BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Kepolisian dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Hukum POLRES Tobasa)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya penegakan hukum di dalam sistem peradilan pidana

  berfungsi untuk menegakkan hukum dan bertujuan untuk menanggulangi, mencegah atau membina dan mengurangi terjadinya kejahatan atau pelanggaran hukum pidana. Hal ini dimaksudkan agar setiap perbuatan- perbuatan yang melanggar aturan perundang-undangan atau hukum pidana khususnya dapat berkurang, dicegah, serta membuat kehidupan masyarakat menjadi terganggu dapat ditanggulangi, sehingga kehidupan

  1 masyarakat menjadi aman, tenteram, dan terkendali .

  Di Negara Indonesia sendiri penegakan hukum dalam masyarakat selalu dibebankan kepada aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum yang mempunyai peran penting menjalankan penegakan hukum acara pidana salah satunya adalah Kepolisian. Institusi Kepolisian merupakan suatu institusi yang dibentuk Negara guna menciptakan ketertiban, ketentraman dan keamanan ditengah masyarakat baik dalam hal

  2 pencegahan, pemberantasan atau penindakan .

  Jika ditinjau dari perundang-undangan indonesia dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) yakni dalam pasal 1 butir 1 1 mengatakan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik

  M Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), (Jakarta : Pradnya Paramita, 1991), hlm 28. 2 Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak , (Malang : UMM PRES, 2009), hlm 112.

  Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan dalam pasal 1 butir 4 kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) mengatakan bahwa penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Dari penjelasan kedua pasal tersebut dapat dikatakan bahwa institusi Kepolisian merupakan suatu lembaga yang diberi wewenang oleh negara yang diharapkan mampu membantu proses penyelesaian terhadap kasus kejahatan dan pelanggaran tindak pidana. Pelaksanaan tugas kepolisian juga telah disusun dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan kepada Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tersebut , dapat dilihat tugas pokok kepolisian berdasarkan pasal 13 yaitu:

  1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

  2. Menegakkan hukum dan 3.

  Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

  Kemudian dalam rangka pencegahan tindak pidana terhadap masyarakat maka kepolisian mempunyai kewenangan yang diatur dalam pasal 15 ayat (1) huruf (a) sampai dengan (j), serta pasal 16 ayat (1) huruf (a) sampai dengan (l) dan ayat (2).

  Warga masyarakat rata-rata mempunyai pengharapan agar polisi dengan serta merta dapat menanggulangi masalah yang dihadapi tanpa memperhitungkan apakah polisi tersebut baru saja menamatkan

  3 pendidikan kepolisian, atau merupakan polisi yang berpengalaman .

  Begitu banyak jenis kejahatan yang terjadi ditengah masyarakat, perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya keamanan, ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia.

  Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat disebut sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan.

  Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara.

  Kenyataan telah membuktikan, bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan

  4

  dikurangi tetapi sulit diberantas secara tuntas . Kejahatan masa kini tidak mengenal siapa dan usia, bahkan anak-anak sekalipun banyak yang telah menjadi pelaku penyalahguna. Pada masa sekarang ini, tindak kejahatan banyak terjadi dikalangan generasi muda yang seharusnya adalah generasi emas penerus bangsa. Jenis kejahatan tersebut antara lain pembunuhan, penganiayaan, penipuan, pemerkosaan, korupsi, perkelahian pelajar, kejahatan geng motor, seks diluar nikah, penyalahgunaan narkotika dan

  5 lain sebagainya .

  Khusus untuk penyalahgunaan narkotika, meskipun zat narkotika dianggap berbahaya oleh banyak orang namun pada dasarnya sangat bermanfaat bagi manusia. Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 3 tentang narkotika disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat

  Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 47 4 5 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal 1 Linda Kirana S, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba , ( DKI Jakarta : Depag RI,2003 ), hal 65. atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang

  6

  ketat dan saksama . Apabila cara pemakaiannya tidak sesuai dengan keperuntukannya maka narkotika akan berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Hal ini dikarenakan menyalahgunakan narkotika akan membahayakan eksistensi suatu bangsa, karena para pemakai atau pengguna cepat atau lambat akan merasa ketergantungan atau kecanduan narkotika tersebut Sehingga akan merusak generasi suatu bangsa. Oleh karena itu, perlu adanya peran serta dari semua pihak, bukan saja dari pemerintah, pihak kepolisian, masyarakat, dan terlebih lagi peran serta keluarga untuk mengawasi putra putrinya dengan ketat. Sehingga bahaya narkotika tidak sampai masuk dalam lingkungan keluarga kita.

  Saat ini tindak pidana narkotika dipandang sebagai tindak pidana yang menjadi musuh umat manusia dan karena itu negara negara di dunia termasuk Indonesia terus berjuang keras untuk memberantas tindak pidana ini. Tindak pidana narkotika sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara karena banyak menimbulkan kerugian dan juga

6 Lihat dasar menimbang butir ‘C’ Undang-undang Nomor 23 tahun 2009 Tentang

  Narkotika :” bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama; melibatkan anak/remaja sebagai generasi penerus bangsa sebagai korban

  7 maupun pelakunya .

