Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor Tahun 2013

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisir dan dilihat
dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah
yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, akan
tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup
orang lain. Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang
menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam suatu lembaga yang diakui
dan diterima keberadaannya.1
Beberapa pakar hukum pun telah memberikan pendapatnya tentang Yayasan,
menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Yayasan atau Stichting (Belanda),
suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.2. Subekti,
menyatakan bahwa, Yayasan adalah badan hukum di bawah pimpinan suatu badan
pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang legal.3

1

2

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, PT. Abadi, Jakarta, 2003, hal. 1.
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,

2000, hal. 198.
3

Subekti, Kamus Hukum: Pradya Paramita, Jakarta, 2008, hal. 156.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Dari pengertian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa Yayasan
merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang tidak
bertujuan untuk mencari keuntungan.
Kemudian menurut Mr. Paul Scholten sebagai berikut: Yayasan adalah

suatu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan
itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk tujuan tertentu dengan
menunjukkan bagaimanakah kekayaan itu diurus atau digunakan.4
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yayasan adalah badan
hukum yg tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan
untuk tujuan sosial (mengusahakan layanan dan bantuan seperti sekolah, rumah
sakit).5
Istilah Yayasan pada mulanya digunakan dari sebagai terjemahan dari istilah
“stichting” dalam Bahasa Belanda dan “foundation” dalam Bahasa Inggris.6
Sebagaimana istilah Yayasan yang berasal dari penterjemahan bahasa Belanda,
lembaga Yayasan pun sebenarnya sejak zaman Hindia Belanda sudah dikenal dan
banyak digunakan dalam masyarakat. Hal ini berlaku terus sampai Indonesia menjadi
negara yang merdeka dan berdaulat.7
4
R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan
Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 2001, hal. 107.
5
http://kamusbahasaindonesia.org/yayasan (diakses tanggal 4 April 2016, Jam 20:00 Wib)
6
Chatamarassjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, PT. Citra

Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal. 5.
7
Ibid., hal. 6

Universitas Sumatera Utara

3

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota, hal ini sesuai dengan ini Pasal 1 Ayat
1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Sebelum tahun 2001 pendirian yayasan di Indonesia dilakukan berdasarkan
kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang yayasan, bahwa yayasan di Indonesia telah berkembang pesat
dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan, serta menjamin kepastian dan
ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya
berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu
membentuk undang-undang tentang yayasan.
Pada tanggal 6 agustus 2001 disahkan undang–undang nomor 16 tahun 2001

tentang Yayasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112
yang mulai berlaku 1 (satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan
yaitu tanggal 6 agustus 2002, dan penjelasan atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan pada Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4132.8
Kemudian dalam kurun waktu 3 tahun setelah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan diundangkan, pada tanggal 6 Oktober 2004 melalui
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, disahkan Undang–Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Yayasan. Hal ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mulai
8

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

Universitas Sumatera Utara

4


berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, namun Undang-undang tersebut dalam
perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum
dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan
berbagai penafsiran, maka perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-undang
tersebut, bahwa perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan
ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat
mengenai Yayasan.9
Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini tidak mengganti Undang–Undang
Nomor 16 Tahun 2001. Perubahan ini hanya sekedar mengubah sebagian Pasal–Pasal
dari Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2001. Jadi Undang–Undang Nomor 28 Tahun
2004 tidak mengubah seluruh Pasal yang ada didalam Undang–Undang Nomor 16
Tahun 2001
Dengan disahkannya Undang-undang Yayasan, maka status yayasan
merupakan Badan Hukum, hal ini sesuai dengan isi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
Yayasan : "Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota."10 Hal ini berlaku apabila yayasan
tersebut melakukan pengesahan akta pendiriannya dengan akta notaris dan dibuat
dalam bahasa Indonesia serta memperoleh pengesahan dari menteri.
9


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
10
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

