bandwidth dengan menggunakan tools Bandwidth Test pada kedua buah antena Parabolic Wifi Dual

  Band yang ditampilkan pada Tabel 5.

  

Tabel 5 Pengujian Bandwidth Antena Parabolic Wifi Dual Band dengan

Bandwidth Test

  Pengujian Jarak Antena 1 Antena 2 Lost Tx 2GHz Rx 5GHz Tx 5GHz Rx 2GHz Packet (Mbps) (Mbps) (Mbps) (Mbps) 1 1 m 45.3 61.7 62.0 43.3 503 2 100 m 43.6 58.1 57.2 40.2 747 3 2,27 km 24.2

  47.5 49.1 21.0 983 Berdasarkan hasil pengujian bandwidth dengan menggunakan tools

  

Bandwidth Test didapatkan hasil yang stabil pada antena pertama dengan antena

  kedua. Pengujian pada jarak 1 meter dilakukan didalam ruangan, selanjutnya pada jarak 100 meter pengujian dilakukan diluar ruangan yaitu di lapangan SMK N 2 Temanggung, kemudian pengujian yang terakhir pada jarak 2,27 km dilakukan antara SMK N 2 Temanggng dengan kantor Dinas Pendidikan Temanggung. Dari hasil bandwidth yang sudah didapatkan dari kedua buah antena Parabolic Wifi

  

Dual Band terjadi selisih bandwidth yang dipengaruhi oleh frekuensi yang

  digunakan pada kedua buah antena yaitu pada frekuensi 2 GHz ramai digunakan dan jaringan tanpa kabel lainnya sehingga menyebabkan gangguan pada sinyal. Selain frekuensi yang digunakan hasil bandwidth ini dipengaruhi oleh lost packet yang disebabkan oleh sambungan kabel pigtail dengan kabel RG 8 dan pemasangan konektor RP-SMA Female yang kurang sempurana. Gambar 7 menunjukkan channel frekuensi yang dapat bersinggungan dan dapat mengganggu frekuensi yang sedang digunakan.

  

Gambar 7 Channel Frekuensi 2 GHz

  Untuk mengetahui gangguan yang dialami pada sinyal tersebut dapat dilakukan dengan cara menggunakan tools Scan pada masing- masing frekuensi yang digunakan. Hasil bandwidth yang diperoleh dari kedua buah antena

  

Parabolic Wifi Dual Band jika jarak semakain jauh maka gangguan sinyal yang

  diterima akan semakin banyak yang tampak pada Gambar 8, 9 dan 10. Sedangkan pada frekuensi 5 GHz tidak memiliki gangguan dan dapat memberikan sinyal yang lebih stabil Gambar 11.

  

Gambar 8 Gangguan Sinyal Antena Pertama dan Kedua Pada Frekuensi 2 GHz

Jarak 1 meter di dalam Ruangan

  

Gambar 9 Gangguan Sinyal Antena Petama dan Kedua Pada Frekuensi 2 GHz

Jarak 100 meter di Lapangan SMK N 2 Temanggung

  

Gambar 10 Gangguan Sinyal Antena Kedua Pada Frekuensi 2 GHz

di Dinas Pendidikan Temanggung

  

Gambar 11 Frekuensi 5 GHz pada jarak 1 m, 100 m dan 2,27 km

  Pengujian pada jarak 1 meter pada Gambar 8 gangguan sinyal yang mengganggu frekuensi 2442 pada channel 7 yang digunakan sebanyak tiga frekuensi yaitu dua frekuensi 2437 pada channel 6 dan 2457 pada channel 10. Gangguan yang diterima pada kedua buah antena sama karena jarak penempatannya yang dekat. Pengujian yang kedua pada jarak 100 meter pada Gambar 9 gangguan sinyal yang mengganggu frekuensi 2442 pada channel 7 yang digunakan sebanyak 15 frekuensi yaitu frekuensi 2432 pada channel 5, lima frekuensi 2437 pada channel 6, frekuensi 2442 pada channel 7, frekuensi 2457 pada channel 10, tujuh frekuensi 2462 pada channel 11. Gangguan yang diterima pada kedua buah antena masih sama karena jarak penempatannya yang masih dalam radius relatif dekat. Pengujian pada jarak 2,27 km gangguan sinyal yang diterima antena pertama masih sama seperti pada Gambar 9. Gangguan sinyal yang diterima pada antena kedua yang mengganggu frekuensi 2442 pada channel 7 ditampilkan pada Gambar 10 sebanyak 14 frekuensi yaitu frekuensi 2432 pada

  

channel 5, lima frekuensi 2437 pada channel 6, frekuensi 2457 pada channel 10,

  tujuh frekuensi 2462 pada channel 11. Sehingga jumlah gangguan sinyal pada kedua antena pada jarak 2,27 km sebanyak 29 gangguan.

