Laporan Praktikum Dan Teknologi Benih

BAB 1 PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Benih adalah suatu bagian dari tanaman yang merupakan cikal bakal suatu

tumbuhan baru yang memiliki cirri attau sifat seperti induknya. Benih memiliki
beragam jenis, baik bentuk, ukuran, maupun struktur bagiannya. Benih
seharusnya memilki kualitas yang baik agar tanaman baru yang didapat
merupakan tanaman yang sehat.
Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk
dapat memperbaiki sifat-sifat genetic dan fisik dari benih yang mencakup kegiatan
seperti pengembangan varietas, penilaian dan pelepasan varietas, produksi benih,
pengolahan, penyimpanan, serta sertifikasi benih.
Benih memiliki tipe perkecambahan yang berbeda-beda. Terdapat dua tipe
perkecambahan yaitu epigeal dan hypogeal. Pada tanaman dikotil kebanyakan
memiliki tipe perkecambahan epigeal sedangkan tanaman monokotil mempunyai
tipe perkecambahan hypogeal.
Pengujian benih untuk mendapatkan benih bermutu tinggi diperlukan karena
walaupun pertumbuhan dari suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

namun pada umumnya benih bermutu tinggi akan memberikan hasil produksi
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan benih bermutu rendah. Oleh sebab itu
usaha pengembangan dan pengadaan benih bermutu tinggi sangat penting dan
harus sampai pada petani tepat pada waktu yang dibutuhkan. Selain itu pemakaian
benih bermutu tinggi adalah cara yang paling mudah diantara sekian banyak
teknik-teknik untuk meningkatkan hasil tanaman.
Pengujian benih ini dilakukan untuk menetapkan nilai setiap contoh benih
yang diuji sehingga akan diketahui bagaimana keadaan faktor kualitas benihnya.
Faktor kualitas benih ditentukan oleh persentase dari benih murni, benih tanaman

lain, biji herba, kotoran yang tercampur, gaya berkecambah atau daya tumbuh
benih. Ternyata usaha pengujian benih ini telah dilaksanakan sejak zaman nenek
moyang

kita,

walaupun

hasilnya


kurang

memuaskan

tetapi

berhasil

menyelamatkan usaha taninya.
Kualitas suatu benih sangat menentukan hasil alam yang akan diperoleh.
Semakin bagus benih , maka semakin menguntungkan pula hasil alam tersebut.
Contohnya , benih yang sesuai standar akan menghasilkan tumbuhan yang baik
dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Untuk mengetahui suatu benih tersebut baik atau tidak juga memerlukan suatu
proses yang sedemikian rupa.Salah satunya adalah dengan mengetahui kadar air
suatu benih. Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam benih tersebut.
Untuk itu perlu dilakukan pengeringan benih. Pengeringan tersebut juga
merupakan salah satu tahapan produksi benih.
Perkecambahan


merupakan

proses

metobolisme

biji

hingga

dapat

menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (Plumula dan Radikula).
Definisi

perkecambahan

adalah

jika


sudah

dapat

dilihat

atribut

perkecambahannya, yaitu plumula dan rdikula dan keduanya tumbuh normal
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA.
Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yang diujikan tidak selalu prosentase
pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi bebagai macam faktorfaktor yang mempengaruhi kecepatan perkecambahan. Kecepatan berkecambah
benih adalah kecepatan benih untuk berkecambah normal.
Benih yang memiliki vigor yang tinggi akan lebih cepat berkecambah, karena
memiliki cadangan makanan yang tinggi, sehingga dapat membantu untuk
berkecambah lebih cepat di lingkungan yang optimum maupun yang suboptimum.
Uji benih dalam kondisi lapang biasanya kurang memuaskan karena hasilnya
tidak dapat diulang dengan konsisten. Oleh karena itu, pengujian di laboratorium
dilaksanakan


dengan

mengendalikan

faktor

lingkungan

agar

mencapai

perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi kebanyakan contoh benih. Selain
itu kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil
pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya.
Berdasarkan substratnya, metode uji perkecambahan benih dapat digolongkan
kedalam menggunakan kertas, pasir dan tanah. Beberapa metode untuk menguji
daya kecambah adalah (SGT), uji kecepatan berkecambah (IVT), uji hitung
pertama (FCT), uji pertumbuhan akar dan batang (RSGT). Kondisi lingkungan

