Warga Negara dan Kewarganegaraana Indonesia
WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
Oleh: Rana Khoirunnisa (02011281621142)
A. Warga Negara dan Penduduk
Seperti dikemukakan oleh para ahli,1 sudah menjadi kenyataan yang berlaku umum
bahwa untuk berdirinya negara yang merdeka harus dipenuhi sekurang – kurangnya tiga
syarat, yaitu adanya wilayah, adanya rakyat yang tetap, dan pemerintahan yang berdaulat.
Ketiga syarat ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Tanpa
adanya wilayah yang pasti, tidak mungkinn suatu negara dapat berdiri, dan begitu pula adalah
mustahil untuk menyatakan adanya negara tanpa rakyat yang tetap.2
Rakyat (people) yang menetap di suatu wilayah tertentu, dalam hubungannya dengan
negara disebut warga negara (citizen).3 Warga negara merupakan subjek hukum penyandang
hak dan kewajiban. Setiap warga negara mempunyai hak – hak yang wajib diakui
(recognized) oleh negara dan wajib dihormati (respected), dilindungi (protected), dan
difasilitasi (facilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Sebaliknya, setiap warga negara
juga mempunyai kewajiban – kewajiban kepada negara yang merupakan hak – hak negara
yang juga wajib diakui (recognized), dihormati (respected), dan ditaati atau ditunaikan
(complied) oleh setiap warga negara.4 Georg Jellinek mengemukakan empat macam status
bangsa (warga negara), yaitu5:
1. Status Positif
Status positif seorang warga negara diberi hak kepadanya untuk menuntut tindakan
positif dari negara mengenai perlindungan atas jiwa, raga, milik, kemerdekaan, dan
sebagainya. Untuk itu maka negara membentuk badan – badan pengadilan, kepolisian
dan kejaksaan, dan sebagainya yang akan melaksanakan kepentingan warga
negaranya, dalam pelanggaran – pelanggaran yang berhubungan dengan hal – hal
tersebut di atas berhak mendapat kemakmuran.
2. Status Negatif
Status negatif seorang warga negara akan dijamin kepadanya bahwa negara tida boleh
campur tangan terhadap hak – hak warga negaranya itu terbatas untuk mencegah
timbulnya tindakan – tindakan yang sewenang – wenang dari negara. Walaupun
demikian dalam keadaan tertentu negara dapat melanggar hak – hak asasi rakyat jika
tindakannya itu ditujukan untuk kepentingan umum.
3. Status Aktif
Status aktif memberi hak kepada setiap warga negaranya untuk ikut serta dalam
pemerintahan.
1
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
hlm.383, footnote 23.
2
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.383.
3
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.383.
4
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.383.
5
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi Aksara,2015), edisi 1, cet.ke-11, hlm.78.
4. Status Pasif
Status pasif merupakan kewajiban bagi setiap warga negaranya untuk mentaati dan
tunduk kepada segala perintah negaranya.
Persoalan kewarganegaraan ini juga penting dipandang dari sudut hukum
internasional.6 Seperti dkatakan oleh A.W. Bradley dan K.D. Ewing, 7 nasionalitas dan status
kewarganegaraan itu menghubungkan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di dunia
internasional.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sendiri memberikan
perlindungan baik kepada setiap penduduk maupun setiap warga negara Republik Indonesia.8
Hal ini dapat dilihat pada pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Negara menjamin
kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”9 Lalu Pada pasal 27 ayat (1) UUD
1945 disebutkan kesetaraan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan. 10
Selanjutnya pembaca dapat melihat UUD 1945 pasal 27 hingga pasal 34 tentang hak dan
kewajiban warga negara.
B. Prinsip Dasar Kewarganegaraan
1.
Asas Kewarganegaraan
Dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktik, dikenal adanya tiga asas
kewarganegaraan, yaitu asas ius soli, asas ius sanguinis, dan asas campuran.11 Dari ketiga
asas itu, yang dianggap sebagai asas yang utama ialah asas ius soli dan ius sanguinis.12
Asas ius soli (law of the soil) adalah penentu kewarganegaraan berdasarkan tempat
(negara) seseorang dilahirkan (dalam istilah Bahasa Latin soli solum yang artinya negeri,
tanah, atau daerah).13 Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah penentua kewarganegaraa
6
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.384.
7
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, hlm.384, footnote 24.
8
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.385.
9
Lihat pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
10
Lihat pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
11
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.386.