  Oleh karena itu, untuk menanggulangi penyalahgunaan narkotika maka pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 yang telah dicabut karena tindak pidana narkotika sudah bersifat transnasional dengan modus dan teknologi terbaru serta adanya perluasan Korban penyalahgunaan narkotika yakni kalangan anak-anak, remaja, dan

  8

  generasi muda pada umumnya . Dan telah diganti dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam undang- undang ini, ada beberapa materi baru menunjukkan adanya upaya-upaya dalam memberikan efek psikologis kepada masyarakat agar tidak terjerumus dalam tindak pidana narkotika, telah ditetapkan ancaman pidana yang lebih berat, minimum dan maksimum mengingat tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, sangat mengancam ketahanan keamanan nasional.

  Meskipun dalam undang-undang ini telah mencantumkan hukuman minimum hingga yang maksimum bagi pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika serta sanksi denda yang amat besar akan tetapi para pelaku tindak pidana narkotika tidak merasa jera atau merasa takut 7 dengan sanksi tersebut. Hal ini dikarenakan bisnis narkotika yang

  Ade Wahyu Rahmadani, Penyalahgunaan Narkoba, ( DKI Jakarta : Depag RI, 2003), Hal 99. 8 Lihat dasar menimbang butir ‘E’ Undang-undang Nomor 23 tahun 2009 Tentang Narkotika : “tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara sehingga Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut.” memperoleh keuntungan yang sangat besar serta sealu adanya permintaan akan narkotika yang akan disalahgunakan, di sisi lain para pengedar maupun para bandar narkotika apabila tertangkap sanksi pidana maupun sanksi dendanya sangatlah tidak setimpal dengan akibat dari perbuatannya yang telah merusak generasi bangsa.

  Menanggapi hal itu, maka tugas aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian akan semakin berat. Demikian pula dalam hal penanggulangan penyalahgunaan narkotika, pihak Kepolisian yakni di daerah hukum Kepolisian Resor Tobasa (POLRES TOBASA) sering mengadakan penyuluhan-penyuluhan, penggerebekan-penggerebekan, dan juga melakukan razia sarang peredaran narkotika seperti di tempat hiburan malam, razia gabungan di jalan raya bahkan di dalam Rumah Tahanan (RUTAN). Untuk razia di dalam Rutan sendiri pernah dilakukan di Rumah

  9 Tahanan (RUTAN) Kelas II B Balige pada kamis 26 Februari 2015 .

  Dalam situs resmi Mabes Polri dikemukakan bahwa razia di Rumah Tahanan (RUTAN) Kelas II B Balige tersebut dipimpin langsung oleh Kapolres Tobasa sendiri yaitu Bapak AKBP BUDI HARYANTO,

10 Sik,M.Si .

  Sesuai dengan data kasus penyalahgunaan narkotika sejak tahun 2009 sampai dengan Rabu, 24 Maret 2015 yang didapatkan oleh penulis dari pihak Kepolisian resor Tobasa yakni bagian Satuan Reserse Narkoba 9 POLRES TOBASA diperoleh kasus pada tahun 2009 ( 15 kasus ), tahun

  akses pada 30 maret 2015 pukul 13.30 wib

  • diakses pada 31 maret 2015 pukul 21.00 wib

  2010 ( 19 kasus ), tahun 2011 ( 16 kasus ), tahun 2012 ( 21 kasus ), tahun 2013 ( 22 kasus ), tahun 2014 ( 20 kasus ), dan tahun 2015 atau yang sedang ditangani sebanyak 6 kasus.

  Berdasarkan penjelasan dan data diatas yang menunjukan bahwa sejak tahun 2009 hingga maret 2015 jumlah kasus yang ditangani oleh pihak Kepolisian Resor Tobasa mengalami naik turun maka penulis sangat tertarik untuk membahas dan mengkaji mengenai upaya yang dilakukan dalam menanggulangi Penyalahgunaan narkotika dan kendala-kendala apa saja yang selama ini dihadapi oleh Kepolisian Resort Tobasa dalam Penanggulangan Penyalahgunaan narkotika Di Wilayah Kabupaten Toba Samosir. Untuk itu penulis membuat penulisan skripsi yang berjudul

  

“PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI KASUS DI

WILAYAH HUKUM POLRES TOBASA)”.

B. Rumusan Masalah

  Mengacu pada latar belakang permasalahan diatas maka penulis membuat rumusan Masalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Indonesia ? 2. perkembangan dan faktor-faktor penyebab

  Bagaimana penyalahgunaan narkotika di wilayah Kabupaten Toba Samosir pada sekarang ini ?

