MAKALAH TENTANG TAUHID ASMA DAN SIFAT

MAKALAH TENTANG
TAUHID ASMA’ DAN SIFAT

DOSEN PEMBIMBING : ARIF MARSAL,Lc,Ma

-

DISUSUN OLEH
- PANJI ARYA
- M.IQBAL
- ABDUL ARSYAD
M.ILHAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
SISTEM INFORMASI 1 A
UIN SUSKA RIAU
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

DAFTAR ISI
Daftar isi
Kata pengantar

Pendahuluan

ii
iii
iv

A. Pengertian tauhid asma’ dan sifat

5

B. Dalil-dalil tauhid Asma’ dan Sifat

5

C. Urgensi Tauhid Asma’ & sifat serta pengaruhnya dalam kehidupan
6

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,kami

panjatkan syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana dengan izin-Nya lah kami bisa
menyelesaikan makalah tentang tauhid asma’ dan sifat
Terlepas dari semua itu,kami sadar bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya,karena kami masih dalam tahap pembelajaran.
Oleh karena itu agar dapat dimaklumi. Akhir kata kami berharap makalah ini bermanfaat
bagi pembaca.

PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam agama islam.
Dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang
tangguh,selain juga sebagai inti atau akar dari pada” aqidah islamiyah “. Tauhid asma’ dan
sifat merupakan salah satu macam-macam tauhid yang artinya meng Esa kan Allah dalam
apa yang Allah miliki dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Asmaul husna secara harfiah ialah nama-nama,sebutan,gelar Allah yang baik dan
Agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang mulia dan Agung itu
merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan milik Allah.
Diharapkan dari penulisan makalah ini,kita mendapatkan pengetahuan yang lebih luas
tentang tauhid khususnya tauhid asma’ dan sifat.


Pengertian tauhid asma’ dan sifat
Merupakan bagian dari mentauhidkan(mengesakan)Allah dalam aqidah islam.
Tauhid ini merupakan bentuk penerapan pengesaan dari makhluk terhadap Allah
mengenai Nama-nama-Nya dari sifat-sifat-Nya,yang mana nama-nama dan sifat-sifat ini
telah diatributkan oleh-Nya sendiri(dalam firman-Nya)atau yang disebutkan RasulNya(dalam
hadist),tanpa
mengilustrasikan(takyif),menyerupakan
dengan
sesuatu(tamtsil)menyimpangkan makna(tahrif)atau bahkan menolak nama atau sifat
tersebut.
Dan dalam hal ini terkandung dua perkara yaitu :
- Al-itsbat(penetapan)
Yakni kita menetapkan semua nama dan sifat bagi Allah,dari apa yang telah Allah
tetapkan sendiri dalam kitab-Nya atau yang disebutkan Rasul-Nya(dalam hadist).
- Nafyul Mumatsalah
Yakni bahwa kita tidak menyamakan/menyerupakan Allah dengan selain-Nya
dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya,sebagaimana Firman Allah ( QS.AsySyuura:11 )
“tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia(Allah)dan Dialah yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
Maka ayat tersebut menunjukkan bahwa semua sifat-sifat-Nya tidak ada satupun

dari para makhluk-Nya yang menyerupainya/menyamainya.

Dalil-dalil tauhid Asma’ dan Sifat
Dalil mengenai tauhid Asma’ dan sifat dari Al-Qur’an diantaranya ialah firman
Allah yang artinya:
 “ Hanya Milik Allah nama-nama yang paling baik,maka berdo’alah kepadaNya dengan menyebut nama-nama itu,dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran mengenai nama-nama-Nya”.(
QS. Ala’raaf:180 ).
 “ Dan hanya bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi dilangit dan dibumi,dan
dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.( QS.Ruum:27)
 “ Maka janganlah kalian mengadakan penyerupan-penyerupaan bagi
Allah,sesungguhnya Allah mengetahui,sedangkan kalian tidak mengetahui”.
(QS.An-Nahl:74)l

Dalil dari as-Sunnah diantaranya adalah perkataan Nabi :
 “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama,barang siapa menghapalnya
maka ia akan masuk surga”.(HR.at-tirmidzi 3508)
 “ aku meminta kepada-Mu dengan segenap nama-Mu,yang telah Kau
namakan Diri-Mu dengannya,atau Kau turunkan dalam Kitab-Mu,atau
Kau ajarkan kepada salah satu hamba-Mu atau Kau simpan didalam

ilmu gaib yang ada disisi-Mu”.(HR.Ahmad 3712)

