BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pendidikan Karakter di SD Negeri Kemirirejo 3 Kota Magelang

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pendidikan Karakter

2.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter

  Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti

  

“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagimana

  mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Zainal dan Sujak, 2011:2). Secara etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak (Marzuki, 2011:73)

  Menurut Hill, (2002) dalam Wanda Chrisiana (2005:84) “Character determines someone’s private

  

thoughts and someone’s actions done. Good character is

the inward motivation to do what is right, according to

the highest standard of behaviour, in every situation ”.

  (Karakter menentukan pikiran pribadi seseorang dan tindakan yang dilakukan seseorang. Karakter yang baik adalah motivasi ke dalam untuk melakukan apa yang benar, sesuai dengan standar tertinggi dari perilaku dalam setiap situasi).

  Suyanto (dalam Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011:27) mengartikan bahwa karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap bertanggungjawab akibat dari keputusan yang dibuatnya.

  Dari beberapa pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa karakter adalah ciri khas seseorang atau individu, perilaku seseorang dalam lingkungan, baik itu dalam keluarga dan lingkungan, atau dapat diartikan sebagai penilaian terhadap baiknya seseorang.

  Menurut pendapat Ramli (2003:16), pendidikan karakter pada dasarnya memiliki esensi atau makna yang sama dengan apa yang disebut mengenai pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya dari pemberian pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, serta warga negara yang baik. Mengenai kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, serta warga negara yang baik bagi bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh sebab dalam konteks pendidikan yang diajarkan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yaitu pendidikan nilai-nilai luhur yang berasal dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda yang ada saat ini.

  Pendidikan karakter dimaknai dengan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil (Samani dan Hariyanto, 2011:46). Sedangkan Wibowo (2012:36) mendefinisikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya baik di keluarga, masyarakat, dan negara.

  Sementara itu, Berkowitz dan Bier (2005:7) berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan penciptaan lingkungan sekolah yang membantu peserta didik dalam perkembangan etika, tanggung jawab melalui model dan pengajaran karakter yang baik melalui nilai-nilai universal. Karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap bertanggung jawab akibat dari keputusan yang dibuatnya, (Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011: 27).

  Pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan di Indonesia, yang dapat dimaknai sebagai suatu pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik serta buruk, memelihara apa saja yang baik dan mewujudkan kebaikan tersebut kedalam kehidupan sehari-hari mereka dengan sepenuh hati, sehingga akan terbentuk manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi raga, pikir, hati, rasa serta karsa Abidinsyah, (2011:3).

  Pendidikan karakter adalah investasi mengenai nilai kultural yang membangun watak, moralitas serta kepribadian masyarakat yang dilakukan dengan proses yang memakan waktu yang panjang, berkelanjutan, intens, konstan dan tentunya konsisten. Oleh sebab itu pendidikan karakter memberikan kepada peserta didik mengenai ilmu, pengetahuan, praktik-praktik budaya perilaku yang berorientasi kepada nilai-nilai ideal dikehidupan, yang bersumber dari budaya lokal (kearifan lokal) dan juga budaya luar (Indra, 2010:27).

  Dari beberapa pengertian mengenai pendidikan karakter maka peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan mengiternalisasikan nilai-nilai menjadi pribadi yang luhur. Dengan adanya pendidikan karakter diharapkan dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia bagi peserta didik.

2.1.2 Tujuan Pendidikan Karakter

  Pendidikan karakter mempunyai tujuan penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Selain itu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan (Asmani, 2011:42). Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2010:7) Menjelaskan tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:

  1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

  2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

  3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;

  4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

  5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

2.1.3 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu.