  Pada tahap selanjutnya adalah menentukan standar modulasi atau proses membaca data dari sinyal yang diterima dari pengirim yang digunakan. Pada tahap ini yang digunakan untuk menentukan modulasi yang dipakai adalah dengan pengujian kekuatan sinyal dari hasil nstreme dual slave pada kedua buah antena

  Parabolic Wifi Dual Band yang ditampilkan pada Tabel 6.

  

Tabel 6 Hasil Pengujian Kekuatan Sinyal

  Pengujian Jarak Antena 1 Antena 2 Tx 2GHz Rx 5GHz Tx 5GHz Rx 2GHz (dBm) (dBm) (dBm) (dBm) 1 1 m -27 -43 -41 -20

  2 100 m -87 -71 -70 -85 3 2,27 km -91 -83 -82 -93 Kemudian selanjutnya adalah menentukan standar modulasi yang digunakan pada masing-masing hasil pengujian kekuatan sinyal pada jarak yang sudah ditentukan. Jika hasil kekuatan sinyal Rx yang diperoleh mendekati positif (+) maka standar yang digunakan semakin baik, sebaliknya jika hasil kekuatan sinyal Rx yang diperoleh mendekati negatif (-) maka standar yang digunakan semakin buruk. Kekuatan sinyal dapat dikategorikan berdasarkan kualitasnya dapat ditampilkan pada Tabel 7.

  

Tabel 7 Kualitas Kuat Sinyal

  Kuat Sinyal Warna Range Persentase Baik Sekali Hijau -57 to -10 dBm (75

  • – 100%) Baik Hijau -75 to -58 dBm (40
  • – 74%) Cukup Kuning -85 to -76 dBm (20
  • – 39%) Buruk Merah -97 to -84 dB
  • – 19%) Pengujian pertama yang sudah dilakukan pada jarak 1 meter diperoleh kekuatan sinyal antena pertama -20 dBm sedangkan antena kedua -43 dBm yang baik sekali dengan warna hijau. Pengujian kedua dilakukan pada jarak 100 meter diperoleh kekuatan sinyal antena pertama -85 dBm sedangkan antena kedua -71 dBm yang cukup dengan warna kuning. Selanjutnya pengujian yang terakhir pada jarak 2,27 km diperoleh kekuatan sinyal antena pertama -93 dBm sedangkan antena kedua -83 dBm yang buruk dengan warna merah.

  Pada hasil pengujian sinyal untuk menentukan standar modulasi yang dipakai maka yang perlu diamati adalah sinyal Rx (receive), karena settingan Tx power pada kedua buah antena tidak ditentukan (default) ditampilkan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Maksimal Tx power yang bisa digunakan adalah 30 dBm, sehingga semakin besar Tx power yang digunakan maka standar modulasi yang digunakan semakin buruk.

  

Gambar 12 Setting Default Tx Power Antena Pertama

  

Gambar 13 Setting Default Tx Power Antena Kedua

  Karakteristik standar 802.11n yang digunakan pada pengujian antena adalah mampu mentransfer data lebih cepat sehingga

  parabolic wifi dual band

  menghemat waktu, selanjutnya terdapat kombinasi dua frekuensi wireless untuk mendapatkan performa yang lebih baik, kemudian jangkauan radius pemancar akan lebih luas akibatnya pada saat jarak yang sangat jauh maka minimal standar modulasi yang dipakai adalah MCS 0 dengan menggunakan tipe BPSK sedangkan pada saat jarak yang sangat dekat maka maksimal standar modulasi yang dipakai adalah MCS 7 dengan menggunakan tipe 64-QAM dapat ditunjukkan pada Gambar 14.

  

Gambar 14 Kuat Sinyal Standar Modulasi

  Pada saat antena parabolic wifi dual band menerima sinyal dengan menggunakan standar 802.11 b/g, maka antena parabolic wifi dual band akan menyesuaikan standar yang diterima. Hal ini dikarenakan standar 802.11 n adalah pengembangan dari standar 802.11 b/g sehingga peralatan yang menggunakan standar 802.11 n akan kompatibel dengan standar 802.11 b/g. Standar modulasi yang sudah ditentukan oleh IEEE 802.11 n dapat ditampilkan pada Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10.