Urgensi Tauhid Asma’ & sifat serta pengaruhnya dalam kehidupan
Sesungguhnya,termasuk yang penting bagi seorang pencari kebenaran,sebelum
mempelajari sisi tauhid yang rinci dan mendetail dari asma’ dan sifat. Hendaklah ia
mengerti pentingnya tauhid ini,kedudukan,perananannya secara khusus dan dalam seluruh
sisi agama ini secara umum. Seorang hamba tidak akan mendapat kebaikan dan tidak pula
kebahagiaan,kecuali dengan mengenal Rabb-Nya dan beribadah kepada-Nya. Bila ia
melakukan yang demikian itu,maka itulah puncak yang dikehendaki-Nya,yaitu untuk-Nya
ia diciptakan. Adapun selain itu,mungkin suatu yang utama dan bermanfaat,atau
keutamaan yang tidak ada manfaatnya,atau suatu tambahan yang membahayakan. Oleh
karena itulah,dakwah para rasul kepada umatnya adalah (menyeru) untuk beriman kepada
Allah dan beribadah kepada-Nya. Setiap Rasul memulai dakwahnya dari hal itu.
Sebagaimana(dapat)diketahui dari sejarah dakwah para Rasul yang diterangkan dalam
Al-Qur’an. Untuk memulai kebahagiaan

dan keselamatan serta keberuntungan,yaitu

dengan merealisasikan tauhid yang dibangun atas keimanan kepada Allah. Dan untuk
mewujudkan keduanya,(maka)Allah mengutus utusan-Nya. Itulah yang di dakwahkan para

Rasul,dari yang pertama(Nuh)hingga yang terakhir(Muhammad).
Pertama : Yaitu tauhid ‘ilmi khabari al i’tiqadi. Meliputi penetapan sifat-sifat
kesempurnaan Allah dan menyucikan-Nya dari segala penyerupaan dan penyamaan,serta
mensucikan dari sifat-sifat tercela.
Kedua : Yaitu beribadah kepada-Nya saja,tidak menyekutukan-Nya dan memurnikan
kecintaan kepada-Nya,serta mengikhlasan kepada-Nya dan Ridha terhadap-Nya sebagai
Rabb. Ilah dan wali. Tidak menjadikan untuk-Nya tandingan dalam perkara apapun.
Allah telah mengumpulkan kedua jenis tauhid ini dalam surah Al-ikhlas dan Al-kafirun.
Dalam surat Al-ikhlas terdapat keterangan yang wajib dimiliki Allah,yaitu berupa sifat2
sempurna. Juga menegaskan apa-apa yang wajib disucikan dari-Nya,yaitu berupa sifatsifat tercela dan penyerupaan. Adapun surat Al-kafirun,menerangkan wajibnya
beribadah hanya kepada-Nya,tidak menyekutukan-Nya dan berlepas diri dari segala
peribadatan kepada selain-Nya . Salah satu dari dua tauhid ini tidak akan terjadi kecuali
bila disertai tauhid yang satunya lagi. Oleh karena itu,Nabi sering membaca dua surat ini
dalam sholat sunnah fajar,magrib dan witir. Urgensi tauhid dalam kehidupan sehari-hari
sangat besar pengaruhnya,sebagai dasar utama yang dibangun atasnya seluruh ajaran
islam. Mungkinkah kita menjadi orang yang bertauhid seperti yang diinginkan? Dengan
berdo’a dan memohon taufik dari-Nya Insya Allah kita bisa mencapai kearah itu minimal
pemahaman tauhid kita tidak melenceng dari rambu-rambu yang ditetapkan Allah. Semua

itu memerlukan pemahaman yang benar akan tauhid dari sumbernya yang autentik yaitu

al qur’an dan sunnah serta kitab-kitab tauhid yang di akui keabsahannya oleh ulamaulama islam dahulu dan sekarang.