Universitas Sumatera Utara

5

Di Indonesia kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan yayasan
diperkirakan muncul dari kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan
kekayaannya untuk membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Adapun
alasan mereka memilih mendirikan yayasan karena jika dibandingkan dengan bentuk
badan hukum lain yang hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha,
yayasan dinilai lebih memilih ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial
seperti pendidikan, kesehatan serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani
oleh badan-badan hukum lain. 11
Dalam memperoleh status badan hukum diatur dalam Pasal 11 Undangundang No 16 Tahun 2001 disebutkan :
(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan

memperoleh pengesahan dari Menteri.
(2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan
sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kedudukan Yayasan
Pengesahan akta pendirian diatur kemudian di Pasal 12 yaitu :
(1) Pengesahan akta pendirian diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.
(2) Pengesahan diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
11

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op. Cit., hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

6

(3) Dalam hal diperlukan pertimbangan pengesahan diberikan atau tidak diberikan
dalam jangka waktu :

a. paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan
Pertimbangan DITERIMA dari instansi terkait; atau setelah lewat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaanpertimbangan kepada instansi
terkait TIDAK DITERIMA.
Tahun 2004 dilakukan perubahan Undang-undang Yayasan yaitu dengan
keluarnya Undang-undang No 28 Tahun 2004, dalam proses mendapatkan badan
hukum di Undang-undang ini terdapat perubahan dari Undang-undang lamanya. Pasal
11 mengalami perubahan menjadi,
(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan
memperoleh pengesahan dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh pengesahan, pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan
kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut.
(3) Notaris, wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menteri dalam
jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta
pendirian Yayasan ditandatangani
Proses pengesahannya juga mengalami perubahan, sebagaimana ini pasal 12 yaitu
(1) Permohonan pengesahan diajukan secara tertulis kepada menteri. ketentuannya
diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(2) Dalam hal diperlukan pertimbangan pengesahan diberikan atau ditolak


Universitas Sumatera Utara

7

dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
jawaban atas permintaan pertimbangan dari instansi terkait diterima.
(3) Dalam hal jawaban atas permintaan pertimbangan tidak diterima, pengesahan
diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan disampaikan kepada instansi
terkait."
Dalam

pelaksanaan

Undang-Undang

yayasan

tersebut,


pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan dari
Undang-undang tentang Yayasan. Dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 63
Tahun 2008 menyebutkan bahwa: Yayasan yang belum memberitahukan kepada
Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(3) Undang- undang tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-undang dan harus
melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-undang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 71 UU Yayasan dan Pasal 39 Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tersebut, sudah jelas diatur bahwa penyesuaian
dan pengajuan permohonan kepada Menteri dapat dilakukan sebelum jangka waktu
yang telah ditetapkan :
1. Untuk ‘Yayasan lama yang telah berstatus badan hukum paling lambat melakukan
penyesuaian anggaran dasar tanggal 6 Oktober 2008 dan memberitahukan kepada
Menteri paling lambat tanggal 6 Oktober 2009

Universitas Sumatera Utara


8

2. Untuk ‘Yayasan lama yang belum berstatus badan hukum’ paling lambat
melakukan penyesuaian dan memohon pengesahan tanggal 6 Oktober 2006.
Dalam jarak lima tahun setelahnya, tepatnya Pada tahun 2013 diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2013 yang mulai berlaku sejak tanggal 2
Januari 2013, yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63
Tahun 2008.
Dalam mendirikan Badan usaha, yayasan harus memperhatikan bunyi Pasal 3
ayat (1) Undang-undang Yayasan menentukan sebagai berikut : Yayasan dapat
melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya
dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.
Kemudian bunyi Pasal 7
(1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud
dan tujuan yayasan.
(2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat
prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua
puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
(3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai
Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas
dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Pada Pasal 8, Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-