  • – 5875 MHz [11]

    Tx Power Rx Power

  6.50

  

bandwidth bisa mencapai maksimal 65.00 Mbps. Selanjutnya percobaan ketiga

  modulasi yang digunakan pada frekuensi 2 GHz dan 5 GHz yaitu MCS7 tipe 64- QAM dimana hasil bandwidth bisa mencapai maksimal 65.00 Mbps. Kemudian pada percobaan kedua standar modulasi yang digunakan pada frekuensi 2 GHz yaitu MCS4 tipe 16-QAM dimana hasil bandwidth bisa mencapai maksimal 39.00 Mbps sedangkan frekuensi 5 GHz yaitu MCS7 tipe 64-QAM dimana hasil

  65.00 Berdasarkan data yang telah didapat pada percobaan pertama standar

  13.00 2 1 QPSK 19.50 3 1 16-QAM 26.00 4 1 16-QAM 39.00 5 1 64-QAM 52.00 6 1 64-QAM 58.50 7 1 64-QAM

  1 QPSK

  1

  1 BPSK

   Index streams type

  

Tabel 10 Standar MCS (Modulation and Coding Scheme)

MCS Spatial Modulation 20MHz

  

modulation data rate avg.Tx tolerance data rate sensitivity tolerance

MCS0 25 dBm ± 2 dB MCS0 -97 dBm ± 2 dB MCS1 25 dBm ± 2 dB MCS1 -96 dBm ± 2 dB MCS2 25 dBm ± 2 dB MCS2 -93 dBm ± 2 dB

802.11 N MCS3 24 dBm ± 2 dB MCS3 -91 dBm ± 2 dB

MCS4 23 dBm ± 2 dB MCS4 -87 dBm ± 2 dB MCS5 22 dBm ± 2 dB MCS5 -84 dBm ± 2 dB MCS6 21 dBm ± 2 dB MCS6 -78 dBm ± 2 dB MCS7 19 dBm ± 2 dB MCS7 -75 dBm ± 2 dB

  Tabel 9 Standar Modulasi Pada Frekuensi 5170

  MCS0 28 dBm ± 2 dB MCS0 -96 dBm ± 2 dB MCS1 28 dBm ± 2 dB MCS1 -95 dBm ± 2 dB MCS2 28 dBm ± 2 dB MCS2 -92 dBm ± 2 dB

802.11 N MCS3 28 dBm ± 2 dB MCS3 -90 dBm ± 2 dB

MCS4 27 dBm ± 2 dB MCS4 -86 dBm ± 2 dB MCS5 25 dBm ± 2 dB MCS5 -83 dBm ± 2 dB MCS6 23 dBm ± 2 dB MCS6 -77 dBm ± 2 dB MCS7 22 dBm ± 2 dB MCS7 -74 dBm ± 2 dB

  

Tabel 8 Standar Modulasi Pada Frekuensi 2412 - 2462 MHz [11]

Tx Power Rx Power

modulation data rate avg.Tx tolerance data rate sensitivity tolerance

  standar modulasi yang digunakan pada frekuensi 2 GHz yaitu MCS2 tipe QPSK dimana hasil bandwidth bisa mencapai maksimal 19.50 Mbps sedangkan frekuensi 5 GHz yaitu MCS5 tipe 64-QAM dimana hasil bandwidth bisa mencapai maksimal 52.00 Mbps. Hasil standar modulasi yang digunakan pada kedua antena Parabolic Wifi Dual Band sewaktu

  • – waktu akan berubah, hal ini dikarenakan dari hasil kekuatan sinyal yang diperoleh tidak stabil [8]. Jika standar modulasi yang digunakan berubah hal ini dikarenakan pengaruh kuat sinyal yang diperoleh, maka transfer data yang dikirim akan dikirim ulang menggunakan
standar modulasi yang tepat dengan kondisi kuat sinyal yang diperoleh sehingga waktu yang digunakan akan semakin lama.

