Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Bergas Kidul 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Semes

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran

  Mills (Agus Suprijono, 20 09:45) berpendapat bahwa “model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorangatau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem ”.

  Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pula yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.

  Arends (dalam Agus Suprijono 2013:46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Merujuk pemikiran Joyce, fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat membantu siswa mendapat informasi, ide keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide (Agus Suprijono, 2009:46).

  Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan- bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

  Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas belajar mengajar secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran juga merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik dan gaya belajar guru.

2.1.2 Cooperative Learning

2.1.2.1 Pengertian Cooperative Learning

  Cooperative Learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa

  belajar dalam kelompok dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Ada beberapa pendapat tentang

  

Cooperative Learning yang ditemukan oleh para ahli pendidikan antara lain

  sebagai berikut: Slavin (dalam Rusman, 2012:201) mengemukakan bahwa pembelajaran

  

Cooperative Learning merupakan pembelajaran yang menggalakkan siswa

  berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri.

  Suprijono (2013:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menempatkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

  Rusman (2012), pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Sanjaya (dalam Rusman 2012:203) mendefinisikan “cooperative learning sebagai kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok”. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tom V. Savage (dalam Rusman 2012:203) mengemukakan bahwa “cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok ”.

  Suprijono (2013:58) pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh teman sebaya akan lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.

  Hal ini dipertegas kembali oleh Johnson (dalam Rusman 2012:204) yang menyatakan bahwa “cooperative learning adalah teknik pengelompokkan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-

  5 orang”. Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.

  Pengertian tentang pembelajaran kooperatif yang merujuk pada kerja sama memecahkan masalah yang dihadapi dan membangkitkan semangat siswa dalam pembelajaran serta meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial. Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompok saling bekerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.2.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

  Rusman, (2012:207) karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu:

  1. Pembelajaran secara tim.

  2. Didasarkan pada manajemen kooperatif.

  3. Kemampuan untuk bekerja sama.

  4. Keterampilan bekerja sama. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja sama dalam situasi pembelajaram didorong dan dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengorganisasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam pembelajaran kooperatif , dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1.

  Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

  2. Kelompok dibentuk dan siswayang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

  3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.

  4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

2.1.2.3 Unsur-unsurCooperative Learning

  Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

  b.

  Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif (Rusman 2012:208) sebagai berikut: a.

  c.

  Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

  d.

  Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

  e.

  Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.

  f.

  Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

  g.

  Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi

  Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

  2.1.2.4. ProsedurCooperative Learning

  Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap (Rusman, 2012: 212-213), yaitu sebagai berikut :

  1. Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

  2. Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi , siswa bekerja sama dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

  3. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuiz yang dilakukan secara individu atau kelompok.

  4. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau paling berprestasi untuk kemudian memberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprstasi lebih baik lagi.

  Dari uraian langkah-langkah cooperative learning dapat ditarik kesimpulan bahwa pelajaran dimulai oleh guru dengan menjelaskan pokok materi. Kemudian dilanjutkan dengan pembagian siswa dalam kelompok-kelompok untuk bekerja sama. Selanjutnya, guru melakukan penilaian baik secara individu maupun kelompok. Dan akhirnya, memberi penghargaan bagi kelompok maupun individu yang menonjol terhadap usaha-usaha yang dilakukan dan memberikan motivasi agar terus belajar.

  2.1.2.5 Prinsip-prinsip Cooperative Learning

  Roger dan David Johnson (dalam Rusman 2011: 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning ), yaitu sebagai berikut:

  1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

  2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas da tanggung jawab yangharus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

  3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

  4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitumelatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

  5. Evaluasi proses kelompok, yaitumenjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

2.1.3 Tipe Numbered Head Together (NHT)

  Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif (kepala bernomor/menomori orang bersama). Menurut Slavin (1995), metode yang dikembangkan oleh Rush Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam kelompok (Miftahul Huda, 2011:130). Hamdani, (2011:89) Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

  

Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu metode belajar dimana setiap

  siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Number Heads Together (NHT) menurut Trianto (2007:62) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Menurut Spencer Kagan dalam Lie (2004:59) teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi-bagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Dalam pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) dapat dipastikan seluruh siswa akan terlibat total dalam pembelajaran. Numbered Heads Together (NHT) juga merupakan cara yang sangat baik untuk menambah tanggung jawab individual terhadap diskusi kelompok.

2.1.3.1 Langkah-Langkah Cooperative Learning tipe Numbered Heads

  Together (NHT)

  Hamdani (2011:90), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penerapan model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut : 1.

  Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor.

