BAB II HUBUNGAN KEDAULATAN NEGARA DAN PENANAMAN MODAL ASING A. Tinjauan Umum Mengenai Kedaulatan Negara - Kedaulatan Negara Penerima Modal Asing Dalam Pengaturan Penanaman Modal

BAB II HUBUNGAN KEDAULATAN NEGARA DAN PENANAMAN MODAL ASING A. Tinjauan Umum Mengenai Kedaulatan Negara 1. Perkembangan pengertian kedaulatan negara Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan perdagangan dan

  kegiatan investasi yang melintasi batas-batas negara, menurut para ahli menuntut

  50 untuk meninjau kembali konsep kedaulatan yang bersifat absolut dan kekal.

  Hubungan perdagangan yang menjurus kepada globalisasi yang bebas hambatan dan saling menguntungkan. Hubungan demikian mendobrak batas-batas teritorial Negara. Demi kepentingan dagang dan pertumbuhan ekonomi, negara-negara sepakat untuk ‘melonggarkan’ batas-batas wilayah negara guna memperlancar

  51

  keluar-masuknya lalu lintas produk barang dan jasa serta investasi. Oleh karena itu, hubungan internasional yang kompleks ini membutuhkan pengaturan hukum internasional yang lebih kompleks dan adil, yang mengikat negara serta dapat dilaksanakan. Hal ini tidak akan pernah tercapai jika tetap berpegang teguh pada konteks kedaulatan yang absolut.

  Para ahli hukum internasional banyak mengemukakan argumentasi bahwa konsep kedaulatan negara yang absolut jika diterapkan dewasa ini hanya akan menghasilkan kekacauan internasional, dimana tidak ada aturan main yang dapat

  52

  membatasi tindakan negara-negara. Prinsip kedaulatan yang absolut dan 50 51 Mahmul Siregar., Op. Cit., hlm. 22.

  Huala Adolf, Hukum ekonomi Internasional (Suatu Pengantar) (Jakarta : Rajawali Pers, 1997). Hlm. 225. 52 Jonatan Charney, “Universal International Law”, (dalam) Mahmul Siregar., Op. Cit., hlm. 23. persamaan kedudukan tiap negara jika tidak dibatasi ruang lingkupnya melalui hukum internasional justru akan merugikan kepentingan negara-negara baru (negara berkembang dan terbelakang), karena secara faktual dalam hubungan internasional terdapat perbedaan kekuatan dan kemampuan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang.

  Konsep kedaulatan negara yang absolut dan pembatasan kedaulatan melalui hukum internasonal bukanlah merupakan hal yang bertentangan satu sama lain, kedaulatan suatu negara diperoleh sebenarnya melalui penyerahan sebagian kewenangan dan hak dari rakyatnya untuk diatur pelaksanaannya secara baik oleh pemerintah tersebut. Rakyat yang membatasi kewenangannya melalui penyerahan sebagian kewenangan tersebut kepada negara adalah konsep yang dapat diterima secara universal. Oleh karena itu, jika negara pemegang kedaulatan tersebut kemudian menggunakannya dengan menyerahkan sebagian otonomi mereka membuat keputusan kepada organisasi-organisasi internasional untuk diatur secara

  53

  lebih baik, maka hal ini juga semestinya dapat diterima. Tentunya penyerahan tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

  Konsep negara absolut sebenarnya sulit untuk digunakan pada masa globalisasi seperti sekarang ini, konsep kedaulatan negara telah berkembang seiring perkembangan waktu, khususnya bagi negara-negara berkembang, dengan alasan-alasan kepentingan nasional mencoba untuk mengekang diri dari mesin pertumbuhan yang sangat kuat yang tidak bisa untuk dihindari. Yang terjadi malah fenomena “ilusi sumber daya” dimana mereka berfikir memiliki sumber 53 Christoper M. Ryan (dalam) Mahmul Siregar, Ibid.

  daya yang sangat besar untuk mensejahterakan rakyatnya padahal mereka sendiri tidak mampu untuk menggunakan sumber daya tersebut secara optimal tanpa

  54

  keterlibatan para pelaku ekonomi global. Padahal jika diperhatikan bahwa penyerahan sebagian kedaulatan tersebut berdasarkan hukum internasional maupun melalui organisasi-organisasi internasional tidak menyebabkan kedaulatan tersebut hilang sama sekali, karena dalam sistim hukum internasional, begitu juga dalam organisasi-organisasi internasional, pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh negara-negara yang semula menyerahkan kedaulatan

  55 tersebut, bukan oleh pengurus-pengurus organisasi tersebut secara individu.