perkecambahan pada semua metode ini adalah optimum.
Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukan oleh
metabolismenya atau pertumbuhanya. Oleh orang benih, viabilitas benih
dipandang tidak sekadar gejala hidup yang dapt diamati tetapi daya hidup itu
harus dapat dijadikan indikasi mutu benih, khususnya mutu fisiologis benih.
Secara umum pengujian viabilitas benih mencakup pengujian daya
berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor benih. Perbedaan antara daya
berkecambah dan vigor benih adalah bila informasi daya berkecambah ditetukan
oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang optimum, sedangkan
vigor ditentukan oleh kecambah yang tumbuh normal pada lingkungan yang
suboptimum atau bibit yang tumbuh di lapangan.
Untuk pengujian viabilitas benih, setiap peubah diharapkan mempunyai tolok
ukur tersendiri. Daya berkecambah atau daya tumbuh merupakan tolokukur
viabilitas potensial benih. Peubah vigor benih terdiri atas vigor kekuatan tumbuh
dan kekuatan vigor daya simpan. Vigor daya simpan dapat diindikasikan dengan
tolok ukur daya hantar listrik, vigor benih dengan deraan etanol/fisik, dan
sebagainya.
Pengujian kesehatan benih merupakan suatu tindakan untuk memastikan ada
tidaknya mikroorganisme patogenik yang terbawa oleh benih dan mengetahui
tingkat kesehatan suatu benih. Pentingnya uji kesehatan benih dilakukan karena

penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih
sehingga merugikan kualitas dan kuantitas hasil. Benih dapat menjadi pengantar

baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana hama dan penyakit itu tidak
ada sebelumnya. Sehingga baik cendawan, bakteri, virus dan serangga (hama
lapang dan gudang) yang semula dari infeksi yang terbawa oleh benih dapat
merusak tanaman, dengan dilakukan uji kesehatan benih fatogen akan terdekteksi
dan dapat mengurangi penyakit pada benih tersebut dan merupakan informasi
tentang adanya suatu resiko.
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam pengujian kesehatan
benih. Pengujian dapat dilakukan dengan pengamatan visual langsung pada benih
atau menggunakan metode Blotter test (pengujian dengan menggunakan kertas
hisap) dimana benihnya disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Selain itu,
dapat juga dilakukan pengujian dengan metode pencucian dan ekstraksi dan
metode growing on test.
B.

Tujuan
a. Untuk melihat dan mempelajari struktur benih dan buah tanaman dikotil
dan monokotil secara umum.

b. Untuk mengetahui dan menentukan komposisi contoh benih yang
dianalisis serta mengidentifikasi jenis dari komponen-komponen yang
tercampur dalam contoh benih tersebut.
c. Untuk mempelajari cara penentuan kadar air benih.
d. Menentukan daya berkecambah benih.
e. Untuk

menentukan

kekuatan

tumbuh

benih

(vigor)

melalui

kecepatan/kekuatan berkecambah benih pada hari pertama pengamatan.

f. Untuk menentukan nilai indeks dari perkecambahan benih dan kekuatan
tumbuh benih ; Mahasiswa memahami relevansi metode uji indeks dengan
keragaman pertumbuhan tanaman di lapangan produksi.
g. Untuk mengukur/menentukan kecepatan pertumbuhan dan perpanjangan
akar dan batang kecambah, serta untuk menentukan kekuatan tumbuh
benih.
h. Untuk menentukan kekuatan tumbuh benih pada media tanah.
i. Menguji vigor lot benih secara langsung.

j. Dapat

menentukan

tingkat

kemunduran

benih

berdasarkan


nilai

konduktivitas/daya hantar listrik elektrolit/bocoran benih ; Melihat
hubungan antara nilai konduktivitas benih dengan nilai vigor benih dari
pengujian lainnya.
k. Apakah benih tercampur dengan benih/biji lain ; Apakah benih tercampur
dengan kotoran atau sisa tanaman ; Bercak atau perubahan warna lain pada
benih ; Tubuh buah cendawan atau bakteri pada benih ; Kerusakan
mekanis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Struktur Benih dan Buah Tanman Monokotil dan dikotil
Perkecambahan

benih


dapat

diartikan

sebagai

dimulainya

proses

pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang. Benih dapat berkecambah
bila tersedia faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan.
Perkecambahan merupakan proses metobolisme biji hingga dapat menghasilkan
pertumbuhan dari komponen kecambah ( Plumula dan Radikula ). Definisi
perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu
plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan ketentuan ISTA. Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yang
diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini
dipengaruhi bebagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan.
(Kuswanto,1997)
Perkecambahan secara umum ditandai dengan munculnya radikula dari
permukaan kulit biji, sedangkan proses perkecambahan sudah dimulai sejak benih
melakukan imbibisi air melalui kulit sampai terjadi pembentukan dan
perkembangan sel – sel dari embrio. Kecepatan dan karakteristik perkecambahan
setiap benih biasanya berkaitan dengan adanya factor dormansi, factor lingkungan
dan factor genetis. (Kuswanto,1997)
Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan
kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar
dalam lingkungan yang optimum. Berikut ini adalah uraian kriteria kecambah
normal dan abnormal. Kecambah normal yaitu kecambah yang menunjukkan
potensi untuk berkembang lebih lanjut menjadi tanaman normal. Ciri-cirinya
adalah sebagai berikut : kecambah memiliki perkembangan sistem perakaran yang
baik, terutama akar primer dan akar seminal paling sedikit dua, perkembangan
hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan, pertumbuhan
plumula sempurna dengan daun hijau tumbuh baik. Epikotil tumbuh sempurna
dengan kuncup normal dan memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari
monokotil dan dua bagi dikotil. Kecambah abnormal yaitu kecambah yang tidak