  2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

  3. Kelompok meendiskusikan jawaban paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya

  4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswayang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

  5. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain.

  6. Kesimpulan. Agus (2010) pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) memiliki sintak sebagai berikut:

  “Guru membagi kelas menjadi kelompok- kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah siswa dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang dari tiap-tiap kelompok diberi nomer 1-8. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya

  “Heads Together“ berdiskusi memikirkan jawaban atas

  pertanyaan dari guru. Langkah berikutnya adalah guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diberikannya oleh guru. Hal ini dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru“.

  Trianto (2007:62) dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintak Numbered Heads Together (NHT):

  1. Fase 1 : Penomoran Dalam fase ini guru menbagi siswa ke dalam kelompok 4-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5.

  2. Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

  3. Fase 3 : Berpikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap nomor tiap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

  4. Fase 4 : Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

  Berdasarkan penjelasan tentang model Cooperative Learningtipe

  

Numbered Heads Together (NHT) maka dapat dibuat langkah-langkah

  pembelajaran NHT :

  a. Kegiatan Awal 1.

  Guru melakukan apersepsi 2. Guru menjelaskan tentang model pembelajaran Cooperative Learning tipeNumbered HeadsTogether (NHT)

  3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 4.

  Guru memberikan motivasi

  b. Kegiatan inti 1.

  Fase 1 : Penomoran Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor

  2. Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan pertanyaan mengemai sumber daya alam 3. Fase 3 : Berpikir bersama

  Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir bersama untuk menyatukan pendapat terhadap jawaban pertanyaan dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

  4. Fase 4 : Menjawab Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

  c.

  Penutup 1.

  Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.

  2. Memberikan pekerjaan rumah 3.

  Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan materi selanjutnya.

  Hamdani (2011:90) menyimpulkan kelebihan dan kelemahan Numbered

  

Heads Together(NHT) yaitu : Kelebihan 1) Setiap siswa menjadi siap semua, 2)

  Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siwa yang kurang pandai. Kekurangan 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

2.1.4 Pembelajaran IPA di SD

2.1.4.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

  Laksmi Prihantoro(1986: 1.3) menarik simpulan sebagai berikut: llmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris

  “science” Kata “science”sendiri berasal dari bahasa latin “scientia”yang berarti saya tahu. “Science”terdiri dari social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan naturalscience (ilmu

  pengetahuan alam).Namun, dalam perkembangannya sciencemaka yang dimaksud adalah “natural science”atau dalam bahasa Indonesia berarti Ilmu Pengetahuan Alam dan disingkat dengan IPA. Untuk mendefinisikan IPA dengan kata-kata atau kalimat yang singkat tidak mudah, karena sering kurang dapat menggambarkan secara lengkap pengertian IPA sendiri. Menurut H.W Fowler, Ilmu pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gejala- gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Menurut Robert B. Sund, Ilmu Pengetahuan Alam adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses. Dari definisi tersebut, IPA mengandung dua unsur yaitu sebagai sekumpulan pengetahuan dan sebagai suatu proses untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut.

  Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah

  ”. Hendro Darmojo (1992:3, dalam Usman Samatowa 2011: 2) secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya.

  Pengertian beberapa ahli di atas maka penulis menyimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu mata pelajaran yang bukan hanya ilmu pengetahuan saja tetapi berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan juga penemuan yang terorganisasi secara logis sistematis tentang alam sekitar. Melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam juga diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah serta mempersiapkan diri terhadap perkembangan jaman yang semakin maju dan canggih. Oleh karena itu, Ilmu Pengetahuan Alam perlu dipelajari sehingga menjadi bekal hidup dalam kehidupan di masyarakat. Bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu kumpulan teori dan sistematis, penerapannya secara umum terbatas atas gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiha seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur.

2.1.4.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

  Pada Hakikatnya IPA dipandang atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Menurut Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto, 2010:137) menarik kesimpulan sebagai berikut:

  IPA dipandang sebagai proses, sebagai produk dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah ( scientific method). Laksmi Prihantoro dkk, (dalam Trianto 2010:137) mengatakan

  “bahwa

  IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk,

  IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagian konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untu mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat member kemudahan bagi kehidupan ”.

  Trianto (2010:138) menyimpulkan secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003:2) adalah sebagai berikut

  1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah. 3)

  Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi 4)

  Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dilihat dari hakikat, fungsi dan tujuannya, IPA bukan sekedar ilmu atau pengetahuan yang dipelajari tetapi perlu dikembangkan melalui berbagai metode ilmiah. Sehingga, IPA dapat membentuk watak anak lebih mencintai alam karena mereka belajar mengenai alam itu sendiri. Melalui pembelajaran IPA juga diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah serta mempersiapkan diri terhadap perkembangan jaman yang semakin maju dan canggih. Oleh karena itu, IPA perlu dipelajari dan dihayatisehingga menjadi bekal hidup dalam kehidupan di masyarakat.