2. Bentuk-bentuk kedaulatan negara

  Pembentukan suatu negara ditentukan oleh kemerdekaan. Negara yang sudah merdeka atau berdaulat membutuhkan hukum untuk mengatur negaranya serta memperkuat kedaulatannya. Negara yang sudah merdeka atau berdaulat berhak mengatur negaranya sebagai bentuk dari kedaulatannya tersebut, bentuk kedaulatan tersebut dapat berupa kedaulatan kedalam maupun kedaulatan keluar, berikut pengertian dari kedua bentuk kedaulatan tersebut, yaitu : a. Kedaulatan ke dalam (internal)

  Ialah bahwa kekuasaan negara itu ditaati dan dapat dipaksakan untuk ditaati oleh rakyatnya, dalam arti bahwa negara tersebut memiliki kekuasaan untuk mengorganisasi dirinya secara bebas dan memiliki otonomi untuk melaksanakan kekuasaan tersebut di dalam wilayahnya.

  Kedaulatan internal ini terbagi pula kedalam kedaulatan personal , 54 teritorial dan fungsional.

  Kennici Ohmae, Japan’s Administration for US Methods in an Open Book, Wall Street Journal, (dalam) Mahmul Siregar., Ibid., hlm. 26. 55 Mahmul Siregar.,Ibid., hlm. 22.

  Kedaulatan personal berkenaan dengan kekuasaan suatu negara terhadap warga negaranya dimanapun dia berada. Kedaulatan teritorial berkaitan dengan kekuasaan negara terhadap orang, kekayaan alam dan non-alam di dalam wilayahnya. Sedangkan kedaulatan fungsional adalah kedaulatan terbatas terhadap suatu wilayah (region) tertentu. Kedaulatan terbatas ini acap kali disebut pula dengan istilah “souvereign rights” atau hak-hak berdaulat. Misalnya hak berdaulat negara terhadap sumber kekayaan

  56 (perikanan) di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

  b.

  Kedaulatan keluar Ialah bahwa kedaulatn ini berkait dengan status dan kemampuan negara untuk mempertahankan diri terhadap serangan yang datang dari luar dan sanggup mengadakan hubungan-hubungan internasional. Pengertian status negara ini harus diartikan sebagai status negara tersebut dengan negara lain. Dalam hal ini menurut doktrin kedaulatan relatif (doctrine of relative

  souvereignty ), semua negara berada dalam kedudukan yang sama menurut

  57 hukum internasional.

  Oleh karena itu, negara disatu sisi seharusnya dapat mengatur segala urusan negaranya membuat suatu aturan yang dapat dipaksakan kepada seluruh warga negaranya disisi lain juga dapat melakukan suatu kerjasama dengan negara lain dengan tetap mempertahankan kedaulatan negaranya agar kedaulatan tersebut dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat

  56 57 Asif Qureshi, International Economic Law (dalam) Huala Adolf., Op Cit., hlm. 229.

  Ibid , hlm. 232.

3. Teori-teori tentang kedaulatan negara

  Teori kedaulatan muncul untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul terkait dengan kedaulatan negara seperti darimana sebenarnya asal dari kedaulatan negara dan siapakah yang menguasai kedaulatan negara tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut berikut akan dijabarkan mengenai beberapa teori mengenai kedaulatan negara, yakni ; a.

  Teori Kedaulatan Tuhan Teori ini mengajarkan bahwa pemerintah/negara memperoleh kekuasaan yang tertinggi itu dari Tuhan. Para penganut teori ini berpendapat, bahwa dunia beserta isinya adalah hasil ciptaan Tuhan. Penganut teori ini antara lain ; Augustinus, Thomas Aquinas, Marsilius

  58

  dan lain-lain. Menurut Marsulius raja itu adalah wakil daripada Tuhan

  59 untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia.

  Oleh karena itu, kekuasaan raja tidak boleh dibantah oleh rakyatnya,

  60 karena membantah perintah raja berarti menentang tuhan.

  b.

  Teori Kedaulatan Rakyat Menurut teori ini, negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya

  61

  dan bukan dari Tuhan atau dari raja. Yaitu bahwa semula individu- individu itu dengan melalui perjanjian masyarakat membentuk masyarakat, dan kepada masyarakat inilah individu itu menyerahkan kekuasaannya, yang selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan

  58 59 Samidjo., Op. cit., hlm. 143 60 Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 1986), hlm. 153. 61 Samidjo., Loc. Cit.

  Ibid, hlm 145 kekuasaan tersebut kepada raja. Jadi sebenarnya raja itu mendapatkan

  62 kekuasaannya dari individu-individu tersebut.

  c.

  Teori Kedaulatan Negara Menurut teori ini, negara dianggap sebagai suatu kesatuan idea yang paling sempurna, negara adalah satu hal yang tertinggi, yang merupakan sumber dari segala sumber kekuasaan. Jadi negaralah sumber kedaulatan dalam negara. Karena itu negara (dalam arti pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan

  

property dari warga negaranya. Warga negara bersama-sama hak miliknya

itu, apabila perlu dapat dikerahkan untuk kepentingan kejayaan negara.

