BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori - PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori yang diambil penulis sebagai landasan
teori variabel independen.Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.Tiga elemen
utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhanAbraham Maslow, teori X dan teori
YDouglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah
'alasan' yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu.
Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Ada yang mengartikan motivasi
sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan
semangat. (08/09/2014, http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi)
Dari berbagai jenis teori motivasi, teori yang sekarang banyak dianut
adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada
hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Ahli yang mencoba
merumuskan kebutuhankebutuhan manusia, di antaranya adalah Abraham
Maslow. Maslow telah menyusun “tingkatan kebutuhan manusia”, yang pada
pokoknya didasarkan pada prinsip, bahwa (Wahjosumidjo, 1987) :
Universitas Sumatera Utara
1) Manusia adalah “ binatang yang berkeinginan”;
2) Segera setelah salah satu kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan lainnya
akan muncul;
3) Kebutuhan-kebutuhan manusia nampak diorganisir ke dalam kebutuhan
yang bertingkat-tingkat;
4) Segera setelah kebutuhan itu terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai
pengaruh yang dominan, dan kebutuhan lain yang lebih meningkat
mulai mendominasi.
Wahjosumidjo (1987) merumuskan lima jenjang kebutuhan manusia,
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
1) Kebutuhan
mempertahankan
hidup
(Physiological
Needs).
Manifestasi kebutuhan ini tampak pada tiga hal yaitu sandang,
pangan, dan papan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer
untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis.
2) Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Manifestasi kebutuhan ini
antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia
berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun,
dan jaminan hari tua.
3) Kebutuhan social (Social Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara
lain tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain
(sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of
achievement), kekuatan ikut serta (sense of participation).
Universitas Sumatera Utara
4) Kebutuhan akan penghargaan/prestise (esteem needs), semakin
tinggi status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini
dimanifestasikan dalam banyak hal, misalnya mobil mercy, kamar
kerja yang full AC, dan lain-lain.
5) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization),
kebutuhan ini bermanifestasi pada keinginan mengembangkan
kapasitas mental dan kerja melalui seminar, konferensi, pendidikan
akademis, dan lain-lain.
Menurut Suwandi (2005), dalam konteks organisasi, motivasi adalah
pemaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan personil. Hal ini akan
mencegah terjadinya ketegangan / konflik sehingga akan membawa pada
pencapaian tujuan organisasi secara efektif.
Sehubungan
dengan
auditpemerintah,
terdapat
penelitian
mandiri
mengenai pengaruh rewards instrumentalities dan environmental risk factors
terhadap motivasi partner auditor independen untuk melaksanakan audit
pemerintah. Penghargaan (rewards) yang diterima auditor independen pada saat
melakukan audit pemerintah dikelompokkan ke dalam dua bagian penghargaan,
yaitu penghargaan intrinsic (kenikmatan pribadi dan kesempatan membantu orang
lain) dan penghargaan ekstrinsik (peningkatan karir dan status). Sedangkan faktor
risiko lingkungan (environmental risk factors) terdiri dari iklim politik dan
perubahan kewenangan. Rincian lebih lanjut tentang faktor penghargaan dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
TABEL 2.1
MOTIVASI AUDITOR INDEPENDEN
DALAM MELAKUKAN AUDIT PEMERINTAH
Penghargaan Intrinsik
Penghargaan Ekstrinsik
Kenikmatan Pribadi
Karir
1. Pekerjaan yang menarik
1. Keamanan/kemapanankerjaya
2. Stimulus intelektual
3. Pekerjaan
yang
ng tinggi
menantang
2. Kesempatan
(mental)
karir
jangkapanjang yang luas
4. Kesempatan pembangunan dan
3. Peningkatan kompensasi
pengembangan pribadi
5. Kepuasan pribadi
Kesempatan membantu orang lain
1. Pelayanan masyarakat
2. Kesempatanmembantupersonalkli
en
3. Kesempatan
Status
1. Pengakuan
positif
darimasyarakat
2. Penghormatan dari masyarakat
bertindaksebagai
mentor bagi stafaudit
3. Prestis atau nama baik
4. Meningkatkan status sosial
Sumber : Taufiq Effendy (2010)
2.1.2. Kualitas Audit
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-2 (1994) kualitas adalah
tingkat baik buruknya sesuatu. Sedangkan pengertian audit adalah pemeriksaan
tentang keuangan atau pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian
kewajaran laporan yang dihasilkan.
Menurut Boynton (2001) auditing adalah suatu proses yang sistematis
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi –
Universitas Sumatera Utara
asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya serta penyampaian hasil - hasilnya kepada pihak - pihak yang
berkepentingan.
Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas audit adalah
tingkat baik buruknya suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif atas suatu informasi untuk menentukan apakah
suatu informasi disajikan secara wajar dan sesuai dengan kriteria yang sudah
ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Audit bukan hanya merupakan proses review terhadap laporan keuangan,
namun juga mengenai penyampaian informasi yang tepat terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan. Hal itu digunakan sebagai dasar pengukuran kualitas audit.
De Angelo (1981) dalam Alim, dkk (2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai
gabungan probabilitas seorang auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan
penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien.
Dari beberapa definisi dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa kualitas audit adalah kemampuan seorang auditor dalam memperoleh dan
mengevaluasi bukti untuk menemukan apakah terjadi misstatement dan
pelanggaran serta auditor mampu untuk melaporkannya sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, auditor yang berkualitas dalam audit
adalah auditor yang mampu menemukan salah saji dan pelanggaran serta juga
mampu untuk melaporkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Peranan auditor untuk meningkatkan kualitas audit sangat diperlukan.
Kualitas audit perlu ditingkatkan karena dengan meningkatnya kualitas audit yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan oleh auditor maka tingkat kepercayaan yang akan diberikan oleh
masyarakat semakin tinggi. Menurut Panduan Manajemen Pemeriksaan BPK
(2002) standar kualitas audit terdiri dari :
1. Kualitas strategis yang berarti hasil pemeriksaan harus memberikan
informasi kepada pengguna laporan secara tepat waktu.
2. Kualitas teknis berkaitan dengan penyajian temuan, simpulan, dan
opini pemeriksaan, yaitu penyajiannya harus jelas, konsisten, dan
objektif.
3. Kualitas proses yang mengacu pada proses kegiatan pemeriksaan sejak
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, sampai dengan tindak lanjut
pemeriksaan.
2.1.3. Kompetensi
Alim (2007 : 6) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari
seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior.
Kompetensi merupakan karakteristik - karakteristik yang mendasari individu
untuk melakukan suatu pekerjaan superior.
Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi
merupakan suatu karakteristik dan keterampilan individu yang mencerminkan
kemampuan
potensialnya
dalam
melakukan
suatu
pekerjaan
superior.
Karakteristik dan keterampilan individu dapat dimiliki sebagai hasil dari
menempuh jalur pendidikan formal maupun non-formal, serta ujian, sertifikasi
maupun keikutsertaan dalam seminar, pelatihan, lokakarya, dan lain-lain. Berarti
kompetensi dalam audit berarti seorang auditor setelah menempuh pendidikan
Universitas Sumatera Utara
formalnya serta mengikuti pelatihan-pelatihan dan akan semakin terasah
keahliannya tersebut dengan melakukan praktek audit.