menunjukkan adanya potensi untuk berkembang menjadi tanaman normal jika
ditambahkan pada tanah berkualitas baik dan di bawah kondisi yang sesuai bagi
pertumbuhannya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut : kecambah rusak tanpa
kotiledon, embrio pecah, dan akar primer pendek, bentuk kecambah cacat,
perkembangan bagian-bagian penting lemah dan kurang seimbang. Plumula
terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon membengkok, akar pendek, kecambah
kerdil,

kecambah

tidak

membentuk

klorofil

dan

kecambah

lunak.

(Kuswanto,1997)
Benih bisa saja tidak berkecambah karena ada faktor tertentu, oleh karena
itu, benih yang tidak berkecambah itu dapat dipastikan saat dilakukan pengujian,
dari pertama pengujian hingga habis akhir periode pengujian benih tidak
berkecambah, benih dapat disebabkan oleh banyak faktor, kemungkinan benih
bisa merupakan benih yang keras, benih keras adalah benih yang hingga akhir
periode pengujian tetap keras itu karena benih tidak dapat menyerap air, kemudian
ada juga benih segar tetapi tidak berkecambah, benih segar yaitu benih yang tidak
keras dan juga tidak keras dan juga tidak berkecambah hingga akhir pengujian,
tetapi tetap bersih, dan menunjukkan tampak masih hidup, kemudian ada juga
kemungkinan benih mati, benih yang pada akhrnya mati, tidak keras, biasanya
benih mati lunak, warnanya memudar, dan sering kali disebabkan cendawan.
(Kuswanto,1997)
Identifikasi struktur kecambah dalam bidang pertanian

sangat erat

kaitannya karena perlu diketahui bahwa, pengujian benih itu dilakukannya
identifikasi strukur agar bisa mengetahui bahwa benih itu baik atau tidaknya,
untuk ditanam di lahan, oleh sebab itu identifikasi struktur kecambah sangat
membantu para petani, agar para petani kita tidak mengalami gagal panen,
maupun hasil produksi tidak maksimal karena disebabkan kecambah atau pun
benih yang tidak baik. (Kuswanto,1997)
B.

Analisis Kemurnian Benih
Uji kemurnian benih sebaiknya merupakan uji yang pertama kali dilakukan.

Benih murni yang diperoleh itu baru kemudian dipakai untuk uji yang lain, yaitu
presentase kadar air dan viabilitas benih. Hal ini dilakukan karena nilai yang ingin

diperoleh adalah nilai dari benih murni, bukan dari benih campuran (Kuswanto,
1997).
Di Indonesia telah ada peraturan pemerintah tentang pelaksanaan pengujian
kualitas benih. Peraturan inilah yang kemudian menjadi acuan bagi pihak
manapun yang melakukan pengujian benih dan ingin hasil dari pengujiannya
mendapatkan pengakuan secara nasional. Peraturan pemerintah tersebut adalah
(Badan Standardisasi Nasional, 2003): 1) Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1995
tentang perbenihan; 2) Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 tentang
standardisasi

nasional;

3)

Surat

Keputusan

Menteri

Pertanian

No.

170/Kpts/OT.210/3/2002 tentang pelaksanaan Standardisasi Nasional di bidang
pertanian; 4) Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 803/Kpts/OT.210/7/1997
tentang sertifikasi dan pengawasan mutu benih bina.
Benih bermutu tinggi ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan
faktor fisik. Menurut Kartasapoetra (1992), faktor-faktor genetik adalah benih
yang berasal dari varietas-varietas yang memiliki genotipe yang baik seperti hasil
produksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, responsif terhadap kondisi
pertumbuhan yang lebih baik, atau tahan terhadap cekaman abiotik. Faktor fisik
adalah benih bermutu tinggi dengan kemurnian yang tinggi, daya kecambah yang
tinggi, bebasa dari kotoran dan benih rerumputan serat bebas dari hama dan
penyakit, serta kadar air benih yang rendah (Kamil, 1986).
Menurut Kamil (1986) program pengembangan perbenihan yang terarah
pada dasarnya harus diarahkan kepada dua bidang, yaitu: 1) Pengadaan dan
pengaturan penyaluran benih bermutu tinggi yang murni sifat genetiknya dan
tepat waktunya sampai pada petani dengan jumlah yang cukup sehingga
kebutuhan petani akan benih unggul dapat terpenuhi; 2) Pengontrolan dan
meningkatkan mutu (quality control) dan kemurnian hasil (benih).
Jika hasil pengujian kemurnian benih menunjukan persentase yang tinggi
sekali, maka working sample untuk pengujian kadar air dan viabilitas benih dapat
diambilkan dari submited sample (Kuswanto, 1997).
Tujuan utama dari analisa kemurnian benih adalah untuk menentukan
komposisi berdasarkan berat dari contoh benih yang akan diuji atau dengan kata
lain komposisi dari kelompok benih dan untuk mengidentifikasi dari berbagai

