LAPORAN PENDAHULUAN C K D
LAPORAN PENDAHULUAN
RUANG PERAWATAN UMUM RSPAD GATOT
SOEBROTO
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Disusun Oleh:
ERYTHRINA JULIANTI
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan
dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas
& Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat,
progresif,
kemampuan tubuh
irreversibel,
dan
samar
(insidius)
dimana
gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009)
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration
Glomerulus)
dimana
nilai
normalnya
adalah
125
ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
Deraj
at
Penjelasan
LFG
1
(ml/mn/1.73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90
2
atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60-89
3
ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30-59
4
sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 15-29
berat
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
FKUI
C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refuks) dan
penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak
sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya
sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan
prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus
dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi
dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
D. Patofisiologi
Terlampirkan
E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem
renin-angiotensin-aldosteron),
pitting
edema
(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,
anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG
mungkin
abnormal
menunjukkan
ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan
faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam
urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi
sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi
metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tandatanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin,
dan porfirin.
Berat
Jenis
:
Kurang
dari
1,015
(menetap
pada
1,010
menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10)
Asidosis metabolik
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan
utama
penatalaksanaan
pasien
GGK
adalah
untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh
selama
mungkin
serta
mencegah
atau
mengobati
komplikasi
(Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat
mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet,
kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake
protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari
dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan
kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan
konservatif
dihentikan
bila
pasien
sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya
GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Overload cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
Efusi perikardial
Sindrom
uremia
(
mual,muntah,
anoreksia,
neuropati)
yang
memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG
nya, yaitu:
I. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
J.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
K. Rencana Asuhan Keperawatan
N
O
1.
Diagnosa
Tujuan & KH
Kode
Keperawatan
Kelebihan volume cairan Tujuan:
b.d penurunan haluaran urin Setelah
dan
retensi
natrium.
cairan
NIC
4130
dilakukan
asuhan
Intervensi Keperawatan
Fluid Management :
1.
dan keperawatan selama 3x24 jam
Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
volume cairan seimbang.
2.
Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil:
3.
Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance
4.
Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Terbebas
dari
edema,
cairan
efusi,
5.
anasarka
Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Bunyi nafas bersih,tidak adanya
2100
dipsnea
Memilihara tekanan vena sentral,
tekanan
kapiler
paru,
output
jantung dan vital sign normal.
Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
(misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam
tanda
vital:
berat
badan,
denyut
nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja
secara
menyesuaikan
kolaboratif
panjang
dengan
dialisis,
pasien
untuk
peraturan
diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
2
dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 3x24 jam
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
Nutritional Management
1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah.
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
Gangguan nutrisi
kurang Setelah
dilakukan
asuhan
1100
nutrisi seimbang dan adekuat.
status nutrisi.
Kriteria Hasil:
3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
NOC : Nutritional Status
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
Nafsu makan meningkat
Tidak terjadi penurunan BB
Masukan nutrisi adekuat
Menghabiskan porsi makan
Hasil lab normal (albumin, kalium)
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
6. Berikan perawatan mulut sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi
3
Perubahan pola napas
Setelah
dilakukan
berhubungan dengan
keperawatan selama 1x24 jam
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru
pola nafas adekuat.
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
Kriteria Hasil:
asuhan
3350
Respiratory Monitoring
otot
tambahan,
intercostal
retraksi
otot
supraclavicular
dan
NOC : Respiratory Status
Peningkatan
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
ventilasi
hiperventilasi, cheyne stokes
dan
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
oksigenasi yang adekuat
Bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
adanya ventilasi dan suara tambahan
3320
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
Suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis
dan dyspneu
mengeluarkan
sputum,
2. Ajarkan pasien nafas dalam
(mampu
3. Atur posisi senyaman mungkin
mampu
4. Batasi untuk beraktivitas
bernafas dengan mudah, tidak ada
5. Kolaborasi pemberian oksigen
pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang
4
normal
Gangguan perfusi jaringan Setelah
berhubungan
Oxygen Therapy
dilakukan
asuhan
dengan keperawatan selama 3x24 jam
4066
Circulatory Care
1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan perfusi jaringan adekuat.
periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil:
ekstremitas).