Universitas Sumatera Utara

9

undangan yang berlaku. Dan konkritnya pada penjelasan Pasal 8, Kegiatan usaha dari
badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi
manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup,
kesehatan, dan ilmu pengetahuan
Dalam menjalankan usahanya di bidang pendidikan, yayasan harus mengacu
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional selanjutnya disebut UU
Sisdiknas. Baik itu jalur pendidikan formal maupun informal (Pasal 13 ayat 1 UU
sisdiknas). Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi (Pasal 14 UU sisdiknas). Pendidikan dasar berbentuk Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk
lain yang sederajat (Pasal 17 ayat 2 UU sisdiknas). Pendidikan menengah berbentuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat (Pasal 18 ayat 3 UU sisdiknas). Pendidikan tinggi merupakan jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi. (Pasal 19 ayat 1 UU sisdiknas)12
Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga
negara. Artinya, semua satuan pendidikan yang ada harus memberikan kesempatan
menjadi peserta didiknya kepada semua warga negara yang memenuhi persyaratan
tertentu sesuai dengan kekhususannya, tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
12

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Universitas Sumatera Utara

10

agama, suku bangsa, dan sebagainya oleh semua satuan pendidikannya. Hal ini sesuai
dengan bunyi Pasal 31 Undang-undang Dasar Republik Indonesia :
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
Dapat disimpulkan bahwa, Hak atas pendidikan merupakan salah satu Hak
Asasi Manusia, dan hal tersebut telah tercantum di Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 sebagai jaminan yang diberikan oleh Negara kepada warga Negara
Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1
dan 2, maka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, maka tujuan pendidikan nasional ditetapkan untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam, rangka meencerdaskan kehidupan bangsa, untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta
bertanggung jawab.
Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang
pendidikan dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP), bahwa target yang dikehendaki

Universitas Sumatera Utara

11

adalah warga negara yang berpendidikan minimal setingkat SLTP. Ada kata "wajib"
dalam ayat ini yang berimplikasi terhadap pelaksanaan lebih lanjut program wajib
belajar. Di antaranya adalah setiap anak usia pendidikan dasar (6-15 tahun) wajib
bersekolah di SD dan SLTP.
Sebelumnya pernah berlaku Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), sehingga dalam menyelenggarakan kegiatan
pendidikan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 UU BHP satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk badan hukum
pendidikan. Namun terakhir Undang-undang ini dicabut berlakunya dengan
Keputusan Mahkamah konsitusi, dengan PUTUSAN NOMOR 11-14-21-126136/PUU-VII/2009, pada hari Rabu tanggal 31 Maret tahun 2010 yang dihadiri
lengkap oleh 9 Hakim Mahkamah Konstitusi, yang salah satu amar putusannya menyatakan
bahwa, Menyatakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965) bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.13
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 menyebutkan dalam Pasal 36 Ayat (1)
bahwa : “Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang dan tidak diakui
sebagai badan hukum dan tidak melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang,

harus mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status
badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.” Pasal 15 Peraturan Pemerintah
13

Keputusan Mahkamah konsitusi nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009

Universitas Sumatera Utara

12

Nomor 63 Tahun 2008 menyatakan bahwa jangka waktu untuk mengajukan
permohonan pengesahan akta pendirian yayasan untuk memperoleh status badan
hukum kepada Menteri adalah paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal
akta pendirian Yayasan ditandatangani.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2013 yang mulai
berlaku sejak tanggal 2 Januari 2013, yang merupakan perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 terdapat suatu perubahan mendasar dalam
kaitannya dengan kedudukan Yayasan yang sebenarnya sudah tidak lagi dapat
menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya. Yayasan tersebut yang sebelumnya
berdasarkan UU Yayasan dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 sudah
tidak dapat lagi disesuaikan anggaran dasarnya dengan UU Yayasan, dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 kembali dimungkinkan untuk
menyesuaikan anggaran dasarnya.
Yayasan Lama yang semula tidak dapat lagi menyesuaikan anggaran dasarnya
untuk disesuaikan dengan UU Yayasan dan tidak dapat lagi menggunakan kata
“Yayasan” di depan namanya, saat ini kembali dapat melakukan penyesuaian
anggaran dasarnya dengan UU Yayasan dan karenanya selanjutnya setelah disahkan
sebagai badan hukum atau disetujuinya perubahan anggaran dasar yayasan yang
bersangkutan eksistensinya sebagai badan hukum dapat kembali diakui.
Perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 menambah 1
(satu) pasal diantara Pasal 15 dan 16 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008,
yakni Pasal 15A yang berbunyi: Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian

Universitas Sumatera Utara

13

Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan kekayaan awal Yayasan
berasal dari Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan
namanya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Perubahan UU Yayasan, yayasan
yang telah didirikan sebelum UU Yayasan dan tidak memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Perubahan UU Yayasan, wajib menyesuaikan
anggaran dasarnya dengan UU Yayasan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun untuk
memperoleh status sebagai badan hukum. Dan pada Pasal 71 ayat (4) Perubahan UU
Yayasan menetukan bahwa yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” didepan namanya
dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan
atau pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa, sesuai dengan
ketentuan Pasal 71 UU Yayasan maka dengan lewatnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam UU Yayasan berarti yayasan-yayasan yang tidak menyesuaikan
anggaran dasarnya dengan UU Yayasan tidak dapat lagi melakukan penyesuaian
anggaran dasar dan dengan demikian yayasan tersebut menjadi tidak berbadan hukum
dan dapat dibubarkan, kecuali dilakukan perubahan kembali atas Pasal 71 UU
Yayasan tersebut. Perubahan kembali Pasal 71 Perubahan UU Yayasan tersebut
tentunya harus dilakukan dengan suatu UU.

Universitas Sumatera Utara

14

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013,
pemerintah bersama pembuat UU bermaksud membuka kembali kemungkinan
yayasan lama yang belum menyesuaikan anggaran dasar nya dengan Perubahan UU
Yayasan (Yayasan yang sudah tidak lagi dapat menggunakan kata “Yayasan” didepan
namanya) untuk dapat melakukan penyesuaian anggaran dasar dengan persyaratan
tertentu. Dengan demikian, yayasan yang tadinya sudah tidak dapat lagi dilakukan
penyesuaian anggaran dasar karena telah lewatnya jangka waktu penyesuaian,
sekarang kembali dapat melakukan penyesuaian.
Sebuah yayasan yang telah berdiri sebelum diterbitkannya UU Yayasan
namun tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar sampai batas jangka waktu yang
ditentukan oleh UU Yayasan, maka yayasan tersebut tidak lagi berbadan hukum.
Kemudian apabila berdiri suatu badan usaha yang didirikan oleh suatu yayasan,
dimana yayasan tersebut kehilangan status badan hukumnya karena tidak melakukan
penyesuaian anggaran dasar, maka secara otomatis kegiatan usaha yang dilakukan
oleh badan usaha tersebut tidak memiliki legalitas. Seperti misalnya badan usaha
yang didirikan oleh yayasan yaitu dibidang pendidikan. Apabila suatu yayasan
pendidikan yang telah dianggap tidak berbadan hukum lagi karena tidak melakukan
penyesuaian anggaran dasar dalam waktu yang telah ditentukan oleh UU Yayasan
tersebut tetap melakukan kegiatannya, misalnya kegiatan belajar mengajar dan
penerbitan ijasah siswa yang telah lulus tetap dilakukan, maka perlu dipertanyakan
legalitas status ijasah yang dikeluarkan oleh yayasan yang dianggap sudah tidak
berbadan hukum tersebut. Lalu bagaimanakah pengaruhnya terhadap pihak ketiga,
yang dalam hal ini adalah siswa dalam yayasan pendidikan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

15

Berdasarkan uraian diatas, timbul pertanyaan tentang bagaimana penyesuaian
anggaran dasar yayasan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013,
bagaimana tanggung jawab organ-organ yayasan yang belum menyesuaikan anggaran
dasar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013, serta apa kendala
yang ditemui Yayasan dalam proses penyesuaian anggaran dasar berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013. Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengungkapkan hal-hal
yang

berkaitan

dengan

notaris

khususnya

mengenai,

Kewajiban

Yuridis

Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan
Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1.

