A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Legalitas Perkawinan Beda Agama

  

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Meskipun perkawinan beda agama telah banyak terjadi di Indonesia namun sampai saat ini masalah tersebut masih menjadi perdebatan antara boleh tidaknya dilaksanakan perkawinan beda agama. Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 belum memberikan jawaban atas permasalahan tersebut, hal ini dikarenakan belum diaturnya secara tegas mengenai Perkawinan beda agama dalam Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, begitu Juga dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Kementerian Agama , sebagai pusat dalam hak keagamaan belum juga memberikan jalan keluar menyangkut permasalahan perkawinan beda agama, karena belum adanya kata sepakat dari para ahli hukum Islam tentang halal atau tidaknya perkawinan beda agama tersebut.

  Undang- undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menyerahkan sepenuhnya kepada hukum agama masing-masing pihak untuk menentukan dilarang atau diperbolehkannya perkawinan beda agama baik periode sebelum kemerdekaan, sampai dengan sebelum lahirnya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, periode setelah berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Dewasa Ini di seluruh Indonesia telah dibentuk hukum Perkawinan yang berlaku bagi seluruh Rakyat Indonesia yakni Undang- undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang Perkawinan dimuat di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 : Sedangkan penjelasannya dimuat di dalam Tambahan

  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019. Di dalam bagian umum penjelasan tersebut telah di muat beberapa hal mendasar yang berkaitan dengan Masalah Perkawinan.

  Menurut Undang-undang Perkawinan Asas yang dimuat adalah asas monogami yang secara otentik diatur di dalam pasal 3 ayat 1. Di samping itu Undang-undang Perkawinan mengenai adanya pencatatan perkawinan mengenai adanya pencatatan perkawinan yang diatur di dalam Pasal 2 ayat 2, sedangkan pengaturan secara rinci dimuat di dalam Pasal 2 sampai dengan

  pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 9 Tahun 1975 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12). Menurut Pasal 2 ayat (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan perumusan pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agama dan kepercayaannya itu sepanjang itu tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini (UU. No. th. 1974).

  Berdasarkan ketentuan Undang-undang dan penjelasannya tersebut di atas ; berarti bahwa aturan-aturan tentang perkawinan yang telah menjadi hukum tersendiri di dalam beberapa agama tetap tidak kehilangan eksistensinnya sepanjang hal tersebut tidak bertentangan atau dinyatakan lain

  Menurut Hukum Islam yang dimaksud dengan perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-tolongan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan Muhrim (Ta’rif ini disampaikan oleh H. Sulaiman pa bila ditinjau secara perinci fill; pernikahan atau perkawinan adalah aqd yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalkan nya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga yang penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni; keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

  Menurut Hukum Perkawinan islam terdapat beberapa unsur yakni : Orang yang mengikatkan diri di dalam pernikahan adalah laki-laki dan perempuan menurut Nash Al-Qur’an terdapat beberapa kaidah dasar yang wajib dipenuhi. Sedangkan status laki-laki dan perempuan yang sudah melangsungkan akad nikah mengingat menjadi suami istri yang keduanya memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur di dalam hukum islam. Akad Nikah akhirnya menghalalkan hubungan badan antara suami istri sesuai dengan ketentuan agama. sedangkan maksud dan tujuan akad nikah adalah untuk membentuk keluarga yang penuh kasih sayang dan saling menyantuni satu sama lain, sehingga tercapai keluarga sakinah. Perkawinan mengenal beberapa syarat yang harus dipenuhi baik berdasarkan Undang- Undang Perkawinan, Hukum Islam dan Hukum adat.

  6 yaitu : 1. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru, 2010, Hlm. 348.

  (1). Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

  (2). Untuk Melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 ( dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

  (3). Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

  (4). Dalam hal kedua orang tua yang telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. (5). Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) , dan (4) pasal ini atau salah seorang pun lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka peradilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberi izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

  (6). Ketentuan-ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. syarat tersebar menyebar di dalam bab II Undang- Undang Perkawinan.

  Sedangkan syarat-syarat Perkawinan menurut hukum Islam terdiri dari sighat, wali dan dua orang saksi.

  Di sisi lain, Masih banyak Masyarakat di Indonesia yang belum memahami tentang , bagaimana kepastian hukum perkawinan beda agama di Indonesia, melainkan di Negara Indonesia , Belum Ada Pengaturan Lebih jelas , terkait tentang Pengaturan Perkawinan Beda Agama, dan di Negara Indonesia sendiri , terkait Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sendiri belum mengatur lebih khusus tentang pengaturan Norma tentang Perkawinan Beda Agama , maka demi Itu ,di Indonesia Sendiri Pengaturan Norma Perkawinan Beda Agama Masih belum jelas, dan belum memberikan Kepastian hukum lebih spesifik tentang Pengaturan Perkawinan Beda Agama, Melainkan di Negara Indonesia baru ada Tentang Pengaturan Norma Tentang Undang – Undang Administrasi kependudukan , yakni Pencatatan Perkawinan Beda agama melalui penetapan Pengadilan dan Pencatatan Perkawinan Beda Agama melalui proses melangsungkan Perkawinan beda Agama dengan Melangsungkan Perkawinan Beda Agama ke Luar negeri, dan setelah kembali ke Indonesia , Baru di catatkan dan harus di Daftarkan melapor ke dinas kependudukan dan Catatan Sipil Paling Lambat 30 hari. Untuk lebih mendalam akan di bahas lebih mendalam di Bab III,

  B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana dengan Status proses Perkawinan Beda Agama menurut hukum perkawinan di Indonesia Undang- Undang Administrasi Kependudukan? C. Tujuan Penelitian

  1. Untuk menjelaskan status proses perkawinan beda Agama menurut hukum Perkawinan di Indonesia.

  2 . Menjelaskan Proses Pencatatan Perkawinan Beda Agama Melalui Undang

  Undang Administrasi Kependudukan D. Manfaat Penelitian.