  Antena Parabolic Wifi Dual Band sudah memenuhi standar wifi 802.11n. Bisa dikatakan sudah memenuhi standar wifi 802.11n karena antena Parabolic

  

Wifi Dual Band menggunakan dua frekuensi yaitu 2 GHz dan 5 GHz, bekerja

  secara Full-Duplex (Gambar 15), standar modulasi terbaik yang bisa diperoleh yaitu mencapai MCS index 7 dengan tipe 64-QAM dengan penempatan antena pada jarak terdekat (pada saluran 20 MHz tunggal dengan satu antena).

  

Gambar 15 Full-Duplex

5.

   Simpulan

  Setelah melakukan analisis antena Parabolic Wifi Dual Band dengan metode Bonding Interface, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil analisis

  

Bandwidth yang sudah diperoleh dengan menggunakan tools Bandwidth Test hasil

badwidth dengan menggunakan antena Parabolic Wifi Dual Band sudah baik,

  akan tetapi hasilnya masih belum maksimal sehingga masih bisa dilakukan pengembangan antena Parabolic Wifi Dual Band dengan memperlebar reflector kemudian bisa juga mengganti jenis kabel yang digunakan dengan kabel khusus frekuensi tinggi seperti kabel LMR 400 sehingga hasil bandwidth bisa mencapai maksimal dan antena Parabolic Wifi Dual Band sudah memenuhi standar wifi 802.11n.

6. Daftar Pustaka

  [1] Gunadi., 2007, Merakit Sendiri Wajanbolic Step-by-Step ,CHIP Edisi Oktober. [2] Adiyanto, Molin., 2008, Pembuatan Antena Wajanbolic ,

   Diakses pada 5 Juni 2014.

  [3] Anonim.

  

  Diakses pada tanggal 25 November 2014. [4] Anonim. Diakses pada 8 Oktober 2014.

  [5] Santo, Agnesius, 2013, Mengenal 6 Standard Wireless Fidelity (Wi-Fi) di Dunia, Diakses pada tanggal 25 November 2014.

  [6] Davinchie., 2010, Pengertian Bandwidth ,

   Diakses pada 25 November 2014.

  [7] Purbo, Onno W., 2006, Internet Wireless dan Hot Spot, P.T.Elex Media Komputindo. [8] Negoro, Akhmad A., 2008, Rancang Bangun Demodulator 16QAM

  Dengan Menggunakan DSK TMS320C6713 Berbasiskan Matlab

  Simulink , Diakses pada 2 Desember 2014.

  [9] Anonim

  Diakses pada 5 Oktober 2014. [10] Prihastomo, Yoga., 2011, Komunikasi Data & Jaringan Komputer

  Network Development Life Cycle , Diakses pada 25 November 2014.

  [11] Anonim. Diakses pada 1 Desember 2014.

Dokumen yang terkait

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai (Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers) Oleh : Maulina Putri Nor Azizah 652013035 TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Isoterm S

0 3 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Pemetaan Tanaman pada Balai Taman Nasional Gn. Merbabu Desa Tajuk Berbasis Web (Studi Kasus :Komunitas TUK(Tanam Untuk Kehidupan))

0 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kinetika Hidrolisis Asam Amilosa dan Amilopektin pada Tepung Mocaf Terasetilasi = Kinetic Study of Acid Hydrolysis of Amylose and Amylopectin from Acetylated Mocaf Flour

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Implementasi Manajemen Bandwidth dengan PCQ (Per Connection Queue) Meggunakan Metode HTB di Kantor Dinas Pendidikan (Studi kasus : Kantor Dinas Pendidikan Kota Salatiga)

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Isoterm Sorpsi Air pada Tepung Ubi Jalar Terfermentasi dengan Angkak = Water Sorption Isotherm Characteristics of Fermented Sweet Potato Flour with Red Yeast Rice

0 6 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Isolasi dan Deteksi Komponen Kimia Hasil Pemurnian Minyak Tempe Busuk = Isolation and Chemical Component’s Detection of Purified Overripe Tempe Oil

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Kriptografi Block Cipher dengan Langkah Kuda

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis dan Perancangan Management Bandwidth dengan Menerapkan Metode Hierarchical Token Bucket (HTB) (Studi kasus : Kantor Pemerintahan Kota Salatiga)

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemodelan Lahan Kritis Berbasis Spasial Temporal Menggunakan G-Statistik (Studi Kasus : Kabupaten Boyolali)

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Implementasi Sistem Informasi Akademik Berbasis Web (Studi Kasus : Universitas Kristen Tentena)

0 0 23