Bagaimana penyesuaian anggaran dasar Yayasan yang menjalankan kegiatan
pendidikan berdasarkan PP No 2 Tahun 2013, serta akibat yang ditimbulkan bagi
yayasan yang belum menyesuaikan?

2.

Bagaimana Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan bagi yayasan yang
menjalankan kegiatan pendidikan yang belum menyesuaikan anggaran dasar
berdasarkan PP No 2 Tahun 2013?

3.

Apa saja kendala yang dihadapi Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan
dalam proses penyesuaian anggaran berdasarkan PP No 2 Tahun 2013?

Universitas Sumatera Utara

16

C. Tujuan Penelitian
1.

Untuk mengetahui Bagaimana penyesuaian anggaran dasar Yayasan yang
menjalankan kegiatan pendidikan berdasarkan PP No 2 Tahun 2013, serta akibat
yang ditimbulkan bagi yayasan yang belum menyesuaikan.

2.

Untuk mengetahui Bagaimana Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan bagi
yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan yang belum menyesuaikan
anggaran dasar berdasarkan PP No 2 Tahun 2013.

3.

Untuk mengetahui Apa saja kendala yang dihadapi Yayasan yang menjalankan
kegiatan pendidikan dalam proses penyesuaian anggaran dasar berdasarkan PP
No 2 Tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah :
1.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya tentang Kewajiban Yuridis
Menyesuaikan

Anggaran

Dasar

Yayasan

Yang

Menjalankan

Kegiatan

Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013, serta menambah khasanah
perpustakaan
2.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan
dalam mempelajari Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan
Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013,
khususnya para Notaris dan pengelola Yayasan Pendidikan, para akademisi,
praktisi hukum, pengacara, mahasiswa dan masyarakat umum.

Universitas Sumatera Utara

17

E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khusus pada
Perpustakaan Magister Kenotariatan USU, penelitian dengan judul “Kewajiban
Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan
Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013” belum pernah dilakukan. Pernah
ada penelitian sebelumnya terkait dengan Yayasan yang dilakukan oleh:
1.

Tesis Rosniaty Siregar, Mahasiswa Magister Kenotariatan USU, Tahun 2010,
Nim : 087011173, dengan judul “Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Akta
Yayasan Pendidikan Dengan Berlakunya Undang-Undang BHP”. Permasalahan
dalam tesis ini adalah, pertama, bagaimana ketentuan tentang penyesuaian akta
Yayasan penyelenggara pendidikan setelah berlakunya UU BHP, kedua
bagaimana proses penyesuaian akta Yayasan penyelenggara pendidikan menurut
UU BHP, dan terakhir bagaimana hambatan dalam penyesuaian akta Yayasan
penyelenggara pendidikan menurut UU BHP.

2.

Tesis Rini Afrianty Mahasiswa Magister Kenotariatan USU, Tahun 2011, Nim :
097011130, dengan judul “Pelaksanaan penurunan hak milik menjadi hak guna
bangunan pada yayasan pendidikan harapan medan”. Permasalahan dalam tesis
ini adalah, pertama bagaimanakah pelaksanaan perubahan Hak Milik atas tanah
menjadi Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar Medan, kedua bagaimanakah
kepastian hukum terkait pelaksanaan perubahan Hak Milik atas tanah menjadi
Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar Medan, dan terakhir apakah kendala-

Universitas Sumatera Utara

18

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perubahan Hak Milik atas tanah
menjadi Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar Medan.
Namun jika diperhadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan
penelitian ini, maka berbeda materi dan pembahasan yang dilakukan. Oleh sebab itu,
penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1.