  Suatu karakter melekat dengan nilai dari perilaku seseorang. Karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang ada di dunia ini, sejak dahulu sampai sekarang (Kesuma, 2011:11). Nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan Kementerian

  Pendidikan ada delapan belas karakter. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun delapan belas nilai tersebut yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional, 2009: 9-10)

  

2.1.4 Yang Mempengaruhi Pendidikan

Faktor Karakter

  V. Campbell dan R. Obligasi (1982) menyatakan ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang:

  1. Faktor keturunan

  2. Pengalaman masa kanak-kanak

  3. Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua

  4. Pengaruh lingkungan sebaya

  5. Lingkungan fisik dan sosial

  6. Substansi materi di sekolah atau lembaga pendidikan lain

  7. Media massa

  Dalam proses pembentukan karakter yang baik perlu adanya kontrol internal dan kontrol sosial yang menuntut individu untuk memiliki karakter positif tertentu. Misalnya saja sebagai pendidik dalam suatu komunitas pendidikan, dibutuhkan karakter seperti jujur, perhatian, sabar, dan karakter positif lain sebab pendidik dalam komunitas pendidikan berperan sebagai teladan dan model bagi anak didiknya.

2.1.5 Penilaian Pendidikan Karakter

  Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi atau proses pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain. Dari hakikat inilah kita dapat mengambil kesimpulan tentang tujuan penilaian pendidikan karakter (Doni Koesoema, 2010: 281).

  Penilaian adalah kegiatan untuk menentukan pencapaian hasil pembelajaran, hasil pembelajaran dapat dikategorikan menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Setiap peserta didik memiliki ranah tersebut, hanya kedalamnya tidak sama. Ada peserta didik yang memiliki keunggulan pada ranah kognitif, atau pengetahuan, dan ada yang memiliki keunggulan pada ranah psikomotor atau keterampilan. Namun, keduanya harus dilandasi oleh ranah afektif yang baik. Pengetahuan yang dimiliki seseorang harus dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat. Demikian juga keterampilan yang dimiliki peserta didik juga harus dilandasi oleh ranah afektif yang baik, yaitu dimanfaatkan untuk kebaikan orang (Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011: 189- 190).

  Lanjutnya karakter yang baik melibatkan pemahaman, perhatian, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika. Pendekatan yang holistik terhadap pengembangan karakter oleh karenanya mencari untuk mengembangkan kognitif, emosi, dan aspek perilaku dari hidup moral. Peserta didik berkembang untuk memahami nilai inti dengan mempelajarinya, mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan memecahkan masalah yang mencakup nilai-nilai. Jadi, peserta didik harus paham nilai inti dan komitmen mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari

  (Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011:191- 192).

  Dalam Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2010:10) dijelaskan Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah langkah berikut: (1) Menetapkan indikator dari nilai- nilai yang ditetapkan atau disepakati, (2) Menyusun berbagai instrumen penilaian, (3) Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator, (4) Melakukan analisis dan evaluasi, (5) Melakukan tindak lanjut.

2.2 Evaluasi Pendidikan

2.2.1 Pengertian Evaluasi Pendidikan

  Evaluasi merupakan salah satu sarana penting dalam meraih tujuan belajar mengajar. Guru sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan melalui kegiatan evaluasi. Guru dapat mengambil keputusan secara tepat dengan informasi ini mengenai langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya. Informasi tersebut juga dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk berprestasi lebih baik.

  Menurut Ratumanan (2003:1), evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan instruksional. Ralp Tyler (dalam Arikunto, 2011:3) mengatakan bahwa “Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Menurut Sudijono (2006:2) bahwa evaluasi pendidikan adalah: 1) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan; 2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.

