MAKALAH Laporan DADAN rev 3

LAPORAN KERJA PRAKTIK
PELAKSANAAN PEKERJAAN PELAT JEMBATAN CISARONGGE
PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN BEBAS HAMBATAN
CISUMDAWU PHASE 1

Oleh:
DADAN DERI GUSMAWAN
H1D011004

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PURWOKERTO
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Proyek
Ruas jalan Bandung-Cirebon merupakan jalan nasional yang menjadi jalur utama
perekonomian dari wilayah Bandung menuju kota-kota di pantai utara Pulau Jawa atau pun
sebaliknya. Seiring meningkatnya pertumbuhan kendaraan, ruas jalan Bandung-Cirebon ini
semakin padat sehingga waktu tempuh menjadi bertambah.
Oleh karena itu, dibutuhkan ruas jalan yang baru untuk melayani lalu lintas dari Kota
Bandung menuju kota-kota di pantai utara Pulau Jawa dan sebaliknya. Untuk meningkatkan
kapasitas jalan dari Kota Bandung menuju pantai utara Pulau Jawa dan sebaliknya, maka
dicanangkan pembangunan jalan bebas hambatan atau jalan tol yang menghubungkan Kota
Bandung dan Kota Cirebon yaitu jalan bebas hambatan Cisumdawu (Clileunyi-SumedangDawuan). Jalan bebas hambatan ini sekaligus melengkapi jaringan jalan tol Jakarta –
Bandung – Cirebon : Jakarta – Cikampek – Purwakarta – Padalarang – Cileunyi –
Sumedang – Dawuan. Jalan bebas hambatan ini juga akan menjadi akses Bandara
Internasional Jawa Barat dengan kota Bandung.

1.2. Tujuan Proyek
Tujuan Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu antara lain:
1) Meningkatkan perekonomian Provinsi Jawa Barat khususnya Bandung, Cileunyi,
Sumedang dan Cirebon.
2) Meningkatkan kapasitas jalan yang menghubungkan Bandung dan Cirebon.

3) Melengkapi Jaringan Jalan Tol Jakarta – Bandung – Cirebon : Jakarta – Cikampek –
Purwakarta – Padalarang – Cileunyi – Sumedang – Dawuan.
4) Membangun akses menuju Bandara Internasional Jawa Barat.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktik
Kerja Praktik ini dilaksanakan sejak tanggal 5 Agustus 2014 sampai dengan
November 2014 pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1
Section PT. Wijaya Karya di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa
Barat.

2

BAB II
MANAJEMEN PROYEK

2.1. Unsur Pengelola Proyek
Pengelola Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1 terdiri
dari Pemilik Proyek (Owner), Pelaksana (Kontraktor), Konsultan Pengawas (Supervisor).
1) Pemilik Proyek (Owner)
Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal

Bina Marga merupakan pemilik proyek (owner) pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas
Hambatan Cisumdawu ini.
Adapun tugas dan wewenang owner yaitu:
a. Tugas
(1) Mengeluarkan Surat Perintah Kerja, Surat perjanjian dengan kontraktor.
(2) Menunjuk penyedia jasa (konsultan dan kontraktor).
(3) Memberikan fasilitas terhadap penyedia jasa, berupa sarana dan prasaran untuk
kelancaran pekerjaan.
(4) Menyediakan lahan untuk pelaksanaan pekerjaan.
(5) Mengeluarkan semua instruksi kepada kontraktor melalui konsultan pengawas.
b. Wewenang
(1) Memberitahukan hasil lelang secara tertulis kepada masing-masing kontraktor
yang mengikuti lelang (tender).
(2) Meminta pertanggungjawaban kepada para pelaksana proyek atas hasil
pekerjaan konstruksi.
(3) Mengambil alih pekerjaan secara sepihak dengan cara memberitahukan secara
tertulis kepada kontraktor jika terjadi hal-hal di luar kontrak yang ditetapkan.
(4) Mengganti tenaga penyedia jasa jika dinilai tidak mampu melaksanakan
pekerjaan.
(5) Mengenakan sanksi apabila penyedia jasa tidak memenuhi kewajiban.

(6) Menolah bahan atau hasil kerja penyedia jasa yang tidak memenuhi
persyaratan teknis.
2) Pelaksana (Kontraktor)
Kontraktor adalah badan usaha yang menyediakan layanan jasa pelaksana
pekerjaan konstruksi yang telah memenangkan tender dari suatu proyek, yang kemudian
3

ditetapkan oleh owner sebagai pelaksana proyek yang telah direncanakan. Kontraktor
Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu ini adalah Shanghai
Construction Group Co., Ltd, Consortium of PT. Wijaya Karya - PT. Waskita Joint
Operation.
Tugas dan wewenang kontraktor:
a. Memiliki kantor cabang yang berdomisili di daerah lokasi pekerjaan yang
dilaksanakan.
b. Menunjuk wakil tetap dari perusahaan untuk menyelesaikan pekerjaan.
c. Menyusun kembali metode pelaksanaan konstruksi dan jadwal pelaksanaan
pekerjaan.
d. Membuat Shop Drawing dan As-Built Drawing untuk diteruskan kepada bagian
pelaksana kegiatan dan pengawas konstruksi.
e. Sebelum melaksanakan pekerjaan, kontraktor diharuskan menerima ijin tertulis dari