  Mereka taat kepada hukum, tidak disebabkan suatu perjanjian, tetapi

  63 karena hukum itu adalah kehendak negara.

  d.

  Teori Kedaulatan Hukum Menurut teori kedaulatan hukum yang memiliki bahkan yang merupakan kekuasaan tertinggi didalam suatu negara adalah hukum itu sendiri. Karena baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga negara,

  64

  bahkan negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum. hukum itu tidak tergantung pada kehendak manusia, yaitu hukum adalah sesuatu dengan kekuatan memerintah yang terdapat dalam perasaan hukum manusia, yang sering memaksa manusia bertindak juga bertentangan dengan kehendaknya sendiri atau bertentangan dengan suatu

  62 63 SoehiNomor, loc, cit., hlm 160 64 Ibid, hlm. 146 Loc cit, hlm 156. kecenderungan tertentu padanya. Hukum berdaulat, yaitu diatas segala

  65 sesuatu, termasuk negara.

B. Tinjauan Umum Mengenai Penanaman Modal Asing 1.

  Pengertian penanaman modal asing M. Sornarajah dalam bukunya The International Law on Foreign

  

Investment , memberikan definisi terhadap penanaman modal asing sebagai berikut

  :

  

“Foreign investment involves the transfer of tangible or intangible asets from

one country into another for the purpose of their use in that country to

  66

generate wealth under the total or partial control of the owner of the asset.”

  Artinya penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain,tujuannya untuk digunakan di negara tersebut agar menghasilkan keuntungan dibawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara total maupun sebagian. Dalam definisi ini, penanaman modal asing (PMA) dikonstruksikan sebagai pemindahan modal dari negara yang satu ke negara lain. Tujuan penggunaanya adalah mendapatkan

  67 keuntungan.

  Sedangkan sekretariat organisasi perdagangan dunia (sekretariat WTO) memberikan definisi atau pengertian apa yang dimaksud dengan penanaman modal asing yaitu : 65 66 Loc cit, hlm 151.

  M. Sornarajah, The international law on foreign investment, (dalam) An An Chandrawunlan., Op. Cit., hlm. 37. 67 Salim., Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hlm 149.

  

“When an investor based in one country (the home country) acquires an aset

in another country (the host country) with the intent to manage the aset. The

management dimension is what FDI distinguished from porto folio investment

  68 in foreign stock, bonds and other financial instruments.” Draft Text dari perjanjian Multilateral mengenai Penanaman Modal

  (Multilateral Investment Agreement) yang dibuat oleh OECD memberikan definisi yang sangat luas tentang penanaman modal asing termasuk didalamnya tidak hanya penanaman modal asing langsung, tetapi juga portofolio investment.

  Penanaman modal asing langsung (foreign direct invesment) yaitu kegiatan penanaman modal asing yang melibatkan pengalihan dana (transfer of

  

funds ), proyek yang memiliki jangka waktu yang panjang (long-term project),

  bertujuan memperoleh pendapatan regular (the purpose regular income), adanya partisipasi dari pihak yang melakukan pengalihan dana (the participation of the

  69 person transferring the funds ), dan adanya risiko usaha (business risk). Selain

  itu, penanaman modal asing langsung juga berarti adanya kehadiran fisik penanam modal asing, ia hadir dan menjalankan usahanya dengan mendirikan suatu badan usaha yang berstatus sebagai badan usaha asing, sehingga ia harus tunduk dan mengikuti ketentuan hukum yang ada disuatu negara dimana dia melakukan

  70

  penanaman modal asing. Sedangkan penanaman modal portofolio (portofolio

  invesment/foreign indirect ivestment ) adalah penananaman modal asing yang

  dilakukan melalui pasar modal atau bursa dengan cara pembelian efek (securities), sehingga tidak melibatkan pengalihan dana untuk proyek yang bersifat jangka 68 WTO Secretariat, Trade and Foreign Direct Investment, PRESS/57, (October 9, 1996), hlm. 6. 69 70 David Kairupan., Op. Cit., hlm. 19.

  Sentosa Sembiring., Op. Cit., hlm 41. panjang dan karenanya pendapatan yang diharapkan juga bersifat jangka pendek dalam bentuk capital gain atau selisih harga antara jual dan beli saham di bursa

  71

  efek. Penanam modal juga tidak perlu hadir secara fisik (dalam arti mendirikan badan usaha) juga tidak perlu terlibat dalam manajemen perusahaan secara langsung, karena tujuannya buakanlah untuk mendirikan perusahaan melainkan

  72 membeli saham dengan tujuan untuk menjual kembali.