3. Bagaimana peranan Kepolisian Resort Tobasa (POLRES

  TOBASA) dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penulisan

  Tujuan penelitian pada hakekatnya mencari jawab atas masalah yang diteliti dan memberikan pedoman agar penelitian dapat berlangsung sesuai apa yang dikehendaki. Karena itu dalam penyusunan Skripsi ini, tujuan penelitian ini adalah: a)

  Tujuan Objektif : (1)

  Untuk mengetahui tentang perkembangan penyalahgunaan narkotika pada masa sekarang ini dan mengetahui hukum yang mengatur tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika. (2)

  Untuk mengetahui kebijakan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini pihak Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika guna menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat diwilayah Kabupaten Samosir. (3)

  Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam hal ini pihak Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika diwilayah Kabupaten Samosir.

  b) Tujuan Subjektif

  (1) Untuk memperoleh data bahan penyusunan Skripsi guna memenuhi salah satu syarat akademis untuk mencapai gelar

  Sajana dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  (2) Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan penulis dalam ilmu Hukum khususnya dalam Hukum dan Kebijakan

  Publik dalam kaitannya dengan tugas dan wewenang polisi dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan Narkotika diwilayah Kabupaten Samosir.

2. Manfaat Penulisan

  Selain tujuan yang akan dicapai sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk : a.

  Manfaat Teoritis : Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya mengenai perkembangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, peran aparat penegak hukam dalam hal ini kepolisian dalam menanggulagi penyalahgunaan narkotika serta hambatan yang yang dihadapi Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika.

  b.

  Manfaat Praktis (1)

  Bagi Penulis : penelitian ini dapat memperluas pengetahuan tentang penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan dilapangan, serta menambah wacana ilmu hukum pidana tentang peran aparat penegak hukam dalam hal ini kepolisian dalam menanggulagi penyalahgunaan narkotika.

  (2) Bagi Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Kepolisian :

  Penelitian ini diharapkan dapat membantu para aparat penegak hukum dalam mengkampanyekan bahaya penyalahgunaan narkotika kepada masyarakat. (3)

  Bagi Pemerintah : Penelitian ini diharapakan dapat membantu pemerintah dalam mengetahui tentang perkembangan penyalahgunaan narkotika guna dapat membentuk peraturan yang baru ataupun menambah dana pembiayaan penanggulangan penyalahgunaan narkotika. (4)

  Bagi Masyarakat : Penelitian ini diharapakan dapat membuka wawasan masyarakat agar dapat berperan serta dan membantu Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika.

D. Keaslian Penulisan

  Setelah di telusuri daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Pidana belum ditemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul dan permasalahan yang akan diangkat yaitu tentang “Peranan Kepolisian dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus Di Wilayah Hukum POLRES Tobasa)

  ”. Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, pemikiran, gagasan dan usaha penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, namun apabila terdapat kesamaan maka penulis siap bertanggungjawab atas keaslian penulisan skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

  1. Pengertian Narkotika

  Jika kita mengambil dari sudut bahasa, maka kata Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu

  “narkan” atau “narke” yang berarti

  

11

  menjadi kaku, lumpuh, dan dungu . Di dalam dunia kedokteran dikenal dengan narcose atau narcosis yang berarti dibiuskan terutama dalam

  12 peristiwa pembedahan (narcotikum/obat bius dalam bahasa latin) .

  Secara Umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukan ke dalam tubuh. Istilah narkotika yang digunakan disini bukanlah “narcotics” pada

  farmacologie (farmasi), melainkan sama artinya dengan “drug” yaitu

  sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh- pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu: a.

  Mempengaruhi kesadaran; b.

  Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia; c. 11 Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:

  Wison Nadack, Korban Ganja dan Masalah Narkotika, (Bandung : Indonesia Publishing House, 1983), hal. 122. 12 Susi Adisti, Belenggu Hitam Pergaulan “HANCURNYA GENERASI AKIBAT NARKOBA”, (Jakarta : RESTU AGUNG, 2007), hal 24

1. Penenang; 2.

  Perangsang (bukan ransangan sex); 3. Menimbulkan halusinasi (pemakai tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan,

  13 kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat) .

  Sedangkan menurut farmacologie (farmasi) medis, yaitu “

  Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral dan dapat menimbulkan efek stupor

  14 (bengong masih sadar namun masih haruis di gertak) serta adiksi .

  Menurut peraturan perundang-undangan Indonesia juga memberikan definisi tentang Narkotika. Pada Undang

  • – undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang narkotika memberikan pengertian narkotika sebagai berikut : Narkotika adalah ; a.

  Bahan – bahan yang disebut dalam angka 2 sampai angka 3.

  b.

  Garam – garam dan turunan – turunan dan morfhine dan kokaina.

  c.