NOC: Circulation Status
2. Kaji nyeri
Membran mukosa merah muda
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
Conjunctiva tidak anemis
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
Akral hangat
TTV dalam batas normal.
memperbaiki sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake dan output
Tidak ada edema
6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/
2011/01/dialisis-pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23
Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang
Memakai Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/
preview.html diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier
inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Prosesi
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2006
RUANG PERAWATAN UMUM RSPAD GATOT
SOEBROTO
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Disusun Oleh:
ERYTHRINA JULIANTI
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan
dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas
& Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat,
progresif,
kemampuan tubuh
irreversibel,
dan
samar
(insidius)
dimana
gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009)
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration
Glomerulus)
dimana
nilai
normalnya
adalah
125
ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
Deraj
at
Penjelasan
LFG
1
(ml/mn/1.73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90
2
atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60-89
3
ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30-59
4
sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 15-29
berat
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
FKUI
C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refuks) dan
penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak
sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya
sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan
prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus
dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi
dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
D. Patofisiologi
Terlampirkan
E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem
renin-angiotensin-aldosteron),
pitting
edema
(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,
anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG
mungkin
abnormal
menunjukkan
ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan
faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam
urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi
sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi
metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tandatanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin,
dan porfirin.
Berat
Jenis
:
Kurang
dari
1,015
(menetap
pada
1,010
menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10)
Asidosis metabolik
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan
utama
penatalaksanaan
pasien
GGK
adalah
untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh
selama
mungkin
serta
mencegah
atau
mengobati
komplikasi
(Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat
mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet,
kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake
protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari
dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan
kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan
konservatif
dihentikan
bila
pasien
sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya
GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Overload cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
Efusi perikardial
Sindrom
uremia
(
mual,muntah,
anoreksia,
neuropati)
yang
memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG
nya, yaitu:
I. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
J.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
K. Rencana Asuhan Keperawatan
N
O
1.
Diagnosa
Tujuan & KH
Kode
Keperawatan
Kelebihan volume cairan Tujuan:
b.d penurunan haluaran urin Setelah
dan
retensi
natrium.
cairan
NIC
4130
dilakukan
asuhan
Intervensi Keperawatan
Fluid Management :
1.
dan keperawatan selama 3x24 jam
Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
volume cairan seimbang.
2.
Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil:
3.
Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance
4.
Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Terbebas
dari
edema,
cairan
efusi,
5.
anasarka
Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Bunyi nafas bersih,tidak adanya
2100
dipsnea
Memilihara tekanan vena sentral,
tekanan
kapiler
paru,
output
jantung dan vital sign normal.
Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
(misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat
phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2. Rekam
tanda
vital:
berat
badan,
denyut
nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja
secara
menyesuaikan
kolaboratif
panjang
dengan
dialisis,
pasien
untuk
peraturan
diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
2
dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 3x24 jam
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan
Nutritional Management
1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah.
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
Gangguan nutrisi
kurang Setelah
dilakukan
asuhan
1100
nutrisi seimbang dan adekuat.
status nutrisi.
Kriteria Hasil:
3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
NOC : Nutritional Status
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
Nafsu makan meningkat
Tidak terjadi penurunan BB
Masukan nutrisi adekuat
Menghabiskan porsi makan
Hasil lab normal (albumin, kalium)
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
6. Berikan perawatan mulut sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi
3
Perubahan pola napas
Setelah
dilakukan
berhubungan dengan
keperawatan selama 1x24 jam
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru
pola nafas adekuat.
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
Kriteria Hasil:
asuhan
3350
Respiratory Monitoring
otot
tambahan,
intercostal
retraksi
otot
supraclavicular
dan
NOC : Respiratory Status
Peningkatan
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
ventilasi
hiperventilasi, cheyne stokes
dan
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
oksigenasi yang adekuat
Bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
adanya ventilasi dan suara tambahan
3320
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
Suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis
dan dyspneu
mengeluarkan
sputum,
2. Ajarkan pasien nafas dalam
(mampu
3. Atur posisi senyaman mungkin
mampu
4. Batasi untuk beraktivitas
bernafas dengan mudah, tidak ada
5. Kolaborasi pemberian oksigen
pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang
4
normal
Gangguan perfusi jaringan Setelah
berhubungan
Oxygen Therapy
dilakukan
asuhan
dengan keperawatan selama 3x24 jam
4066
Circulatory Care
1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan perfusi jaringan adekuat.
periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil:
ekstremitas).
NOC: Circulation Status
2. Kaji nyeri
Membran mukosa merah muda
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
Conjunctiva tidak anemis
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
Akral hangat
TTV dalam batas normal.
memperbaiki sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake dan output
Tidak ada edema
6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/
2011/01/dialisis-pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23
Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang
Memakai Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/
preview.html diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier
inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Prosesi
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2006