  Draft Text OECD mengemukakan bahwa penanaman modal asing adalah :

  Every kind of aset owned or controlled, directly or indirectly, by an investor, including : (i) An enterprice (being a legal person or any other entity constituted or organized under the applicable law of the contracting party, whether or not to profit, and whether private or government owned or controlled, and includes a corporation, trust, partnership, sole proprietorship, branch joint venture, association or organitation);

  (ii) Share, stocks or other forms of euity participation in an enterprice, and right derived therefrom; (iii)

  Bonds, debentures, loans and other form of debt and rights derived therefrom; (iv)

  Right under contract, including turnkey, construction, management, production or revenue-sharing contract; (v) Claims to money and claim to performance; (vi)

  Rights conferred pursuant to law or contract such as concessions, licenses, authorization, and permits; (vii)

  Intellectual property right; (viii)

  And other tangible and intangible, movable and immovable property and any related property right, such as leases, morgages, liens and

  73

  pledges; Dari definisi atau pengertian yang dikemukakan diatas terlihat bahwa terdapat definisi yang begitu luas terhadap penanaman modal asing yang dikemukakan oleh OECD dalam Draft Text Perjanjian Multilateral di bidang penanaman modal, di dalamnya termasuk portofolio investment, debt instrument,

  intellectual property rights (Hak Kekayaaan Intelektual) dan contractual rights. 71 72 David kairupan., Loc. Cit. hlm. 19. 73 Sentosa Sembiring., Loc. Cit., hlm. 41.

  M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Op. Cit., hlm. 39. Definisi yang luas dapat mengakibatkan pertentangan dengan negara penerima modal asing (host country) tentang konsep penanaman modal asing.

  Penentuan definisi atau pengertian penanaman modal asing bukanlah didasarkan pada pendekatan secara akademis, tetapi berdasarkan pada aktivitas bisnis yang

  74 sama yang dilakukan oleh perusahaan- perusahaan multinasional.

  Kecenderungan dari beberapa perjanjian internasional dalam bidang penanaman modal asing mencakup definisi yang luas bagi penanaman modal asing. Tujuan dari definisi yang luas adalah untuk menjamin bahwa perlindungan melalui perjanjian dapat diberikan bagi aktivitas sehubungan dengan penanaman modal asing. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pihak dalam perjanjian, untuk menegosiasikan apa yang menjadi lingkup dari penanaman modal asing

  75 tersebut.

  Negara pemilik modal (capital-exporting countries) biasanya mempunyai kepentingan perlindungan penanaman modal asing yang dilakukan oleh warga negaranya konsekuensinya bagi mereka membuat definisi yang luas sedapat mungkin dipakai, karena lebih menguntungkan. Sedangkan bagi negara penerima modal (capital-importing countries) secara tradisional menginginkan tetap mempertahankan sebesar mungkin kekuasaannya untuk mengatur penanaman modal asing. Oleh karena itu, negara penerima modal mendukung definisi yang sempit dari penanaman modal asing atau agar supaya dapat meminimalisasi

  76 kewajiban-kewajiban liberalisasi mereka dalam suatu perjanjian internasional.

  74 75 Ibid, hlm. 43. 76 Ibid.

  Daniel D. Bradlow and Alfred Escher (Eds), Legal Aspect of Foreign Direct Investment , (dalam) An An Chandrawulan., Ibid, hlm. 44. Sedangkan UUPM, dalam Pasal 1 angka 3, mendefinisikan “Penanaman Modal Asing” sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri

  ”. Berdasarkan uraian ini maka jelas yang dimaksud dengan penanaman modal asing (foreign investment) tidak berarti bahwa modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga yang sifatnya patungan (joint venture), dimana terdapat penggabungan antara modal yang sumbernya berasal dari luar negeri (foreign capital) dan modal yang sumbernya

  77 berasal dari dalam negeri (domestic capital).

  Modal didefinisikan sebagai aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis (Pasal 1 angka 7), sedangkan modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing (Pasal 1 angka 8). Batasan penanam modal asing yaitu perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 angka 6).

  Pasal 2 UUPM mengatur secara tegas bahwa ketentuan dalam undang- undang ini berlaku bagi penanaman modal disemua sektor di wilayah negara Republlik Indonesia. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal disemua sektor di wilayah 77 David Kairupan., Op. cit., hlm. 21.

  Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio. Namun demikian UUPM tidak memberikan definisi secara jelas apa yang dimaksud dengan “penanaman modal langsung (direct investment

  ) dan “penanaman modal tidak langsung (indirect

  78 investment

  Definisi keduanya dapat ) atau “penanaman modal portofolio”. dijumpai dalam penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) yang menyebutkan bahwa :

  “...penanaman tersebut dapat dilakukan secara langsung, yakni oleh pemiliknya sendiri, atau tidak langsung, yakni melalui pembelian obligasi- obligasi, surat-surat kertas perbendaharaan Negara, emisi-emisi lainnya (saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan, serta deposito dan tabungan yang berjangka waktu sekurang- kurangnya satu Tahun.”