Kaidah Kaidah Penting Untuk Memahami Asma dan
Sifat Allah
Kaidah Umum terkait nama dan sifat Allah
– Kewajiban kita terhadap nash-nash Al Quran dan As Sunnah yang membahas tentang asma
dan sifat Allah.
Dalam memahami nash-nash Al Quran dan As Sunnah kita wajib untuk menetapkan maknanya
apa adanya, berdasar dzahir nash dan tidak memalingkannya ke makna lain. Karena Allah
menurunkan Al Quran dengan bahasa Arab, yang bahasa tersebut sudah jelas.
Disamping itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berbicara dengan bahasa Arab,
sehingga wajib bagi kita menetapkan makna kalam Allah dan perkataan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sesuai dengan apa yang ditunjukkan secara makna bahasa tersebut.
Merubahnya dari makna dzahir merupakan perbuatan terlarang, karena ini termasuk berkata
tentang Allah tanpa dasar ilmu. Allah berfirman,
ْ ‫َطنَ َو‬
َ ‫قُ ْلِإِ انمَا حَ را َِم رَ بِيَ ْال َف َواحِشَ مَا َظه ََِر ِم ْنهَا َومَا ب‬
‫اِ مَا‬
ِ ‫ال َماِ َل ِْم ُي َن ِز ْل ِب ِه س ُْل َطا ًنا َوأَنْ َتقُولُوا عَ َلى ا‬
ِ ‫ِب ا‬

ِ ‫الث َم َو ْالب َْغيَ ِبغَ ي ِْر ْالحَ ِق َوأَنْ ُت ْش ِر ُكوا‬
)٣٣( َ‫ل َتعْ َلمُون‬
“Katakanlah: ‘Rabbku mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
maupun tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah
untuk itu dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (Al A’raf: 33)
Sebagai contoh, firman Allah ta’ala,
َ ‫َب ْل يَدَ اهُ َم ْبس‬
‫ان ُي ْنف ُِق َك ْيفَ َي َشا ُء‬
ِ ‫ُوط َت‬
“)Tidak demikian(, tetapi kedua tangan Allah terbentang. Dia menafkahkan sebagaimana dia
kehendaki” ) QS. Al Ma’idah(
Secara dzahir, ayat ini menunjukkan bahwa Allah mempunyai dua tangan yang hakiki. Maka
wajib menetapkan dua tangan Allah tersebut. Jika ada orang yang mengatakan kedua tangan
tersebut maksudnya kekuatan, maka kita katakan : ini termasuk memalingkan makna Al Quran
dari dzahirnya. Kita tidak boleh bekata demikian karena ini berati kita berkomentar tentang Allah
tanpa dasar ilmu.
Kaidah Dalam Asma Allah



Asma

Allah

seluruhnya husna (paling

baik)

Dalam kebaikan Allahlah yang paling tinggi karena nama Allah mengandung sifat yang
sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dari segala sisi.
‫ل السْ مَا ُء ْالحُسْ َنى‬
ِ ‫َو ِ ا‬
“Dan bagi Allah asmaul husna” )Al A’raf: 180(

Contoh:
Ar Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah, menunjukkan atas sifat yang agung yaitu
memiliki rahmat yang luas.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita tahu bahwa ad dahr )waktu( bukan termasuk salah satu dari
nama Allah karena tidak mengandung makna yang terpuji. Adapun sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam

“Janganlah kalian menela dahr )masa( karena Allah adalah Dahr” )HR. Muslim(
Maka maknanya adalah Allah lah yang menguasai masa. Kita palingkan ke makna tersebut
dengan dalil hadis,
“Di tangan-Ku lah segala urusan, Aku yang membolak-balikkan siang dan malam” )HR. Bukhari(

Nama
Allah
tidak
dibatasi
pada
bilangan
tertentu
Kaidah ini didasari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur,
“Ya Allah aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu yang Engkau gunakan
untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada
salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan untuk diri-Mu dalam
ilmu ghaib di sisi-Mu” )HR. Ahmad, HR Ibnu Hibban(
Lalu

bagaimana


menggabungkan

dengan

hadits

berikut,

“Sesngguhnya ada 99 nama milik Allah, barang siapa menjaganya akan masuk
syurga” )HR. Bukhari(
Makna hadits ini adalah: Diantara nama Allah ada 99 nama yang jika kita
menjaganya kita akan masuk syurga. Dan tidaklah dimaksudkan disini membatasi
nama Allah hanya 99. Kita bisa melihat hal ini dengan contoh perkataan “saya mempunyai 100
dirham untuk disedekahkan”. Maka pernyataan ini tidak menafikan kalau saya mempunyai
dirham yang lain yang saya peruntukkan untuk selain sedekah.
– Nama Allah tidak dapat ditetapkan berdasarkan akal tetapi harus dengan
dalil