species benih dan partikel-partikel lain yang terdapat dalam suatu benih. Untuk
analisa kemurnian benih, maka contoh uji dipisahkan menjadi 4 komponen yaitu
benih murni, benih species lain, benih gulma dan bahan lain atau kotoran.
(Kartasapoetra, 1986)
Dalam pengertian benih murni termasuk semua varietas dari species yang
dinyatakan berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium. Yang termasuk ke
dalam kategori benih murni dari suatu species adalah benih masak dan utuh, benih
yang berukuran kecil, mengerut tidak masak, benih yang telah berkecambah
sebelum diuji dan pecahan benih yang ukurannya lebih besar dari separuh benih
yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih itu termasuk
ke dalam species yang dimaksud. (Justice, 1990)
Benih species lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman
pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji.
Benih gulma mencakup semua benih ataupun bagian vegetatif tanaman yang
termasuk dalam kategori gulma. Juga pecahan gulma yang berukuran setengah
atau kurang dari setengah ukuran yang sesungguhnya tetapi masih mempunyai
embrio. Bahan lain atau kotoran, termasuk semua pecahan benih yang tidak
memenuhi persyaratan baik dari komponen benih murni, benih species lain
maupun benih gulma, partikel-partikel tanah, pasir, sekam, jerami dan bagianbagian tanaman seperti ranting dan daun. (Sutopo, 1984)
C.

Penentuan Kadar Air Benih
Didalam batas tertentu , makin rendah kadar air benih makin lama daya

hidup benih tersebut. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar
benih adalah 6 – 8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih
berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan menyebabkan
naiknya aktifitas pernafasan yang berakibat terkuras habisnya bahan cadangan
makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan patogen
didalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air terlalu rendah
akan menyebabkan kerusakan pada embrio. ( Mugnisjah ,1990)
Penentuan kadar air benih dari suatu kelompok benih sangat perlu
dilakukan. Karena laju ksemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar

airnya. (Sutopo , 1984) Dan apabila tekanan uap didalam benih sama kuatnya
dengan tekanan uap diluar benih , maka dalam keadaan demikian inilah terjadinya
kadar air yang seimbang. ( Katrasapoetra ,1986)
Kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai dengan
teknik atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan
dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang
mudah menguap bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin
(Kartasapoetra, 2006).
Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat hasil tanaman adalah
benih. Benih bersama dengan sarana produksi lainnya seperti pupuk, air, cahaya,
iklim menentukan tingkat hasil tanaman. Meskipun tersedia sarana produksi lain
yang cukup, tetapi bila digunakan benih bermutu rendah maka hasilnya akan
rendah. Benih bermutu mencakup mutu genetis, yaitu penampilan benih murni
dari varietas tertentu yang menunjukkan identitas genetis dari tanaman induknya,
mutu fisiologis yaitu kemampuan daya hidup (viabilitas) benih yang mencakup
daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih dan mutu fisik benih yaitu
penampilan benih secara prima dilihat secara fisik seperti ukuran homogen,
bernas, bersih dari campuran, bebas hama dan penyakit, dan kemasan menarik
(Kartasapoetra, 2006).
Pengujian benih ditujukan untuk mengetahui mutu atau kualitas benih.
Informasi tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi produsen, penjual
maupun konsumen benih. Karena mereka bisa memperoleh keterangan yang dapat
dipercaya tentang mutu atau kualitas dari suatu benih (Sutopo, 1993).
D.

Standard Germination Test (SGT)
Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan,

khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula
berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang
menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini
dikenal sebagai kecambah.

Pada tanaman, pertumbuhan dimulai dari proses

perkecambahan biji. Perkecambahan dapat terjadi apabila kandungan air dalam
biji semakin tinggi karena masuknya air ke dalam biji melalui proses imbibisi.

Apabila proses imbibisi sudah optimal, dimulailah perkecambahan (Hartono,
2010).
Daya berkecambah benih merupakan kemampuan benih untuk berkecambah
normal pada lingkungan yang serba memadai. Uji daya berkecambah merupakan
salah satu uji viabilitas benih cara langsung dengan indikasi langsung. Kecambah
dikatakan normal apabila semua bagiannya