pemilik proyek yaitu dari pengawas konstruksi.
f. Memiliki dan menyediakan satu set dokumen kontrak untuk digunakan sebagai
dasar pelaksanaan pekerjaan dan tidak boleh melaksanakan pekerjaan tanpa
kelengkapan dokumen kontrak.
g. Mengendalikan pelaksanaan pekerjaan di lapangan sesuai dengan persyaratan
waktu, mutu dan biaya yang telah ditetapkan.
h. Melakukan pemeriksaan dan memproses berita acara kemajuan pekerjaan di
lapangan.
i. Mengupayakan efisiensi dan efektivitas pemakaian bahan, tenaga dan alat di
lapangan.
j. Bertanggungjawab atas perawatan, pengawasan maupun keamanan fisik dan teknis
selama masa pelaksanaan pekerjaan.
k. Melakukan perbaikan-perbaikan atas kerusakan atau kekurangan akibat kelalaian
selama pelaksanaan dan biaya perbaikan ditanggung kontraktor.
3) Konsultan Pengawas (Supervisor)
Konsultan pengawas adalah orang/badang yang ditunjuk pengguna jasa (owner)
untuk membantu dalam pengelolaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dari awal hingga
akhir pekerjaan tersebut. Konsultan pengawas pada proyek ini adalah PT. Wahana
Mitra Amerta (JO) – Hi-Way Indotek Konsultant – PT. Diantama Rekanusa.
Adapun tugas dan wewenang dari konsultan pengawas (supervisor) yaitu:

4

a. Tugas
(1) Mengawasi kualitas atau mutu–mutu bahan yang digunakan.
(2) Menyetujui/menolak pekerjaan tambahan yang diusulkan kontraktor.
(3) Memeriksa/menyetujui

gambar–gambar

shop

drawing

yang

diajukan

kontraktor sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan proyek.
(4) Memberikan pertimbangan terhadap usul-usul yang diajukan di lapangan oleh
kontraktor pada saat pelaksanaan pekerjaan.

(5) Membuat laporan pekerjaan proyek untuk dapat dilihat oleh pemilik proyek.
b. Wewenang
(1) Memperingatkan atau menegur pihak pelaksana pekerjaan jika terjadi
penyimpangan terhadap kontrak kerja.
(2) Menghentikan

pelaksanaan

pekerjaan

jika

pelaksana

proyek

tidak

memperhatikan peringatan yang diberikan.
(3) Melakukan perubahan dengan menerbitkan berita acara perubahan.

(4) Mengoreksi pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor agar sesuai dengan
kontrak kerja yang telah disepakati.

2.2. Hubungan Kerjasama Pengelola dalam Proyek
Struktur proyek merupakan salah satu hal penting untuk mengatur koordinasi dan
hubungan yang dilakukan dalam proyek. Struktur organisasi proyek ini berfungsi untuk
memperjelas kedudukan pihak-pihak yang terlibat di dalam proyek.
Hubungan kerja pada Proyek Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1 digambar
oleh diagram di bawah:

Owner

Keterangan:
Garis Komando
Garis Koordinasi

Kontraktor

Konsultan
Pengawas


Gambar 1 Hubungan Kerja pada Proyek Cisumdawu

5

BAB III
TINJAUAN UMUM PROYEK

3.1. Ruang Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaan pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan
Cisumdawu Phase 1 sebagai berikut:
1) Pekerjaan struktur main bridge
2) Pekerjaan struktur overpass
3) Pekerjaan struktur interchange
4) Pekerjaan retaining wall sungai
5) Pekerjaan akses jalan lokal
6) Pekerjaan box culvert
7) Pekerjaan perkerasan kaku
Adapun ruang lingkup pekerjaan pada Section WIKA sebagai berikut:
1) Pekerjaan main bridge Cisarongge

2) Pekerjaan retaining wall sungai Cipaneon
3) Pekerjaan struktur overpass Pamulihan
4) Pekerjaan struktur overpass Cimasuk
5) Pekerjaan box culvert
6) Pekerjaan perkerasan kaku
7) Pekerjaan akses jalan lokal

3.2. Data-data Proyek
3.2.1. Data Umum Proyek
Data umum adalah data-data yang menggambarkan proyek secara umum. Datadata tersebut antara lain:
1)

Nama Proyek

: Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu
Phase 1

2)

Lokasi


: Sta. 9+750 – Sta. 12+000 dan Sta. 13+100 – Sta.
17+200,

Kecamatan

Pamulihan

dan

Kecamatan

Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa
Barat
3)

Pemilik Proyek

: Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia
6

melalui Direktorat Jenderal Bina Marga
4)