syar’i

Nama Allah adalah tauqifiyah, yaitu harus ditetapkan berdasarkan dalil syari’at, tidak boleh
menambahnya dan tidak boleh menguranginya karena akal tidak mungkin mencapai semua
yang menjadi hak Allah dari nama-nama-Nya. Maka dalam hal ini kita wajib untuk mencukupkan
diri dengan dalil syar’i. Hal ini karena menamai Allah dengan nama yang tidak Allah namakan
diri-Nya dengan nama tersebut atau mengingkari nama yang Allah menamai diri-Nya dengan
nama tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak Allah ta’ala. Kita wajib mempunyai adab
yang baik kepada Allah ta’ala.
– Seluruh nama dari nama-nama Allah menunjukkan atas dzat Allah, sifat
yang terkandung di dalam nama tersebut, dan adanya pengaruh yang
dihasilkan jika nama tersebut adalah nama yang muta’adi (membutuhkan
objek)

Dan tidak sempurna iman seseorang terhadap asma dan sifat Allah kecuali dengan menetapkan
semua hal tersebut.
Contoh
nama
Allah

yang

bukan muta’adi: Al

‘Adzim )Yang

Maha

Agung(

Tidak sempurna mengimani nama ini sampai mengimani dengan menetapkan 2 hal:
a. Menetapkan Al Adzim sebagai nama Allah yang menunjukkan pada Dzat Allah
b. Menetapkan sifat yang terkandung dalam nama tersebut, yaitu Al ‘Udzmah )keagungan(
Contoh
Tidak

nama
sempurna

yang muta’adi: Ar

Allah

mengimaninya

sampai

mengimani

dengan

Rahman

menetapkan

3

hal:

a. Menetapkan Ar Rahman sebagai nama Allah yang menunjukkan pada dzat Allah
b.

Menetapkan

sifat

yang

terkandung

dalam

nama

tersebut,

yaitu

Ar

Rahmah

,

c. Menetapkan adanya pengaruh dari nama itu, yaitu merahmati siapa yang Allah kehendaki.
Kaidah
dalam
memahami
sifat
Allah
– Sifat Allah seluruhnya tinggi, sempurna, mengandung pujian, dan tidak
ada
Seperti Al

kekurangan
Hayah )hidup(, Al’

dari

sisi

mana

Ilmu )mengetahui(, Al

pun.

Qudrah )kehendak(, As

Sama )mendengar(, Al Bashar )melihat(, Al Hikmah, Ar Rahmah, Al Uluw )tinggi(, dll. Allah
berfirman,
‫ل ْال َم َث ُل العْ َلى‬
ِ ‫َو ِ ا‬
“Dan Allah mempunyai sifat yang maha tinggi” )Qs. An Nahl: 60(
Karena Allah adalah Rabb yang maha sempurna maka sifatnya harus sempurna.
– Jika suatu sifat menunjukkan kekurangan dan bukan kesempurnaan sama
sekali maka mustahil sifat itu dimiliki Allah, seperti Al Maut (mati), Al
Jahl (bodoh), Al Ajs (lemah), As Samam (tuli), Al ‘Ama (buta), dll. Oleh karena
itu Allah membantah orang yang mensifati diri-Nya dengan kekurangan dan mensucikan diri-Nya
dari kekurangan tersebut. Allah tidak mungkin mempunyai kekurangan karena hal itu akan
mengurangi keberadaan-Nya sebagai Rab semesta alam.
– Jika sifat tersebut di satu sisi menunjukkan kesempurnaan sedangkan di
sisi lain menunjukkan kekurangan maka sifat ini tidak dinisbatkan dan
tidak dinafkan (ditolak) dari Allah secara mutlak akan tetapi perlu dirinci.
Kita menetapkan sifat tersebut dalam keadaan yang menunjukkan kesempurnaan dan kita
menolak
sifat
tersebut
dalam
keadaan
yang
menunjukkan
kekurangan.
Contohnya sifat Al Makr, Al Kaid, Al Khida’ )makna ketiganya adalah tipu daya(
Sifat ini merupakan sifat yang sempurna jika dalam rangka menghadapi semisalnya )membalas
orang yang berbuat tipu daya( Karena hal ini menunjukkan bahwa yang mempunyai sifat ini
)Allah(

tidak

lemah

menghadapi

tipu

daya

musuh-musuh-Nya.