12
G.J. Wolhof, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, hlm.142, lihat pula Gouw
Giok Siong, Hukum Perdata Internasional Indonesia, jilid 2 (bagian I), (Jakarta: Kinta,
1962), hlm. 17, juga Warga Negara dan Orang Asing, (Jakarta: Kengpo, 1960), cet. Ke-2,
hlm.10.
13
Nur Wahyu Rochmadi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1, edisi ke-2,
hlm.131.
berdasarkan keturunan, jadi kewarganegaraan seseorang ditentukan
kewarganegaraan orang tuanya, tanpa mengindahkan di mana ia dilahirkan.14
bedasarkan
Sehubungan dengan kedua asas tersebut, setiap segara bebas memilih asas yang
hendak dipakai dalam rangka kebijakan kewarganegaraannya untuk menentukan siapa saja
yang diterima sebagai warga negara dan siapa yang bukan warga negara.15
Penerapan kedua asas ini dalam praktiknya sering menimbulkan persoalan
kewarganegaraan, khususnya untuk negara yang menganut kedua-dua asas tersebut dengan
pertimbangan bahwa lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang bersangkutan yang
dalam penerapannya biasa dikenal dengan system dwi-kewarganegaraan. Sistem yang
terakhir ini dinamakan asas campuran. Asas yang dipakai bersifat campuran sehingga dapat
menyebabkan terjadinya apatride atau biprade.16
2.
Bipatride dan Apatride
Telah dijelaskan sebelumnya mengenai asas kewarganegaraan yang dalam praktiknya
tidak jarang kita jumpai pertentangan atau conflict of law atau pertentangan hukum
disebabkan karena pola pengaturan kewarganegaraan yang dianut oleh satu negara tidak sama
dengan negara lain. Misalnya, di negara A dianut asas ius soli, sedangkan negara B menganut
asas ius sanguinis, atau sebaliknya. Hal itu tentu akan menimbulkan persoalan bipatrde atau
dwi-kewarganegaraan, atau sebaliknya menyebabkan apatride, yaitu keadaan tanpa
kewarganegaraan sama sekali.17 baik bipatride maupun apatride adalah keadaan yang tidak
disukai baik oleh negara dimana orang tersebut berdomisili, maupun oleh yang bersangkutan
sendiri.
Keadaan bipatrde membawa ketidakpastian dalam status seseorang, sehingga dapat
saja merugikan negara tertentu ataupun bagi yang bersangkutan itu sendiri. 18 Sebaliknya
keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat
perlindungan dari negara manapun dikarenakan ia tidak memiliki kewarganegaraan, yang
berarti yang bersangkutan itu tidak menyandang hak – hak maupun kewajiban – kewajiban
tertentu seperti yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki kewarganegaraan.
14
Nur Wahyu Rochmadi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1, edisi ke-2,
hlm.131.
15
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.387.
16
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.388.
17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.388.
18
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.389.
3.
System Campuran dan Masalah Dwi-Kewarganegaraan
Pada umumnya, suatu negara hanya menganut salah satu asas kewarganegaraan.
Namun, karena tidak semua negara menganut satu asas yang sama, maka timbullah
perbedaan yang mengakibatkan terjadinya keadaan bipatride atau apatride. Akan tetapi,
kadang – kadang ada negara (contoh : India) yang justru membiarkan atau bahkan memberi
kesempatan kepada warganya untuk berstatus dwi-kewarganegaraan. Kadang – kadang hal
ini terjadi, antara lain, karena asas kewarganegaraan yang dianut bersifat campuran.19
Di dunia yang dewasa ini cenderung semakin menyatu dan dengan dinamika
pergaulan antarumat manusia yang semakin longgar dan dinamis, gejala kewarganegaraan
ganda ini sangat mungkin akan terus berkembang di masa – masa yang akan datang 20, yang
tidak menutup kemungkinan akan timbul multi-kewarganegaraan, terutama di kalangan
kelompok menengah keatas yang dapat hidup berpindah – pindah, sebab bagi mereka itu
tidak ada kerugian apa – apa bagi negara manapun untuk membiarkan mereka memiliki status
kewarganegaraan lebih dari satu, asalkan yang bersangkutan tetap menjalankan kewajibannya
untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan negara yang
bersangkutan.21
4.