Kompetensi auditor juga dapat diukur melalui banyaknya sertifikat atau
ijazah yang dimiliki serta banyak/seringnya keikutsertaan dalam pelatihan/seminar
yang berkaitan dengan profesinya. Semakin sering seorang auditor yang
bersangkutan hadir dan mengikuti pelatihan/seminar maka auditor yang
bersangkutan diharapkan dan seharusnya akan lebih cakap dan lebih lihai dalam
melaksanakan tugas auditnya.
Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang
dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. dalam
melaksanakan tugasnya, seorang auditor harus bertindak sebagai seorang yang
ahli dalam bidangnya, yakni auditing dan akuntansi. Christiawan (2002 : 89)
menyatakan akuntan publik harus terus bersikap dinamis dalam menanggapi
perubahan dan perkembangan dari suatu standar. Auditor sebagai seorang yang
ahli harus selalu mempelajari dan memahami semua perkembangan ketentuan
maupun ketentuan baru yang diterapkan dalam bisnis maupun organisasi profesi.
Selain itu juga dapat diketahui bahwa kualitas auditor juga dapat diukur dari
tingkat kompetensi dan independensinya.
Dalam lampiran 2 SPKN disebutkan bahwa:
Pemeriksa yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan menurut
Standar Pemeriksaan harus secara kolektif memiliki : Pengetahuan tentang
Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan
yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan
pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan
yang dilaksanakan; Pengetahuan umum tentang lingkungan entitas,
program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan) (paragraf 10).
Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus memiliki
Universitas Sumatera Utara
keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang
diperiksa (paragraf 11).
Kompetensi yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa
penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan
terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses
peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat
kompetensi auditor.
2.1.4. Independensi
Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN adalah: “Dalam semua hal
yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi,
ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”.
Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan
para
pemeriksanya
bertanggung
jawab
untuk
dapat
mempertahankan
independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan
atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan
dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.
Independensi dalam pengauditan sebagai penggunaan cara pandang yang
tidak biasa dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut,
dan pelaporan hasil temuan audit.
Ada dua aspek independensi, yaitu:
1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental
attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan
publik untuk bertindak dan bersikap independen.
Universitas Sumatera Utara
2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of
independence),
independensi
penampilan
ditentukan
oleh
kesan
masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
Definisi independensi menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP
2001 : seksi 220) adalah suatu keadaan dimana auditor tidak mudah dipengaruhi,
karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan
demikian auditor eksternal diharapkan dan tidak dibenarkan memihak kepada
kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia
miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk
mempertahankan kebebasan pendapatnya. Sikap mental independen tersebut
meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in
appearance).
Setiap auditor harus memelihara integritas dan keobjektifan dalam tugas
profesional dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang
bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Setiap auditor harus dapat
menghindar dari keadaan yang dapat membuat opini masyarakat/pihak ketiga
bahwa auditor tidak lagi dapat menjaga independensinya bahwa auditor sudah
terlibat dalam suatu konflik/pertentangan kepentingan sehingga auditor sudah
tidak lagi bersikap objektif.
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi dalam profesi audit
sangatlah penting bagi perkembangan profesi akuntan publik itu sendiri.
Masyarakat tidak akan lagi percaya jika terdapat bukti bahwa auditor sudah
kehilangan independensinya. Untuk bertindak independen, auditor harus menjaga
Universitas Sumatera Utara
sikap mentalnya yaitu sikap mental intelektual jujur. Auditor harus mengelola
praktiknya dalam semangat independensi dan aturan yang ditetapkan untuk
mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya SPAP (2001 :
seksi 220).
Dalam lampiran 2 SPKN disebutkan bahwa:
Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan
pandanganpribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup
pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala
bentuknya. Pemeriksa bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada
pejabat yang berwenang dalamorganisasi pemeriksanya apabila memiliki
gangguan pribadi terhadap independensi.
Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi antaralain:
1. Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda
sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau
program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa,
dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan
terhadap entitas atau program yang diperiksa.
2. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung pada entitas atau program yang diperiksa.
3. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang
diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
4. Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang
diperiksa.
5. Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan
objek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi,
Universitas Sumatera Utara
pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereviu laporan keuangan
entitas atau program yang diperiksa.
6. Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan
suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi
berat sebelah.
2.1.5. Due Professional Care
Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat
dan seksama. Muliani dan Bawono (2010) mendefinisikan due professional care
sebagai kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional
yang menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional.
Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care
dalam pekerjaan auditnya. Auditor dituntut untuk selalu berpikir kritis terhadap
bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti
audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan
maupun kecurangan (fraud).
Standar umum ketiga dalam SPKN
menghendaki auditor independen
untuk cermat dan seksama dalam menjalankan tugasnya. Penerapan kecermatan
dan keseksamaan diwujudkan dengan dilakukannya review secara kritis pada
setiap tingkat supervise terhadap pelaksanaan audit. Kecermatan dan keseksamaan
menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
yang dihasilkan. Auditor yang cermat dan seksama akan menghasilkan kualitas
audit yang tinggi.
2.1.6. Akuntabilitas
Istilah akuntabilitas berasal dari Bahasa Inggris “accountability” yang
memiliki arti pertanggungjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan
atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Tetlock (1984) dalam Diani
Mardisar dan Ria (2007), mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan
psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua
tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya.
Peran dan tanggung jawab auditor diatur dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh IAI ataupun Statement on Auditing
Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB).
Adapun peran dan tanggung jawab auditor yaitu:
a. Tanggung jawab mendeteksi dan melaporkan kecurangan (fraud),
kekeliruan, dan ketidakberesan.
b. Tanggung jawab mempertahankan sikap independensi dan menghindari
konflik.
c. Tanggung jawab mengkomunikasikan informasi yang berguna tentang
sifat dan hasil proses audit.
d. Tanggung jawab menemukan tindakan melanggar hukum dari klien.
Diani Mardisar dan Ria (2007) mengatakan bahwa kualitas hasil pekerjaan
auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang
dimiliki oleh auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
akuntabilitas merupakan salah satu faktor penting yang harus dimiliki auditor
dalam melaksanakan tugasnya. Untuk mengukur akuntabilitas dapat digunakan
tiga indikator berikut Rahman (2009) :
1)
Motivasi, merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai
tujuan. Dengan adanya motivasi dalam bekerja, auditor diharapkan lebih
memiliki intensitas, arah, dan ketekunan sehingga tujuan organisasi dapat
dicapai. Terkait dengan akuntabilitas, seseorang dengan akuntabilitas
tinggi akan memiliki motivasi yang tinggi pula dalam mengerjakan
sesuatu.
2)
Pengabdian pada profesi, dicerminkan dari dedikasi profesionalisme
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki, serta
keteguhan untuk tetap melaksanakan suatu pekerjaan. Sikap ini adalah
ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Totalitas
inilah yang menjadi tanggung jawab dan komitmen pribadi, sehingga
kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan
rohani, kemudian baru materi.
3)
Kewajiban sosial, merupakan pandangan tentang pentingnya peranan
profesi dan manfaat yang diperoleh, baik oleh masyarakat maupun
professional karena adanya pekerjaan tersebut. Jika auditor menyadari
betapa besar perannya, maka ia akan memiliki keyakinan untuk melakukan
pekerjaan dengan baik dan penuh tanggung jawab, sehingga ia merasa
Universitas Sumatera Utara
berkewajiban untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan juga
profesinya.
