BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Reklamasi Pantai di Teluk Benoa Provinsi Bali: Studi terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Reklamasi dalam arti luas, adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar

  laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau

  1

  landfill. Menurut Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menjelaskan bahwa Reklamasi adalah Kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial

  2

  ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Pengertian tersebut (a quo) disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Kawasan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dan Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai menjelaskan bahwa Reklamasi Pantai adalah kegiatan di tepi

  1

dikunjungi pada tanggal 10 Februari 2017 pukul

2 21.45. WIB.

Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

  pantai yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara

  3

  pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase. Reklamasi dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan suatu areal dalam skala relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan untuk suatu keperluan rencana tertentu. Reklamasi umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan pemulihan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan yang telah direklamasi tersebut dapat dijadikan lahan pemukiman, objek wisata dan

  4

  kawasan niaga. Manfaat Reklamasi bagi negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, reklamasi dapat digunakan untuk mengatasi kendala keterbatasan lahan, yang nantinya dapat dimanfaatkan menjadi lahan pemukiman yang baru. Kawasan kota di tepi pantai cenderung mengalami perubahan yang cukup pesat, sehingga menimbulkan berbagai masalah seperti meningkatnya kebutuhan lahan untuk perumahan, industri, perdagangan dan jasa, pelabuhan, pergudangan, wisata bahari, maupun sarana dan prasarana, sehingga perlu dilakukan perluasan melalui reklamasi pantai.

  Kawasan Reklamasi Pantai merupakan kawasan hasil perluasan daerah pesisir pantai melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru.

  Kawasan reklamasi pantai termasuk dalam kategori kawasan yang terletak di tepi

  3 Pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Kawasan Wilayah Pesisir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4 267) dan Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007.

  American Society of Mining & Reclamation. (2016). American Society of Mining & Reclamation. Retrieved 20 April 2016, fromdikunjungi pada tanggal 11 pantai, dimana pertumbuhan dan perkembangannya baik secara sosial, ekonomi, dan fisik sangat dipengaruhi oleh badan air laut. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan kota- kota di tepi pantai akan berimbas pada daerah sekitarnya termasuk kawasan reklamasi pantai sebagai perluasan kota tersebut. Hal ini tentu saja akan menimbulkan berbagai persoalan kompleks sehingga diperlukan pengaturan terhadap kawasan reklamasi pantai dimaksud. Dalam rangka menata pembangunan kawasan reklamasi pantai diperlukan suatu pedoman teknis yang operasional bagi pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam penyelenggaraan penataan ruang di kawasan reklamasi pantai.

  Dasar Pemikiran dalam satu dekade ini terdapat kecenderungan bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas Orang dalam memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam. Selain itu, akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang didukung peraturan perundang- undangan yang ada sering menimbulkan kerusakan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan Perundang-undangan yang ada lebih berorientasi pada eksploitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya. Sementara itu, kesadaran nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang. Kurang dihargainya hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti sasi, mane'e, panglima laot, awig-awig, terbatasnya ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menunjukkan bahwa prinsip pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu belum terintegrasi dengan kegiatan pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem pengelolaan pesisir tersebut belum mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan dan belum memberi kesempatan hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh sebab itu, keunikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan berkembangnya konflik dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu dikelola secara baik agar dampak aktivitas manusia dapat dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dipertahankan untuk konservasi.

  Masyarakat perlu didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya dengan baik dan yang telah berhasil perlu diberi insentif, tetapi yang merusak perlu diberi sanksi. Norma-norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tersebut disusun dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan, dengan memperhatikan norma-norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). Norma-norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang akan dimuat difokuskan pada norma hukum yang belum diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan yang ada atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah diundangkan. Norma-norma itu akan memberikan peran kepada Pemerintah, masyarakat, dan swasta sebagai pemangku kepentingan baik kepentingan daerah, kepentingan nasional, maupun kepentingan internasional melalui sistem pengelolaan wilayah terpadu. Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengembangan sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dasar hukum itu dilandasi oleh Pancasila dan Undang-

