BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran - Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lok

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran Dalam mempersiapkan dan mengajukan Prosedur Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran, ada beberapa ketentuan yang dilihat dari dalam

  peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap Pemilik Stasiun Penyiaran Swasta, diantaranya adalah sebagai berikut : a.

  Pasal 13 Ayat (1) mengatur mengenai jasa penyiaran, yaitu terdiri atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi b.

  Pasal 13 ayat (2) mengatur mengenai penyelenggara jasa penyiaran, yaitu Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas dan Lembaga Penyiaran Berlangganan; c. Pasal 32 mengatur tentang Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran.

  d.

Pasal 33 dan 34 mengatur mengenai Perizinan Selain ketentuan ketentuan tersebut, di dalam Undang – Undang Nomor

  36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, dan peraturan pelaksanaannya juga menyinggung hal yang sama, antara lain hal yang disinggung dalam Undang –

   Undang Nomor 36 Tahun 1999 dan peraturan pelaksanaannya adalah: a.

  Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi; b. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan

  Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit; c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Tata Cara

  Penerbitan Sertifikat Tipe Alat dan Perangkat Telekomunikasi; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 2001 Tentang

  Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Telekomunikasi; e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Rencana

  Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation); f. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2003 tentang

  Standardisasi Perangkat Telekomunikasi; g. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 76 Tahun 2004 Tentang Rencana

  Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra Hugh

  Frequency (UHF); h.

  Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 2005 tentang Sertifikat Alat dan Perangkat Telekomunikasi.

  Selain itu juga, ternyata KPI atau lebih kita kenal dengan kepanjangan Komisi Penyiaran Indonesia juga mengeluarkan beberapa ketentuan yang menyangkut tentang Perizinan Penyiaran yang harus dipatuhi oleh para pemilik Perusahan Penyiaran Swasta antara lain ; a.

  Nomor 005/SK/KPI/5/2004 tentang Kewenangan, Tugas, dan Tata Hubungan Antara KPI Pusat dan KPI Daerah; b. Nomor 009/SK/KPI/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan

  Standar Program Siaran (P3-SPS) c. Nomor 40/SK.KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses

  Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi; d. Panduan Penilaian Kelayakan Permohonan Izin Penyelenggaraan

  Penyiaran Lembaga Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran Televisi; Jika dipertanyakan darimanakah sumber dari Hukum Penyiaran di

  Indonesia, jawabannya adalah Regulasi Hukum Penyiaran di Indonesia sendiri adalah berpangkal dari dan kepada Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran).

  Di dalam Pasal 33 ayat (1) sendiri mengatur secara tegas bahwa: “Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.”

  Membuat sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang penyiaran swasta sedikitpun. Setiap orang atau pihak yang hendak menyelenggarakan penyiaran, wajib terlebih dahulu memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Jika di lapangan di temukan ada lembaga Penyiaran yang mengudara tanpa mengantongi

  IPP, maka yang bersangkutan jelas telah melanggar UU Penyiaran dan karena perbuatannya aparat penegak hukum berkewajiban untuk melakukan tindakan hukum dan bagi pelaku tindak pidanan penyiaran tersebut dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah( untuk penyiaran radio dan dipidana dengan penjara paling lama dua tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran televisi. Maka dari itu Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) ini benar benar bersifat penting. Semua perusahaan penyiaran swasta tidak dapat menjalankan siarannya apabila tidak mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) ini.

B. Kelembagaan Dalam Perundang-Undangan Perizinan

  Berdasarkan UU Penyiaran, diketahui bahwa jasa penyiaran yang diregulasi hanya penyiaran radio dan penyiaran televisi. Untuk menyelenggarakan jasa penyiaran tersebut, UU Penyiaran juga telah membagi lembaga penyiaran dalam empat jenis. Yaitu: Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan.

  Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, masyarakat. LPP ini terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia. Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal, dengan catatan tidak atau belum dilayani oleh RRI maupun TVRI setempat. LPP Lokal merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum (berupa Peraturan Daerah) yang didirikan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas usul masyarakat. Selain itu, ketersediaan kanal alokasi frekuensi serta sumber daya manusia yang dapat menjamin sustainabilitas operasional adalah persyaratan lain bagi LPP Lokal. Lembaga Penyiaran Publik di tingkat pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Lembaga Penyiaran Publik di tingkat daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari iuran penyiaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja

  1 Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha lain yang sah

  yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Setiap akhir tahun anggaran, Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa.

  Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Lembaga Penyiaran Swasta menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran. LPS adalah lembaga yang bersifat profit oriented atau bisnis murni, dengan modal awal dan pemegang sahamnya harus bersumber dari modal dalam negeri.

  Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) adalah lembaga penyiaran yang

  2,

  berbentuk badan hukum Indonesia didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. LPK diselenggarakan tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata. Juga dimaksudkan untuk mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas bangsa. LPK merupakan komunitas nonpartisan yang keberadaan organisasinya tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta bukan komunitas internasional, tidak terkait dengan organisasi terlarang dan tidak untuk kepentingan propaganda bagu kelompok atau golongan tertentu. Dari sisi pembiayaan, LPK didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. Selain itu juga dapat memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. LPK dilaran menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana operasional dari pihak asing dan LPK dilarang melakukan siaran iklan dan/ atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan masyaralat.

  Selain LPK adalah yang berikutnya yaitu, Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) yang merupakan Lembaga penyelenggara penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan. LPB sendiri diselenggarakan berdasarkan klasifikasi: penyiaran berlangganan melalui stelit, penyiaran berlangganan melalui kabel, dan penyiaran berlangganan melalui teresterial.

  Dalam menyelenggarakan siarannya, LPB juga harus mempunyai izin atas setap program siaran dalam setiap saluran, melakukan sensor internl terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan, menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta, dan menyediakan 1(satu) saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10(sepuluh) saluran siaran produksi luar negeri atau paling sedikit 1(satu) saluran siaran produksi dalam negeri. LPB melalui satelit, harus memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di indonesia, memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di indonesia, menggunakan satelit yang mempunyai landing right di indonesia, dan menjamin agar siarannya diterima oleh pelanggan. Sedangkan LPB melalui kabel dan melalui teresterial harus memiliki jangkauan siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan izin yang diberikan dan menjamin agar siarannya diterima oleh pelanggan.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus - Profil Foto Thoraks Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Tb Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2012

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma - Profil Penderita Asma Dewasa Yang Di Rawat Inap Di RSUP.H.Adam Malik Tahun 2011-2013

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi HIV - Manifestasi Klinis Yang Sering Dijumpai Pada Anak Hiv Di Rsup H. Adam Malik Dari Tahun 2009 Sampai 2013

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi OA. - Gambaran Gaya Hidup Pada Penderita Osteoartritis Yang Berobat Jalan Di Poliklinik Reumatologi Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 11

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep Penelitian - Gambaran Pengetahuan dan Faktor Risiko Pada Pasien Osteoartritis Yang Berobat Jalan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Osteoartritis - Gambaran Pengetahuan dan Faktor Risiko Pada Pasien Osteoartritis Yang Berobat Jalan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Gaya Hidup Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke Di Rsup Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

0 1 20

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO 1.1 Letak Geografis - Implementasi Konsep Good Governance Dalam Proses Penyusunan Kebijakan Daerah Karo Periode 2009-2014 Di DPRD Karo

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah - Implementasi Konsep Good Governance Dalam Proses Penyusunan Kebijakan Daerah Karo Periode 2009-2014 Di DPRD Karo

0 0 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Gagal Jantung - Hubungan Kadar Natrium Darah Dengan Derajat Functional Class Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Rsup H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

0 0 13