2.1.4.3 Perlunya IPA Diajarkan di SD

  Setiap guru harus meengetahui mengapa IPA perlu diajarkan di sekolah dasar. Menurut Samatowa (2011:3-4) ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan: a.

  Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang

  IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi adalah

  IPA.

  b.

  Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir kritis.

  Contoh IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah, umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian “dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?”. Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini.

  c.

  Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan saja.

  d.

  Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Dengan demikian, IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif.IPA merupakan mata pelajaran yang perlu diajarkan karena memang pendidikan IPA penting dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran IPA perlu dilatih untuk siswa bagaimana mereka bisa menemukan sendiri.

2.1.4.4 Hakikat Pembelajaran IPA

  Trianto (2012:141) memaparkan bahwa hakikat pembelajaran IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.

  Prihantro (dalam Trianto, 2010:141) menyimpulkan nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut a.

  Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah- langkah metode ilmiah.

  b. dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, Keterampilan mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. c.

  Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalamkaitannya dengan sains maupun dalam kehidupan.

  Prihantro (dalam Trianto, 2012:142) menyimpulkan bahwa sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan maka pendidikan

  IPA di sekolah mempunyai tujun-tujuan tertentu, yaitu: a.

  Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.

  b.

  Menanamkan sikap hidup ilmiah.

  c.

  Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

  d.

  Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.

  e.

  Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.

  Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2010:142), bahwa hakikat IPA mesti tercermin dalam tujuan pendidikan dan metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian, pembelajaran IPA pada tingkat pendidikan manapun harus dikembangkan dengan memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang dalam konteks pandangan hidup dipandang sebagai suatu instrument untuk mencpai kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia.

  Depdiknas (dalam Trianto, 2010:143) menyimpulkan hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:

  1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.

  3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

  4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, obyektif, jujur terbuka, benar dan dapat bekerja sama.

  5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

  6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. Pembelajaran IPA di SD tentu berbeda dengan IPA yang ada di sekolah menengah. Bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekan kan pada pendekatan ketrampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Oleh karena itu, harus memperhatikan metode pembelajaran yang tepat bagi siswa SD. Dari tujuan pembelajaran IPA di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan IPA adalah agar siswa mengenal, menyadari akan alam serta menjaga, melestarikan dan memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran SD haruslah berpusat pada siswa baik potensi, kebutuhan, perkembangan siswa serta menyeluruh secara berkesinambungan.

  Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis) yang berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah.

  SK dan KD mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas 4 dapat dilihat Tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas 4 Semester II

  

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  11.Memahami hubungan antara

  11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan lingkungan masyarakat

2.1.5 Hasil Belajar IPA

2.1.5.1Pengertian Belajar

  Heri Rahyubi (2012:3) menjelaskan pengertian belajar adalah memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Menurut Mayer dalam Heri Rahyubi (2012:3) bahwa belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam penampilan atau potensi perilaku yang disebabkan latihan atau pengalaman masa lalu dalam suatu situasi tertentu.

  Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua sitiuasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu (Sudjana dalam Rusman, 2012:1). Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa.Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan pembelajaran.

  Djamarah (2011:12), menjelaskan bahwa belajar adalah aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar. Slameto (2010:2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan.

  James O. Whittaker (dalam Djamarah,2011:12) merumuskan belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.

  Gagne (dalam Ahmad Susanto,2013:1), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Menurut Burton dalam Usman dan Setiawati (1993:4) dalam bukunya Ahmad Susanto (2013:1) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

  Alsa (dalam M. Nur Ghufron, 2012:4) berpendapat bahwa belajar adalah tahapan perubahan perilaku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya. Dari beberapa teori yang dikemukakan di atas, dapat dirangkum bahwa belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.1.5.2 Hasil Belajar IPA

  Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap (Ahmad Susanto, 2013:5). Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Nawawi dalam K. Brahim (2007:39) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

  Dimyati dan Mudjiono (2006:3) menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses hasil evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirmya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pengertian hasil belajar menurut Sudjana (2005:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya.

  Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Belajar merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif.

