Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB I PENDAHULUAN - Ilmu Dakwah Makalah 'Kompetensi Da'i'

  

Kompetensi Da`i

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Dakwah 1

  

Dosen Pembimbing:

Dr. A. Ilyas Ismail, M.A.

  

Disusun oleh :

  Belda Eldrit Janitra 1113051000033 Nur Ratika Puri 1113051000039

  Syarifah Zahrina 1113051000082 Aris Burhanuddin 1113051000013 Vanny Rosa M. 1113051000025

  

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Da’i adalah seorang penyeru ke jalan Allah, pengibar panji-panji Islam, pejuang

  (mujahid) yang mengupayakan terwujudnya sistem Islam dalam realitas kehidupan umat manusia. Salah satu unsur penting dalam proses dakwah adalah adanya seorang Da’i.

  Pada dasaenya, sebagai seorang penyeru di jalan Allah Swt., seorang Da’i dituntut memiliki kompetensi tertentu seperti memiliki pemahaman yang luas mengenai Islam sehingga ia dapat menjelaskan ajaran Islam kepada masyarakat dengan baik dan benar. Ia juga harus memiliki semangat (ghirah) keislaman yang tinggi sehingga ia tidak mudah putus asa dalam menyeru manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kejahatan. Da’i yang memiliki akhlak yang baik maka ia akan lebih dihormati saat melakukan ceramah-ceramah di depan umum, dan akan lebih didngarkan audiens saat berbicara. Akhlak yang baik tersebut juga meninggikan derajat Da’i tersebut. Selain memiliki akhlak yang baik, seorang Dai’i juga harus menyiapkan beberapa hal dalam persiapannya berdakwah, untuk itulah kita harus tau apa saja tahapan-tahapan dalam persiapan seorang Da’i sebelum maju ke podium.

  B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana persiapan da’i sebelum tampil di podium?

  2. Bagaimana akhlak yang harus dimiliki seorang Da’i?

  C. Tujuan

  1. Untuk mengetahui persiapan Da’i sebelum tampil di podium, 2. Untuk mengetahui akhlak yang harus dimiliki seorang Dai’i.

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Kompetensi Da’i Kompetensi menurut para ahli adalah karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang

  individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Dalam konteks ini adalah beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang penyeru ke jalan Allah, dia harus memilikinya supaya proses dakwah berjalan lancar, dan orang yang didakwahi bisa tersentuh hatinya untuk menetapi jalan Allah.

  Salah satu unsur penting dalam proses dakwah adalah adanya seorang da’i. Pada dasarnya, da’i adalah penyeru ke jalan Allah, pengibar panji-panji Islam, dan pejuang (mujahid)

  

  yang mengupayakan terwujudnya sistem Islam dalam realitas kehidupan umat manusi Jika seorang da’i belum bisa memenuhi karakteristik yang dibutuhkan, maka dikhawatirkan bahwa proses dakwah akan terhambat atau bahkan gagal. Maka kompetensi disini menjadi sangat penting untuk dimiliki para Da’i. Kompetensi tersebut terbagi menjadi Akhlak Da’i dan persiapannya.

  Kompetensi harus diasah, jika seorang Da’i belum memilikinya, namun jika Da’i sudah memiliki kompetensi tersebut, bisa jadi berupa bawaan dari keturunan (laduni) maka hal itu akan menjadi nilai plus sorang Da’i dan akan lebih baik jika ia juga selalu mengasah kemampuannya.

B. Akhlak Da’i

  Sebagai seorang penyeru di jalan Allah SWT, seorang da’i dituntut memiliki kompetensi tertentu seperti, memiliki pemahaman yang luas mengenai Islam sehingga ia dapat menjelaskan ajaran Islam kepada masyarakat dengan baik dan benar. Ia juga harus memiliki semangat (ghirah) keislaman yang tinggi sehingga ia tidak mudah putus asa dalam menyeru manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kejahatan. Setidaknya ada beberapa akhlak yang harus dimiliki seorang da’i:

  1. Kasih Sayang

  Menurut Sayyid Quthub, di antara sifat-sifat mulia yang amat penting dan mutlak harus dimiliki oleh seorang da’i adalah sifat kasih sayang (rahmah). Rahmah berarti sensibilitas atau kepekaan tertentu yang mendorong perbuatan baik (ihsan) kepada orang yang dikasihi.

  Kasih sayang bukan hanya diperlukan, tetapi merupakan kebutuhan bagi seorang da’i. Hal ini karena da’i adalah seorang pemimpin, pembimbing rohani, pengajar dan pendidik (mu’allim wa murabbi). Dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai semua itu, da’i merupakan orang pertama yang harus memiliki sifat kasih sayang dan mewujudkan kasih sayang itu dalam proses dakwah.