  5 5 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan

Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Yang Maha Esa kekayaan berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat, di perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan nasional di segala bidang. Modal dasar sumber daya alam tersebut harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan mutu kehidupan manusia pada umumnya menurut cara yang menjamin keserasian, keselarasan dan keseimbangan, baik antara manusia dengan Tuhan penciptanya, antara manusia dengan masyarakat maupun antara manusia dengan ekosistemnya. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian dari modal dasar tersebut pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari tiap generasi. Tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ataupun tindakan yang melanggar ketentuan tentang perlindungan tumbuhan dan satwa yang dilindungi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin

  6 6 lagi. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar dan Tabanan, dimana dalam Peraturan Presiden tersebut mengubah status Kawasan Konservasi menjadi Kawasan Pemanfaatan Umum dan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 menghapuskan Pasal-Pasal yang menyatakan Kawasan Teluk Benoa adalah Kawasan Konservasi sebagaimana disebutkan pada Pasal 55 ayat (5) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 yaitu Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas: (a) Kawasan Konservasi Pulau Kecil meliputi sebagian Pulau Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan Pulau Pudut, di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung; (b) Kawasan Konservasi Perairan di perairan Kawasan Sanur di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, sebagian perairan Kawasan Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, perairan Kawasan Nusa Dua di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dan perairan Kawasan Kuta di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung; (c) Kawasan Konservasi dan Perlindungan Ekosistem Pesisir berupa Kawasan Hutan Pantai berhutan bakau atau Mangrove dan Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagian di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan sebagian di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung; (d) Kawasan Konservasi dan Perlindungan Ekosistem Pesisir berupa Kawasan perlindungan terumbu karang, di Kawasan Pesisir Sanur di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, sebagian Pulau Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Nusa Dua di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Tuban dan Kuta di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung; (e) Kawasan Konservasi Maritim, berupa permukiman nelayan, di Kawasan Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar; (f) Kawasan Jimbaran dan Kawasan Kedonganan di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung; dan (g) Kawasan Konservasi pada kawasan pesisir yang dimanfaatkan untuk kegiatan sosial-budaya dan agama di seluruh pantai tempat

penyelenggaraan Upacara Keagamaan (Melasti) dan Kawasan laut di sekitarnya. Serta mengurangi luasnya kawasan konservasi perairan dengan menambahkan kata frasa sebagian pada Kawasan Konservasi Pulau Serangan dan Pulau Pudut. Maka dari itu, Penulis mengangkat isu hukum tersebut berjudul “KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI DI TELUK BENOA

  

PROVINSI BALI (STUDI TERHADAP PERATURAN PRESIDEN NOMOR 51

TAHUN 2014) Penulis menilai bahwa masalah tersebut sangat menarik untuk dijadikan Penelitian dan Penulisan Hukum.

B. RUMUSAN MASALAH.

  Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, Penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Mengapa Pemerintah mengubah Kawasan Konservasi menjadi Kawasan Pemanfaatan Umum yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar dan Tabanan ?

  2. Apakah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan merupakan Peraturan Perundang-undangan yang konsistensi dan sinkronsisasi atau inkonsistensi dan tidak sinkronisasi ? C.

TUJUAN PENELITIAN.

  Dalam Tujuan Penelitian ini, Penulis berharap dapat mengetahui permasalahan yang dianggap menguntungkan Pengusaha dan Pengembang disamping itu merugikan masyarakat Kabupaten Badung terutama masyarakat Provinsi Bali.

  D. MANFAAT PENELITIAN.

  Dalam Manfaat Penelitian ini, Hasil Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya dan menambah wawasan maupun pengetahuan bagi pembaca atau masyarakat dalam perkembangan ilmu hukum termasuk Hukum Lingkungan Hidup (Environtmental Law), Hukum Tata Ruang (Spatial Law), Hukum Tata Negara

  

(Constitusional Law) , Hukum Kehutanan (Forest Law) dan Hukum Administrasi Negara

(Administrative Law) .