Pengabdian kepada profesi merupakan suatu komitmen yang terbentuk
dari dalam diri seorang profesional, dalam hal ini adalah auditor, tanpa paksaan
dari siapapun. Auditor memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis
mereka kepada organisasi, profesi, masyarakat, dan pribadi mereka sendiri dimana
akuntan
publik
objektivitasnya.
mempunyai
Auditor
tanggung
yang
jawab
memiliki
menjaga
akuntabilitas
integritas
dan
tinggi
akan
bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaannya sehingga kualitas audit yang
dihasilkan pun akan semakin baik.
2.1.7. Fraud Risk Assessment
Fraud adalah kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran
atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta materiil yang dapat
mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang
merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus
(khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu
kejahatan; penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara
ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat
dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat.
Fraud dalam suatu perusahaan,organisasi, maupun pemerintahan tidaklah
mungkin dihilangkan selama ketiga elemen kecurangan (fraud triangle) yaitu
pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rationalization (rasionalisasi)
masih terdapat dalam suatu perusahaan.
Alvin A. Arens (2003 : 365)
Universitas Sumatera Utara
mendefenisikan fraud triangle adalah tiga kondisi dimana auditor sering
menemukan adanya salah saji materiil yang disebabkan oleh kecurangan, ketiga
kondisi tersebut adalah pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), dan
rationalization (rasionalisasi).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga kondisi (fraud triangle)
diatas adalah sebagai berikut :
1. Tekanan (pressures)
Terdapat tekanan yang berbeda-beda yang dapat memotivasi seseorang
untuk melakukan fraud. Perceived pressures sebagai situasi dimana
manajemen atau karyawan
memiliki insentif atau tekanan untuk
melakukan kecurangan.
2. Kesempatan (opportunities)
Kesempatan (opportunity) adalah situasi dimana seseorang percaya bahwa
dia memiliki keadaan yang menjanjikan atau memungkinkan untuk
melakukan fraud dan tidak dapat terdeteksi dimanakesempatan untuk
melakukan atau menyembunyikan fraud harus ada agar financial statement
fraud dapat terjadi.
3. Rasionalisasi (rationalization)
Rasionalisasi adalah hadirnya sebuah perilaku, karakter, atau kumpulan
nilai etis yang membiarkan manajemen atau karyawan secara sengaja
melakukan sebuah tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam
lingkungan yang membebankan tekanan yang cukup yang menyebabkan
mereka untuk merasionalisasikan atau membenarkan sebuah tidakan yang
Universitas Sumatera Utara
tidak jujur. Sebagai contoh seseorang mengaku mengambil uang
perusahaan tetapi dia beralih hanya meminjam dan akan mengembalikan
uang itu setelah menerima gaji atau berdalih itu pantas dia dapatkan karena
yang bersangkutan sudah bekerja keras untuk perusahaan.
Salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud adalah
dengan menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud tersebut dengan
mempunyai pengendalian internal yang baik serta mempertimbangkan fraud risk
assessment (penaksiran resiko kecurangan).
Fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) yaitu penaksiran
seberapa besar risiko kegagalan auditor dalam mendeteksi terjadinya kecurangan
dalam asersi manajemen. Slamet Susanto (2009) mengartikan fraud risk
assessment merupakan risiko salah saji laporan keuangan yang disengaja dengan
jumlah melebihi tingkat kekeliruan yang dapat ditolerir yang meliputi salah saji
maupun
penghilangan
jumlah-jumlah
atau
pengungkapan-pengungkapan.
Formulir penaksiran risiko kecurangan digunakan untuk mendokumentasikan
hasil penelaahan faktor-faktor risiko kecurangan.
2.1.8. Konsep Inspektorat
Berdasarkan amanat Pasal 112 ayat (2) UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan pasal 11 PP No. 20 tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, maka unsur pengawasan
pada Pemerintah Daerah yang semula dilaksanakan oleh Inspektur Wilayah
Propinsi/Kota atau Kota, Inspektorat merupakan unsur penunjang Pemerintah
Daerah di Bidang Pengawasan yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang
Universitas Sumatera Utara
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris
Daerah. Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Badan Usaha
Milik Daerah serta usaha daerah lainnya. Disamping itu Inspektorat mempunyai
fungsi yaitu :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengawasan fungsional;
2. Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
oleh Perangkat Daerah dan pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah dan
Usaha Daerah lainnya;
3. Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian atas kinerja Perangkat
Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah serta Usaha Daerah lainnya;
4. Pelaksanaan pengusutan dan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan
atau
penyalahgunaan
wewenang
baik
berdasarkan
temuan
hasil
pemeriksaan maupun pengaduan atau informasi dari berbagai pihak;
5. Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian atas kinerja Perangkat
Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah serta Usaha Daerah lainnya;
6. Pelaksanaan pengusutan dan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan
atau
penyalahgunaan
wewenang
baik
berdasarkan
temuan
hasil
pemeriksaan maupun pengaduan atau informasi dari berbagai pihak;
7. Pelaksanaan tindakan awal sebagai pengamanan diri terhadap dugaan
penyimpangan yang dapat merugikan daerah;
8. Pelaksanaan fasilitasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah melalui
pemberian konsultasi;
Universitas Sumatera Utara
9. Pelaksanaan
koordinasi
tindak
lanjut
hasil
pemeriksaan.
Aparat
pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP);
10. Pelaksanaan pelayanan informasi pengawasan kepada semua pihak;
11. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan pihak yang berkompeten
dalam rangka menunjang kelan-caran tugas pengawasan;
12. Pelaporan hasil pengawasan disampaikan kepada Gubernur dengan
tembusan kepada DPRD;
13. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diperintahkan oleh Gubernur;
Inspektorat kota juga mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan daerah di bidang pengawasan yang
meliputi pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan serta keuangan dan
kekayaan daerah.
Fungsi-fungsi Inspektorat provinsi, meliputi :
1.
Perencanaan program pengawasan.
2.
Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan.
3.
Pembinaan
dan
pemerintahan,
pelaksanaan
pembangunan,
pengawasan
sosial
meliputi
bidang
kemasyarakatan
serta
dan
tugas
keuangan dan kekayaan daerah.
4.
Pemeriksaan,
pengusutan
pengujian
penilaian
pengawasan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Penelitian Terdahulu
Alim dkk (2007) melakukan penelitian kualitas audit yang dilakukan oleh
auditor pada Kantor Akuntan Publik se - Jawa Timur. Variabel penelitian yang
digunakan yaitu kompetensi dan independensi sebagai variabel independen,
kualitas audit sebagai variabel dependen, dan etika auditor sebagai variabel
moderasi. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa independensi dan kompetensi
auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Teguh Harhinto (2004) melakukan penelitian kualitas audit yang
dilakukan oleh auditor. Variabel penelitian yang digunakan yaitu keahlian dan
independensi sebagai variabel independen, kualitas audit sebagai variabel
dependen. Dari penelitan tersebut terdapat hasil penelitian bahwa keahlian dan
independensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Saripudin, Netty Herawaty, Rahayu
(2012) Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Proffessianl Care, dan
Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit pada KAP di Jambi dan Palembang yang
membuktikan secara parsial variabel due professional care tidak berpengaruh
signifikan terhadap kualitas auditor. Peneliti lain yang menemukan due
professional care tidak berpengaruh signifikan adalah Achmat Badjuri (2011),
sedangkan Muliani dan Bawono (2010) due professional care secara parsial
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Nizarul, Trisni, dan Liliek (2007), Yossi Septriani (2012) membuktikan
bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
Lauw Tjun Tjun (2012) menyatakan independensi tidak berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit.