  Bahan – bahan lain namun alamiah sintesa maupun semi sintesa yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfhine atau kokaina yang ditetapkamn oleh Menteri Kesehatan

  13 Moh. Taufik Makarao , Suhasri, dan Moh. Zakky, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), hal 16. 14 Wijaya A.W, Masalah Kenakan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, (Bandung : Armico, 1985), hal. 145. sebagai narkotika, bilamana disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan yang merugikan, sepertimorfina dan kokaina.

  d.

  Campuran – campuran yang sedian – sedian mengandung bahan yang tersebut dalam huruf a,b, dan c.

  Menurut Undang

  • – undang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menyebutkan yaitu narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan
  • – golongan sebagaimana terlampir dalam Undang – undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan

15 Menteri Kesehatan . Sedangkan menurut Bunyi Undang

  • – undang nomor 35 tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 dapat dipahami bahwa narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa sakit, mengurangi sampai menghilangkan rasa ngeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau kimia yang

  16 dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika .

  15 16 Kusno Adi, Op. Cit., hal.12 F Asya, Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta : Asa Mandiri, 2009), hal. 3

  Selain menurut peraturan perundang-undangan ada juga menurut para ahli. Menurut Soedjono D. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan (dimasukkan dalam tubuh) akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai.

  Pengaruh tersebut berupa : menenangkan, merangsang, dan menimbulkan

  17

  khayalan (halusinasi) . Soedjono juga mengemukakan bahwa narkotika adalah zat yang bermanfaat dan berkhasiat, yang dibutuhkan bagi kepentingan

  18 umat manusia terutama dari sudut medis .

  Menurut Smith Kline dan Frech Clinical Staff mengemukakan defenisi tentang narkotika yaitu:

  Narcotic are drugs which produch insensibility or stuporduce to their depressant offer on the central nerveous system, included in this definition are opium-opium derivativis (morphine, codein, methadone).

  Artinya lebih kurang ialah Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral.Dalam defenisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine, coein, methadone).

  Menurut Elijah Adams memberikan definisi narkotika adalah sebagai berikut, “Narkotika adalah : terdiri dari zat sintesis dan semi 17 sintesis yang terkenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak

  D Soedjono, Segi Hukum tentang Narkotika di Indonesia, (Bandung : Karya Nusantara, 1977), hal. 5. 18 D Soedjono, Narkotika dan Remaja, (Bandung : Alumni, 1991), hal. 3

  dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan

  • – perdagangan

  19 gelap, selain juga terkenal istilah dihydo morfhine .

  Sedangkan menurut Verdoovende Middelen Ordonantie Staatblad 1927 No. 287 jo. No. 536 yang telah diubah, yang dikenal sebagai undang- undang obat bius, narkotika adalah “bahan-bahan yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan, atau yang dapat menurunkan kesadaran.

  Di samping menurunkan kesadaran juga manimbulkan gejala-gejala fisik dan mental lainnya apabila dipakai secara terus-menerus dan liar dengan akibat antara lain terjadi ketergantungan pada bahan- bahan tersebut”.

  Dalam undang-undang bius tersebut, yang dikategorikan sebagai narkotika tidak hanya obat bius saja melainkan disebut juga candu, ganja, kokain, morphin, heroin, dan zat-zat lainnya yang membawa pengaruh atau akibat pada tubuh.Zat-zat tersebut berpengaruh karena bergerak pada hampir seluruh system tubuh, terutama pada syaraf otak dan sumsum tulang belakang. Selain itu karena mengkonsumsi narkotika akan menyebabkan lemahnya daya tahan serta hilangnya kesadaran.

  Zat-zat narkotika yang semula ditujukan untuk kepantingan pengobatan, namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya perkembangan teknologi obat-obatan maka Jenis- jenis narkotika dapat diolah sedemikian banyak seperti yang terdapat pada saat ini, serta dapat pula disalahgunakan fungsinya yang bukan lagi untuk kepantingan dibidang pengobatan, bahkan sudah mengancam

  20 19 kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa. 20 Wison Nadack, Op. Cit. hal. 124.

  Moh. Taufik Makarao , Suhasri, dan Moh. Zakky, Op. Cit. hal 17.

2. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika

  Penyalahgunaan adalah menggunakan kekuasaan dan sebagainya tidak sebagaimana mestinya. Dengan menyalahgunakan sesuatu baik itu kekuasaan, benda dan lain sebagainya, seseorang ingin mendapatkan sesuatu yang menurut mereka dapat menguntungkan mereka. Sedangkan penyalahgunaan yang dikemukakan oleh Soedjono Dirdjosisworo, adalah bentuk kejahatan berat yang sekaligus merupakan penyebab yang dapat

  21 menimbulkan berbagai bentuk kejahatan .

  Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan seseorang dapat diartikan menggunakan narkotika tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini tentunya di luar pengawasan seorang dokter. Terjadinya penyalahgunaan di dalam masyarakat tentunya sangat mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Pengaruh itu bisa berupa pengaruh terhadap ketenangan dalam masyarakat, pengaruh terhadap timbulnya kejahatan dalam masyarakat dan sebagainya.

  Banyak ahli yang memberikan pendapat tentang pengertian atau definisi penyalahgunaan Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif) meski dengan istilah yang berbeda-beda : zat, obat, narkoba

  22

  ataupun napza . Misalnya menurut Widjono dkk. Mendefinisikan Penyalahgunaan obat sebagai pemakaian obat secara terus menerus, atau sesekali tetapi berlebihan, dan tidak menurut petunjuk dokter atau praktek 21 kedokteran. Hal ini sesuai dengan rumusan WHO yang mendefinisikan 22 Soedjono , Kriminologi, ( Bandung : Citra Aditya, 1995 ), hal. 157 Tina Afiatin, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Dengan Program Aji,

  (Yogyakarta : Gadjah Mada Univesity Press, 2008), hal 12 penyalahgunaan zat sebagai pemakaian zat yang berlebihan secara terus-

  23 menerus, atau berkala, di luar maksud medic atau pengobatan .

  Sedangkan Gordon D. membedakan pengertian pengguna, penyalahguna dan pecandu Narkoba. Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk bersenag- senang, rileks atau rileksasi, dan hidup mereka tidak berputar disekitar narkoba. Penyalahguna adalah seseorang yang mempunyai masalah yang secara langsung berhubungan narkoba. Masalah tersebut bias muncul dalam ranah fisik, mental, emosional, maupun spiritual. Sedangkan pecandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara mental maupun emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan

  24 kesakitan .

  Jika merujuk pada peraturan perundang-undangan, Undang-undang Narkotika juga memberikan pengertian penyalahgunaan. Misal pada pasal 1 butir (14) Undang-undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika yang menyebutkan bahwa : “Pengertian penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter”.

  Sedangka pada pasal 1 ayat (15) Undang-undang No. 35 tahun 2009 menyebutkan bahwa : ” Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

  23 24 Ibid, hal 13 Ibid.

  Penyalahgunaan narkotika juga berkaitan erat dengan peredaran gelap sebagai bagian dari dunia tindak pidana. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika menurut pasal 1 ayat (5) Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.

  Kegiatan disini antara lain berupa kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, dan bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  Selanjutnya mafia peredaran gelap narkotika memasok narkotika agar orang memiliki ketergantungan sehingga jumlah supply meningkat.

  Terjalinnya hubungan antara pengedar/bandar dengan korban membuat korban sulit melepaskan diri dari pengedar/bandar, bahkan tidak jarang korban juga terlibat peredaran gelap karena meningkatnya kebutuhan dan

  25

  ketergantungan mereka akan narkoba Dari hasil penelitian seorang psikiater Dr. Graham Blaine antara lain mengemukakan bahwa biasanya seseorang mempergunakan narkotika dengan beberapa sebab, yaitu : a.

  Untuk mencari dan menemukan arti dari hidup.

  b.

  Untuk mengisi kekosongan dan kesepian / kebosanan.

  c. 25 Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepepetan hidup.

  Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya , , (Jakarta,: Balai Pustaka2006).Hal.1. d.

  Hanya iseng-iseng atau didorong rasa ingin tahu.

  Dihisap : menggunakan aluminium foil dengan bong terus dibakar.

  Tingkah laku seperti mabuk, tetapi tanpa berbau minuman beralkohol 26 Sudarsono.Drs, Kenakalan Remaja, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal 67

  b. Tidak dapat mengendalikan diri c.

  Berbicara kacau

  Yaitu mengendorkan atau mengurangi aktivitas atau kegiatan susunan syaraf pusat, antara lain : a.

  Dicampur dengan rokok Adapun efek atau dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika antara lain:

  c.

  b.

  e.

  Disuntik ; heroin dicampur dengan bahan lainnya dan dimasukan ke dalam jarum suntik.

  Penyalahgunaan narkotika biasanya dilakukan dengan cara sebagai berikut : a.

  26 .

  Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan yang berbahaya seperti berkelahi, ngebut, bergaul dengan wanita dan lain-lain

  g.

  Mempermudah penyaluran dan perbuatan seks.

  Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas f.

1. Efek Depresant

  d.

  Akibat kelebihan pemakaian akan menyebabkan : 1)

  Napas tersegal-segal 2)

  Kulit lembab dan dingin 3)

  Pupil mata mengecil 4)

  Denyut nadi cepat dan lemah 5) Bisa koma dan meninggal dunia e. Gejala putus obat :

  1) Gelisah

  2) Sukar tidur

  3) Mengigau

  4) Tertawa tidak wajar

  5) Dapat meninggal dunia

  27 2. .

  Efek Stimulant Yaitu meningkatkan keaktifan susunan syaraf pusat, antara lain: a.