2.2.2 Tujuan Evaluasi

  Tugas yang harus dilaksanakan pertama kali dalam langkah perencanaan evaluasi adalah merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dicapai dalam suatu proses pendidikan. Secara mendalam dan mendetail. Djiwandono (2006:399) mengemukakan lima tujuan utama dari kegiatan evaluasi pendidikan, yaitu: 1) Sebagai perangsang atau dorongan Salah satu kegunaan evaluasi adalah untuk memotivasi siswa agar berusaha melakukan yang terbaik dengan memberikan angka tinggi, hadiah, bintang kelas sebagai hadiah atas usaha dan kerja kerasnya. 2) Umpan balik bagi siswa

  Penilaian dalam evaluasi yang tetap dan teratur akan memberikan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan siswa. Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil evaluasi ini akan membantu siswa memperbaiki kelemahan mereka untuk lebih sukses pada kesempatan yang akan datang. 3) Umpan balik bagi guru

  Dengan pengetahuan dari evaluasi terhadap siswanya ini, seorang guru akan mengetahui keberhasilan atau kegagalannya dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Pengetahuan akan kegagalan akan memberikan tantangan untuk memperbaiki, dapat dengan mengubah metode mengajarnya atau mengubah sistematika bahan ajarnya, ataupun mengubah sikapnya. 4) Umpan balik bagi orang tua

  Evaluasi sekolah dalam bentuk buku rapor akan disimpan orang tua sebagai laporan tentang kegiatan anaknya selama disekolah. Apabila nilai anaknya jatuh, orang tua akan mengetahui penyebabnya sehingga dapat membantu siswa untuk kembali belajar lebih giat lagi.

  Reinforcement atau penghargaan dari orang tua

  terhadap prestasi membanggakan anaknya sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi belajar anak. Oleh karena itu, antara orang tua dan guru haruslah terjalin hubungan kerja sama dalam upaya meningkatkan prestasi siswa. 5) Informasi untuk seleksi

  Untuk naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, seorang siswa diwajibkan mengikuti seleksi dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Melalui hasil evaluasi selama proses pembelajaran, sekolah dapat membantu memberikan penilaian yang seobyektif mungkin dalam menempatkan kemampuan siswa, sesuai atau tidak dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

2.3 Evaluasi Program

2.3.1 Pengertian Evaluasi Program

  Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993:297). Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

2.3.2 Tujuan Evaluasi Program

  Menurut Endang Mulyatiningsih (2011:114-115), evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk: 1) Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain. 2) Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.

  Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:7), terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi pro gram adalah sebagai berikut: 1) Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu

  2) Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pgogram, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksanaan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya.

2.3.3 Model Evaluasi Program

  Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah dievaluasi. Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:40), membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu: 1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler. 2) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven. 3) Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven 4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. 5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

6) CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan.

  7) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam.

  8) Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.

2.4 Evaluasi Program CIPP

  Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan

  

CIPP Evaluation Model. CIPP merupakan singkatan dari

Context, Input, Process and Product. Dalam buku Riset

  Terapan oleh Endang Mulyatiningsih (2011:126), mengemukakan bahwa evaluasi CIPP dikenal dengan nama evaluasi formatif dengan tujuan untuk mengambil keputusan dan perbaikan program.

  Keunikan model ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan

  

(decision) yang menyangkut perencanaan dan

  operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk. Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision

  

oriented evaluation approach structured) untuk

  memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan.

  Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach

  

structured) untuk memberikan bantuan kepada

administrator atau leader pengambil keputusan.

  Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 hal yang diuraikan sebagai berikut: a.

  Contect evaluation to serve planning decision.

  Seorang evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan merumuskan tujuan program.

  b.

  Inpu Evaluation structuring decision. Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya. c.

  Process evaluation to serve implementing decision.

  Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.

  d.

  Product evaluation to serve recycling decision.

  Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya program tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti pertanggung jawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model ini yakni penggambaran

  (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan penyediakan (providing) bagi para pembuat keputusan.

  Model CIPP ini menekankan pada peran sumatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi hasil model CIPP memberikan posisi penting bagi peran sumatif.

  Informasi yang dihasilkan evaluasi hasil CIPP digunakan untuk menentukan apakah suatu program harus diganti, revisi atau dihentikan Penggunaan model CIPP (Contexs, Input, Process, Product) yaitu:

  Tahap I

  Evaluasi pada aspek 1 dan 2 (contexs dan input) dilakukan dengan melihat pada perencanaan program serta data yang ada disekolah berkaitan dengan pendidikan karakter. Dari pengembangan kurikulum yang dilaksanakan terintegrasi pendidikan karakter dalam setiap matapelajaran serta pembiasaan yang dilakukan.