Rahman (2009) menguji persepsi auditor mengenai pengaruh kompetensi,
independensi, dan due professional care terhadap kualitas audit, dimana
kompetensi diproksikan ke dalam pengetahuan dan pengalaman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengetahuan, independensi, dan due professionalcare
berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh
signifikan.
Penelitian yang dilakukan Suzy Noviyanti (2008) dalam disertasinya
mencoba melihat keeratan hubungan variabel trust (tingkat kepercayaan) auditor
terhadap klien, fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) dan
karakteristik personal dengan skeptisisme profesional. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh penaksiran
risiko kecurangan yang diberikan oleh atasannya. Bagaimana auditor yang diberi
penaksiran risiko kecurangan tinggi secara signifikan lebih skeptis dibandingkan
dengan auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan secara
signifikan lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang diberi penaksiran
risiko kecurangan lebih rendah.
Secara ringkas hasil dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
1.
Alim, dkk
Variabel
Hasil Penelitian
Dependen
Independen
Kualitas audit
Kompetensi dan
Kompetensi
Independensi
Independensi
(2007)
dan
berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit.
Interaksi
antara
kompetensi,
independensi, dan etika
auditor
berpengaruh
positif
terhadap
kualitas
audit.
2.
Teguh
Kualitas audit
Harhinto
Keahlian
dan Keahlian
Independensi
(2004)
dan
independensi
berpengaruh secara
signifikan
terhadap
kualitas audit.
3.
Saripudin,Netty Kualitas Audit
Independensi,
Pengaruh
Herawaty,
Pengalaman,
Independensi,
Rahayu (2012)
Due
Pengalaman,
Professional
Proffessianl Care, dan
Care,
Akuntabilitas terhadap
Akuntabilitas
Kualitas Audit pada
Due
KAP di Jambi dan
Palembang
membuktikan
parsial
yang
secara
variabel
Universitas Sumatera Utara
due
professional care tidak
berpengaruh signifikan
terhadap
kualitas
auditor.
4.
Achmat
Kualitas Audit
Badjuri (2011)
Independensi,
Due professional care
Due
tidak
Professional
signifikan
Care,
kualitas audit.
berpengaruh
terhadap
Akuntabilitas
5.
Nizarul,Trisni,
dan
Kualitas Audit
Liliek
Kompetensi dan Independensi
berpengaruh signifikan
Independensi
(2007)
6.
Lauw
terhadap kualitas audit.
Tjun Kualitas Audit
Tjun (2012)
Kompetensi dan Independensi
tidak
berpengaruh signifikan
Independensi
terhadap kualitas audit.
7.
Rahman
Kualitas audit
(2009)
Kompetensi,
Kompetensi
Independensi,
diproksikan
danDue
ke dalam 2 hal, yaitu
Professional
pengetahuan
Care.
pengalaman.
dan
Pengetahuan,
independensi, dan due
professional care
berpengaruh terhadap
kualitas
audit,
sedangkan
pengalaman tidak
memberikan pengaruh.
8.
Suzy Noviyanti Skeptisisme
Kepercayaan
(2008)
(Trust)
Profesional
Hasil
penelitiannya
dan menunjukkan
bahwa
Universitas Sumatera Utara
Risk skeptisisme profesional
Fraud
Assessment
auditor
dipengaruhi
oleh penaksiran risiko
kecurangan
yang
diberikan
oleh
atasannya.
Auditor
yang diberi penaksiran
risiko
kecurangan
tinggi secara signifikan
lebih
skeptis
dibandingkan
dengan
auditor
yang
tidak
diberi penaksiran risiko
kecurangan dan secara
signifikan lebih skeptis
dibandingkan
auditor
dengan
yang
diberi
penaksiran
risiko
kecurangan
lebih
rendah.
Sumber : Berbagai sumber dan jurnal
2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan uraian yang dimulai dari latar belakang hingga penelitian
terdahulu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi
kualitas audit adalah kompetensi, independensi, due professional care,
akuntabilitas, dan fraud risk assessment. Kerangka konseptual dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Kompetensi (X1)
H1
Independensi (X2)
H2
H2 Kualitas Audit
Due Professional Care(X3)
(Y)
H3
Akuntabilitas (X4)
H4
Fraud Risk Assessment(X5)
H5
H6
2.4. Hipotesis
2.4.1. Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit
Audit harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis cukup sebagai auditor. Harhinto (2004) telah melakukan penelitian
mengenai pengaruh keahlian dan independensi terhadap kualitas audit, dimana
keahlian
diproksikan
dengan
pengalaman
dan
pengetahuan,
sedangkan
independensi diproksikan dalam lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan
telaah dari rekan auditor. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
H1 : Kompetensi berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit.
2.4.2. Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit
Karena pentingnya independensi dalam menghasilkan kualitas audit, maka
auditor harus memiliki dan mempertahankan sikap ini dalam menjalankan tugas
profesionalnya.Harhinto (2004) dan Alim, dkk. (2007) menunjukkan hasil bahwa
independensi berpengaruh signifikan terhadapkualitas audit yang dilaporkan oleh
auditor kepada klien.
Dari penjelasan dan hasil penelitian tersebut di atas, hipotesis yang dapat
diajukan adalah:
H2 : Independensi berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit
2.4.3. Pengaruh Due Professional Care terhadap Kualitas Audit
Kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional
menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme professional. Achmat Badjuri
(2011) meneliti tentang Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas
terhadap kualitas audit. Dimana hasil penelitiannya menyatakan due professional
care tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Berdasarkan pemaparan di atas, hipotesis ketiga yang dapat diajukan
adalah:
H3 : Due professional care berpengaruh secara parsial terhadap kualitas
audit.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliani dan Bawono
(2010) yang memberi hasil bahwa akuntabilitas memberi pengaruh secara
signifikan terhadap kualitas audit.
Dari penjelasan di atas, hipotesis keempat yang dapat diajukan adalah:
H4 : Akuntabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit.
2.4.5. Pengaruh Fraud Risk Assessment terhadap Kualitas Audit
Penelitian yang dilakukan Suzy Noviyanti (2008) dalam disertasinya
mencoba melihat keeratan hubungan variabel trust (tingkat kepercayaan) auditor
terhadap klien, fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) dan
karakteristik personal dengan skeptisisme profesional. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh penaksiran
risiko kecurangan yang diberikan oleh atasannya.
Dari penjelasan di atas, hipotesis kelima yang dapat diajukan adalah:
H5 : Fraud risk assessment berpengaruh secara parsial terhadap kualitas
audit.
H6 : Kompetensi, indepedensi, due professional care, akuntabilitas, dan
fraud risk assessment berpengaruh secara simultan terhadap kualitas
audit.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori yang diambil penulis sebagai landasan
teori variabel independen.Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.Tiga elemen
utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhanAbraham Maslow, teori X dan teori
YDouglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah
'alasan' yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu.
Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Ada yang mengartikan motivasi
sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan
semangat. (08/09/2014, http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi)
Dari berbagai jenis teori motivasi, teori yang sekarang banyak dianut
adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada
hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Ahli yang mencoba
merumuskan kebutuhankebutuhan manusia, di antaranya adalah Abraham
Maslow. Maslow telah menyusun “tingkatan kebutuhan manusia”, yang pada
pokoknya didasarkan pada prinsip, bahwa (Wahjosumidjo, 1987) :
Universitas Sumatera Utara
1) Manusia adalah “ binatang yang berkeinginan”;
2) Segera setelah salah satu kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan lainnya
akan muncul;
3) Kebutuhan-kebutuhan manusia nampak diorganisir ke dalam kebutuhan
yang bertingkat-tingkat;
4) Segera setelah kebutuhan itu terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai
pengaruh yang dominan, dan kebutuhan lain yang lebih meningkat
mulai mendominasi.
Wahjosumidjo (1987) merumuskan lima jenjang kebutuhan manusia,
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
1) Kebutuhan
mempertahankan
hidup
(Physiological
Needs).
Manifestasi kebutuhan ini tampak pada tiga hal yaitu sandang,
pangan, dan papan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer
untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis.
2) Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Manifestasi kebutuhan ini
antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia
berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun,
dan jaminan hari tua.
3) Kebutuhan social (Social Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara
lain tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain
(sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of
achievement), kekuatan ikut serta (sense of participation).
Universitas Sumatera Utara
4) Kebutuhan akan penghargaan/prestise (esteem needs), semakin
tinggi status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini
dimanifestasikan dalam banyak hal, misalnya mobil mercy, kamar
kerja yang full AC, dan lain-lain.
5) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization),
kebutuhan ini bermanifestasi pada keinginan mengembangkan
kapasitas mental dan kerja melalui seminar, konferensi, pendidikan
akademis, dan lain-lain.
Menurut Suwandi (2005), dalam konteks organisasi, motivasi adalah
pemaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan personil. Hal ini akan
mencegah terjadinya ketegangan / konflik sehingga akan membawa pada
pencapaian tujuan organisasi secara efektif.
Sehubungan
dengan
auditpemerintah,
terdapat
penelitian
mandiri
mengenai pengaruh rewards instrumentalities dan environmental risk factors
terhadap motivasi partner auditor independen untuk melaksanakan audit
pemerintah. Penghargaan (rewards) yang diterima auditor independen pada saat
melakukan audit pemerintah dikelompokkan ke dalam dua bagian penghargaan,
yaitu penghargaan intrinsic (kenikmatan pribadi dan kesempatan membantu orang
lain) dan penghargaan ekstrinsik (peningkatan karir dan status). Sedangkan faktor
risiko lingkungan (environmental risk factors) terdiri dari iklim politik dan
perubahan kewenangan. Rincian lebih lanjut tentang faktor penghargaan dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
TABEL 2.1
MOTIVASI AUDITOR INDEPENDEN
DALAM MELAKUKAN AUDIT PEMERINTAH
Penghargaan Intrinsik
Penghargaan Ekstrinsik
Kenikmatan Pribadi
Karir
1. Pekerjaan yang menarik
1. Keamanan/kemapanankerjaya
2. Stimulus intelektual
3. Pekerjaan
yang
ng tinggi
menantang
2. Kesempatan
(mental)
karir
jangkapanjang yang luas
4. Kesempatan pembangunan dan
3. Peningkatan kompensasi
pengembangan pribadi
5. Kepuasan pribadi
Kesempatan membantu orang lain
1. Pelayanan masyarakat
2. Kesempatanmembantupersonalkli
en
3. Kesempatan
Status
1. Pengakuan
positif
darimasyarakat
2. Penghormatan dari masyarakat
bertindaksebagai
mentor bagi stafaudit
3. Prestis atau nama baik
4. Meningkatkan status sosial
Sumber : Taufiq Effendy (2010)
2.1.2. Kualitas Audit
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-2 (1994) kualitas adalah
tingkat baik buruknya sesuatu. Sedangkan pengertian audit adalah pemeriksaan
tentang keuangan atau pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian
kewajaran laporan yang dihasilkan.
Menurut Boynton (2001) auditing adalah suatu proses yang sistematis
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi –
Universitas Sumatera Utara
asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya serta penyampaian hasil - hasilnya kepada pihak - pihak yang
berkepentingan.
Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas audit adalah
tingkat baik buruknya suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif atas suatu informasi untuk menentukan apakah
suatu informasi disajikan secara wajar dan sesuai dengan kriteria yang sudah
ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Audit bukan hanya merupakan proses review terhadap laporan keuangan,
namun juga mengenai penyampaian informasi yang tepat terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan. Hal itu digunakan sebagai dasar pengukuran kualitas audit.
De Angelo (1981) dalam Alim, dkk (2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai
gabungan probabilitas seorang auditor untuk dapat menemukan dan melaporkan
penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien.
Dari beberapa definisi dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa kualitas audit adalah kemampuan seorang auditor dalam memperoleh dan
mengevaluasi bukti untuk menemukan apakah terjadi misstatement dan
pelanggaran serta auditor mampu untuk melaporkannya sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, auditor yang berkualitas dalam audit
adalah auditor yang mampu menemukan salah saji dan pelanggaran serta juga
mampu untuk melaporkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Peranan auditor untuk meningkatkan kualitas audit sangat diperlukan.
Kualitas audit perlu ditingkatkan karena dengan meningkatnya kualitas audit yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan oleh auditor maka tingkat kepercayaan yang akan diberikan oleh
masyarakat semakin tinggi. Menurut Panduan Manajemen Pemeriksaan BPK
(2002) standar kualitas audit terdiri dari :
1. Kualitas strategis yang berarti hasil pemeriksaan harus memberikan
informasi kepada pengguna laporan secara tepat waktu.
2. Kualitas teknis berkaitan dengan penyajian temuan, simpulan, dan
opini pemeriksaan, yaitu penyajiannya harus jelas, konsisten, dan
objektif.
3. Kualitas proses yang mengacu pada proses kegiatan pemeriksaan sejak
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, sampai dengan tindak lanjut
pemeriksaan.
2.1.3. Kompetensi
Alim (2007 : 6) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari
seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior.
Kompetensi merupakan karakteristik - karakteristik yang mendasari individu
untuk melakukan suatu pekerjaan superior.
Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi
merupakan suatu karakteristik dan keterampilan individu yang mencerminkan
kemampuan
potensialnya
dalam
melakukan
suatu
pekerjaan
superior.
Karakteristik dan keterampilan individu dapat dimiliki sebagai hasil dari
menempuh jalur pendidikan formal maupun non-formal, serta ujian, sertifikasi
maupun keikutsertaan dalam seminar, pelatihan, lokakarya, dan lain-lain. Berarti
kompetensi dalam audit berarti seorang auditor setelah menempuh pendidikan
Universitas Sumatera Utara
formalnya serta mengikuti pelatihan-pelatihan dan akan semakin terasah
keahliannya tersebut dengan melakukan praktek audit.
