Contoh kasus hukum administrasi negara (2)
NAMA
: ELFRYDA PRAHANDINI
NIM
: E1A014281
KELAS
:C
LapindoBrantas
Inc.
melaluiperusahaankontraktorpengeboran
melakukanpengeboran
PT.
Medici
Citra
gas
Nusantara
yang
merupakanperusahaanafiliasi Bakrie Group.Kontrakitudiperoleh Medici dengan tender
dariLapindoBrantas
Inc.
senilai
US$
24
juta.Namundalamhalperijinannyatelahterjadikesimpangsiuranprosedurdimanaadabebe
rapatingkatanijin
yang
dimilikiolehlapindo yaitu
hakkonsesieksplorasiLapindodiberikanolehpemerintahpusatdalamhaliniadalahBadanP
engelolaMinyakdan
Gas
(BP
MIGAS),
sementaraijinkonsensinyadiberikanolehPemerintahPropinsiJawaTimursedangkanijink
egiatanaktifitasdikeluarkanolehPemerintah Daerah (Pemda) KabupatenSidoarjo yang
memberikankeleluasaankepadaLapindountukmelakukanaktivitasnyatanpasadarbahwa
Rencana
Tata
Ruang
(RUTR)
KabupatenSidoarjotidaksesuaidenganrencanaeksplorasidaneksploitasitersebut.
Analisa Kasus
Lemabaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan lingkungan hidup
secara keselurahan, ada dua tingkatan yaitu:
1.
Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat nasional, dan
2.
Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat daerah.
Wewenang kelembagaan ditingkat nasional ini diatur dalam ketentuan pasal 16 ayat
(1) UULH. Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup
ditingkat nasional, berada ditangan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(MENKLH), yang mempunyai tugas pokok mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup. Serta mempunyai fungsi merumuskan
kebijaksanaan, membuat perencanaan dan mengkoordinasikan segala kegiatan di bidang
kependudukan dan lingkungan hidup.
Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat
demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggungjawab MENKLH. Hal mana
memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai departemen dan lembaga
pemerintah non departemen, terutama dalam kaitan dengan kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral.
Sebagai contoh koordinatifnya wewenang MENKLH dapat terlihat dalam Teknis
Kawasan Industri. Dalam hal ini ditegaskan kewajiban dari Perusahaan Kawasan Industri,
yang antara lain ditentukan keharusan membuat analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan
membangun fasilitas pengelolahan limbah industri.
Sehubungan dengan ini, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri berada
ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti yang disebutkan
diatas, paling tidak Menteri Perindustrian mengadakan koordinasi dengan MENKLH.
Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri yang berlokasi di daerah,
membutuhkan lahan/tanah yang luas maka penetapan letak kawasan industri menjadi
wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan Bapedda) selaku pengelola di daerah.
Dalam
yang
yang
kasusluapanlumpurLapindoadalahsalahsatucontohkebijakanpembangunan
dalamimplementasinyatelahterjadipergeseranorientasi,
yaitukebijakanpembangunan
cenderungmengabaikanfaktorkelestarianlingkungan atau
suatukebijakan
tidakmemasukkanfaktorlingkungansebagaihal
yang
yang
mutlakuntukdipertimbangkanmulaidaritahapperencanaansampaidengantahappelaksanaannya.
Salah
satucontohnyaadalahtidakditepatinyakebijakanlingkungan
yang
seharusnyamenjadibahanpertimbangansebelumsuatuperusahaanmendapatkan
izin
untukmelakukanusahanya.Pertimbangankebijakanlingkungantersebutantaralain
:jarakrumahpendudukdenganlokasieksplorasi,
mentaatistandaroperasionalprosedurteknikeksplorasi, dankeberlanjutanlingkunganuntukmasa
yang
akandatang. Dimana pemerintah juga harusmelibatkanmasyarakatdalammengambilkeputusan
dankepentinganbersama
yang
harusdiutamakandandidukung.
Kegiataneksplorasiharusmempertimbangkanlingkungandanmendapatizin Ordonansi
Gangguan (HO–Hinder Ordonnantie).
Pemerintah
yang
berwenangmemberikansuratizinpadasuatuperindustrianharusberdasarkanpada asas-asas
umum pemerintahan yang layak, yaituharussesuaidenganasaskebijaksanaan, asaskecermatan,
asaspenyelenggaraankepentinganumum,
danasaskeseimbangan.
Apabilapemerintahbertentangandenganasas-asasini,
makadapatmenimbulkankerugianterutamaterhadapmasyarakatdanlingkungan.
Dapatkitalihatpadacontohkasus
di
atasdimanapemerintahtidakcermatdanbijaksanadalammengeluarkansuratperizinanpada
PT. Lapindo,
pemerintahdalammengeluarkanizindisinitidakmelakukanpeninjauanterlebihdahuluterhadapper
industrian yang dibuatoleh PT. Lapindo. Sementara AMDAL menentukanadanyasyaratsyarat suatuperindustrian layakuntukberoperasi, tetapipemerintahtidakmenghiraukansyaratsyaratini.
Jadipemerintahdalamhalinitelahmelanggarasaspenyelenggaraankepentinganumum
yang tidakmelihatpadamasyarakat.
Dalamkasusini
yang
sangatdirugikanadalahmasyarakatkarenatidaksejalannyapemerintahdengan asas-asas
pemerintah
yang
layak.Semuadampakdari
sepertiterendamnyapemukimanpenduduk,
PT. Lapindoinimengarahpadamasyarakat,
pencemaranlingkungan,
dansebagainya.Tetapipemerintahmalahdinilailepastangandantidakbertanggungjawabataskasus
ini.