Dan sifat ini menupakan sifat yang kurang dalam keadaan selain diatas. Maka kita menetapkan
sifat tersebut untuk Allah dalam keadaan yang pertama, bukan yang kedua.
Allah ta’ala berfirman,
‫اُ َو ا‬
‫َو َيمْ ُك ُر ا‬
َ‫اُ َخ ْي ُر ْالمَاك ِِرين‬

“Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik
pembalas tipu daya.” )Qs. Al Anfal: 30(
)١٦( ‫) َوأَكِي ُد َك ْي ًدا‬١٥( ‫إِ ان ُه ْم َيكِي ُدونَ َك ْي ًدا‬
“Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya.
Aku pun membuat rencana )pula( dengan sebenar-benarnya.” )Qs. At Thariq: 15-16(
‫ا َوه َُو َخا ِد ُع ُه ِْم‬
َ ‫إِنا ْال ُم َنافِقِينَ ي َُخا ِدعُونَ ا‬
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka.” )Qs. An Nisa: 142(
Jika dikatakan Apakah Allah disifati dengan Al Makr? Maka jangan menjawab “ya” dan jangan
pula menjawab “tidak”, akan tetapi kaakanlah “Allah berbuat makar terhadap orang yang pantas
mendapatkannya” wallahu a’lam.
– Sifat Allah terbagi menjadi dua, yaitu tsubutiyah dan salbiyah
Tsubutiyah yaitu sifat yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya seperti Al Hayah, Al Alim, Al
Qudrah. Sifat ini wajib kita tetapkan pada Allah sesuai dengan keagungan-Nya karena Allah
sendiri menetapkan sifat tersebut untuk diri-Nya dan Allah lebih mengetahui tentang sifat diriNya.
Salbiyah yaitu sifat yang Allah nafikan )tiadakan( untuk diri-Nya seperti dzalim. Sifat ini wajib kita
nafikan pada Allah karena Allah telah menafikan sifat tersebut pada diri-Nya. Dan kita wajib
untuk menetapkan pada Allah sifat yang merupakan lawannya yaitu sifat yang menunjukkan sifat
kesempurnaan. Penafian tidak sempurna tanpa menetapkan kebalikannya.
Contohnya, Firman Allah ta’ala,
ْ ‫َول ي‬
),٤٩( ‫َظلِ ُم رَ بّكَ أَحَ ًدا‬
“Dan Rabmu tidak menganiaya seorang jua pun.” )Qs. Al Kahfi: 49(
Kita wajib menafikan sifat dzalim dari Allah disertai dengan keyakinan menetapkan sifat adil bagi
Allah yang mana sifat adil tersebut dalam bentuk yang sempurna.
– Sifat tsubutiyah terbagi menjadi dua, yaitu sifat dzatiyah dan sifat f’liyah
Sifat dzatiyah yaitu sifat yang terus-menerus ada )selalu melekat( pada diri Allah seperti
sifat As Sama, Al Bashar
Sifat fi’liyah yaitu sifat yang terikat dengan kehendak Allah. Jika Allah menghendaki maka Dia
melakukannya dan jika Allah tidak menghendaki maka Dia tidak melakukannya. Contohnya
sifat istiwa’ di atas arsy, sifat maji’ )datang(
Dan ada beberapa sifat yang termasuk sifat dzatiyah sekaligus fi’liyah jika dilihat dari dua sisi.
Contohnya sifat kalam )berbicara(.

Dilihat dari sisi asalnya sifat tersebut merupakan

sifat dzatiyah karena Allah senantiasa berbicara. Tetapi jika dilihat dari sisi lain, kalam
merupakan sifat fi’liyah karena Allah berbicara tergantung pada kehendak-Nya. Dia berbicara
kapan dan bagaimana Dia kehendaki.
– Seluruh sifat Allah bisa menerima tiga pertayaan
1.
2.

Apakah
Apakah

boleh

menanyakan

sifat
kaifiyahnya

itu
)bagaimananya(

hakiki,
)takyif(?

3. Apakah boleh menyerupakannya sengan makhluk )tamtsil(? Dan mengapa?
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah,

mengapa?
Dan

mengapa?