  ۡمُہ ۡنَع ُف ۡعٱَََف ۖ َكِل ۡو َََح ۡنِم ْاو ََُضَفنَن ِب ۡلَق ۡلٱ َظََيِلَغ اًًظَف َتنُك ۡوَل َو ۖ ۡمُهَل َتنِل ِ للٱ َنِم ٍ۬ةَم ۡح َر اَمِبَف َنيِلِك َوَتُم ۡلٱ ُبِحُي َ للٱ لنِإ ۚ ِللٱ ىَلَع ۡللك َوَتَف َت ۡمَزَع اَذِإَف ۖ ِر ۡمَ ۡلٱ ىِف ۡمُه ۡرِواَش َو ۡمُهَل ۡرِف ۡغَت ۡسٱ َو

  “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.

  

Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari

sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kau membulatkan

tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang

bertawakkal pada-Nya.” (Q.S. Ali Imran: 159).

  2. Integritas (Keutuhan Pribadi)

  Integritas memiliki beberapa makna, antara lain, keterpaduan, kebulatan, keutuhan,

  

jujur dan dapat dipercaya. Maksud dari seorang da’i harus memiliki integritas yakni, ia

harus memiliki sikap yang berpadu baik dari kata maupun perbuatan.

  Menurut Sayyid Quthub, integritas menunjuk pada sikap konsistensi dan kesesuaian (muthabaqah) antara kata dan perbuatan dan antara keduanya dengan hati nurani. Dalam integritas itu terkandung makna kejujuran (Al-Shidq) dan konsistensi (Al-Istiqamah) dalam memperjuangkan kebenaran.

  Dengan kata lain, orang yang berintegritas adalah orang yang dimensi batinnya sama dengan dimensi lahirnya dan laku perbuatannya sama dengan perkataannya. Ini berarti, orang yang memiliki integritas tinggi adalah orang yang mampu melepaskan diri unsur

  Sayyid Quthub juga menyatakan bahwa, tanpa kejujuran dan integritas, kata-kata para da’i dan pemuka agama itu, meski amat indah dan dengan retorika tinggi, tidak akan ada pengaruhnya apa-apa. Bahkan tidak seorang pun dapat mendengar dan mempercayai ucapan mereka.

3. Kerja Keras

  Sifat lain yang harus dimiliki seseorang da`i ialah sikap sungguh-sungguh dan kerja keras. Sifat ini mengharuskan para da`i untuk menggunakan waktunya secara efisien bagi kepentingan dakwah. Menurut Sayyid Quthub, keharusan kerja keras ini, merupakan tuntunan dari sistem islam itu sendiri. Islam, katanya, merupakan sistem hidup yang realistik di mana tidak mungkin dapat diwujudkan hanya dengan angan-angan dan ilusi semata.

  Bagi seorang Da`i tuntutan kerja keras ini makin tinggi. Hal ini karena seorang Da`i pada dasarnya tidak bekerja dan tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain (umat). Oleh karena itu, ia harus mampu mengatur waktunya secara efisien bagi kepentingan dakwah.

C. Persiapan Da’i

1. Persiapan Ruhiyah

  Aqidah merupakan pondasi kehidupan mu’min. Takaran kekuatan ruhiyah seseorang ditentukan oleh tancapan aqidah yang melekat di hatinya. Turunnya surat Al Muzammil pada awal periode Makkah mengisyaratkan betapa kuatnya persiapan tarbiyah ruhiyah saat itu. Setelah mengokohnya aqidah, proses tazkiyatunnafs (pembersihan jiwa) dapat berjalan

  

  efektiurat Al Muzammil dengan nilai-nilai ruhiyah : “Hai orang – orang yang berselimut! Bangunlah (untuk shalat) di malam hari,

  kecuali sedikit dari padanya (yaitu) seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil” (Al

  Muzammil 73 : 1 – 4) “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya, dengan penuh ketekunan.

  (Dialah) Tuhan masyriq dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melaian Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Al Muzammil 73 : 8 – 10)

  Jika kita perhatikan ayat – ayat tersebut, tampak ada beberapa tonggak dalam upaya mempersiapkan kekuatan ruhiyah seorang da’i, yakni: a. Qiyamullail

  Allah ‘Azza wa Jalla pada awalnya telah mewajibkan shalat pada malam pada Rasulullah Saw. dan para sahabat, hingga turunnya ayat keduapuluh surat Al Muzammil. Sekalipun dari sisi hukum akhirnya bukan wajib, namun nilai yang terkandung di dalamnya sungguh luar biasa. Banyaknya keterangan yang menyebutkan keutamaan shalat malam akan makin menyadarkan kita bahwa aktivitas ini memiliki peranan yang penting dalam kehidupan da’i.

  b. Tilawah Qur’an Al – Qur’an merupakan mashdar kehidupa mu’min, oleh karenanya harus senantiasa dibaca, ditelaah kemudian diamalkan isinya. Bagi orang – orang mu’min, Al – Qur’an berfungsi sebagai obat, penentram hati. Namun bagi orang yang zhalim, keberadaan Al - Qur’an hanya semakin menambah penyakit hati saja.

  c. Dzikrullah Dzikrullah ternyata merupakan metode persiapan ruhiyah yang amat mengena.