Konsultan Perencana : PT. Perentjana Djaja

5)

Konsultan Pengawas

: PT. Wahana Mitra Amerta (JO) – PT. Hi-Way Indotek
Konsultan – PT. Diantama Rekanusa

6)

Kontraktor Pelaksana : SCG – CWW JO (Shanghai Construction Group –
Consortium WIKA-WASKITA JO)

7)

Volume Pekerjaan

: Main Road 6,350 Km

8)

Nomor Kontrak

: KU.08.08/P JBHC/228

9)

Nilai Kontrak

: Rp. 1.022.998.753.214,90 (Multi years)

10) Share

: Job Location (SCG 70% - WIKA 20% - WASKITA
10%)

11) Tanggal kontrak

: 8 Nopember 2011

12) Jenis Kontrak

: Unit Price

13) Sistem pembayaran

: Monthly progress

14) Waktu Pelaksanaan

: 24 Bulan

15) Waktu Pemeliharaan

: 12 Bulan

3.2.2. Lokasi Proyek
Lokasi Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1
terletak di Kecamatan Pamulihan dan Kecamatan Ranca Kalong. Adapun lokasi
Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Phase 1 berada di Kecamatan Pamulihan
dan lokasi pekerjaan retaining wall sungai Cipaneon berada di Desa Pamulihan
Kecamatan Pamulihan.

Gambar 2. Lokasi Sungai Cipaneon

7

3.2.3. Data Teknis Proyek
Data teknis proyek menjelaskan keadaan struktur yang dikerjakan pada suatu
proyek. Data teknis Jembatan Cisarongge pada Proyek Jalan Bebas Hambatan
Cisumdawu Phase 1 Section WIKA sebagai berikut:
1) Main bridge Cisarongge


Tipe struktur

: Jembatan



Jumlah jalur

: 2 Jalur



Panjang struktur

: 2 x 340,804 meter



Lebar struktur

: 2 x 17,050 meter



Lebar jalur lalu lintas

: 2 x 15,300 meter



Superelevasi horizontal

: ± 0,1% - 0,3%



Superelevasi vertikal

: ± 1,0% - 4,0%



Konfigurasi fondasi

: Total spun pile 1.447 pile  60 cm



Spun pile

: Kedalaman bervariasi
A1 = 110 pile, P1 = 152 pile, P2 = 152 pile, P3 =
180

pile,

P7

=

152

pile,

A2 = 132 pile


Jumlah pile cap, kolom

: pile cap

=9

kolom

= 14

pier head = 7


Karakteristik penulangan : tulangan baja ulir (steel deformed) BJTD-40



Precast girder

: I Girder variasi panjang ± 40,6 meter
8 span, tinggi I Girder = 2,1 meter, ketebalan web
= 0,7 meter



Tipe pier

: Double pier

3.2.4. Fasilitas Proyek
PT. Wijaya Karya (WIKA) menyediakan berbagai fasilitas penunjang
kelancaran setiap pekerjaan yang dilaksanakan dalam proyek. Berikut fasilitas proyek
yang terdapat pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1
Section WIKA:
1) Kantor
2) Basecamp dan Gudang
8

3) Workshop
4) Batching Plant
5) Mess Karyawan & Pekerja

BAB IV
TINJAUAN KHUSUS
PELAKSANAAN PEKERJAAN PELAT

4.1. Tinjauan Desain
Terdapat dua tipe slab pada proyek Jembatan Cisarongge, yaitu tipe menerus
dan tidak menerus. Tipe menerus antara slab satu dengan slab lainnya yang dipisahkan
dengan pier dicor bersamaan contohnya untuk slab yang ada pada bentang pier 3 (P3) –
P4 – P5 – P7. Pada slab jembatan dari abutment 1 (A1) menuju pier 1 (P1), P1 – P2 dan
dari abutment 2 (A2) menuju pier 7 (P7) menggunakan slab tipe tidak menerus. Slab
tipe ini tidak dicor bersamaan dengan pier head jembatan. Jadi pengecorannya
dilakukan setelah pier head sudah ada.
Pemilihan kedua jenis slab tersebut tergantung pada jenis girder yang dipakai.
Sama halnya dengan slab, girder juga mempunyai dua jenis yang dipakai di proyek
Jembatan Cisarongge ini yaitu menerus dan tidak menerus. Untuk letak penggunaannya
juga sama dengan slab.

Gambar 3. General View Jembatan Cisarongge

Ketebalan pelat Jembatan Cisarongge adalah 25 cm dengan concrete cover
setebal 30 mm. Panjang bentang dari Abutment 1 menuju ke Pier 1 adalah 41,2 m dan
lebar plat tanpa parapet adalah 15,3 m. Permukaan pelat jembatan ditambahkan aspal
setebal 5 cm. Tulangan arah melintang slab jembatan menggunakan baja tulangan
9

deform diameter 16 mm dengan jarak pemasangan 150 mm (BJTD 16 - 150). Tulangan
arah memanjang slab jembatan menggunakan baja tulangan deform diameter 16 mm
dengan jarak pemasangan 200 mm (BJTD 16 - 200). Tulangan tumpuan menggunakan
baja tulangan deform diameter 13 mm dengan jarak pemasangan 200 mm (BJTD 13 –
200).