  Lebih waspada b.Bergairah rasa senang c.

  Pupil membesar d.Denyut nadi meningkat e.

  Susah tidur f. Hilang nafsu makan g.Akibat kelebihan pemakaian akan menyebabkan :

  1) 27 Gelisah

  Silvia Roosmaya, skripsi,” Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan Oleh POLWILTABES SEMARANG Terhadap Remaja Dalam Penyalahgunaan Narkotika, (Semarang : Fakultas Hukum UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA,2005), hal 19-21

  2) Suhu badan naik

  b.

  Gangguan mental emosional yang diderita oleh si penyalahguna akan mempengaruhi fungsi dan keberadaannya sebagai anggota masyarakat. Pada umumnya, prestasi si pengguna akan menurun seperti pemecatan di tempat kerjanya, melakukan tindakan kekerasan dan lain-lain.pelanggaran- 28 Muchlis Catio, Pencegahan Dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Di

  : 1. Dampak terhadap kehidupan sosial

  28

  Bila overdosis dapat menimbulkan kematian. Selain efek biologis terhadap penyalahguna diatas ada juga dampak social yang diakibatkan penyalahgunaan narkotika yakni

  c.

  Tidak punya gambaran ruang dan waktu.

  Suka berkhayal.

  3) Suka berkhayal

  Yaitu menimbulkan perasaan-perasaan yang tidak riil atau khayalan khayalan yang menyenangkan antara lain : a.

  Depresi tidak dapat mengendalikan diri 3. Efek halusinogen

  Malas dan tidur berlama-lama 3)

  h. Gejala putus obat : 1) Badan terasa lesu 2)

  5) Dapat meninggal dunia

  4) Tertawa tidak wajar

  Lingkungan Pendidikan, (Jakarta : Badan Narkotika Nasional, 2006), hal.32 pelanggaran baik norma social maupun norma hukum akan mempengaruhi kehidupan social si pengguna.

  2. Dampak terhadap perekonomian : a.

  Uang habis dengan percuma. b.Pengeluaran meningkat yaitu untuk biaya kesehatan serta pengobatan.

  c.

  Menurunnya tingkat produktivitas sumber daya manusia. d.Terjadi transaksi illegal.

  e.

  Terjadinya money laundering (pencucian uang).

  3. Dampak terhadap Mayarakat : a.

  Berbuat tidak senonoh (mesum) dengan orang lain, yang berakibat tidak saja bagi diri yang berbuat melainkan mendapat hukuman masyarakat yang berkepentingan. b.Mengambil milik orang lain (mencuri) demi memperoleh uang untuk membeli narkoba.

  c.

  Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum dan tidak menyesali perbuatannya.

  d. Meningkatnya angka kriminalitas dan kekerasan di lingkungan masyarakat

  4. Dampak terhadap Bangsa dan Negara

  Apabila penyalahgunaan Narkotika sudah semakin meluas maka akan menimbulkan efek yang lebih besar lagi terhadap suatu Negara. Dampak itu dapt berupa : a.

  Hilangnya generasi muda ( lost generation ).

  b. Kualitas generasi muda sebagai aset bangsa menurun.

  c.

  Hilangnya jiwa patriotism.

  d. Menurunya rasa cinta bangsa yang pada gilirannya mudah untuk dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan yang menjadi ancaman terhadap ketahanan nasional dan stabilitas nasional.

  e.

  Negara terjajah sindikat Narkoba.

  f.

  Runtuhnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

  g. Negara akan menjadi kacau dan tidak stabil Dari uraian diatas disimpulkan bahwa seorang pengguna narkotika tidak dapat hidup secara normal karena penyalahgunaan narkotika sudah merusak mental, organ vital dalam tubuh, dan bahkan dapat menyebabkan

  29

  kematian bagi pemakainya . Bila tidak segera ditanggulangi maka akan memperlemah negara Indonesia baik dari segi keamanan, pembangunan dan keberlangsungan kehidupan berangsa dan beragama. Untuk itu, bagi korban penyalahgunaan narkotika perlu dilakukannya penanganan yang

  30 29 serius, sehingga tidak akan ada korban penyalahgunaan narkotika . 30 Ibid, hal 29.

  Silvia Roosmaya, Op Cit, hal 19

3. Pengertian Kepolisian

  Menurut Soerjono Soekanto mengenai pengertian penegak hukum adalah: “Pihak -pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum”.

  Sehingga disini pengertian penegak hukum itu dapat dibagi menjadi yaitu : a.

  Penegak hukum sebagai Law enforcement adalah penegak hukum berupa perorangan atau individu yang berusaha untuk menegakkan peraturan.

  b.

   Penegak hukum sebagai peace maintenance adalah penegak hukum tidak berupa individu tapi suatu instansi yang berusaha untuk menegakkan peraturan dengan tujuan kedamaian, sehingga dalam menegakkan peraturan mereka tidak hanya berpedoman kepada peraturan saja tetapi mereka juga harus mempertimbangkan suasana ketertiban umum di dalam masyarakat

  31 .