  Banyak sekali perintah Allah Swt. untuk senantiasa berdzikir, menandakan aktivitas ini

  

  Allah Ta’ala juga memerintahkan kita berdzikir dalam berbagai kondisi. Firman- Nya : “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), berdzikirlah kepada Allah di waktu

  berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring.” ( An Nisa’ 4 : 103)

  Tentang ayat ini Ibnu Abbas ra. berkata, “Jadi maksudnya adalah jangan lepas – lepas dari dzikir itu, baik di waktu malam maupun siang, di daratan atau lautan, di saat berpergian atau di rumah, dalam keadaan kaya atau miskin, waktu badan sehat atau sakit, dalam keadaan sunyi maupun banyak orang.”

  Pengaruh dzikrullah adalah ketentraman hati. Para da’i yang senantiasa dzikir kepada Allah Swt, tak akan sekali – kali memiliki rasa cemas dan khawatir, senantiasa ithmi’nan (tenang) dalam kondisi apapun. Allah Swt. berfirman, “(Yaitu) orang – orang yang

  beriman hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (Ar Ra’du 13 : 28)

  2. Persiapan Karakter

  Da’i harus memiliki karakter yang kuat dan jelas. Mereka adalah panutan umat, setiap gerakan langkah, tutur kata, perulaku, dan kehidupan kesehariannya senantiasa diperhatikan umat. Secara umum, persiapan karakter bagi diri da’i dilakukan dengan proses

   tarbiyah Islamiyah yang kontida beberapa tujuan pokok dalam proses tarbiyah ini :

  a. Pertama, Membentuk Konsep Islam secara Wadhih (Gamblang)

  b. Kedua, Membentuk Kepribadian Islam (Syakhshiyah Islamiyah)

  c. Ketiga, Menciptakan Kebersamaan Ada beberapa karakter yang selayaknya dimiliki para da’i Islam, yakni

  a. Kejelasan Wala’ (Loyalitas)

  Wala’ (loyalitas) merupakan karakter asasi setiap muslim. Dengan ciri ini, akan mampu membedakan orang – orang yang beriman dengan orang yang kafir.

  Bagi para da’i wujud loyalitas kepada Allah dan Rasul-Nya ada dua hal, yakni : 1) Iltizam terhadap Syari’at Islam 2) Iltizam terhadap manhaj dakwah

  b. Memiliki akhlaq mulia Setelah memiliki kejelasan wara’ para da’i dituntut untuk memperindah dirinya dengan akhlaq yang diajarkan oleh Islam. Dakwah akan menjadi produktif ketika para da’i memperlihatkan akhlaq yang baik. Ketika akhlaq telah tertanam dalam diri da’i, maka jadilah ia kharisma dalam dakwah. Tidak cukup hanya memperbaiki akhlah diri sendiri, sesungguhnya da’i mempunyai kewajiban untuk memperbaiki akhlaq keluarganya untuk menempati akhlaq Islam, baru para da’i membina umat, agar sesuai dengan tuntunan kehidupan yang islami.

  3. Persiapan Tsaqafah

  Tidak cukup hanya berbekal persiapan ruhiyah dan karakter, para da’i semestinya juga mempersiapkan diri dalam hal tsaqafah (intelektualitas). Banyak hal yang diketahui para da’i, mengingat kemajuan di bidang sains dan teknologi yang sedemikian pesatnya. Hal yang paling penting adalah menempatkan keilmuan yang dibutuhkan secara proposional. Bagi setiap da’i yang memiliki tugas untuk melakukan tabligh, memang memerlukan kecerdasan dan pemahaman akan ilmu – ilmu, baik qauliyah maupun kauniya.