Kerangka Teori
Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan atau mendefenisikan

mengapa gejala spesifik atau satu proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji
dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak
benarannya.14 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis
mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan,
pegangan teoritis.15
Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam
penelitian hukum, dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, bahkan
menurut mereka kedua kerangka tersebut merupakan unsur yang sangat penting. 16

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori

17

. Teori

merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan
14

M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
16
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.7
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 6
15

Universitas Sumatera Utara

19

suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep. 18
Status hukum yayasan sebagai badan hukum dapat pula diketahui dari
berbagai teori mengenai badan hukum. Dalam kaitannya dengan badan hukum dapat
dikemukakan teori-teori sebagai berikut :
1.

Teori fiksi dari von savigny yang berpendapat, badan hukum itu semata-mata
buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai
subjek hukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi saja, yaitu sesuatu yang
sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu
pelaku hukum (badan hukum) sebagai subjek hukum diperhitungkan sama
dengan manusia.

2.

Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz. Meurut teori ini hanya manusia saja
yang dapat menjadi subjek hukum. Namum, juga tidak dapat dibantah adanya
hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusiapun yang menjadi
pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum,
sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai penggantinya
adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan
suatu tujuan.

3.

Teori organ dari Otto van Gierke. Badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya
sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum.

Disini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga
18

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19

Universitas Sumatera Utara

20

mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat
perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Apa yang mereka putuskan,
adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan
badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia.
4.

Teori kekayaan kolektif yang dikemukakan oleh rudolf von Jhering. Menurut
teori ini, hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Mereka bertanggung jawab
bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu
merupakan harta kekayaan bersama. Dengan kata lain, bahwa orang yang
berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu
pribadi yang disebut badan hukum. Oleh sebab itu, badan hukum adalah suatu
konstruksi yuridis belaka. Pada hakekatnya badan hukum adalah suatu yang
abstrak. 19
Dalam menjawab rumusan permasalahan tentang Kewajiban Yuridis

Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan
Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau
analisis dalam penulisan ini adalah kekayaan bertujuan dan teori kepastian hukum.
Teori kekayaan bertujuan sebagaimana dikemukakan Brinz, bahwa hanya
manusia dapat menjadi subjek hukum. Karena itu, badan hukum bukan subjek hukum
dan hak-hak yang diberi kepada suatu badan hukum pada hakikatnya hak-hak dengan
tiada subjek hukum.20 Teori ini menyatakan bahwa kekayaan badan hukum itu tidak
19
20

Ali Ridho, Op Cit., hal. 8-9
Brinz dalam Chidir Ali, Badan Hukum, PT. Alumni, Bandung, 2005, hal. 34.

Universitas Sumatera Utara

21

terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada yang menjadi pendukung hak-hak
tersebut, manusia). Kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang memegangnya
(onpersoonlijk/subjectloos). Dalam hal ini yang penting bukan siapakah badan hukum itu,
tetapi kekayaan tersebut dikelola dengan tujuan tertentu.
Karena itu, menurut teori ini tidak peduli manusia atau bukan, tidak peduli kekayaan
itu merupakan hak-hak yang normatif atau bukan, pokoknya adalah tujuan dari kekayaan
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, apa yang disebut hak-hak badan hukum,

sebenarnya hak-hak tanpa subjek hukum, karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan
yang terikat oleh suatu tujuan.21
Chatamarrasjid Ais mengemukakan Teori kekayaan bertujuan yang dikaitkan dengan
kedudukan yayasan yaitu : Teori kekayaan bertujuan yang mulanya diajukan oleh Brinz.
Menurut teori ini hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum. Akan tetapi, merupakan
suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan,

sedangkan tidak ada satu manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa
yang dinamakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang
tidak ada yang memilikinya dan sebagai gantinya adalah suatu harta kekayaan yang
terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan tertentu. Pada Yayasan
tujuan itu adalah bersifat idealistis, sosial dan kemanusiaan. Teori ini secara selintas
mendukung pula pandangan bahwa yayasan adalah milik masyarakat.22
21