  Aparat penegak hukum pada penerapan hukum agar benar-benar memikirkan dengan cermat penjatuhan hukuman sehingga dirasakan masyarakat hukuman tersebut telah setimpal dengan kesalahan pelaku. Penyelesaian perkara dengan cepat dan tepat sangat membantu penegakan ketertiban/ketentraman masyarakat serta terciptanya kepastian hukum.

  Aparat penegak hukum terdiri atas anggota kepolisian, kejaksaan, kehakiman. Polisi merupakan aparatur negara yang bertugas mewakili negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum.

  Polisi dan masyarakat adalah dua subjek sekaligus objek yang tak mungkin terpisahkan. Polisi lahir karena adanya masyarakat, masyarakat 31 Soerjono Soekamto, Op Cit, hal 13 membutuhkan kehadiran polisi, guna menjaga ketertiban, keamanan, dan keteraturan masyarakat itu sendiri. Demikianlah teori lahirnya polisi (politea, yunani kuno) sampai pada lahirnya teori kepolisian modern dewasa ini.

  Pengertian Polisi dalam sepanjang sejarah arti dari polisi mempunyai tafsiran yang berbeda-beda, polisi yang sekarang dengan yang awal di temukan istilah sangat berbeda. Pertama kali polisi di temukan dari perkataan yunani", politea",yang berarti semua usaha dan kegiantan

  32

  pemerintah negara kota termasuk urusan-urusan keagamaan . Di negara Belanda pada zaman dahulu istilah Polisi dikenal melalui konsep Catur Praja dan Van VOLLENHOVEN yang membagi pemerintahan menjadi empat bagian yaitu : a.

  Bestuur b.

  Politie c. Rechtspraak (Peradilan) d.

  Regeling (Peraturan) Dengan demikian Polite dalam pengertian ini sudah dipisahkan dari

  33 Bestuur dan merupakan bagian dari pemerintah tersendiri . Pada

  pengertian ini Polisi termasuk organ-organ pemerintahan yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan terhadap kewajiban-kewajiban umum.

  32 Djoko Prakoso,S.H., POLRI Sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, (Jakarta : PT.

  BINA AKSARA, 1987), hal 34 33 Ibid. hal 52

  Didalam kamus besar bahasa Indonesia, kepolisian diartikan sebagai “polisi diartikan sebagai badan pemerintahan yang diberi tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum”.

  Ada beberapa ahli juga memberikan definisinya tentang Kepolisian, misalnya

  Eko Budiharjo polisi adalah “tokoh dalam masyarakat yang harus tetap menggambarkan sebagaimana diharapkan masyarakat tentang di rinya”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam tugasnya, gambaran polisi adalah seorang yang jujur, berintegritas, rajin, loyal dan semua kualitas yang diharapkan ditemukan dalam warga negara

  34 teladan .

  Menurut pakar sosiologi hukum, Satjipto Rahardjo:“Kepolisian adalah profesi unik, sehingga untuk merumuskan secara tuntas adalah pekerjaan yang tidak mudah. Ia merupakan perpaduan antara kekuatan dan pelayanan, padahal keduanya merupakan kategori yang berdiri sendiri dan sering bersebrangan. Ia juga perpaduan antara kekerasan dan

  35

  . Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History kelembutan” mengemukakan Pengertian Polisi dalam bahasa Inggris: "Police

  Indonesia The English Language Came to Mean of planning for improving ordering communal exsistence" , yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk

  memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan masyarakat.

  Sedangkan menurut menurut Sadjijono polisi dan kepolisian memiliki arti yang berbeda dinyatakan bahwa: “Istilah polisi adalah 34 sebagai organ atau lembaga pemerintahan yang ada dalam negara, 35 Eko Budiharjo, Reformasi Kepolisian, ( Semarang : CV. Sahabat, 1998), hal 31 Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Progresif, (Jakarta:Kompas, 2010), hal. 101 sedangkan istilah kepolisian adalah sebagai organ dan sebagi fungsi. Sebagi organ yaitu suatu lembaga pemerintahan yang terorganisasi dan terstruktur dalam organisasi negara. Sedangkan sebagai fungsi, yakni tugas dan wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa Undang-undang untuk menyelenggarakan fungsinya, antara lain pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat, penegak hukum pelindung, pengayom,

  36 pelayananan masyaraka .

  Peran polisi saat ini adalah sebagai pemelihara Kamtibmas juga sebagai aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum pidana pada sistem peradilan pidana di Sub Penyidikan. Dengan hal itulah antara tugas serta kewaijiban yang diemban oleh seorang Polisi sangatlah berat, karena antara satu dengan yang lainnya bertentangan dan kontradiktif, akan tetapi ikhwal manusia sebagai aparat penegak hukum yang melindungi serta mengayomi masyarakat harus lebih mengedepankan sikap profesionalisme dan humanisme yang tinggi dalam melayani masyarakat ke arah pelayanan yang prima dan optimal.