(akar, hipokotil atau skutelum,

plumula, kotiledon) menunjukkan kesempurnaan dan lengkap tanpa kerusakkan.
Kecambah dinyatakan abnormal apabila salah satu bagiannya tidak muncul, atau
muncul tetapi rusak atau tidak sempurna. Benih dinyatakan mati apabila sampai
akhir periode pengujian tidak menunjukkan adanya gejala perkecambahan dan
bukan merupakan benih keras. Sedangkan benih keras adalah benih yang tetap
keras walaupun telah di lembabkan dalam penumbuhan (Sutopo, 2009).
Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan dikenal
perkecambahan hipogeal dan epigeal. Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang
dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di
atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Tipe ini terjadi, jika plumula muncul
ke permukaan tanah sedangkan kotiledon tinggal di dalam tanah. Contoh tipe ini
terjadi pada kacang kapri dan jagung (Hartono, 2010).
Pada epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan
plumula terdorong ke permukaan tanah. Tipe ini terjadi, jika plumula dan
kotiledon muncul di atas permukaan tanah. Pengetahuan tentang hal ini dipakai
oleh para ahli agronomi untuk memperkirakan kedalaman tanam. Perkecambahan
tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak (Hartono, 2010).
Pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah bila dapat
menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau mendekati
normal. Beberapa jenis benih menghasilkan benih keras yang dianggap hidup
meski tidak berkecambah sewaktu diuji berdasarkan prosedur yang dianut secara
resmi. Kadang-kadang benih dorman membutuhkan prosedur pengujian daya
kecambah yang khusus. Ada suatu pengujian viabilitas yang bertujuan untuk
megetahui dengan cepat semua benih yang hidup, baik dorman maupun tidak

dorman. Pengirisan bagian embrio benih dan uji tetrazolium digunakan untuk
tujuan ini ( Louis N. Bass, 1994).
Ciri utama benih ialah kalau benih itu dapat dibedakan dari biji karena
mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Namun, semua insane benih,
apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak
sekedar benih yang hidup (viable). Sekadar benih yang mempunyai potensi hidup
normal pun tidak cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi secara negatif
menjadi gampang. Indikasi bahwa benih itu mati. Kalaupun benih itu
menunjukkan gejala hidup saja, misalnya yang ditunjukkan oleh tingkat
pernapasannya, bahkan oleh sel-sel embrio yang tidak mati. Benih dapat
dikategorikan mempunyai daya hidup sekalipun benih itu tidak menunjukkan
pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan akar embrionalnya, benih itu hidup
(Sjamsoe’oed Sadjad, 1999).

E.

First Count Test (FCT)
Kekutan tumbuh benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah

normal dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga
diharapkan benih tersebut dapat menjadi tanaman normal meskipun kondisi
lingkungan sib optimum. Penilaian kekuatan tumbuh benih digolongkan atas
kecambah kuat, kurang kuat, abnormal, dan mati. Untuk memudahkan penilaian
kelompok kecambah yang dinilai, terlebih dahulu digolongkan atas kecambah
kuat dan krang kuat. Kecambah yan abnomal digolongkan sebagai mati.
Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya
dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi.
Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap
serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan
tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan
tumbuh yang sub optimal. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada
tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran
hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan

mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada
korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi
tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara
lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia
(Sutopo, 1984).
Vigor benih di dalam pertanaman akan tercermin dalam kekuatan tumbuh
benih melalui kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih.
Kecepatana

tumbuh

benih

adalah

jumlah

%

kecambah

normal/etmal.

Keserempakan tumbuh benih adalah % kecambah normal kuat pada periode
perkecambahan

tertentu.

Keduanya

dilakukan

dalam

kondisi

optimum.

(Kartasapoetra, Ance G. 2003)
Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas
benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang
subotimum, dan tahan untuk disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Dengan
demikian, vigor benih dipilah atas dua kualifikasi, yaitu Vigor Kekuatan Tumbuh
(VKT) dan Vigor Daya Simpan (VDS). Kedua macam vigor itu dikaitkan pada
analisis suatu lot benih, merupakan parameter viabilitas absolut yang tolak
ukurnya dapat bermacam-macam.Tolak ukur Kecepatan tumbuh (KCT)
mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi
kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur dengan jumlah tambahan
perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam
kodisi optimum (Sadjad, 1993).
Ciri-ciri benih bervigor adalah 1) tahan bila disimpan, 2) dapat berkecambah
dengan cepat dan seragam, 3) bebas dari penyakit benih, 4) tahan terhadap
gangguan mikroorganisme, 5) bibit tumbuh kuat baik pada tanah basah maupun
kering, 6) bibit mampu memanfaatkan bahan makanan yang ada di dalam benih
dengan maksimal, sehingga tumbbuh jaringan baru, 7) laju pertumbuhan bibit
tinggi, dan 8) mampu berproduksi tinggi dalam waktu tertentu (Heydecker, 1972).
Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena
terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh
karena itu digunakanlah kaidah korelasi. misal : dengan mengukur kecepatan

berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara
kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman.

F.