Kompetensi auditor juga dapat diukur melalui banyaknya sertifikat atau
ijazah yang dimiliki serta banyak/seringnya keikutsertaan dalam pelatihan/seminar
yang berkaitan dengan profesinya. Semakin sering seorang auditor yang
bersangkutan hadir dan mengikuti pelatihan/seminar maka auditor yang
bersangkutan diharapkan dan seharusnya akan lebih cakap dan lebih lihai dalam
melaksanakan tugas auditnya.
Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang
dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. dalam
melaksanakan tugasnya, seorang auditor harus bertindak sebagai seorang yang
ahli dalam bidangnya, yakni auditing dan akuntansi. Christiawan (2002 : 89)
menyatakan akuntan publik harus terus bersikap dinamis dalam menanggapi
perubahan dan perkembangan dari suatu standar. Auditor sebagai seorang yang
ahli harus selalu mempelajari dan memahami semua perkembangan ketentuan
maupun ketentuan baru yang diterapkan dalam bisnis maupun organisasi profesi.
Selain itu juga dapat diketahui bahwa kualitas auditor juga dapat diukur dari
tingkat kompetensi dan independensinya.
Dalam lampiran 2 SPKN disebutkan bahwa:
Pemeriksa yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan menurut
Standar Pemeriksaan harus secara kolektif memiliki : Pengetahuan tentang
Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan
yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan
pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan
yang dilaksanakan; Pengetahuan umum tentang lingkungan entitas,
program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan) (paragraf 10).
Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus memiliki
Universitas Sumatera Utara
keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip
akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang
diperiksa (paragraf 11).
Kompetensi yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa
penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan
terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses
peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat
kompetensi auditor.
2.1.4. Independensi
Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN adalah: “Dalam semua hal
yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi,
ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”.
Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan
para
pemeriksanya
bertanggung
jawab
untuk
dapat
mempertahankan
independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan
atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan
dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.
Independensi dalam pengauditan sebagai penggunaan cara pandang yang
tidak biasa dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut,
dan pelaporan hasil temuan audit.
Ada dua aspek independensi, yaitu:
1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental
attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan
publik untuk bertindak dan bersikap independen.
Universitas Sumatera Utara
2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of
independence),
independensi
penampilan
ditentukan
oleh
kesan
masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
Definisi independensi menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP
2001 : seksi 220) adalah suatu keadaan dimana auditor tidak mudah dipengaruhi,
karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan
demikian auditor eksternal diharapkan dan tidak dibenarkan memihak kepada
kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia
miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk
mempertahankan kebebasan pendapatnya. Sikap mental independen tersebut
meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in
appearance).
Setiap auditor harus memelihara integritas dan keobjektifan dalam tugas
profesional dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang
bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Setiap auditor harus dapat
menghindar dari keadaan yang dapat membuat opini masyarakat/pihak ketiga
bahwa auditor tidak lagi dapat menjaga independensinya bahwa auditor sudah
terlibat dalam suatu konflik/pertentangan kepentingan sehingga auditor sudah
tidak lagi bersikap objektif.
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi dalam profesi audit
sangatlah penting bagi perkembangan profesi akuntan publik itu sendiri.
Masyarakat tidak akan lagi percaya jika terdapat bukti bahwa auditor sudah
kehilangan independensinya. Untuk bertindak independen, auditor harus menjaga
Universitas Sumatera Utara
sikap mentalnya yaitu sikap mental intelektual jujur. Auditor harus mengelola
praktiknya dalam semangat independensi dan aturan yang ditetapkan untuk
mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya SPAP (2001 :
seksi 220).
Dalam lampiran 2 SPKN disebutkan bahwa:
Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan
pandanganpribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup
pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala
bentuknya. Pemeriksa bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada
pejabat yang berwenang dalamorganisasi pemeriksanya apabila memiliki
gangguan pribadi terhadap independensi.
Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi antaralain:
1. Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda
sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau
program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa,
dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan
terhadap entitas atau program yang diperiksa.
2. Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung pada entitas atau program yang diperiksa.
3. Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang
diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
4. Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang
diperiksa.
5. Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan
objek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi,
Universitas Sumatera Utara
pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereviu laporan keuangan
entitas atau program yang diperiksa.
6. Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan
suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi
berat sebelah.
2.1.5. Due Professional Care
Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat
dan seksama. Muliani dan Bawono (2010) mendefinisikan due professional care
sebagai kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional
yang menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional.
Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care
dalam pekerjaan auditnya. Auditor dituntut untuk selalu berpikir kritis terhadap
bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti
audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan
maupun kecurangan (fraud).
Standar umum ketiga dalam SPKN
menghendaki auditor independen
untuk cermat dan seksama dalam menjalankan tugasnya. Penerapan kecermatan
dan keseksamaan diwujudkan dengan dilakukannya review secara kritis pada
setiap tingkat supervise terhadap pelaksanaan audit. Kecermatan dan keseksamaan
menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
yang dihasilkan. Auditor yang cermat dan seksama akan menghasilkan kualitas
audit yang tinggi.
2.1.6. Akuntabilitas
Istilah akuntabilitas berasal dari Bahasa Inggris “accountability” yang
memiliki arti pertanggungjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan
atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Tetlock (1984) dalam Diani
Mardisar dan Ria (2007), mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan
psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua
tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya.
Peran dan tanggung jawab auditor diatur dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh IAI ataupun Statement on Auditing
Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB).
Adapun peran dan tanggung jawab auditor yaitu:
a. Tanggung jawab mendeteksi dan melaporkan kecurangan (fraud),
kekeliruan, dan ketidakberesan.
b. Tanggung jawab mempertahankan sikap independensi dan menghindari
konflik.
c. Tanggung jawab mengkomunikasikan informasi yang berguna tentang
sifat dan hasil proses audit.
d. Tanggung jawab menemukan tindakan melanggar hukum dari klien.
Diani Mardisar dan Ria (2007) mengatakan bahwa kualitas hasil pekerjaan
auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang
dimiliki oleh auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
akuntabilitas merupakan salah satu faktor penting yang harus dimiliki auditor
dalam melaksanakan tugasnya. Untuk mengukur akuntabilitas dapat digunakan
tiga indikator berikut Rahman (2009) :
1)
Motivasi, merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai
tujuan. Dengan adanya motivasi dalam bekerja, auditor diharapkan lebih
memiliki intensitas, arah, dan ketekunan sehingga tujuan organisasi dapat
dicapai. Terkait dengan akuntabilitas, seseorang dengan akuntabilitas
tinggi akan memiliki motivasi yang tinggi pula dalam mengerjakan
sesuatu.
2)
Pengabdian pada profesi, dicerminkan dari dedikasi profesionalisme
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki, serta
keteguhan untuk tetap melaksanakan suatu pekerjaan. Sikap ini adalah
ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Totalitas
inilah yang menjadi tanggung jawab dan komitmen pribadi, sehingga
kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan
rohani, kemudian baru materi.
3)
Kewajiban sosial, merupakan pandangan tentang pentingnya peranan
profesi dan manfaat yang diperoleh, baik oleh masyarakat maupun
professional karena adanya pekerjaan tersebut. Jika auditor menyadari
betapa besar perannya, maka ia akan memiliki keyakinan untuk melakukan
pekerjaan dengan baik dan penuh tanggung jawab, sehingga ia merasa
Universitas Sumatera Utara
berkewajiban untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan juga
profesinya.