  Tahap II

  Evaluasi proses dilakukan dengan mengobservasi proses sesuai kriteria-kriteria tertentu, termasuk didalamnya evaluasi terhadap metode dan strategi pembelajaran.

  Tahap III

  Evaluasi hasil (product evaluation) adalah tahap akhir dan paling penting karena hasil belajar adalah tujuan yang telah ditetapkan maka instrumennya ditetapkan berdasarkan domain yang menjadi tujuan proses tertentu.

2.5 Relevan Penelitian

  Penelitian yang dilakukan oleh Stovika Eva Darmayanti tahun 2013 yang berjudul Evaluasi Program Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Kabupaten Kulon Progo. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1)kesiapan sekolah dasar di Kabupaten Kulon Progo untuk mengimplementasikan pendidikan karakter baik, dinilai dari kurikulum yang telah terintegrasi pendidikan karakter, namun masih kurang dalam hal pengelolaan sarana prasarana pendukung dan banyak guru memerlukan lebih banyak pengetahuan dan keterampilan tentang pendidikan karakter; (2)implementasi pendidikan karakter belum tampak pada kegiatan pembelajaran; (3)dukungan dari pemerintah (Dinas Pendidikan) dirasa masih kurang oleh sekolah, khususnya dukungan dalam bentuk pelatihan pendidikan karakter bagi guru; (4)monitoring dan evaluasi pendidikan karakter masih terbatas pada kurikulum dan dilakukan melalui pembinaan pengawas di setiap sekolah; dan (5)kendala yang umum dihadapi sekolah adalah penilaian sikap siswa yang belum terdokumentasi, kurangnya pemahaman guru untuk mengimplementasikan pendidikan karakter, dan tidak adanya sinergi antara pendidikan di sekolah dengan pendidikan di rumah

  Penelitian oleh Taufik Firdauz (2011) yang berjudul tentang Implementasi Kebijakan Pendidikan Karakter Bangsa 2010-2025 di Kota Bandung: Studi Pada SMA Negeri 8 Bandung Tahun Ajaran 2011-2012, menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pendidikan karakter bangsa di SMA Negeri 8 Bandung ini umumnya telah dilaksanakan, yang didasarkan pada analisis karakteristik masalah kebijakan, karakteristik kebijakan, serta variable di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi. Akan tetapi berbagai kendala muncul terutama dalam aspek standarisasi teknis penerapannya di dalam pembelajaran yang sejauh ini masih sebatas pada tuntutan persyaratan yang bersifat administratif (menyusun silabus dan RPP). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip implementasi, akan tetapi masih perlunya kajian pengembangan lebih lanjut, standarisasi metode, pembinaan, dan pengawasan yang efektif dan konsisten.

  Penelitian yang dilaksanakan oleh, Hasanah (2013) yang berjudul tentang Implementasi Nilai-Nilai Karakter Inti Di Pergurungan Tinggi. Menunjukkan bahwa karakter yang diterapkan di perguruan tinggi adalah memilih nilai-nilai inti yang dikembangkan dalam implementasi pendidikan karakter, khususnya pada masing-masing jurusan/program studi. Nilai-nilai inti yang dipilih itu adalah jujur, peduli, cerdas dan tangguh. Implementasi nilai-nilai karakter inti tersebut dilakukan secara terpadu melalui tiga jalur, yaitu terintegrasi dalam pembelajaran, manajemen pengelolaan jurusan dan program studi, serta pada kegiatan kemahasiswaan.