Index Value Test (IVT)
Sejak zaman pra-sejarah, manusia telah mengetahui, bahwa daya kecambah

benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur benih. Hingga
sekarangpun kebanyakan penelitian tentang perubahan fisiologis dan biokimiawi
pada benih, biji berminyak, dan biji konsumsi mengikutsertakan rencana untuk
menentukan persentase daya kecambahnya sebagai kriteria kemunduran atau
perubahan (Sutopo, 1993).
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat
bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara
lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan
temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk
menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari
mikroorganisme (Kamil, 1986).
Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan
sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubugan
dengan penampilan suatu lot benih yang antara lain: a) Kecepatan dan
keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah; b) Kemampuan
munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai
untuk pertumbuhan; c) Kemapuan benih untuk berkecambah setelah mengalami
penyimpanan (Salomao, 2002)
Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan
kualitas benih. Perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih
yang telah mengalami proses penuaan. Pengertian dari berkecambah itu sendiri
adalah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula di embrio.
Plumula dan radikula yang tumbuh diharapkan dapat menghasilkan kecambah
yang normal, jika faktor lingkungan mendukung (Kuswanto, 1997).

Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa
kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan
dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan
metabolik atau menghambat laju respirasi.
Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke
dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya
dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979)
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya
perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai
yaitu

pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C. Saat berlangsungnya

perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya
pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya
oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih.
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung
pada jenis tanaman (Sutopo, 2002).
Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada
intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979).
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik,
gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme
penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002).
G.

Root and Shoot Growing Test (RSGT) & Seedling Growth Rate Test
(SGRT)
Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui

gejala metabiolisme dan atau gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga
merupakan tolak ukur parameter viabilitas potensial benih (Sadjat, 1993). Pada
umumnya viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh
menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah
benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Perkecambahan benih
mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan jumlah benih yang
berkecambah dari sekumpulan benih merupakan indeks dari viabilitas benih.

Viabilitas ini makin meningkat dengan bertambah tuanya benih dan mencapai
perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis atau sebelum
tercapainya berat kering maksimum, pada saat itu benih telah mencapai viabilitas
maksimum (100 persen) yang konstan tetapi sesudah itu akan menurun sesuai
dengan keadaan lingkungan .
Umumnya parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah
presentase perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan kuat
dalam hal ini mencerminkan kekuatan tumbuh yang dinyatakan sebagai laju
perkecambahan. Penilaiaan dilakukan dengan membandingkan kecambah satu
dengan kecambah lainnya sesuai kriteria kecambah normal, abnormal dan mati
(Sutopo, 2002).
H.

Soil Emergence Test (SET) & Brick Grit Test (BGT)
Menurut Endang, dkk (1999) vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih yang

mengidikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan
seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Cakupan vigor benih meliputi
aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan perkembangan
kecambah. Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi
merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang
berhubugan dengan penampilan suatu lot benih yang antara lain: 1) Kecepatan dan
keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah; 2) Kemampuan
munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai
untuk pertumbuhan; 3) Kemapuan benih untuk berkecambah setelah mengalami
penyimpanan.
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi,
sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap
tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas yang baik. Vigor
tumbuh dapat dikatakan sebagai “kekuatan tumbuh” untuk menjadi tanaman yang
normal meskipun keadaan biofisik lapangan kurang menguntungkan (suboptimal).
Vigor dapat dibedakan atas vigor benih, vigor kecambah, vigor bibit; vigor
tanaman.

Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya
dari benih bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor
benih yang tinggi dicirikan dengan tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan
hama dan penyakit, cepat dan pertumbuhannya merata, mampu menghasilkan
tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam lingkungan tumbuh
yang sub optima.
Rendahnya vigor dapat disebabkan:
1.

Genetis
Ada kultivar-kultivar tertentu yang lebih peka terhadap keadaan lignkungannya

yang kurang menguntungkan, ataupun tidak mampu untuk tumbuh cepat
dibandingkan dengan kultivar lainnya.
2. Fisiologis
Kondisi fisiologis yang berpengaruh adalah”immaturity” atau kekurang
masakan benih saat panen dan kemunduran benih selama penyimpanan
3. Morfologis
Contohnya, benih yang kecil menghasilkan bibit yang kurang memiliki
kekuatan tumbuh dibandingkan dengan benih yang besar
4. Sitologis
Kemunduran benih yang disebabkan oleh antara lain aberasi khromosom
5. Mekanis
Kerusakan mekanis yang terjadi pada benih pada saat panen, prosesing
ataupun penyimpanan
6. Mikrobia
Benih yang memiliki vigor rendah berakibat pada kemunduran benih yang
cepat selama penyimpanan, makin sempitnya keadaan lingkungan di mana benih
dapat tumbuh, kecepatan berkecambah benih menurun, kepekaan akan serangan
hama penyakit meningkat, meningkatnya jumlah kecambah abnormal, dan
rendahnya produksi tanaman

Pengamatan dan penilaian dalam mengidentifiksi vigor benih dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada potensi
penampilan suatu lot benih baik secara fisiologis maupun fisik. Secara langsung
adalah pengamatan dan penilaian benih pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai
atau kondisi lain yang dapat diciptakan di laboratorium dan dilakukan pencatatan
terhadap tingkat daya tumbuh benih. Secara tidak langsung adalah pengamatan
dan penilaian dengan mengukur sifat lain benih yang terbukti berhubungan
dengan beberapa aspek penampilan kecambah (anonym, 2009)
I.