  Uraian diatas menjelaskan bahwa penanaman modal asing sebenarnya adalah penanaman modal yang dilakukan oleh pihak asing (pemodal asing) atau pihak asing yang berpatungan dengan pihak lokal (penanam modal asing), dimana penanaman modal asing itu bersifat langsung dan tidak mencakup penanaman modal asing yang dilakukan secara tidak langsung melalui badan usaha

  79 Indonesia.

  2. Dasar hukum penanaman modal asing di Indonesia Penanaman modal asing di Indonesia diatur dalam UUPMtentang

  Penanaman Modal yang merupakan pengganti dari undang-undang penanaman 78 79 David Kairupan., Op. Cit., hlm. 20.

  Ibid, hlm. 29. modal yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dan Undang

  • –Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN). Berbeda dengan UUPMA dan UUPMDN yang melakukan pembedaan pengaturan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, maka dalam undang-undang penanaman modal yang berlaku sekarang, masalah penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam satu kesatuan.

  Pengaturan penanaman modal asing berdasarkan undang-undang penanaman modal selanjutnya diatur dalam berbagai instrumen peraturan perundang-undangan yang sifatnya cukup kompleks, karena mencakup pengaturan yang sifatnya multidimensi. Berikut adalah beberapa peraturan pelaksana dari UUPM yang perlu diperhatikan dalam pengaturan penanaman modal asing di Indonesia : a.

  Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah; b. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan

  Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; c.

  Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbukadengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; d.

  Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; e.

  Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2011 tentang TataCara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; f. Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan tata

  Cara Permohonan Penanaman Modal; g. Peraturan Kepala BKPM Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan

  Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana diubah dengan Peraturan Kepala BKPM Nomor 7 Tahun 2010; h.

  Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik; i. Peraturan Kepala BKPM Nomor 89/SK/2007 tentang Pedoman dan Tata

  Cara Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Penanam Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu; j. Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman dan

  Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

  Selain peraturan perundang-undangan yang mengatur secara langsung masalah penanaman modal sebagaimana disebutkan diatas, peraturan perundang- undangan di bidang lainnya juga perlu diperhatikan, seperti peraturan yang mengatur masalah kewenangan pemberian izin sehubungan dengan penanaman modal, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, perpajakan, kepabeanan, pertanahan, alih teknologi (transfer of technology), persaingan usaha yang sehat, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, peraturan-peraturan yang bersifat sektoral seperti telekomunikasi, perhubungan, industry, perdagangan, pertambangan, perkebunan, kehutanan, atau bahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

80 Secara konteks aspek internasional, perangkat peraturan yang meratifikasi

  konvensi-konvensi atau perjanjian-perjanjian internasional yang terkait dengan masalah penanaman modal juga perlu kiranya diperhatikan antara lain : a.

  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

  Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

  Organisasi Perdagangan Dunia) yang didalamnya mencakup kesepakatan- kesepakatan mengenai Trade Related Aspects of Intellectual Property

  Rights (TRIPs), Trade Related Aspects of Investment Measures (TRIMs),

  dan the General Agreement on Trade in Services (GATS); b. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1986 tentang Pengesahan

  Convention Establishing the Multilateral Investment Guarantee Agency ; c.

  Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan

  Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Award ;

  d.

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settlement oh Investment

  Disputes between States and Nationals of Other States ); serta, e.

  Perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan kerjasama investasi dan perdagangan internasional lainnya yang bersifat bilateral 80 Ibid, hlm. 17.

  (Bilateral Investment Treaty) maupun multilateral (Asia Pasific Economic

  Cooperation, Asean Free Trade Agreement, Asean China Free Trade Agreement, Asean Comprehensive Investment Agreement ).

3. Bentuk-bentuk kerjasama penanaman modal asing

  Apabila mengacu kepada pengertian Penanamanm Modal Asing dalam

  Pasal 1 angka 3 UUPM dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, dapat ditemukan dua bentuk penanaman modal asing, yaitu : a.

  Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Patungan adalah bersama- sama mengumpulkan uang untuk suatu maksud tertentu; b.

  Langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiliki oleh warga Negara dan

  81 atau badan hukum asing.

  Mengenai bentuk kerjasama penanaman modal asing, Ismail Sunny mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) macam bentuk kerja sama antara modal asing dan modal nasional, yakni : joint-venture, joint enterprise, dan kontrak karya. Selain ketiga bentuk kerja sama tersebut, masih terdapat juga bentuk lain yang dalam kenyataannya atau dalam praktik dilakukan oleh pemodal khususnya pemodal asing. Dengan kata lain, terdapat berbagai macam bentuk kerja sama yang dilakukan oleh para penanam modal khususnya penanam modal asing dengan pemodal nasional.

81 Salim, Budi SutrisNomor, Op. cit., hlm. 164.

  Berikut akan dijelaskan bentuk kerja sama tersebut masing-masing

  82

  meskipun secara limitatif, yakni : a.

   Joint-venture

  Suatu usaha kerja sama yang dilakukan antara penanam modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontraktuil), dimana tidak membentuk suatu badan hukum baru seperti halnya pada joint-enterprise.