Pengabdian kepada profesi merupakan suatu komitmen yang terbentuk
dari dalam diri seorang profesional, dalam hal ini adalah auditor, tanpa paksaan
dari siapapun. Auditor memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis
mereka kepada organisasi, profesi, masyarakat, dan pribadi mereka sendiri dimana
akuntan
publik
objektivitasnya.
mempunyai
Auditor
tanggung
yang
jawab
memiliki
menjaga
akuntabilitas
integritas
dan
tinggi
akan
bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaannya sehingga kualitas audit yang
dihasilkan pun akan semakin baik.
2.1.7. Fraud Risk Assessment
Fraud adalah kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran
atau keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta materiil yang dapat
mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang
merugikannya, biasanya merupakan kesalahan namun dalam beberapa kasus
(khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan merupakan suatu
kejahatan; penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara
ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat
dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat.
Fraud dalam suatu perusahaan,organisasi, maupun pemerintahan tidaklah
mungkin dihilangkan selama ketiga elemen kecurangan (fraud triangle) yaitu
pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rationalization (rasionalisasi)
masih terdapat dalam suatu perusahaan.
Alvin A. Arens (2003 : 365)
Universitas Sumatera Utara
mendefenisikan fraud triangle adalah tiga kondisi dimana auditor sering
menemukan adanya salah saji materiil yang disebabkan oleh kecurangan, ketiga
kondisi tersebut adalah pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), dan
rationalization (rasionalisasi).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga kondisi (fraud triangle)
diatas adalah sebagai berikut :
1. Tekanan (pressures)
Terdapat tekanan yang berbeda-beda yang dapat memotivasi seseorang
untuk melakukan fraud. Perceived pressures sebagai situasi dimana
manajemen atau karyawan
memiliki insentif atau tekanan untuk
melakukan kecurangan.
2. Kesempatan (opportunities)
Kesempatan (opportunity) adalah situasi dimana seseorang percaya bahwa
dia memiliki keadaan yang menjanjikan atau memungkinkan untuk
melakukan fraud dan tidak dapat terdeteksi dimanakesempatan untuk
melakukan atau menyembunyikan fraud harus ada agar financial statement
fraud dapat terjadi.
3. Rasionalisasi (rationalization)
Rasionalisasi adalah hadirnya sebuah perilaku, karakter, atau kumpulan
nilai etis yang membiarkan manajemen atau karyawan secara sengaja
melakukan sebuah tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam
lingkungan yang membebankan tekanan yang cukup yang menyebabkan
mereka untuk merasionalisasikan atau membenarkan sebuah tidakan yang
Universitas Sumatera Utara
tidak jujur. Sebagai contoh seseorang mengaku mengambil uang
perusahaan tetapi dia beralih hanya meminjam dan akan mengembalikan
uang itu setelah menerima gaji atau berdalih itu pantas dia dapatkan karena
yang bersangkutan sudah bekerja keras untuk perusahaan.
Salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud adalah
dengan menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud tersebut dengan
mempunyai pengendalian internal yang baik serta mempertimbangkan fraud risk
assessment (penaksiran resiko kecurangan).
Fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) yaitu penaksiran
seberapa besar risiko kegagalan auditor dalam mendeteksi terjadinya kecurangan
dalam asersi manajemen. Slamet Susanto (2009) mengartikan fraud risk
assessment merupakan risiko salah saji laporan keuangan yang disengaja dengan
jumlah melebihi tingkat kekeliruan yang dapat ditolerir yang meliputi salah saji
maupun
penghilangan
jumlah-jumlah
atau
pengungkapan-pengungkapan.
Formulir penaksiran risiko kecurangan digunakan untuk mendokumentasikan
hasil penelaahan faktor-faktor risiko kecurangan.
2.1.8. Konsep Inspektorat
Berdasarkan amanat Pasal 112 ayat (2) UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan pasal 11 PP No. 20 tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, maka unsur pengawasan
pada Pemerintah Daerah yang semula dilaksanakan oleh Inspektur Wilayah
Propinsi/Kota atau Kota, Inspektorat merupakan unsur penunjang Pemerintah
Daerah di Bidang Pengawasan yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang
Universitas Sumatera Utara
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris
Daerah. Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Badan Usaha
Milik Daerah serta usaha daerah lainnya. Disamping itu Inspektorat mempunyai
fungsi yaitu :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengawasan fungsional;
2. Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
oleh Perangkat Daerah dan pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah dan
Usaha Daerah lainnya;
3. Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian atas kinerja Perangkat
Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah serta Usaha Daerah lainnya;
4. Pelaksanaan pengusutan dan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan
atau
penyalahgunaan
wewenang
baik
berdasarkan
temuan
hasil
pemeriksaan maupun pengaduan atau informasi dari berbagai pihak;
5. Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian atas kinerja Perangkat
Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah serta Usaha Daerah lainnya;
6. Pelaksanaan pengusutan dan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan
atau
penyalahgunaan
wewenang
baik
berdasarkan
temuan
hasil
pemeriksaan maupun pengaduan atau informasi dari berbagai pihak;
7. Pelaksanaan tindakan awal sebagai pengamanan diri terhadap dugaan
penyimpangan yang dapat merugikan daerah;
8. Pelaksanaan fasilitasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah melalui
pemberian konsultasi;
Universitas Sumatera Utara
9. Pelaksanaan
koordinasi
tindak
lanjut
hasil
pemeriksaan.
Aparat
pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP);
10. Pelaksanaan pelayanan informasi pengawasan kepada semua pihak;
11. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan pihak yang berkompeten
dalam rangka menunjang kelan-caran tugas pengawasan;
12. Pelaporan hasil pengawasan disampaikan kepada Gubernur dengan
tembusan kepada DPRD;
13. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diperintahkan oleh Gubernur;
Inspektorat kota juga mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan daerah di bidang pengawasan yang
meliputi pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan serta keuangan dan
kekayaan daerah.
Fungsi-fungsi Inspektorat provinsi, meliputi :
1.
Perencanaan program pengawasan.
2.
Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan.
3.
Pembinaan
dan
pemerintahan,
pelaksanaan
pembangunan,
pengawasan
sosial
meliputi
bidang
kemasyarakatan
serta
dan
tugas
keuangan dan kekayaan daerah.
4.
Pemeriksaan,
pengusutan
pengujian
penilaian
pengawasan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Penelitian Terdahulu
Alim dkk (2007) melakukan penelitian kualitas audit yang dilakukan oleh
auditor pada Kantor Akuntan Publik se - Jawa Timur. Variabel penelitian yang
digunakan yaitu kompetensi dan independensi sebagai variabel independen,
kualitas audit sebagai variabel dependen, dan etika auditor sebagai variabel
moderasi. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa independensi dan kompetensi
auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Teguh Harhinto (2004) melakukan penelitian kualitas audit yang
dilakukan oleh auditor. Variabel penelitian yang digunakan yaitu keahlian dan
independensi sebagai variabel independen, kualitas audit sebagai variabel
dependen. Dari penelitan tersebut terdapat hasil penelitian bahwa keahlian dan
independensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Saripudin, Netty Herawaty, Rahayu
(2012) Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Proffessianl Care, dan
Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit pada KAP di Jambi dan Palembang yang
membuktikan secara parsial variabel due professional care tidak berpengaruh
signifikan terhadap kualitas auditor. Peneliti lain yang menemukan due
professional care tidak berpengaruh signifikan adalah Achmat Badjuri (2011),
sedangkan Muliani dan Bawono (2010) due professional care secara parsial
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Nizarul, Trisni, dan Liliek (2007), Yossi Septriani (2012) membuktikan
bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
Lauw Tjun Tjun (2012) menyatakan independensi tidak berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit.