Gambar 4. Potongan Memanjang Slab

4.2. Peralatan dan Material
4.2.1. Peralatan
Berikut peralatan yang digunakan dalam Pekerjaan Pelat Jembatan Cisarongge
pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1:
1) Peralatan Pengukuran
a.

Global Total Station

b.

Tripod

c.

Prisma/Reflector

d.

Stick Reflector

e.

Roll meter

f.

Kalkulator

g.

Handy Talkie

h.

Alat tulis

2) Peralatan Persiapan Lantai Kerja
a.

Bondek

b.

Las Blender

c.

Ember

d.

Sendok Semen
10

e.

Cangkul

3) Peralatan Pemasangan Sistem Kantilever Parapet
a.

Dynabolt

b.

Bor Beton

c.

Climbing

d.

Tenolid (multiplek)

e.

Tangga

4) Peralatan Pekerjaan Pembesian
a.

Bar Cutter

b.

Bar Bender

c.

Tang/Gegep

d.

Kawat Bendrat

e.

Truk

5) Peralatan Pengecoran
a.

Concrete Pump

b.

Cangkul

c.

Truk Mixer

d.

Vibrator

e.

Kawat Ayam

f.

Penyangga Pipa

g.

Pipa dan Balok Kayu

h.

Pipa PVC dan Papan Kayu

i.

Alat Penerangan

j.

Sendok Perata

k.

Sterofoam

l.

Siku Galvanis

m. Alat Pembuat Alur/Grouver
n.

Beton Decking

6) Peralatan Perawatan (Curing)
a.

Pompa Air

b.

Truk

c.

Tangki Air

d.

Geoteks Non Woven
11

e.

Antisol E 125

4.2.2. Material
Material yang digunakan dalam Pekerjaan Pelat Jembatan Cisarongge pada
Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1 adalah sebagai
berikut:
1) Beton
Beton yang digunakan untuk pekerjaan pengecoran slab Jembatan Cisarongge
adalah beton tipe B-1 yaitu setara dengan K-350. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Standar Proporsi Campuran untuk Struktur

2) Besi Tulangan
Besi tulangan yang digunakan untuk slab Jembatan Cisarongge adalah besi
tulangan deform (BJTD) dengan diameter 16 mm dan diameter 13 mm.

4.3. Pelaksanaan
4.3.1 Pelaksanaan Pengukuran
Proses pengukuran ini dilakukan setelah semua segmen girder telah terpasang
pada tempatnya. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui elevasi slab. Ketebalan
12

slab itu sendiri selain dipengaruhi oleh elevasi juga dipengaruhi oleh chamber
(kelengkungan) pada girder. Semakin besar chamber pada girder, maka semakin tipis
ketebalan slab.
Pengukuran dilakukan setiap interval 2,5 m panjang bentang girder dari sisi
abutment 1 (A1) menuju pier 1 (P1) dan dimulai pada girder sisi dalam menggunakan
Total Station. Alat Total Station ditempatkan pada titik Benchmark (BM). Titik
benchmark

ditempatkan

pada

lokasi

yang

terbuka

sehingga

dapat

melihat

prisma/reflector dengan jelas. Prisma/reflektor ditempatkan di atas girder yang akan
diukur. Dari pengukuran tersebut didapatkan data elevasi aktual slab yang akan
dibandingkan dengan elevasi rencana slab.

4.3.2 Pelaksanaan Persiapan Lantai Kerja
Lantai kerja yang digunakan pada proyek ini adalah bondek. Bondek dengan
ukuran utuh sebelum dipotong adalah 1 x 7 m dengan tebal 0,75 mm dipotong-potong
menggunakan las blender dengan ukuran 135 x 103 cm.
Pada saat pemasangan ternyata tinggi bondek hanya 4 cm sedangkan dudukan
pada girder menyediakan tinggi 6 cm. Sehingga mengakibatkan permukaan atas bondek
tidak sejajar dengan permukaan pier head. Oleh karena itu dudukan pada girder
ditinggikan dengan cara menambah adukan mortar.
Setelah semua bondek terpasang selanjutnya untuk mencegah beton ready mix
nantinya keluar dari celah antara bondek dengan girder ketika pengecoran berlangsung,
maka celah-celah tersebut ditutupi dengan menggunakan mortar.