  Beberapa bentuk joint-venture :

  1) Technical assistance (service) contract

  Yaitu suatu bentuk kerja sama yang dilakukan antar pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang bersangkut paut dengan skill atau cara kerja (method). Misalnya, suatu perusahaan modal nasional sepanjang yang ingin memajukan atau meningkatkan produksinya. Membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan technical assistance dari perusahaan modal asing diluar negeri dengan cara pemabayaran dalam bentuk royalti yakni pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambilkan dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan.

  2) Franchise and brand-use agreement

  Yakni suatu bentuk usaha kerja sama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu 82 barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti, Coca-Cola,

  Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta : Kencana, 2006), hlm. 60.

  Pepsi- Cola, Van Houten, Mc’Donalds, Kentucky Fried Chicken, dan sebagainya.

  3) Manajemen contract

  Yaitu suatu bentuk usaha kerja sama antara pihak modal asing dengan modal nasional menyangkut pengelolaan sautu perusahaan khususnya dalam hal pengelolaan manajemen oleh pihak modal asing terhadap suatu suatu perusahaan nasional. Misalnya yang lazim dipergunakan dalam pembuatan maupun pengelolaan hotel yang bertaraf internasional oleh pihak Indonesia diserahkan kepada swasta luar negeri seperti, Hilton Internasional Hotel, Mandarin Internasional Hotel, dan sebagainya.

  4) Build, Opertaion and Transfer (B.O.T) Yaitu suatu bentuk kerja sama yang relatif masih baru dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerja sama antara para pihak di mana suatu objek dibangun, dikelola atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli. Misalnya, pihak swasta nasional mempunyai gedung atau bangunan mengadakan kerja sama dengan pihak luar negeri untuk membangun suatu Department Store ataupun Hotel dimana biaya pembangunan, perencanaan, pelaksnaan operasinya dilaksanakan oleh pihak asing dengan jangka waktu sesuai kerja sama lalu kemudian diserahkan kepada pihak nasional.

b. Joint-enterprise

  Merupakan suatu kerja sama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru yang bertujuan menjalankan usaha di daerah tujuan investasi. Joint-enterprise merupakan suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal dalam nilai rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing.

  Pasal 5 ayat (3) UUPM tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa : “penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbata dilakukan dengan : a.

  Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. Membeli saham; dan c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

  83

  undangan.” c. Kontrak karya (Contract of Work)

  Merupakan suatu bentuk usaha kerja sama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum indonesia dan badan hukum ini megnadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan hukum yagn mempergunakan modal nasional. Bentuk kerja sama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti ; kontrak karya antara PT. Pertamina (persero) dengan PT. CaltecPasific Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Caltec International Petroleum yang berkedudukan di Amerika Serikat. Besarnya imbalan tergantung pada kesepakatan kontrak karya tersebut.

  Perjanjian kontrak karya pengawasan (controle), manajemen, marketing, dan lain tindakan yang berhubungan dengan pengambilan, pengolahan, distribusi, dan penjualan barang yang diproduksi di Indonesia sepenuhnya ada di tangan pihak saing, dan boleh memindahkan hak - 83 Budiman Ginting, Mahmul Siregar, Bahan Kuliah hukum Investasi. Slide. 35. haknya itu kepada seorang subkontraktor dengan berdasarkan ketentuan dan hukum yang berlaku di Indonesia.

  d.

   Production sharing

  Suatu bentuk kredit untuk memenuhi kebutuhan akan modal dan alat perlengkapan dari luar negeri. Dinamakan production sharing atau bagi hasil, oleh karena kredit yang diperoleh dari pihak asing beserta bunganya akan dikembalikan dalam bentuk hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, yang biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban perusahaan nasional untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit. Dengan kata lain, production sharing adalah suatu perjanjian kerja sama kredit antara modal asing denga pihak nasional yang memberikan kewajiban kepada pihak nasional untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit. Besarnya biaya dan investasi serta pemilikan teknologi untuk menjalankan usaha menjadi latar belakang diadakannya production sharing. Imbalan bagi hasil tergantung kepada kesepakatan kontrak (production sharing agreement).

  e. Penanaman modal dengan DICS-Rupiah Merupakan suatu bentuk campuran atau variasi antara kredit dann penanaman modal. Jika pada production sharing suatu perusahaan nasional memperoleh modala asing dalam bentuk kredit, maka dalam penanaman modal DISC-Rupiah ini kredit modal asing yang tidak dijamin pemerintah asing dan telah jatuh tempo dapat di ubah menjadi penanaman modal asing di Indonesia. Kebiijakan tersebut disebut Debt Investment

  Convertion Scheme (DISC).

  Oleh sebab itu, pelunasan utang-utang tersebut di atas, yang semula diperhitungkan berdasarkan valuta asing tetapi dibayar dengan rupiah terjadi dengan DISC-Rupiah yang merupakan kertas perbendaharaan negara berbunga 3% seTahun.

  f.