  Ada tiga macam keilmuan yang diperlukan oleh para da’i untuk dirinya sendiri maupun kaitannya dengan tugas dakwahnya, yakni : a. Pengetahuan Islam secara Lengkap

  Syaikh Said Hawwa menyebutkan beberapa ilmu Islam yang harus diketahui oleh setiap muslim saat ini. 1) Ilmu Ushul Ats Tsalasah (tiga landasan pokok) yang meliputi pengetahuan (ma’rifah) tentang Allah Swt. Ar Rasul dan Al Islam itu sendiri. 2) Al Qur’an, baik kandungan maupun ilmu – ilmu yang berhubungan dengannya. 3) As Sunnah, baik kandungan maupun ilmu – ilmu yang berkaitan dengannya. 4) Ilmu Ushul Fiqih. 5) Ilmu Al Aqa’id (aqidah), akhlaq dan fiqh. 6) Sirah Nabawiyah dan tarikh umat Islam. 7) Ilmu bahasa Arab. 8) Sistem musuh dalam menghancurkan Islam (deislamisasi). 9) Studi Islam modern. 10) Fiqh Ad Dakwah. Bagi seorang da’i proses pengembangan dan pembinaan aspek tsaqafah harus berjalan terus menerus. Tetapi bukan berarti harus mengetahui secara keseluruhan ilmu – ilmu tersebut baru boleh berdakwah. Lakukan dakwah sejak mengetahui kewajibannya,

  

  b. Pengetahuan Modern Seorang da’i juga perlu mengerti ilmu pengetahuan modern yang sekarang banyak berkembang. Aktivis dakwah Islam pelu mengetahui secara global maupun khusus keseluruhan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dalam dakwah Islam. Pendek kata, keseluruhan ilmu yang bermanfaat bagi dakwah harus dikuasai kaum muslimin. Peran da’i adalah mengarahkan potensi – potensi umat ini sesuai dengan disiplin keilmuan masing – masing, agar bisa bisaa bermanfaat dalam dakwah.

  c. Pengetahuan Keahlian Pengetahuan keahlian ini lebih spesifik sifatnya. Kemajuan teknologi telah menghasilkan bermacam – macam produk. Jika hal ini dikuasai, dan digunakan dengan baik oleh para da’i tentu akan semakin menambah kemudahan dalam beberapa hal di lapangan dakwah.

  4. Persiapan Jasadiyah

  Persiapan jasadiyah ini ternyata merupakan bagian integral dari keseluruhan persiapan yang harus dilakukan oleh para da’i. Bagi setiap da’i hendaknya melakukan penjagaan kesehatan secara teratur. Hal ini bisa dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang halal dan thayib, menjauhkan diri dari makanan atau minuman yang

  

  merusak badaPenjagaan makanan dan minuman ini adalah salah satu cara untuk memelihara kesehatan tubuh. Pengaturan waktu juga diperlukan untuk keseimbangan tubuh, termasuk dalam hal ini istirahat yang cukup.

  5. Persiapan Maliyah (Materi)

  Materi bukanlah segalanya, akan tetapi itu merupakan yang diperlukan bagi kelangsungan dakwah, baik dalam skala individual maupun kolektif. Sebagai sarana penunjang kebaikan da’i dan dakwah juga berhubungan langsung dengan materi. Ketika para da’i membutuhkan tambahan informasi dan pengetahuan setiap harinya, maka ia perlu mengakses berita lewat media massa, baik lewat radio, Koran harian, tabloid, ataupun televise dan internet. Pendek kata, materi tidak bisa dipungkiri, merupakan kebutuhan bagi kelangsungan dan kelancaran dakwah.

BAB III KESIMPULAN Da’i merupakan salah satu unsur penting dalam proses dakwah, dan proses dakwah akan

  berlangsung dengan baik jika Da’i tersebut memilik kompetensi yang baik. Kompetensi ini menjadi penting karena mempengaruhi proses dakwah. Da’i yang memiliki kompetensi yang baik, maka proses dakwahnya bisa lancar, dan orang-orang yang didakwahi bisa tersentuh hatinya, percaya kepada sang Da’i dan akan mengikuti ajarannya. Sebaliknya Da’i yang kompetensinya buruk, bisa menghambar proses dakwahnya, masyarakat bisa saja tidak mempercayai sang Da’i dan tidak mau mengikuti ajarannya.

  Kompetensi Da’i bisa dibagi menjadi dua bagian, yang pertama Akhlak dan yang kedua persiapan. Akhlak disini menjadi bekal utama seorang Da’i sembari ia juga selalu memperbaiki persiapannya. Da’i juga harus selalu menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan utama dan tidak boleh fanatik kepada pendapat golongan tertentu.

  Bagi seorang Da’i hendaknya tidak menyamaratakan setiap orang dalam berdakwah, hendaknya, ia harus memperhatikan betul siapa yang menjadi mad’unya. Dia harus bisa menyamakan derajatnya, kepada siapa ia berbicara. Tentu bahasa yang digunakan akan berbeda jika berbicara dengan anak-anak dan dengan orang tua atau remaja.

  Daftar Pustaka Ismail, A. Ilyas. 2008. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub. Jakarta: Penamadani.

  Takariawan, Cahyadi. 2005. Prinsip-prinsip Dakwah. Yogyakarta: Izzan Pustaka.