Perolehan dan Kehilangan Kewarganegaraan
Indonesia merupakan salah satu negara yang membuka pewarganegaraan atau biasanya
kita kenal dengan cara memperoleh kewarganegaraan. 22 Cara memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia menurut UU No. 12 Tahun 200623:
1. Melalui kelahiran
a. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga
Negara Indonesia
b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga
Negara asing
c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara
asing dan ibu WNI
d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi
19
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.391.
20
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.392.
21
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.392.
22
http://economyscience.blogspot.co.id/2012/03/cara-memperolehkewarganegaraan.html diakses pada 10 November 2017, 22:31 WIB.
23
Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hokum Negara asal ayahnya
tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
e. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI
f. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI
g. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum
anak tersebut berusia 18 ( delapan belas ) tahun atau belum kawin
h. Anak yang lahir di wilayah NKRI yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya
i. Anak yang baru lahir ditemukan di wilayah NKRI selama ayah dan ibunya tidak
diketahui
j. Anak yang lahir di wilayah NKRI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
k. Anak yang dilahirkan diluar wilayah NRI dari seorang ayah dan ibu WNI yang
karena ketentuan dari Negara tempat aanak tersebut dilahirkan tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
l. Anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 ( delapan
belas ) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai WNI
m. Anak WNI yang belum berusia 5 ( lima ) diangkat secara sah sebagai anak oleh
WNA berdasarkan penetapan pengadilan tetaop diakui sebagai WNI
2. Melalui Pengangkatan
a. diangkat sebagai anak oleh WNI
b. pada waktu pengangkatan itu ia belum berumur 5 tahun
c. pengangkatan anak itu memperoleh penetapan pengadilan
3. Melalui Pewarganegaraan
a. telah berusia 18 tahun atau sudah kawin
b. pada waktu pengajuan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah NRI
paling sedikit 5 tahun berturut – turut atau paling singkat 10 tahun tidak
berturut – turut.
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan UUD
1945
e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih
f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan RI, tidak menjadi
berkewarganegaraan
ganda
g. Mempunyai pekerjaan dan/ atau penghasilan tetap
h. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara
i. Orang asing yang telah berjasa kepada NRI atau karena alas an kepentingan
Negara.
4. Melalui perkawinan
a. warga Negara asing yang kawin secara sah dengan WNI
b. menyampaikan pernyataan menjadi warga Negara di hadapan pejabat
5. Melalui permohonan
Seseorang dapat mendapatkan kewarganegaraan Indonesia melalui permohonan
yang diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia pada kertas bermeterai.
Permohonan tersebut diajukan kepada presiden melalui menteri. Apabila
permohonan tersebut dikabulkan, maka ditetapkan melalui keputusan presiden dan
selanjutnya pemohon harus mengucapkan sumpah di depan pejabat yang
berwenang.24 Adapun syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan melalui
permohonan adalah:25
a. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat
10 (sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
e. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f. jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
g. mempunyai pekerjaan dan atau berpenghasilan tetap;
h. membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Disamping itu, seseorang dapat pula kehilangan kewarganegaraan karena tiga
kemungkinan cara, yaitu26:
1. Renunciation, yaitu tindakan sukarela seseorang untuk menanggalkan salah
satu dari dua atau lebih status kewarganegaraan yang diperolehnya dari dua
negara atau lebih.
2. Termination, yaitu penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan
hukum, karena yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan dari negara
24
http://www.ndraweb.com/2016/03/cara-memperoleh-kewarganegaraan-republikindonesia.html , diakses pada 10 November 2017, 10:40 WIB.
25
Lihat Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006.
26
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.398.
lain. Jika seseorang mendapatkan status kewarganegaraan dari negara lain,
negara yang bersangkutan dapat memutuskan sebagai tindakan hukum bahwa
status kewarganegaraan dihentikan.
3. Deprivation, yaitu suatu penghentian paksa, pencabutan, atau pemecatan dari
status kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat yang berwenang karena
terbukti adanya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan dalam cara
perolehan status kewarganegaraan atau apabila orang yang bersangkutan
terbukti tidak setia atau berkhianat kepada negara dan Undang – Undang
Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali
Pers,2014.
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Nur Wahyu Rochmadi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1, edisi ke-2.
Perundang-undangan
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) dan (2).
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (2).
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006.