: ELFRYDA PRAHANDINI
NIM
: E1A014281
KELAS
:C
LapindoBrantas
Inc.
melaluiperusahaankontraktorpengeboran
melakukanpengeboran
PT.
Medici
Citra
gas
Nusantara
yang
merupakanperusahaanafiliasi Bakrie Group.Kontrakitudiperoleh Medici dengan tender
dariLapindoBrantas
Inc.
senilai
US$
24
juta.Namundalamhalperijinannyatelahterjadikesimpangsiuranprosedurdimanaadabebe
rapatingkatanijin
yang
dimilikiolehlapindo yaitu
hakkonsesieksplorasiLapindodiberikanolehpemerintahpusatdalamhaliniadalahBadanP
engelolaMinyakdan
Gas
(BP
MIGAS),
sementaraijinkonsensinyadiberikanolehPemerintahPropinsiJawaTimursedangkanijink
egiatanaktifitasdikeluarkanolehPemerintah Daerah (Pemda) KabupatenSidoarjo yang
memberikankeleluasaankepadaLapindountukmelakukanaktivitasnyatanpasadarbahwa
Rencana
Tata
Ruang
(RUTR)
KabupatenSidoarjotidaksesuaidenganrencanaeksplorasidaneksploitasitersebut.
Analisa Kasus
Lemabaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan lingkungan hidup
secara keselurahan, ada dua tingkatan yaitu:
1.
Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat nasional, dan
2.
Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat daerah.
Wewenang kelembagaan ditingkat nasional ini diatur dalam ketentuan pasal 16 ayat
(1) UULH. Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup
ditingkat nasional, berada ditangan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(MENKLH), yang mempunyai tugas pokok mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup. Serta mempunyai fungsi merumuskan
kebijaksanaan, membuat perencanaan dan mengkoordinasikan segala kegiatan di bidang
kependudukan dan lingkungan hidup.
Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat
demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggungjawab MENKLH. Hal mana
memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai departemen dan lembaga
pemerintah non departemen, terutama dalam kaitan dengan kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral.
Sebagai contoh koordinatifnya wewenang MENKLH dapat terlihat dalam Teknis
Kawasan Industri. Dalam hal ini ditegaskan kewajiban dari Perusahaan Kawasan Industri,
yang antara lain ditentukan keharusan membuat analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan
membangun fasilitas pengelolahan limbah industri.
Sehubungan dengan ini, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri berada
ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti yang disebutkan
diatas, paling tidak Menteri Perindustrian mengadakan koordinasi dengan MENKLH.
Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri yang berlokasi di daerah,
membutuhkan lahan/tanah yang luas maka penetapan letak kawasan industri menjadi
wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan Bapedda) selaku pengelola di daerah.
Dalam
yang
yang
kasusluapanlumpurLapindoadalahsalahsatucontohkebijakanpembangunan
dalamimplementasinyatelahterjadipergeseranorientasi,
yaitukebijakanpembangunan
cenderungmengabaikanfaktorkelestarianlingkungan atau
suatukebijakan
tidakmemasukkanfaktorlingkungansebagaihal
yang
yang
mutlakuntukdipertimbangkanmulaidaritahapperencanaansampaidengantahappelaksanaannya.
Salah
satucontohnyaadalahtidakditepatinyakebijakanlingkungan
yang
seharusnyamenjadibahanpertimbangansebelumsuatuperusahaanmendapatkan
izin
untukmelakukanusahanya.Pertimbangankebijakanlingkungantersebutantaralain
:jarakrumahpendudukdenganlokasieksplorasi,
mentaatistandaroperasionalprosedurteknikeksplorasi, dankeberlanjutanlingkunganuntukmasa
yang
akandatang. Dimana pemerintah juga harusmelibatkanmasyarakatdalammengambilkeputusan
dankepentinganbersama
yang
harusdiutamakandandidukung.
Kegiataneksplorasiharusmempertimbangkanlingkungandanmendapatizin Ordonansi
Gangguan (HO–Hinder Ordonnantie).
Pemerintah
yang
berwenangmemberikansuratizinpadasuatuperindustrianharusberdasarkanpada asas-asas
umum pemerintahan yang layak, yaituharussesuaidenganasaskebijaksanaan, asaskecermatan,
asaspenyelenggaraankepentinganumum,
danasaskeseimbangan.
Apabilapemerintahbertentangandenganasas-asasini,
makadapatmenimbulkankerugianterutamaterhadapmasyarakatdanlingkungan.
Dapatkitalihatpadacontohkasus
di
atasdimanapemerintahtidakcermatdanbijaksanadalammengeluarkansuratperizinanpada
PT. Lapindo,
pemerintahdalammengeluarkanizindisinitidakmelakukanpeninjauanterlebihdahuluterhadapper
industrian yang dibuatoleh PT. Lapindo. Sementara AMDAL menentukanadanyasyaratsyarat suatuperindustrian layakuntukberoperasi, tetapipemerintahtidakmenghiraukansyaratsyaratini.
Jadipemerintahdalamhalinitelahmelanggarasaspenyelenggaraankepentinganumum
yang tidakmelihatpadamasyarakat.
Dalamkasusini
yang
sangatdirugikanadalahmasyarakatkarenatidaksejalannyapemerintahdengan asas-asas
pemerintah
yang
layak.Semuadampakdari
sepertiterendamnyapemukimanpenduduk,
PT. Lapindoinimengarahpadamasyarakat,
pencemaranlingkungan,
dansebagainya.Tetapipemerintahmalahdinilailepastangandantidakbertanggungjawabataskasus
ini.