  Untuk menjelaskan tentang kepastian hukum perkawinan beda agama di Indonesia. Karena tentang Terkait Pengaturan Perkawinan Beda agama belum ada pengaturannya , Melainkan baru ada tentang Pengaturan Norma terkait Proses Pencatatan Perkawinan Beda Agama Melalui Undang- Undang Administrasi Kependudukan.

  E. Kerangka Pemikiran / Landasan teoritis Kerangka.

  1. Pengertian Legalitas

  Untuk menjelaskan bagaimana legalitas Perkawinan beda agama di Indonesia , untuk mengkaji legalitas dari pandangan para sarjana lain nya

  2. Teori Hak Asasi Manusia

  Hak untuk membentuk keluarga dijamin dalam Konstitusi Indonesia dimana Pasal 28 B menyatakan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Dengan demikian, perkawinan adalah sebuah hak yaitu dalam rangka membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan. Yang dengan Jaminan perkawinan sebagai sebuah hak juga terdapat dalam UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di mana Pasal 10 menyatakan

  (1) Setiap orang berhak membentuk sebuah keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

  (2) Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas dasar kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Pasal 10 Undang- Undang 39 Tahun 1999 memiliki ketentuan yang sama dan menambahkan ketentuan bahwa perkawinan yang sah hanya dapat dilakukan “ atas dasar kehendak bebas calon suami dan istri yang kemudian menjadi prasyarat perkawinan . Hak tersebut juga di jamin dalam Kovenan Internasional Hak sipil dan Politik yang telah di sahkan oleh Indonesia Melalui Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2005.

3. Kepastian hukum

  Untuk membahas Asas Kepastian hukum tentang , bagaimana kepastian hukum perkawinan beda agama di Indonesia, karena sampai saat sekarang Di Negara Indonesia hingga saat ini, Undang- Undang Perkawinan Nomor

  1 Tahun 1974, belum mengatur lebih khusus atau lebih spesifik mengenai Pengaturan Perkawinan Beda Agama, Maka dari Itu, Undang – Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 hingga saat sekarang ini belum mendapat kepastian hukum bagaimana pengaturan norma tentang Perkawinan beda Agama

  Tujuan hukum yang dapat mengakomodir aspek keadilan , kepastian dan kemanfaatan hukum pada akhirnya harus diselenggarakan berdasarkan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Pada dasarkan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia menjadi kuat dan terjamin, juga memerlukan wadah hukum dalam bentuk perundang- undangan.

  F Metode Penelitian 1.Penelitian Hukum Normatif.

  Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji menyajikan pengertian hukum

  normatif. Penelitian hukum normatif. Penelitian hukum Normatif atau disebut Juga Penelitian Hukum Kepustakaan : “Penelitian hukum yang

  2.Bahan Hukum dalam Penelitian Hukum Normatif.

  a. Bahan hukum primer;

  b. Bahan Hukum sekunder; dan

  a. Bahan hukum Primer adalah bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat. Bahan Hukum Primer Meliputi.

  1. UUD NRI 1945.

  2. Undang No.39 Tahun 1999.

  3. Undang- Undang Administrasi Kependudukan.

  2Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada , 2010, hlm. 13-14

3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Op.cit, Hlm. 16.

  4. Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

  5. Pelaksanaan UU Perkawinan yaitu PP No.9 Tahun 1975.

  Bahan Hukum sekunder.

  b. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum Primer.

  Buku-buku Hukum.

  1. Hukum Perdata.

  2. Hukum Perkawinan Nasional.

  3. Filsafat Hukum.

  4. Hukum Tata Negara.

  5. Hukum Perkawinan Di Indonesia.

  6. Hukum Perkawinan dan Perkawinan Tidak dicatat.

  c. Bahan Hukum Tersier bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum Primer dan Sekunder Meliputi 1.. Kamus Hukum.

  3. Pendekatan dalam Penelitian hukum nomatif.

  Pendekatan Perundang-undangan (statute Approach). Menurut Prof Peter Mahmud Marzuki Pendekatan undang-undang (statue approah). merupakan pendekatan yang di gunakan untuk mengkaji dan menganalisis.

  a. Semua Undang-undang.

  b.

  Pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

Dokumen yang terkait

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Unsur-Unsur Tanggung Jawab Komando di Dalam Hukum Pidana Internasional: Studi Putusan The Prosecutor V. Jean-Pierre Bemba Gombo/ICC-0

1 5 67

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Interaktif Berbasis Adobe Flash CS4 Professional pada Pembelajaran Tematik untuk Siswa Kelas 2 SD Kristen Satya Wacana Salatiga

0 1 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Interaktif Berbasis Adobe Flash CS4 Professional pada Pembelajaran Tematik untuk Siswa Kelas 2 SD Kristen Satya Wacana Salatiga

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Interaktif Berbasis Adobe Flash CS4 Professional pada Pembelajaran Tematik untuk Siswa Kelas 2 SD Kristen Satya Wacana Salatiga

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Badan Hukum Rumah Sakit di Indonesia

0 0 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Badan Hukum Rumah Sakit di Indonesia

0 0 41

BAB III PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Badan Hukum Rumah Sakit di Indonesia

0 1 34

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor

0 0 16

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor

0 0 46