  Penanaman modal dengan kredit investasi Kredit luar negeri via kredit investasi menjadi modal nasional yang setelah bergabung dengan modal asing dalam joint venture dapat digolongkan sebagai penanaman modal asing. Bentuk ini banyak dilakukan oleh pemodal dalam negeri untuk membiayai setiap proyeknya yang ada di Indonesia.

  g.

   Portofolio investment

  Penanaman modal yang dilakukan melalui pembelian saham atau efek suatu perusahaan yang sudah berdiri, melalui bursa saham atau bursa

  84

  efek. Pendapatan yang diharapkan lebih bersifat jangka pendek dalam bentuk capital gain yang diperoleh pada saat penjualan efek tersebut dan bukan pendapatan yang bersifat regular. Investor dalam portofolio

  investment tidak terlibat dalam manajemen perusahaan sehingga tidak

  terkait langsung denga risiko kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan target atau perusahaan dimana investasi tersebut dilakukan,

  85 melainkan lebih dikaitkan dengan risiko pasar dari efek yang di beli.

4. Teori-teori penanaman modal asing

  Hal yang penting dalam perkembangan penanaman modal asing adalah perkembangan dari banyaknya terori-teori yang mencoba menjelaskan mengapa 84 85 Budiman Ginting, Mahmul Siregar., Ibid.

  David Kairupan., Op. cit., hlm. 75. perusahaan penanaman modal menjadi isu utama dalam penanaman modal asing, mengapa perusahaan multinasional atau penanam modal memilih satu dari beberapa negara yang dijadikan lokasi bagi aktivitas bisnis penanam modal dan mengapa mereka menggunakan suatu model khusus untuk masuk kedalam suatu negara penerima modal (host country).

  Teori-teori ini juga menjelaskan mengapa beberapa negara lebih berhasil

  86 dibandingkan negara lain dalam menarik penanaman modal asing ke negaranya.

  Teori-teori ini telah memainkan peranan yang penting dalam pembentukan rezim

  87 hukum penanaman modal asing baik secara nasional maupun internasional.

  Pertentangan teori-teori penanaman modal asing telah memengaruhi pembentukan hukum penanaman modal. Semua teori memusatkan perhatiannya pada pembanguna ekonomi negara penerima modal (host country), khususnya Negara berkembang. Para ahli hukum yang membuat perlindungan bagi penanaman modal asing bersandar pada teori-teori ekonomi yang mengutamakan pengaruh pengaruh positif dari penanaman modal asing dalam pembangunan ekonomi.

  Pembentukan prinsip-prinsip hukum penanaman modal asing tidak dapat terlepas dari pertimbangan-pertimbangan teori-teori ekonomi mengenai

  88 penanaman modal asing.

  Sornarajah menyebutkan terdapat 3 teori dalam penanaman modal asing

  89

  yaitu : 86 Imad A. Moosa, Foreign Direct Investment, Theory, Evidence and Practice, (dalam) An An Chandrawulan., Op. cit., hlm. 56. 87 Sheriff H. Seid, Global Regulation of Foreign Direct Investment, (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. 88 89 Ibid.

  M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. a.

  Teori Klasik dan Neo Klasik (The Clasiccal and Neo Classical Theory on

  Foreign Investment )

  Teori ekonomi klasik dalam penanaman modal asing menyatakan bahwa penanaman modal asing secara keseluruhan menguntungkan ekonomi negara penerima modal. Terdapat beberapa faktor yang

  90

  mendukung pandangan teori klasik dan neo klasik ini, yaitu :

  Pertama , merupakan fakta bahwa modal asing yang dibawa ke

  negara pemilik modal menjamin bahwa modal nasional/domestik yang tersedia dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan dan

  91

  kepentingan masyarakat. Masuknya modal dan penanaman modal asing kembali oleh penanam modal asing yang bersala dari keuntungan yang tidak dikembalikan ke negaranya, akan meningkatkan tabungan dari negara penerima modal (host country). Penghasilan pemerintah melalui

  92 pajak meningkat dan pembayaran-pembayaran lain juga akan menigkat.

  Lebih jauh lagi, modal asing yang masuk ke negara penerima modal mengurangi pembatasan neraca pembayaran dari negara penerima modal.

  Secara umum, penanaman modal meningkatkan aktifitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Kedua , penanam modal asing biasanya membawa serta teknologi

  yang terdapat dinegara pemilik modal dan menyebarkan teknologi tersebut di dalam negara penerima modal.

  90 Kojima K, Japanese and American Direct Investment in Asia :A Comparative Analysis dalam An An Chandrawulan., Ibid. 91 92 M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 57.

  Sheriff H. Seid (dalam) An An Chandrawulan., Ibid.

  Ketiga , dengan masuknya modal asing berarti terciptanya lapangan

  kerja baru. Tanpa penanaman modal asing kesempatan untuk bekerja tidak akan didapat.