4.3.3 Pelaksanaan Pemasangan Sistem Kantilever Parapet
Penahan kantilever pada umumnya akan ditopang dengan perancah kantilever
yaitu terdiri dari susunan PD8 atau sejenis scaffolding akan tetapi lebih besar dan
mampu menahan beban hingga 6 ton. Akan tetapi dikarenakan medan yang sulit yaitu
berada di ketinggian yang cukup tinggi, yaitu pada ketinggian 15,2 m dari permukaan
tanah maka proses pelaksanaan pemasangan kantilever parapet Jembatan Cisarongge ini
menggunakan climbing. Climbing adalah sejenis penyangga yang terbuat dari besi
tulangan yang dirangkai sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti siku.
Untuk memasangkan climbing tersebut diperlukan dynabolt. Dynabolt adalah
sejenis baut yang jika dikencangkan maka bagian dalam baut yang tertancap ke lubang
13

dapat mengembang dan mengunci sehingga tidak dapat terlepas. Panjang dynabolt yang
digunakan adalah 20 cm.
Girder dilubangi menggunakan bor beton sedalam 16 ± 1 cm. Setelah dilubangi
maka climbing dipasangkan dengan dikunci menggunakan balok kayu dan dynabolt.
Dynabolt dikencangkan dengan memutar searah jarum jam.

Gambar 5 Pemasangan Climbing

Climbing dipasangkan pada kedua sisi jembatan, dengan jarak antar climbing ± 1
m sepanjang bentang girder. Pada Pemasangan climbing ini diperlukan data denah
tendon dari pihak Adhimix sebagai produsen PCI girder. Hal tersebut dimaksudkan agar
ketika pengeboran pada girder untuk pemasangan dynabolt tidak mengenai tendon
girder.
Tenolid atau sejenis multiplek dipasangkan di atas climbing setelah pemasangan
climbing selesai. Tenolid dengan ukuran 2,44 m x 1,22 m dipasang memanjang searah
bentang girder.

4.3.4 Pelaksanaan Pekerjaan Pembesian
Besi yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 2 Tegangan Leleh Baja Sesuai dengan Tipe dan Kelasnya

Grade

Type

BJTP24
BJTD30
BJTD40

Plain Round
Deformed
Deformed

Yield Stress or 0,2 Percent Proof
Stress (MPa)
235
294
392

Sumber: Toll Road Construction – Specifications, Section 10 Concrete Structures.

Setelah selesai dibentuk sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat bar cutter
dan bar bender besi tulangan dapat segera dirangkai. Besi tulangan yang digunakan
untuk slab Jembatan Cisarongge adalah besi tulangan deform (BJTD) dengan diameter
16 mm dan diameter 13 mm. Untuk tulangan utama arah melintang menggunakan
14

tulangan D16 - 150 dan tulangan memanjang menggunakan D16 – 200.
Pada ujung-ujung slab ditambahkan tulangan tumpuan dengan menggunakan
tulangan D13 – 200, dengan panjang 190 cm dan panjang tekukan 15 cm. Tulangan ini
dipasang pada bagian atas dan bawah. Tulangan tumpuan juga dipasang di atas
diafragma.
Tulangan tambahan/ekstra pada pinggir slab dipasang menggunakan tulangan
D13 – 200 dengan panjang 110 cm dan panjang tekukan 10 cm. Pemasangan hanya
dilakukan pada bagian atasnya saja.
Kawat bendrat digunakan untuk mengikat antar tulangan yang telah
dirangkaikan. Ikatan dilakukan hanya satu sisi (tidak bersilangan). Ikatan tulangan yang
digunakan pada proyek ini adalah ikatan 1-4 sampai 1-5. Spacer sejenis tulangan yang
dibentuk khusus sebagai penahan agar tulangan atas tidak bergerak dari posisi yang
telah ditentukan diletakkan dengan jarak 1 m. Tulangan atas dan bawah diikatkan
dengan menggunakan kawat bendrat pada spacer.

4.3.5 Pelaksanaan Pengecoran
Terdapat beberapa persiapan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu yaitu
memasang marking yang terbuat dari besi tulangan. Pemberian marking ini bertujuan
untuk menandai batas atas permukaan slab atau top slab. Besi marking ini diberi tanda
putih yang terbuat dari semacam kertas dan dipasang 25 cm dari pangkal bawah besi.
Besi marking ini dipasang pada tulangan slab yang sudah ada dengan menggunakan las.
Pemasangan besi penyangga pipa yang berbentuk seperti huruf “Y” juga
dilakukan bersamaan dengan pemasangan besi marking. Besi penyangga pipa ini
berfungsi untuk menyangga pipa galvanis yang nantinya akan menjadi tumpuan balok
kayu sebagai tempat pijakan pekerja saat meratakan beton redy mix.
Persiapan selanjutnya adalah pemasangan kawat ayam di tulangan pinggir slab
yang dibatasi oleh tulangan parapet. Kawat ayam ini berfungsi sebagai pembatas atau
penahan agar nantinya beton ready mix ketika dilakukan pengecoran tidak meluber ke
pinggir.
Pekerjaan selanjutnya adalah pemasangan block out. Block out yaitu sejenis
bekisting yang nantinya menjadi tempat box drain diletakkan. Box drain itu sendiri
sebagai saluran drainase untuk air hujan supaya jalan dapat dengan cepat mengering
setelah terkena hujan dan air tidak menggenang pada badan jalan. Block Out ini
15