  Penelitian yang dilaksanakan oleh Purwasih Agus (2012) yang berjudul tentang Implementasi Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran Ekonomi di Sekolah Menengah Atas, menunjukkan bahwa bahwa implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran ekonomi dapat dilihat dari silabus, RPP serta proses pembelajaran di dalam kelas. Silabus ditambahkan mengenai nilai-nilai karakter yang yang disesuikan dengan materi pelajaran. Faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter adalah pihak sekolah dan instansi pendidikan, bentuk dukungannya dengan penyediaan fasilitas dan sarana dalam implementasi pendidikan karakter. diadakannya workshop, pemberian buku pedoman pelaksanaan pendidikan karakter. Faktor penghambat pendidikan karakter berhubungan dengan masalah waktu dalam penyusunan materi. Implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran ekonomi di Sekolah Menengah Atas sudah baik. Guru menyampaikan nilai karakter secara lebih luas kepada siswa, tidak hanya terkait dengan nilai yang dimasukkan dalam silabus saja.

  Ratnawati, Ninik. 2011. Manajemen Pendidikan

  

Karakter di Sekolah Dasar (Studi Multikasus di SD Cita

Hati West Campus, SD Gloria Pacar Surabaya, SD Petra

Kediri). Temuan penelitian yang dilakukan pada tiga

  Sekolah Dasar menunjukkan bahwa (1) kegiatan perencanaan pendidikan karakter di sekolah dilandasi oleh visi yayasan, dan melibatkan pengurus yayasan dan guru sehingga menjadi program pendidikan karakter; (2) sosialisasi dilakukan oleh kepala sekolah kepada orang tua siswa dan selanjutnya guru mensosialisasikan kepada siswa melalui berbagai kegiatan intra dan ekstra sekolah; (3) penanaman nilai- nilai karakter, diawali dengan penetapan prioritas nilai- nilai inti (core values) bagi sekolah, dan metode yang digunakan untuk penyemaian nilai-nilai pendidikan karakter adalah dengan menggunakan pendekatan komprehensif yaitu: (a) melalui kegiatan pengintegra- sian semua mata pelajaran (integrated subject), (b) sebagai program yang berdiri sendiri (separated

  

subject), (c) program ekstra-kurikuler dan (4) penga-

  wasan dan evaluasi pelaksanaan pendidikan karakter dilaksanakan dalam dua cara yaitu : (a) sistem manajemen partisipasi (melibatkan semua komponen sekolah), (b) melalui penilaian akademik (raport).

  Dewi Azizatul Umaroh. 2013. Manajemen pendidikan karakter peserta didik di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan pendidikan karakter peserta didik dilakukan dengan penyusunan kurikulum dan pengelolaannya baik pengelolaan dalam kelas maupun pengelolaan diluar kelas atau lingkungan sekolah. (2) Pelaksanaan pendidikan karakter peserta didik dengan keteladanan dan pembiasaan. (3) Evaluasi pendidikan karakter peserta didik dilaksanakan dengan skala sikap, pengamatan, kerjasama dengan orang tua peserta didik dan kunjungan ke rumah (Home Visit).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Regrouping Sekolah Di SDN Ungaran 01, 03, 06 UPTD Pendidikan Kecamatan Ungaran Barat

0 1 8

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Regrouping Sekolah Di SDN Ungaran 01, 03, 06 UPTD Pendidikan Kecamatan Ungaran Barat

0 0 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Regrouping Sekolah Di SDN Ungaran 01, 03, 06 UPTD Pendidikan Kecamatan Ungaran Barat

0 3 40

Panca Winahyuningsih ) ABSTRAK - Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Muatan Lokal Bahasa Jawa Di SDN Kalisegoro Kecamatan Gunungpati

0 1 32

Panca Winahyuningsih ) Abstract - Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Pembelajaran Di Kalangan Guru SD Negeri Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Pembelajaran Di Kalangan Guru SD Negeri Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Gunungpati Kota Semarang

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program BOS Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Sekolah Dasar Negeri Srondol Wetan 02 Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Tahun 2014

0 0 14

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 16