Rahman (2009) menguji persepsi auditor mengenai pengaruh kompetensi,
independensi, dan due professional care terhadap kualitas audit, dimana
kompetensi diproksikan ke dalam pengetahuan dan pengalaman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengetahuan, independensi, dan due professionalcare
berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh
signifikan.
Penelitian yang dilakukan Suzy Noviyanti (2008) dalam disertasinya
mencoba melihat keeratan hubungan variabel trust (tingkat kepercayaan) auditor
terhadap klien, fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) dan
karakteristik personal dengan skeptisisme profesional. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh penaksiran
risiko kecurangan yang diberikan oleh atasannya. Bagaimana auditor yang diberi
penaksiran risiko kecurangan tinggi secara signifikan lebih skeptis dibandingkan
dengan auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan secara
signifikan lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang diberi penaksiran
risiko kecurangan lebih rendah.
Secara ringkas hasil dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
1.
Alim, dkk
Variabel
Hasil Penelitian
Dependen
Independen
Kualitas audit
Kompetensi dan
Kompetensi
Independensi
Independensi
(2007)
dan
berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit.
Interaksi
antara
kompetensi,
independensi, dan etika
auditor
berpengaruh
positif
terhadap
kualitas
audit.
2.
Teguh
Kualitas audit
Harhinto
Keahlian
dan Keahlian
Independensi
(2004)
dan
independensi
berpengaruh secara
signifikan
terhadap
kualitas audit.
3.
Saripudin,Netty Kualitas Audit
Independensi,
Pengaruh
Herawaty,
Pengalaman,
Independensi,
Rahayu (2012)
Due
Pengalaman,
Professional
Proffessianl Care, dan
Care,
Akuntabilitas terhadap
Akuntabilitas
Kualitas Audit pada
Due
KAP di Jambi dan
Palembang
membuktikan
parsial
yang
secara
variabel
Universitas Sumatera Utara
due
professional care tidak
berpengaruh signifikan
terhadap
kualitas
auditor.
4.
Achmat
Kualitas Audit
Badjuri (2011)
Independensi,
Due professional care
Due
tidak
Professional
signifikan
Care,
kualitas audit.
berpengaruh
terhadap
Akuntabilitas
5.
Nizarul,Trisni,
dan
Kualitas Audit
Liliek
Kompetensi dan Independensi
berpengaruh signifikan
Independensi
(2007)
6.
Lauw
terhadap kualitas audit.
Tjun Kualitas Audit
Tjun (2012)
Kompetensi dan Independensi
tidak
berpengaruh signifikan
Independensi
terhadap kualitas audit.
7.
Rahman
Kualitas audit
(2009)
Kompetensi,
Kompetensi
Independensi,
diproksikan
danDue
ke dalam 2 hal, yaitu
Professional
pengetahuan
Care.
pengalaman.
dan
Pengetahuan,
independensi, dan due
professional care
berpengaruh terhadap
kualitas
audit,
sedangkan
pengalaman tidak
memberikan pengaruh.
8.
Suzy Noviyanti Skeptisisme
Kepercayaan
(2008)
(Trust)
Profesional
Hasil
penelitiannya
dan menunjukkan
bahwa
Universitas Sumatera Utara
Risk skeptisisme profesional
Fraud
Assessment
auditor
dipengaruhi
oleh penaksiran risiko
kecurangan
yang
diberikan
oleh
atasannya.
Auditor
yang diberi penaksiran
risiko
kecurangan
tinggi secara signifikan
lebih
skeptis
dibandingkan
dengan
auditor
yang
tidak
diberi penaksiran risiko
kecurangan dan secara
signifikan lebih skeptis
dibandingkan
auditor
dengan
yang
diberi
penaksiran
risiko
kecurangan
lebih
rendah.
Sumber : Berbagai sumber dan jurnal
2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan uraian yang dimulai dari latar belakang hingga penelitian
terdahulu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi
kualitas audit adalah kompetensi, independensi, due professional care,
akuntabilitas, dan fraud risk assessment. Kerangka konseptual dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Kompetensi (X1)
H1
Independensi (X2)
H2
H2 Kualitas Audit
Due Professional Care(X3)
(Y)
H3
Akuntabilitas (X4)
H4
Fraud Risk Assessment(X5)
H5
H6
2.4. Hipotesis
2.4.1. Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit
Audit harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis cukup sebagai auditor. Harhinto (2004) telah melakukan penelitian
mengenai pengaruh keahlian dan independensi terhadap kualitas audit, dimana
keahlian
diproksikan
dengan
pengalaman
dan
pengetahuan,
sedangkan
independensi diproksikan dalam lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan
telaah dari rekan auditor. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
H1 : Kompetensi berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit.
2.4.2. Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit
Karena pentingnya independensi dalam menghasilkan kualitas audit, maka
auditor harus memiliki dan mempertahankan sikap ini dalam menjalankan tugas
profesionalnya.Harhinto (2004) dan Alim, dkk. (2007) menunjukkan hasil bahwa
independensi berpengaruh signifikan terhadapkualitas audit yang dilaporkan oleh
auditor kepada klien.
Dari penjelasan dan hasil penelitian tersebut di atas, hipotesis yang dapat
diajukan adalah:
H2 : Independensi berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit
2.4.3. Pengaruh Due Professional Care terhadap Kualitas Audit
Kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional
menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme professional. Achmat Badjuri
(2011) meneliti tentang Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas
terhadap kualitas audit. Dimana hasil penelitiannya menyatakan due professional
care tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Berdasarkan pemaparan di atas, hipotesis ketiga yang dapat diajukan
adalah:
H3 : Due professional care berpengaruh secara parsial terhadap kualitas
audit.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliani dan Bawono
(2010) yang memberi hasil bahwa akuntabilitas memberi pengaruh secara
signifikan terhadap kualitas audit.
Dari penjelasan di atas, hipotesis keempat yang dapat diajukan adalah:
H4 : Akuntabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit.
2.4.5. Pengaruh Fraud Risk Assessment terhadap Kualitas Audit
Penelitian yang dilakukan Suzy Noviyanti (2008) dalam disertasinya
mencoba melihat keeratan hubungan variabel trust (tingkat kepercayaan) auditor
terhadap klien, fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) dan
karakteristik personal dengan skeptisisme profesional. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh penaksiran
risiko kecurangan yang diberikan oleh atasannya.
Dari penjelasan di atas, hipotesis kelima yang dapat diajukan adalah:
H5 : Fraud risk assessment berpengaruh secara parsial terhadap kualitas
audit.
H6 : Kompetensi, indepedensi, due professional care, akuntabilitas, dan
fraud risk assessment berpengaruh secara simultan terhadap kualitas
audit.
Universitas Sumatera Utara