diikatkan pada tulangan slab dengan menggunakan kawat bendrat dan dipasangkan
hanya pada sisi yang memiliki elevasi terendah sebanyak 10 buah (sisi kiri).
Setelah semua persiapan selesai maka dilakukan pengecoran. Pengencoran
menggunakan beton tipe B yaitu setara dengan K-350 dengan bantuan alat concrete
pump. Pengecoran dilakukan dari pukul 10 pagi sampai dengan pukul 10 malam secara
terus menerus. Hal ini dimaksudkan agar beton ready mix dapat menyatu atau monolid.
Alat concrete pump yang digunakan memiliki spesifikasi loong boom dengan
panjang jangkauan boom-nya adalah 25 m. Proses pengecoran dimulai dengan setting
alat concrete pump. Setting dilakukan dengan mengatur hidraulic jack yang berfungsi
sebagai penjaga keseimbangan concrete pump.
Sebelum melakukan pengecoran, pipa concrete pump diberi mortar. Mortar ini
terdiri dari campuran semen, pasir dan air kurang lebih 1m3 yang berfungsi sebagai
pengisi ruang kosong (sirkulasi) yang berada di sepanjang pipa agar ketika dilakukan
pengecoran, beton ready mix dapat terpompa ke atas.
Setelah concrete pump terisi oleh mortar kemudian beton ready mix dari truk
mixer dituangkan pada concrete pump. Berdasarkan perhitungan, volume beton ready
mix yang dibutuhkan adalah sebanyak 167,89 m3. Dengan bantuan concrete pump inilah
beton ready mix dapat dipompa ke atas menuju tempat pengecoran setinggi kurang lebih
15,2 m.
Setelah beton ready mix terpompa ke atas, para pekerja bersiap untuk meratakan
beton ready mix tersebut dengan menggunakan cangkul dan alat perata lainnya. Tidak
lupa para pekerja juga menggunakan alat vibrator agar beton dapat padat dan tidak
berongga.
Proses selanjutnya adalah proses finishing. Proses ini dilakukan dengan
meratakan permukaan slab menggunakan sendok perata. Pekerjaan ini dilakukan secara
khusus pada daerah permukaan slab yang kurang rata setelah digunakan alat perata yang
ditarik. Jika terdapat lubang maka dapat ditambahkan dengan beton ready mix dari
daerah lain yang kelebihan menggunakan sendok perata.
Proses finishing selanjutnya adalah memberikan alur melintang pada beton baru
dengan menggunakan alat grouver menyerupai sisir. Alat ini ditarik di atas permukaan
beton baru yang masih lembek sehingga membentuk alur. Alur ini berfungsi sebagai
penambah ikatan atau daya lekat lapisan aspal yang nantinya akan ditambahkan di atas
permukaan beton terhadap beton itu sendiri.
16

4.3.6 Pelaksanaan Perawatan (Curing) Beton
Curing beton pada Proyek Pembangunan Jembatan Cisarongge ini dilakukan
selama satu minggu (7 hari) pasca pengecoran. Curing dilakukan dengan cara
penyemprotan curing compound dengan mengunakan antisol E 125. Antisol
disemprotkan setelah slab selesai finishing.
Kemudian dilanjutkan dengan menghamparkan geoteks non woven. Geoteks
yang telah digelar di atas slab kemudian dibasahi dengan menggunakan air dari tangki
air yang diangkut oleh truk. Penyiraman dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pagi,
siang dan sore.

4.4. Evaluasi Pekerjaan
4.4.1 Permasalahan
Dalam suatu pekerjaan pasti kita tidak akan luput dari suatu permasalahan.
Permasalahan yang timbul pada Pelaksanaan Pekerjaan Pengecoran Slab
Jembatan Cisarongge adalah sebagai berikut:
a. Material bondek yang datang memiliki tinggi 4 cm, sedangkan pada PCI
girder dudukan untuk bondek disediakan dengan kedalaman 6 cm. Oleh
karena itu jika bondek dipasangkan maka permukaan bondek dengan girder
tidak rata karena selisih 2 cm.
b. Terjadi keterlambatan untuk jadwal pengecoran slab.
c. Bondek dipasangkan pada celah-celah antara girder. Sedangkan jarak antara
celah-celah girder tersebut bervariasi di lapangan. Maka dibutuhkan
potongan bondek yang sesuai dengan lebar celah yang tersedia.
4.4.2 Solusi
a. Untuk solusi poin pertama yaitu dengan cara menambah mortar pada
dudukan untuk bondek di girder setebal 2 cm. Hal tersebut bertujuan untuk
menaikkan dudukan bondek sehingga jika bondek dipasang maka
permukaan atas girder akan sama dengan permukaan atas girder.
b. Untuk keterlambatan jadwal pengecoran slab hal ini tidak banyak yang
dapat dilakukan selain mengoptimalkan jam kerja hingga dilakukan lembur,
mengingat sub-kontraktor yang menangani pekerjaan erection girder tidak
dapat melakukan metode lain agar pekerjaan erection girder dapat lebih
17

cepat dilaksanankan. Sementara pekerjaan pengecoran slab tidak dapat
dilakukan sebelum erection girder P1-P2 minimal setengah dari jumlah
girdernya sudah naik.
c. Untuk mengatasi keberagaman jarak antara girder maka dilakukan
pengukuran kembali, kemudian diambil lebar bondek yang mewakili semua
data lebar yang diketahui.