1. Benar, sifat Allah hakiki karena asal sebuah perkataan adalah mempunyai makna hakiki.
Maka tidak boleh memalingkannya kecuali dengan dalil yang shahih.
2. Tidak boleh menanyakan kaifiyahnya karena firman Allah ta’ala,
ُ ‫َول ُيح‬
)١١٠( ‫ِيطونَ ِب ِه عِ ْلمًا‬
“Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya” )Qs. Thaha: 110(
Dan karena akal tidak mungkin mengetahui kaifiyah sifat Allah
3. Tidak boleh menyerupakan dengan sifat makhluk karena firman Allah ta’ala
‫لَ ْيسَ َكم ِْثلِ ِه َشيْ ٌء‬
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” )Qs. As Syuura: 11(
Karena Allah sempurna, tidak ada puncak sifat kebaikan yang lebih tingi dari-Nya sehingga tidak
mungkin diserupakan dengan makhluk karena makhluk itu penuh kekurangan.
Perbedaan
antara tamtsil dan takyif yaitu:
Tamtsil berarti menyebutkan kaifiyah sifat Allah dengan mengaitkannya dengan sifat makhluk
sedangkan takyif adalah menyebutkan kaifiyah sifat Allah tanpa mengaitkannya dengan
makhluk.
Contoh tamtsil:

Perkataan

“tangan

Allah

itu

seperti

tangan

manusia”

Contoh takyif: Membayangkan kaifiyah )bagaimana( tangan Allah dengan suatu gambaran
tertentu dengan tidak menyerupakannya dengan tangan makhluk. Maka hal ini tidak boleh.
– Bagaimana membantah Mu’athilah
Mu’athilah adalah orang yang mengingkari atau menolak sebagian asma Allah atau sifat Allah
dan memalingkan nash dari makna dzahirnya. Mereka jiga disebut muawwilah.
Kaidah umum dalam membantah mereka adalah kita katakan kepada mereka bahwa pendapat
mereka menyelisihi dzahir nash, menyelisihi jalan para salaf dalam memahami asma dan sifat
Allah, penyelisihan mereka tidak didasari dalil yang shahih dan pada beberapa sifat bisa disertai
bantahan-bantahan khusus yang ke empat, atau lebih.
Sumber: Syarah Lum’atul I’tiqad, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin )Pendahuluan
Syaikh Utsaimin sebelum men-syarah(
***
Read
more https://aslibumiayu.net/7461-agar-tidak-bingung-dan-salah-dalammemahami-asma-dan-sifat-allah-seperti-allah-punya-tangandll.html
sumber : http://muslimah.or.id/aqidah/kaidah-kaidah-penting-untuk-memahami-asma-dan-sifatallah.html
Read
more https://aslibumiayu.net/7461-agar-tidak-bingung-dan-salah-dalammemahami-asma-dan-sifat-allah-seperti-allah-punya-tangandll.html

Aplikasi Tauhid dalam Kehidupan
Pengucapan kalimat tauhid dengan lisan belaka tidaklah cukup karena ia
mempunyai konsekuensi yang harus di tunaikan. Para ulama menegaskan bahwa mengesakan
Allah adalah dengan meninggalkan perbuatan syirik baik kecil maupun besar. Di antara
konsekuensi pengucapan kalimat tauhid itu adalah mengetahui kandungan maknanya
kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman “Maka

ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan Allah.” Kalimat Tauhid berarti
Pengingkaran kepada segala sesuatu yg disembah selain Allah SWT dan menetapkan bahwa
yang berhak disembah hanyalah Allah semata tidak kepada selain-Nya.
Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” adalah keyakinan
yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal mencipta
dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang
sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yang berasal dari-Nya
baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan ataupun larangan yang mesti di tinggalkan
semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.
Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengenal Allah ( tauhid ) sebelum kita beribadah &
beramal karena suatu ibadah itu diterima jika Tauhid kita benar & tidak tercampur dengan
kesyirikan ( menyekutukannya dalam peribadatan ) , maka tegaknya ibadah & amalan kita
harus didasari terlebih dahulu dengan At Tauhid
Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu mentaati
perintah Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa, nadzar, berdoa hanya
kepada Allah, ibadah apapun yg dilakukan semata mata diniatkan hanya karna Allah, tidak
berlebih-lebihan dalam mencintai sesuatu. Tawakal dan bersabar dalam menghadapi musibah.