2.1.5.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Wasliman (dalam Ahmad Susanto,2013:12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal maupun faktor eksternal, sebagi berikut:

  1. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

  2. Faktor eksternalmerupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

  Selanjutnya menurut Wasliman (dalam Ahmad Susanto,2013:13), bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa.Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juwito yang berjudul “Upaya

  Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Number Heads Together (NHT) pada Siswa Kelas IV SD Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) mampu meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas IV mata pelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SD Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil analisa data menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas dari 55 pada pra siklus menjadi 83 pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari 5 siswa atau 33 % pada pra siklus menjadi 15 siswa atau 100 % siswa tuntas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Number Heads Together (NHT) pada Siswa Kelas IV SD Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012.

  Penelitian yang dilakukan oleh Sari Sekar Melati yang berjudul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Mata Pelajaran PKN Siswa Kelas V di SDN Sunggingsari Parakan Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas V melalui pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT). Dapat dilihat dari kondisi awal atau pra siklus siswa yang nilainya diatas KKM terdapat 12 siswa (40%). Siklus I menerapkan model NHT terjadi peningkatan yaitu terdapat 28 siswa yang di atas KKM (93,333%) dan 2 siswa (6,666%) yang belum memenuhi KKM yang ditetapkan.

  Kemudian siklus II terjadi peningkatan yaitu 30 siswa (100%) yang sudah memenuhi KKM. Motivasi belajar siswa setelah pembelajaran menggunakan model NHT juga terdapat peningkatan dapat dilihat dari kondisi awal tidak ada siswa (0%) dengan motivasi sangat tinggi. Siklus I terdapat 25 siswa (83,33%) dengan motivasi sangat tinggi. Kemudian siklus II terjadi peningkatan 27 siswa (90%) dengan motivasi sangat tinggi itu berarti motivasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn menggunakan model NHT meningkat.

  Berdasarkan hasil penelitian yang terdahulu maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk menerapkan Model

  

Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk

  meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri Bergas Kidul 01 Kecamatan Bergas kabupaten Semarang. Perbedaan dengen peneliti terdahulu yaitu cara pengelompokan siswa maka dari itu peneliti juga mengembangkan yang sebelumnya dilaksanakan oleh peneliti dengan pengelompokan yang berbeda yaitu berdasarkan prestasi siswa, misal siswa dengan prestasi belajar yang kurang dikelompokkan atau digabungkan dengan siswa dengan prestasi yang baik sehingga ada kerja sama dan saling membantu antar siswa dalam bekerja kelompok.

2.3 Kerangka Pikir

  Kerangka pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam hasil belajar adalah dari faktor model pembelajaran karena model pembelajaran sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.

  Pembelajaran kooperatiftipe Numbered Heads Together (NHT), siswa terdorong untuk belajar secara aktif,memiliki semangatkerjasama, memiliki tanggung jawab individual terhadap diskusi kelompok, terlibat total dalam pembelajaran, mampu berekspresi atau mengeluarkan pendapat dan memiliki jiwa kompetisi yang sehat. Model pembelajaran ini sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

  Adapun kerangka pemikiran yang dapat mengarahkan jalannya penelitian ini disajikan dalam sebuah gambar skema sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas, maka dirumuskan suatu hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model

  Heads Together (NHT) hasil belajar siswa pada mata

  HASIL AKHIR: Melalui penggunaan model pembelajaran Numbered

  Menjawab SIKLUS I : Hasil belajar siswa sudah meningkat namun belum signifikan SIKLUS II : Hasil belajar siswa sudah meningkat dan signifikan

  3. Berpikir bersama 4.

  Mengajukan pertanyaan

  1. Penomoran 2.

  dengan langkah- langkah:

  Numbered Heads Together (NHT)

  Tindakan Penerapan Model Pembelajaran

  SISWA : Hasil belajar siswa rendah dengan nilai < 70

  Numbered Heads Together (NHT)

  GURU : Masih menggunakan metode ceramah belum menggunakan Model Pembelajaran

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam siswa kelas 4 SD Negeri Bergas Kidul01meningkat dengan nilai diatas KKM yaitu ≥ 70. Kondisi Akhir Kondisi Awal

2.4 Hipotesis Penelitian

  IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri Bergas Kidul 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

  

Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II SD N Tempursari Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 11

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II SD N Tempursari Ta

1 5 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II SD N

0 0 13

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS 5 SEMESTER II SD N TEMPURSARI TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II SD N Tempursari Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 58

Gambaran Konsumsi Gula, Garam dan Lemak Penduduk Dusun Batur Kidul Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Konsumsi Gula, Garam dan Lemak Penduduk Dusun Batur Kidul Kecamata

0 2 34

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun

0 0 9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang S

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 17

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Bergas Kidul 01

0 0 8