BAB V
PENGENDALIAN PROYEK

Sistem pengendalian suatu proyek dimaksudkan untuk mencapai target yang
maksimal, baik secara kualitati maupun kuantitatif. Berikut beberapa pengendalian pada
proyek:
5.1. Pengendalian Waktu
Pengendalian waktu dilakukan dengan time schedule. Time schedule yaitu suatu
pembagian waktu terperinci yang disediakan masing-masing bagian pekerjaan permulaan
sampai bagian pekerjaan akhir.
Time schedule dilengkapi dengan kurva S. Kurva S aktual dan rencana dapat dilihat
pada lampiran. Pada proyek ini, setiap kontraktor memiliki section pekerjaan sendirisendiri. Dari PT.Wika akan mengerjakan pekerjaan dari Sta.10+350 sampai dengan
Sta.11+500. Dari ketiga kontraktor tersebut akan menyerahkan laporan progres masingmasing pekerjaan kepada owner. Berdasarkan kurva S yang didapatkan, dapat diketahui
pelaksanaan proyek secara keseluruhan terlambat sebesar 2,94%. Dari target rencana pada
bulan September 2014 sebesar 59,94% pada pelaksanaannya tercapai sebesar 57%. Hal
tersebut terjadi karena pembebasan lahan yang terkendala pada tahap awal proyek selain
itu libur hari Lebaran juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
keterlambatan tersebut. Untuk pekerjaan Wika section terjadi keterlambatan pada jadwal
pengecoran pelat/slab jembatannya. Keterlambatan tersebut terjadi karena pengecoran
pelat/slab dapat dilakukan setelah minimal setengahnya jumlah girder (8 girder) pada
segmen P1-P2 telah terpasang. Tujuannya agar beban beton ready mix untuk pengecoran
slab dapat diimbangi dengan berat beban girder pada segmen P1-P2. Jadi pelaksanaan
pengecoran pelat/slab harus menunggu pemasangan girder terlebih dahulu yang memakan
cukup banyak waktu.
18

Untuk mengejar keterlambatan tersebut dari pihak kontraktor melakukan
penambahan alat serta menggunakan metode baru pada pekerjaan erection girder.
Penambahan alat dan perubahan metode yang dilakukan diharapkan akan mempercepat
pekerjaan erection girder sehingga pekerjaan pengecoran pelat nantinya tidak akan
terlambat.
5.2. Pengendalian Biaya
Pada Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu Phase 1 ini
dilakukan beberapa kebijakan pengendalian biaya. Beberapa kebijakan yang diterapkan
antara lain pencatatan penggunaan dan biaya untuk material, pemanfaatan material waste
atau sisa.
Pencatatan ini menggunakan nota penggunaan yang dihimpun dalam suatu file
album atau odner. Sehingga semua biaya dan aktivitas penggunaan material tercatat
dengan lengkap. Selanjutnya material-material waste, seperti besi tulangan digunakan
kembali sebagai bahan penyusun bekisting sehingga mengurangi biaya yang dikeluarkan
untuk pembuatan bekisting dan mengurangi tumpukan material waste.
Selain itu, dilakukan pengukuran ulang setiap pekerjaan yang akan dilakukan untuk
membandingkan keadaan lapangan dengan shop drawing dengan cara tersebut kelebihan
biaya akibat salah memperhitungkan volume pekerjaan dapat dihindari.
5.3. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu yang dilaksanakan pada proyek ini mengacu pada spesifikasi
umum dan gambar rencana. Pengendalian mutu pada proyek ini antara lain:
a. Penyimpanan
Setiap material yang akan digunakan dalam pekerjaan proyek disimpan pada tempat
penyimpanan atau gudang untuk material kecil dan workshop untuk material besar.
Penyimpanan material disimpan dengan pelindung, seperti besi tulangan dan sling baja
dilindungi dengan terpal.
b. Pengujian
Pengendalian mutu bahan-bahan yang digunakan di proyek dilaksanakan oleh bagian
Quality Control. PT. Wijaya Karya memiliki laboratorium uji di lokasi Batching Plant
Focon Indo Beton. Salah satu pengendalian mutu beton dilakukan melalui pengujian
kuat tekan di batching plant untuk mengetahui kualitas beton. Pada pelaksanaan
pengecoran pelat (slab) Jembatan Cisarongge menggunakan beton tipe B-1.
Berdasarkan tipe betonnya yaitu B-1 maka kuat tekan minimum rencana pada saat
19