  E. METODE PENELITIAN.

  Menurut Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

  7

  menjawab isu hukum yang dihadapi. Metode Penelitian Hukum adalah sebagai cara kerja ilmuan yang salah satunya ditandai dengan penggunaan metode. Secara harfiah mula-mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi penyelidikan atau penelitian

  8

  berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara

  9

  yang sistematis dalam melakukan sebuah penelitian. Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif.

  1. Penelitian Hukum Normatif.

  7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal. 35.

  Menurut Terry Hutchinson sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki mendefinisikan bahwa penelitian hukum doktrinal adalah sebagai berikut:

  “doctrinal research: research wich

provides a systematic exposition of the rules goverming a particular legal kategory, analyses

the relationship between rules, explain areas of difficullty and, perhaps, predicts future

development.”

  (Penelitian doktrinal adalah penelitian yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan

  10 menjelaskan daerah kesulitan dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan).

  Ilmu hukum mempunyai karakter yang khas, yaitu sifatnya yang normatif, praktis dan

  11

  preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menentapkan standar prosedur, ketentuan-

  12

  ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aktivitas hukum. Penelitian yang dikaji penulis dalam penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat preskriptif, yang dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

2. Pendekatan dalam Penelitian Hukum.

  Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), 10 pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), 11 Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit., hal. 32.

  Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press,

  13

  dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Macam-macam pendekatan penelitian hukum normatif yang dilakukan oleh penulis adalah pendekatan undang-undang (statute

  

approach) , pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach) . Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua

  undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-

  14 Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Pendekatan historis (historical

approach) dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan

  15

  pengaturan mengenai isu yang dihadapi. Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-

  16 konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

3. Sumber-Sumber Penelitian Hukum.

  Sebagaimana dikemukakan pada Bab II bahwa penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang

  17

  seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber-sumber penelitian hukum sebagai berikut:

  13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana Prenada Media Group, 2005, Jakarta, hal. 14 133. 15 Ibid., Ibid., hal. 134. a. Bahan Hukum Primer yang digunakan terdiri dari peraturan perundang-undangan,

  18

  catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Bahan- bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis adalah

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

  6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

  7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

  8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

  9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (yang selanjutnya disingkat RTRW Nasional).

  10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

  11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.

  12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2016 Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (yang selanjutnya disingkat KLHS).

  13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.

  14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (yang selanjutnya disingkat AMDAL).

  15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

  16. Peraturan Menteri Pekerjaan dan Perumahan Umum Nomor 40/PRT/M Tahun 2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

  17. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

  18. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana b. Bahan Hukum Sekunder adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip- prinsip dasar ilmu hukum dan pandanganpandangan klasik para sarjana yang mempunyai

  19

  kualifikasi tinggi. Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis adalah 1.

  Buku-buku ilmiah tentang Hukum.

  2. Makalah-Makalah Hukum.

  3. Jurnal Hukum.

  4. Artikel Hukum.

  c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-

  20

  bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum tersier yang digunakan oleh penulis adalah

  1. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

  2. Kamus Besar Bahasa Inggris.

  3. Kamus-Kamus Hukum.

  19 Ibid., hal. 142.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor

0 0 16

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor

0 0 46

A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Perkawinan Beda Agama

0 0 9

BAB II PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM TINJUAN TEORITIK 2.1 Legalitas - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Perkawinan Beda Agama

0 0 20

BAB III PEMBAHASAN ANALISA PENGATURAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DI INDONESIA A. Hasil Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Perkawinan Beda Agama

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jumlah Uang Beredar di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya : Laporan Akhir Hasil Penelitian

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Merek Terkenal di Indonesia: Studi Kasus Putusan MA Nomor 264K/PDT.SUS-HKI/2015

0 0 7

BAB II PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL DALAM HUKUM MEREK INDONESIA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Merek Terkenal di Indonesia: Studi Kasus Putusan MA Nomor 264K/PDT.SUS-HKI/2015

0 0 39

BAB III EKSISTENSI MEREK TERKENAL PASCA PENGHAPUSAN SEBAGAI MEREK TERDAFTAR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Merek Terkenal di Indonesia: Studi Kasus Putusan MA Nomor 264K/PDT.SUS-HKI/2015

0 0 19