Daya Hantar Listrik
Pengujian cepat untuk menduga viabilitas atau vigor benih yang diteliti

adalah pengujian dengan menggunakan daya hantar listrik. Hasil penelitian
Derbolo (1993) menunjukkan adanya korelasi postif antara daya hantar listrik
pada benih kedelai varietas Wilis dengan asam lemak bebas, vigor bibit setelah
didera, dan kontaminasi cendawan serta korelasi negatif dengan peubah KA, DB,
daya tumbuh di lapang. Ismattullah (2003) menyatakan bahwa penyimpanan
benih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya hantar listrik benih.
Semakin lama benih disimpan, nilai daya hantar listriknya semakin
meningkat. Semakin meningkat DHL berarti bertambah banyak zat-zat yang
terlarut

dalamcairan

rendaman

benih.

Penelitian

Taliroso

(2008)

juga

menyebutkan bahwa DHL 7 (daya hantar listrik) memiliki keeratan hubungan
yang nyata dengan tolok ukur vigor benih kedelai yang diamati (IV, KCT, VKT,
dan DT) sehingga DHL terbukti dapat digunakan untuk menentukan status vigor
benih. Uji DHL juga dapat digunakan untuk mendeteksi Daya Tumbuh (DT) dan
Daya Simpan (DS) benih kedelai.
Berbagai penelitian mengenai alternatif metode pengujian vigor untuk benih
telah banyak dilakukan. Miguel dan Filho (2002) melakukan penelitian tentang
bocoran potasium untuk menduga kualitas benih jagung berdasarkan potensi
fisiologisnya. Jumlah bocoran potasium diukur menggunakan fotometer setelah
benih dilembabkan selama 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit pada suhu 25ºC.
Hasilnya menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk menentukan
kualitas lot benih berdasarkan kualitas fisiologisnya setelah dibandingkan dengan

berbagai metode uji vigor lainnya, yaitu uji daya berkecambah, uji indeks vigor,
accelerated ageing test, uji konduktivitas listrik, uji daya tumbuh, dan cold test.
Arief (2009) selanjutnya melakukan penelitian tentang bocoran kalium
sebagai indikator vigor benih jagung. Hasilnya menunjukkan bahwa bocoran
kalium berkorelasi negatif dengan bobot kering kecambah, daya berkecambah,
keserempakan tumbuh, dan kecepatan tumbuh. Bocoran kalium berkorelasi positif
dengan daya hantar listrik air rendaman benih dan gula pereduksi. Disamping itu,
bocoran kalium berkorelasi dengan beberapa variabel pertumbuhan vegetatif awal
tanaman di lapang.
J.

Patologi dan Kesehatan Benih
Pengujian kesehatan benih adalah melihat kesehatan benih secara seksama,

apakah benih tersebut mengandung patogen yang menyebabkan benih terjadi
penyimpangan atau perubahan dari keadaan normal yang menyebabkan benih
tersebut tidak bisa melakukan fungsinya secara normal sebagai bahan
perbanyakan tanaman. Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu
diharapkan oleh petani. Oleh karena itu, benih harus selalu dijaga kualitasnya
sejak diproduksi oleh produsen benih, dipasarkan hingga sampai di tangan petani
untuk proses penanaman. Untuk menjaga kualitas benih tersebut, maka peranan
pengujian benih menjadi sangat penting dan harus dilakukan terhadap benih baik
ditingkat produsen benih, pedagang benih maupun pada tingkat petani.
Menurut Sutopo (2002) pentingnya uji kesehatan benih dilakukan adalah
karena penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan
benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil, benih dapat
menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana hama dan
penyakit itu tidak ada sebelumnya. Sehingga baik cendawan, bakteri, virus dan
serangga (hama lapang dan gudang) yang semula dari infeksi yang terbawa oleh
benih dapat merusak tanaman, dengan dilakukan uji kesehatan benih patogen akan
terdeteksi dan dapat mengurangi penyakit pada benih tersebut.
Patogen pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan
benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil. Kulit benih dan
struktur disekitarnya dapat mempengaruhi kemampuan perkecambahan benih

melalui penghambatan terhadap penyerapan air, pertukaran gas, difusi inhibitor
endogenous

atau

penghambatan

pertumbuhan

embrio.