umur beton 28 hari adalah sebesar 30 MPa. Berdasarkan pengujian yang dilakukan
pada umur beton 28 hari, didapatkan kuat tekan beton sebesar 34,23 MPa. Maka dapat
disimpulkan bahwa beton tersebut sudah memenuhi spesifikasi dan dapat digunakan
c. Pengukuran
Pengukuran dilakukan untuk mengetahui posisi suatu struktur. Pada proyek ini
dilakukan survey pengukuran secara rutin untuk membandingkan posisi struktur
dengan shop drawing. Sehingga tidak terjadi kesalahan posisi struktur yang telah dan
akan dikerjakan. Selain itu, pengukuran rutin dilakukan untuk mengetahui apakah
struktur tersebut mengalami perubahan posisi atau tidak.
5.4. Pengendalian K3L
Pada Proyek Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu ini, PT. Wijaya Karya menetapkan
K3L sebagai salah satu program wajib ditambah dengan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat,
dan Rajin). Program tersebut dilaksanakan melalui pembentukan staf Safety yang menjadi
penanggungjawab pelaksanaan program K3L & 5R tersebut.
Beberapa contoh pengendalian K3L dan 5R adalah sebagai berikut:
a. Pemasangan rambu-rambu proyek
b. Penyiraman air di daerah proyek
c. Safety Morning
d. Safety Induction
e. Pengadaan Peralatan Safety

BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil tinjauan pada pelaksanaan pekerjaan pelat Jembatan
Cisarongge selama masa Kerja Praktik yang berlangsung dari tanggal 5 Agustus sampai
November 2014 dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.

Terdapat dua tipe slab yang dikerjakan pada Proyek Jembatan Cisarongge ini yaitu
slab menerus dan tidak menerus. Tipe menerus antara slab satu dengan slab lainnya
yang dipisahkan dengan pier dicor bersamaan. Sedangkan untuk slab tidak menerus
proses pengecorannya dilakukan pada pier terlebih dahulu.

2.

Pada pelaksanaan pengecoran pelat (slab) Jembatan Cisarongge menggunakan
20

beton tipe B-1 yang setara dengan mutu K-350 dengan tipe slab tidak menerus.
3.

Pada pelaksanaan kerja praktek ini tidak meninjau hingga pekerjaan pengecoran
dinding parapet dan pelapisan aspal dikarenakan waktu pelaksanaan yang masih
cukup lama.

4.

Pengecoran dapat dilakukan setelah minimal setengahnya jumlah girder (8 girder)
pada segmen P1-P2 telah terpasang. Tujuannya agar beban beton ready mix untuk
pengecoran slab dapat diimbangi dengan berat beban girder pada segmen P1-P2.

5.

Komunikasi meskipun sering dianggap hal yang sepele namun sangat berpengaruh
terhadap kelancaran kegiatan suatu proyek. Tanpa komunikasi yang lancar, baik itu
antar owner dengan kontraktor atau dengan konsultan tidak akan menghasilkan out
yang diinginkan. Oleh karena itu komunikasi mutlak harus diperhatikan

put

dengan seksama oleh berbagai pihak yang terlibat baik itu secara langsung ataupun
tidak.

6.2. Saran
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, didapatkan
beberapa saran demi mencapai pekerjaan yang lebih baik. Adapun saran tersebut adalah
sebagai berikut :
1.

Meninggkatkan komunikasi antar owner, perencana, konsultan, dan pelaksana,
supaya terjalin kerjasama yang baik dan menghasilkan out put pekerjaan yang
diharapkan.

2.

Tetap menjaga kondisi nyaman dan kondisi kekeluargaan saat bekerja. Karena
dengan kita bekerja dalam kondisi nyaman maka hasil yang kita dapatkan akan
maksimal, tetapi dengan tidak menghiraukan kaidah/ aturan – aturan yang telah
disepakati bersama.

DAFTAR PUSTAKA
Alumudin,

Aam.

“Bondek

dan

Atap

Beton”.

14

Oktober

2014.

http://beton-

readymix.blogspot.com/2011_07_27_archive.html#ixzz3G5NrancO
Faradila, Keuis. 2013. Pelaksanaan Pemasangan Balok Girder Pada Proyek Jembatan
Sampang Ruas 156 Kebumen. Purwokerto: Program Studi Teknik Sipil Unsoed.
Ilmusipil.com. “Manajemen Proyek”. 29 Agustus 2014.
http://www.ilmusipil.com/manajemen-proyek
21

Kementerian Pekerjaan Umum. 2008. “Spesifikasi Pilar dan Jembatan Beton Sederhana
Bentang 5m sampai dengan 25 m dengan Fondasi Tiang Pancang.” Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Reza, Iqbal. “Jembatan I Girder”. 10 Oktober 2014.
https://id.scribd.com/doc/61454790/Jembatan-i-Girder
Wikipedia.“Manajemen Proyek”.29 Agustus 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_proyek

22