Website
http://economyscience.blogspot.co.id/2012/03/cara-memperolehkewarganegaraan.html
http://www.ndraweb.com/2016/03/cara-memperoleh-kewarganegaraan-republikindonesia.html
Oleh: Rana Khoirunnisa (02011281621142)
A. Warga Negara dan Penduduk
Seperti dikemukakan oleh para ahli,1 sudah menjadi kenyataan yang berlaku umum
bahwa untuk berdirinya negara yang merdeka harus dipenuhi sekurang – kurangnya tiga
syarat, yaitu adanya wilayah, adanya rakyat yang tetap, dan pemerintahan yang berdaulat.
Ketiga syarat ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Tanpa
adanya wilayah yang pasti, tidak mungkinn suatu negara dapat berdiri, dan begitu pula adalah
mustahil untuk menyatakan adanya negara tanpa rakyat yang tetap.2
Rakyat (people) yang menetap di suatu wilayah tertentu, dalam hubungannya dengan
negara disebut warga negara (citizen).3 Warga negara merupakan subjek hukum penyandang
hak dan kewajiban. Setiap warga negara mempunyai hak – hak yang wajib diakui
(recognized) oleh negara dan wajib dihormati (respected), dilindungi (protected), dan
difasilitasi (facilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Sebaliknya, setiap warga negara
juga mempunyai kewajiban – kewajiban kepada negara yang merupakan hak – hak negara
yang juga wajib diakui (recognized), dihormati (respected), dan ditaati atau ditunaikan
(complied) oleh setiap warga negara.4 Georg Jellinek mengemukakan empat macam status
bangsa (warga negara), yaitu5:
1. Status Positif
Status positif seorang warga negara diberi hak kepadanya untuk menuntut tindakan
positif dari negara mengenai perlindungan atas jiwa, raga, milik, kemerdekaan, dan
sebagainya. Untuk itu maka negara membentuk badan – badan pengadilan, kepolisian
dan kejaksaan, dan sebagainya yang akan melaksanakan kepentingan warga
negaranya, dalam pelanggaran – pelanggaran yang berhubungan dengan hal – hal
tersebut di atas berhak mendapat kemakmuran.
2. Status Negatif
Status negatif seorang warga negara akan dijamin kepadanya bahwa negara tida boleh
campur tangan terhadap hak – hak warga negaranya itu terbatas untuk mencegah
timbulnya tindakan – tindakan yang sewenang – wenang dari negara. Walaupun
demikian dalam keadaan tertentu negara dapat melanggar hak – hak asasi rakyat jika
tindakannya itu ditujukan untuk kepentingan umum.
3. Status Aktif
Status aktif memberi hak kepada setiap warga negaranya untuk ikut serta dalam
pemerintahan.
1
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
hlm.383, footnote 23.
2
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.383.
3
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.383.
4
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.383.
5
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi Aksara,2015), edisi 1, cet.ke-11, hlm.78.
4. Status Pasif
Status pasif merupakan kewajiban bagi setiap warga negaranya untuk mentaati dan
tunduk kepada segala perintah negaranya.
Persoalan kewarganegaraan ini juga penting dipandang dari sudut hukum
internasional.6 Seperti dkatakan oleh A.W. Bradley dan K.D. Ewing, 7 nasionalitas dan status
kewarganegaraan itu menghubungkan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di dunia
internasional.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sendiri memberikan
perlindungan baik kepada setiap penduduk maupun setiap warga negara Republik Indonesia.8
Hal ini dapat dilihat pada pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Negara menjamin
kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”9 Lalu Pada pasal 27 ayat (1) UUD
1945 disebutkan kesetaraan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan. 10
Selanjutnya pembaca dapat melihat UUD 1945 pasal 27 hingga pasal 34 tentang hak dan
kewajiban warga negara.
B. Prinsip Dasar Kewarganegaraan
1.
Asas Kewarganegaraan
Dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktik, dikenal adanya tiga asas
kewarganegaraan, yaitu asas ius soli, asas ius sanguinis, dan asas campuran.11 Dari ketiga
asas itu, yang dianggap sebagai asas yang utama ialah asas ius soli dan ius sanguinis.12
Asas ius soli (law of the soil) adalah penentu kewarganegaraan berdasarkan tempat
(negara) seseorang dilahirkan (dalam istilah Bahasa Latin soli solum yang artinya negeri,
tanah, atau daerah).13 Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah penentua kewarganegaraa
6
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.384.
7
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, hlm.384, footnote 24.
8
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.385.
9
Lihat pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
10
Lihat pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
11
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.386.