Sementara

jika

penghambatan perkecambahan terjadi pada benih yang tidak mempunyai kulit
keras atau tidak memerlukan skarifikasi untuk penyerapan air, maka kemungkinan
penyebabnya adalah penghambat bagian lain dari benih misalnya endosperma
(Watkins dan Cantliffe, 1983). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tingkat
hambatan endosperma dalam benih dipengaruhi oleh lama imbibisi, suhu
perkecambahan, ketersediaan oksigen dan perlakuan pada benih.
Benih dikatakan sehat jika benih tersebut bebas dari patogen, baik berupa
bakteri, cendawan, virus maupun nematoda. Patogen adalah suatu kesatuan hidup
yang dapat menyebabkan penyakit. Sedangkan patogenisitas adalah kemampuan
relatif dari suatu patogen untuk menyebabkan penyakit. Penyakit yang
ditimbulkannya kemungkinan dapat terjadi pada kecambah, tanaman muda
ataupun tanaman yang telah dewasa. Semua golongan patogen seperti cendawan,
bakteri, virus, dan nematoda dapat terbawa oleh benih. Hal ini dapat terjadi karena
benihnya telah terinfeksi atau kerena kontaminasi pada permukaan benih.
Kebanyakan patogen yang terbawa benih menjadi aktif segera setelah benih
disebar atau disemaikan. Sebagai akibatnya benih menjadi busuk atau terjadi
damping off sebelum atau sesudah benih berkecambah.
Cendawan, bakteri, virus dan serangga yang bermula dari infeksi yang
terbawa oleh benih. Dapat merusak setelah tanaman hidup dilapang. Uji kesehatan
benih umumnya pemeriksaan ditekankan pada cendawan atau bakteri patogen
baik yang berasal dari lapang maupun dari gudang penyimpanan yang bersifat
xerophytic. Uji kesehatan benih hanya memberikan suatu informasi tentang
kemungkinan adanya resiko.
Pengujian benih dalam kondisi lapang biasanya kurang memuaskan karena
hasilnya tidak dapat diulang dengan konsisten. Karena itu, pengujian
dilaboratorium dilaksanakan dengan mengendalikan faktor lingkungan agar
mencapai perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi kebanyakan contoh
benih. Kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil
pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya. Terdapat
bermacam-macam metode uji perkecambahan benih, setiap metode memiliki

kekhususan tersendiri sehubungan dengan jenis benih diuji, jenis alat
perkecambahan yang digunakan, dan jenis parameter viabilitas benih dinilai.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, R. 2009. Bocoran Kalium sebagai Indikator Vigor Benih Jagung. Prosiding
Seminar.
Badan Standardisasi Nasional. 2003. Benih Padi-Bagian 1: Kelas Benih Penjenis.
http://agribisnis.deptan.go.id/layanan_info/view.php?file=STANDARD
MUTU/Standard-Nasional-indonesia/SNI_Horti/Benih/Old/SNI+01-233.4
2000.pdf&folder=MUTU-STANDARDISASI. Diakses pada tanggal 11 Juni
2010.
Bass N. Louis. 1994. Prinsip dan Praktek Penympangan Benih. Jakarta: PT Raja
Grafirdo Persada.

Chanan, M. 2004. Pengaruh Masa Simpan Benih Terhadap Viabilitas Leda
(Eucalyptus deglupta Blume). J. Tropika 11 (2) : 215 – 220.

Harrington, J. F. 1972. Seed Storage and Longevity In : Seed Biology. New York :
Academic Press.
Hartono. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.
Heydecker, W. 1972. In Viability of Seeds. USA: Syracuse University Press.

International Seed Testing Association. 2007. International Rules of Seed
Testing.International. Zurich: Seed Testing Association.

Ismatullah. 2003. Studi penciri mutu benih kedelai (Glycine max L. (Merr))
varietas Wilis selama masa penyimpanan. Skripsi. Bogor: Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian IPB. 39 hal
Jurnalis kamil. 1979. Teknologi Benih (Penuntun Praktikum). Bandung:
Universitas Padjajaran.
Justice, O.L., dan Louis, N.B. 1990. Prinsip Dan Praktek Penyimpanan Benih.
Jakarta: Rajawali.
Kamil, J. 1986. TEKNOLOGI BENIH 1 cetakan ke 10. Bandung: Angkasa Raya,.
Kartasapoetra, A.G. 1992. Teknologi Benih: Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta, Jakarta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Andi.

.
Nasional. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. 313-319. of Arid
Environments 48:35-39.
Sadjad syamsoeoed. 1994. Kualifikasi metabolism benih. Jakarta: Press Grasindo
Sadjad syamsoeoed. 1997. Membangun industry benih dalam era agribisnis
indonesia. Jakarta: Press Grasindo.
Sadjad syamsoeoed.1993. dari benih kepada benih. Jakarta: Grasindo
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta: Press
Grasindo.
Salomao, 2002. Teknologi Benih: Pengolahan Benih Dan Tuntunan Praktikum.
Bogor: IPB.

Sukarman dan M. Hasanah. 2005. Perbaikan mutu Benih Aneka Tanaman
Perkebunan Melalui Cara Panen dan Penangan Benih. Jurnal Litbang Pertanian.
22(1) : 16-23.
Sutopo , L.2002.Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Pers
Sutopo L, 1993. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Pers
Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih cetakan ke empat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Watkins, J.T. and D.J. Cantliffc.1983. Mechanical resistance of the seed coat and
endosperm during germination of Capsicum annuum at low temperature. Plant
Physiol. 72: 146-150.