  Jika melihat dari sisi Undang-undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian pada pasal 1 butir (1) dan butir (2) memberikan suatu definisi tentang kepolisian, yaitu :

  Pasal 1 butir (1) “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan”.

  Pasal 1 butir (2) “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai 36 negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

  Sadjijono, Memahami hukum Kepolisian, (Yogyakarta : P.T Laksbang Presindo, 2010), hal.56 Sedangkan pada pasal 5 ayat (1) menyatakan : “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

  Dalam pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa “Fungsi kepolisian adalah menjalankan salah satu fungsi Pemerintahan negara dalam tugas penegakan Hukum, selain perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 pasal 3 m enyatakan bahwa “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum, perlindungan, dan pembibimbingan masyarakat dalam rangka terjaminya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat”.

  Menurut Sadjijono dalam menjalankan fungsinya sebagai aparat penegak hukum polisi wajib memahami asas-asas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas yaitu: 1.

  Asas Legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum.

  2. Asas Kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan dalam masyarakat yang bersifat diskresi, karna belum diatur dalam hukum.

  3. Asas Partisipasi, Dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan swakarsa untuk mewujudkan kekuatan hukum dikalangan masyarakat.

4. Asas Preventif selalu mengedepankan tindakan pencegahan dari pada penindakan kepada masyarakat.

  5. Asas Subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum di

  37 tangani oleh institusi yang membidangi .

  Lembaga kepolisian memiliki tugas yang sangat besar untuk melindungi negara, dengan ruang lingkup yang sangat luas tersebut didalam tubuh kepolisian harus ada pemberian tugas yang jelas. Dalam

  pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 telah disebutkan tentang tugas

  38

  pokok kepolisian . Menurut Rahardjo Sadjipto, pembagian tugas pokok kepolisian berdasarkan substansi tugas pokok dan sumber yang melandasi tugas pokok tersebut yakni sebagi berikut: “Substansi tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat bersumber dari kewajiban umum kepolisian untuk menjamin keamanan umum. Sedangkan substansi tugas pokok menegakan hukum bersumber dari ketentuan peraturan perundang-undangan tertentu lainya. Selanjutnya substansi tugas pokok polri untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat bersumber dari kedudukan dan fungsi kepolisian sebagai bagian dari fungsi pemerintahan negara yang pada hakekatnya

  37 38 Ibid, hal 17.

  Lihat pasal 13 undang- undang nomor 2 tahun tahun 2012 tentang kepolisian : ” Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pe layanan kepada masyarakat”. bersifat pelayanan publik yang termasuk dalam kewajiban umum

  39 .

  kepolisian” Mengenai tugas yang harus dilaksanakan oleh POLRI diatur dalam

  pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002. Hal ini sebagai

  40

  rincian tugas pokok Kepolisian ( pasal 13 ) yang terdiri dari :

  a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dan menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan; c.

  Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang- undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamaanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan tekhnis kepada kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lain;

39 Satjipto Rahardjo, 2003 Mengkaji Kembali Peran Dan Fungi Polri Dalam Era

  Reformasi , Makalah Seminar Nasional, Jakarta, hal.27-28 40 Yoyok Ucuk Suyono, Hukum Kepolisian Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubehan UUD 1945 , ( Surabaya : Laksbang Grafika, 2013 ) hal.69-70. h.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Ovarium - Perbedaan Dan Hubungan Ekspresi VEGF Antara Tumor Ovarium Ganas Dan Jinak

0 0 30

BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 0 29

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA PENERBANGAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Pene

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hak Konsumen atas Pengguna Jasa Penerbangan Dalam Hal Kenaikan Harga Tiket yang Tinggi Ketika Musim Libur dan Keselamatan Penerbangan (Studi Pada PT. Garuda Indonesia Kantor Cabang Medan)

0 0 11

BAB II PENGATURAN PERSAINGAN USAHA A. Pengertian Persaingan Usaha - Persaingan Sesama Merek (Intrabrand) dikaitkan Dengan Pembatasan Perdagangan Secara Vertikal

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Persaingan Sesama Merek (Intrabrand) dikaitkan Dengan Pembatasan Perdagangan Secara Vertikal

0 0 17

BAB II PENGATURAN TENTANG PERBUATAN ORANG YANG DENGAN SENGAJA TIDAK MELAPORKAN ADANYA TINDAK PIDANA MENGUASAI NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NARKOTIKA A. Narkotika - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Dengan Sengaja Tidak Melaporkan Adanya Tinda

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Dengan Sengaja Tidak Melaporkan Adanya Tindak Pidana Menguasai Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 409/Pid.B/2014/PN.Mdn.)

0 0 28