12
G.J. Wolhof, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia, hlm.142, lihat pula Gouw
Giok Siong, Hukum Perdata Internasional Indonesia, jilid 2 (bagian I), (Jakarta: Kinta,
1962), hlm. 17, juga Warga Negara dan Orang Asing, (Jakarta: Kengpo, 1960), cet. Ke-2,
hlm.10.
13
Nur Wahyu Rochmadi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1, edisi ke-2,
hlm.131.
berdasarkan keturunan, jadi kewarganegaraan seseorang ditentukan
kewarganegaraan orang tuanya, tanpa mengindahkan di mana ia dilahirkan.14
bedasarkan
Sehubungan dengan kedua asas tersebut, setiap segara bebas memilih asas yang
hendak dipakai dalam rangka kebijakan kewarganegaraannya untuk menentukan siapa saja
yang diterima sebagai warga negara dan siapa yang bukan warga negara.15
Penerapan kedua asas ini dalam praktiknya sering menimbulkan persoalan
kewarganegaraan, khususnya untuk negara yang menganut kedua-dua asas tersebut dengan
pertimbangan bahwa lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang bersangkutan yang
dalam penerapannya biasa dikenal dengan system dwi-kewarganegaraan. Sistem yang
terakhir ini dinamakan asas campuran. Asas yang dipakai bersifat campuran sehingga dapat
menyebabkan terjadinya apatride atau biprade.16
2.
Bipatride dan Apatride
Telah dijelaskan sebelumnya mengenai asas kewarganegaraan yang dalam praktiknya
tidak jarang kita jumpai pertentangan atau conflict of law atau pertentangan hukum
disebabkan karena pola pengaturan kewarganegaraan yang dianut oleh satu negara tidak sama
dengan negara lain. Misalnya, di negara A dianut asas ius soli, sedangkan negara B menganut
asas ius sanguinis, atau sebaliknya. Hal itu tentu akan menimbulkan persoalan bipatrde atau
dwi-kewarganegaraan, atau sebaliknya menyebabkan apatride, yaitu keadaan tanpa
kewarganegaraan sama sekali.17 baik bipatride maupun apatride adalah keadaan yang tidak
disukai baik oleh negara dimana orang tersebut berdomisili, maupun oleh yang bersangkutan
sendiri.
Keadaan bipatrde membawa ketidakpastian dalam status seseorang, sehingga dapat
saja merugikan negara tertentu ataupun bagi yang bersangkutan itu sendiri. 18 Sebaliknya
keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat
perlindungan dari negara manapun dikarenakan ia tidak memiliki kewarganegaraan, yang
berarti yang bersangkutan itu tidak menyandang hak – hak maupun kewajiban – kewajiban
tertentu seperti yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki kewarganegaraan.
14
Nur Wahyu Rochmadi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1, edisi ke-2,
hlm.131.
15
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.387.
16
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.388.
17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.388.
18
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.389.
3.
System Campuran dan Masalah Dwi-Kewarganegaraan
Pada umumnya, suatu negara hanya menganut salah satu asas kewarganegaraan.
Namun, karena tidak semua negara menganut satu asas yang sama, maka timbullah
perbedaan yang mengakibatkan terjadinya keadaan bipatride atau apatride. Akan tetapi,
kadang – kadang ada negara (contoh : India) yang justru membiarkan atau bahkan memberi
kesempatan kepada warganya untuk berstatus dwi-kewarganegaraan. Kadang – kadang hal
ini terjadi, antara lain, karena asas kewarganegaraan yang dianut bersifat campuran.19
Di dunia yang dewasa ini cenderung semakin menyatu dan dengan dinamika
pergaulan antarumat manusia yang semakin longgar dan dinamis, gejala kewarganegaraan
ganda ini sangat mungkin akan terus berkembang di masa – masa yang akan datang 20, yang
tidak menutup kemungkinan akan timbul multi-kewarganegaraan, terutama di kalangan
kelompok menengah keatas yang dapat hidup berpindah – pindah, sebab bagi mereka itu
tidak ada kerugian apa – apa bagi negara manapun untuk membiarkan mereka memiliki status
kewarganegaraan lebih dari satu, asalkan yang bersangkutan tetap menjalankan kewajibannya
untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan negara yang
bersangkutan.21
4.