  , pekerja-pekerja yang dipekerjakan pada perusahaan

  Keempat

  penanaman modal asing akan mendapat keahlian sehubungan dengan teknologi yang dibawa dan diperkenalkan oleh penanam modal asing.

  Keahlian dalam bidang manajemen dari proyek-proyek besar akan beralih kepada tenaga ahli lokal.

  Kelima , fasilitas-fasilitas infrastruktur akan dibangun baik oleh

  pemerintah maupum perusahaan penanaman modal asing dan semua fasilitas seperti transportasi, kesehatan, pendidikan yang diperuntukan bagi penanaman modal asing akan juga bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.

  Sherif H. Seid menyebut teori klasik ini sebagai teori Neo-Klasik (Neo-Classical Economic Theory) yaitu suatu teori yang merupakan alat penggerak di belakang globalisasi bagi liberalisasi rezim perdagangan dan penanaman modal. Teori ini telah berperan penting dalam perdebatan tentang pengaturan penanaman modal secara global.

  Tidaklah mudah mengemukakan secara pasti mengenai definisi dari teori ini, tetapi teori ini sebenarnya didasarkan kepada teori kegunaan atau utility dari Jeremy Bentham Tahun 1870-an, dan dari teori ekonomi Alfred Marshal Tahun 1879. Teori neo-klasik ini mengemukakan bahwa penanaman modal asing memberikan kontribusi yang positif bagi

  93 pembangunan ekonomi negara penerima modal (host country).

  Pendapat sangat mendasar dari teori neo-klasik adalah bahwa penanaman modal asing khususnya negara berkembang, memainkan peranan sebagai tutor. Penanaman modal asing menggantikan fungsi produksi yang lebih rendah di negara berkembang denga produksi yang lebih maju dari negara industri yang masuk melalui alih teknologi, keahlian manajemen dan pemasaran, informasi pasar, pengalaman organisasi, penemuan-penemuan produk baru dan teknik-teknik produksi,

  94 serta pelatihan-pelatihan pekerja.

  Pendukung teori neo-klasik ini lebih jauh lagi berpendapat bahwa penanaman modal asing meningkatkan persaingan di bidang industri dengan pengembangan produktivitas. Penanaman modal asing dapat juga memperluas pasar bagi produsen negara penerima modal untuk memasarkan barang-barangnya ke pasaran dunia, membawa pada persaingan yang lebih besar dan kesempatan untuk pengalihan teknologi.

  Teori neo-klasik telah memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi prinsip dasar dari hukum internasional dalam bidang penanaman modal asing. Kebanyakan perjanjian bilateral di bidang penanaman modal di antar negara-negara percaya bahwa masuknya penanaman modal asing akan mendorong pembangunan ekonomi dan 93 membawa kemakmuran ekonomi Negara mereka.

  

C.F. Bergten, T. Horst, T and T.H.Moran, American Multinationals and American

Interest (dalam) An An Chandrawulan, Ibid. hlm. 58. 94 Kojima, International Trade and Foreign Investment : Substitutes or Complement? (dalam) An An Chandrawulan., Ibid.

  Secara konteks perdagangan internasional, suksesnya ekonomi liberal tercermin dengan adanya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan beberap persetujuan baru yang berkaitan denga hak kekayaan intelektual (TRIPs), bidang jasa (GATS) dan bidang penanaman modal (TRIMs). Hal ini menandakan bahwa begitu besar keterlibatan organisasi

  95 perdagangan dunia dalam penanaman modal.

  Keterlibatan bank dunia dan IMF sehubungan dengan teori klasik dan neo-klasik terlihat dengan adanya program pinjaman (loan) bagi Negara berkembang yang merupakan ide dari liberalisasi ekonomi. Tujuan dibentuknya “The Washington Consensus” melambangkan dan menjadi contoh bahwa kedua lembaga yaitu bank dunia dan IMF yang bertindak bersama-sama pemerintah Amerika Serikat dalam mengenakan syarat dalam membantu negara-negara berkembang berdasarkan pada tujuan

  96 paham ekonomi liberal.

  Theodore H. Moran, dalam bukunya “Foreign Direct Investment

  and Development

  ” menyebut teori klasik dan teori ekonomi neo-klasik dengan The Benign Model of Foreign Direct Investment. Moran menggambarkan bahwa penanaman modala asing akan membantu negara penerima modal dalam memecahkan masalah keterbelakangan pembangunan, rendahnya tingkat produktivitas yang mengakibatkan rendahnya upah, rendahnya tabungan masyarakat, dan rendahnya tingkat penanaman modal. Penanaman modal asing dapat memecahkan masalah

  95 96 M. Sornarajah (dalam) An An Chandrawulan., Ibid. hlm. 59.

  Ibid. ini dengan membantu memberikan keahlian manajemen yang efektif,

  97 pemasaran dan teknologi yang menigkkatkan produktivitas.