Perolehan dan Kehilangan Kewarganegaraan
Indonesia merupakan salah satu negara yang membuka pewarganegaraan atau biasanya
kita kenal dengan cara memperoleh kewarganegaraan. 22 Cara memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia menurut UU No. 12 Tahun 200623:
1. Melalui kelahiran
a. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga
Negara Indonesia
b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga
Negara asing
c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara
asing dan ibu WNI
d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi
19
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.391.
20
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.392.
21
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.392.
22
http://economyscience.blogspot.co.id/2012/03/cara-memperolehkewarganegaraan.html diakses pada 10 November 2017, 22:31 WIB.
23
Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hokum Negara asal ayahnya
tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
e. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI
f. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI
g. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum
anak tersebut berusia 18 ( delapan belas ) tahun atau belum kawin
h. Anak yang lahir di wilayah NKRI yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya
i. Anak yang baru lahir ditemukan di wilayah NKRI selama ayah dan ibunya tidak
diketahui
j. Anak yang lahir di wilayah NKRI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
k. Anak yang dilahirkan diluar wilayah NRI dari seorang ayah dan ibu WNI yang
karena ketentuan dari Negara tempat aanak tersebut dilahirkan tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
l. Anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 ( delapan
belas ) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai WNI
m. Anak WNI yang belum berusia 5 ( lima ) diangkat secara sah sebagai anak oleh
WNA berdasarkan penetapan pengadilan tetaop diakui sebagai WNI
2. Melalui Pengangkatan
a. diangkat sebagai anak oleh WNI
b. pada waktu pengangkatan itu ia belum berumur 5 tahun
c. pengangkatan anak itu memperoleh penetapan pengadilan
3. Melalui Pewarganegaraan
a. telah berusia 18 tahun atau sudah kawin
b. pada waktu pengajuan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah NRI
paling sedikit 5 tahun berturut – turut atau paling singkat 10 tahun tidak
berturut – turut.
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan UUD
1945
e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih
f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan RI, tidak menjadi
berkewarganegaraan
ganda
g. Mempunyai pekerjaan dan/ atau penghasilan tetap
h. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara
i. Orang asing yang telah berjasa kepada NRI atau karena alas an kepentingan
Negara.
4. Melalui perkawinan
a. warga Negara asing yang kawin secara sah dengan WNI
b. menyampaikan pernyataan menjadi warga Negara di hadapan pejabat
5. Melalui permohonan
Seseorang dapat mendapatkan kewarganegaraan Indonesia melalui permohonan
yang diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia pada kertas bermeterai.
Permohonan tersebut diajukan kepada presiden melalui menteri. Apabila
permohonan tersebut dikabulkan, maka ditetapkan melalui keputusan presiden dan
selanjutnya pemohon harus mengucapkan sumpah di depan pejabat yang
berwenang.24 Adapun syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan melalui
permohonan adalah:25
a. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat
10 (sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
e. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f. jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
g. mempunyai pekerjaan dan atau berpenghasilan tetap;
h. membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Disamping itu, seseorang dapat pula kehilangan kewarganegaraan karena tiga
kemungkinan cara, yaitu26:
1. Renunciation, yaitu tindakan sukarela seseorang untuk menanggalkan salah
satu dari dua atau lebih status kewarganegaraan yang diperolehnya dari dua
negara atau lebih.
2. Termination, yaitu penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan
hukum, karena yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan dari negara
24
http://www.ndraweb.com/2016/03/cara-memperoleh-kewarganegaraan-republikindonesia.html , diakses pada 10 November 2017, 10:40 WIB.
25
Lihat Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006.
26
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers,2014),
cet.ke-6, hlm.398.
lain. Jika seseorang mendapatkan status kewarganegaraan dari negara lain,
negara yang bersangkutan dapat memutuskan sebagai tindakan hukum bahwa
status kewarganegaraan dihentikan.
3. Deprivation, yaitu suatu penghentian paksa, pencabutan, atau pemecatan dari
status kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat yang berwenang karena
terbukti adanya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan dalam cara
perolehan status kewarganegaraan atau apabila orang yang bersangkutan
terbukti tidak setia atau berkhianat kepada negara dan Undang – Undang
Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali
Pers,2014.
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Nur Wahyu Rochmadi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1, edisi ke-2.
Perundang-undangan
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) dan (2).
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (2).
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2006.
Website
http://economyscience.blogspot.co.id/2012/03/cara-memperolehkewarganegaraan.html
http://www.ndraweb.com/2016/03/cara-memperoleh-kewarganegaraan-republikindonesia.html