Ibid., hal. 34-35.
Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan, Edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, hal. 8.
22

Universitas Sumatera Utara

22

Pengakuan Yayasan sebagai badan hukum yang berarti sebagai subyek hukum
mandiri seperti halnya orang, secara teoritis dalam kenyataannya hanya didasarkan
antara lain karena adanya kekayaan terpisah, tidak membagi kekayaan atau
penghasilannya kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai tujuan tertentu,
mempunyai organisasi yang teratur, didirikan dengan akta notaris.23 Ciri demikian
memang cocok dengan ciri-ciri badan hukum pada umumnya, yaitu: adanya kekayaan
terpisah, adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan sendiri dan adanya organisasi
yang teratur.24
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU
Yayasan), maka yayasan telah diakui sebagai badan hukum privat dengan syarat akta
pendiriannya yang dibuat dihadapan notaris disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia. Yayasan kemudian diakui sebagai subyek hukum mandiri yang
terlepas dari kedudukan subyek hukum para pendiri atau pengurusnya. Sebagai
subyek hukum mandiri berarti yayasan dapat menyandang hak dan kewajiban, dapat
menjadi debitur maupun kreditur, dengan kata lain yayasan dapat melakukan
hubungan hukum apapun dengan pihak ketiga.
Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Yayasan, Yayasan adalah badan
hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk
23

Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, hal. 70.
Nindyo Pramono, Sertifikat Saham pt. Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia,
Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 24.
24

Universitas Sumatera Utara

23

mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota.
Soerjono Soekanto mengemukakan tentang teori kepastian hukum bahwa
Wujud kepastian hukum adalah peraturan-peraturan dari pemerintah pusat yang
berlaku umum diseluruh wilayah Negara. Kemungkinan lain adalah peraturan
tersebut berlaku umum, tetapi bagi golongan tertentu, selain itu dapat pula peraturan
setempat, yaitu peraturan yang dibuat oleh penguasa setempat yang hanya berlaku di
daerahnya saja, misalnya peraturan kotapraja.25
Arti penting kepastian hukum menurut Soedikno Mertokusumo bahwa
masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian
hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum
karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. tanpa kepastian hukum, orang tidak
tau apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika
terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum dan ketat menaati peraturan hukum,
maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi
peraturannya tetap demikian, sehingga harus ditaati atau dilaksanakan. Undangundang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat, lex dure, sed tamen
scripta (Undang-undang itu kejam, tapi memang demikianlah bunyinya). 26
25

Soerjono Soekanto, 1974, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan
Indonesia, UI Pres, Jakarta, hal. 56
26
Sudikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,
hal. 136

Universitas Sumatera Utara

24

Tujuan hukum memang tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum
dan kemanfaatan. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya.
Putusan hakim, misalnya, sedapat mungkin merupakan resultante dari ketiganya.27
Menurut teori ini, hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan dengan
memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima serta memerlukan
peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka
menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemen Regels”
(peraturan/ketentuan umum). Dimana peraturan/ketentuan umum ini diperlukan
masyarakat demi kepastian hukum.
Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai
sikap bathin yang buruk,akan tetapi yang diberi sanksi adalah perwujudan dari sikap
bathin yang buruk tersebut atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit.
Namun demikian dalam prakteknya apabila kepastian hukum dikaitkan dengan
keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini
dikarenakan di suatu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip
keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prisip-prinsip
kepastian hukum.
Dari apa yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa kepastian hukum bertujuan
untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum
menjadi jaminan tersendiri bagi manusia dalam melakukan suatu hubungan hukum,
27

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2008, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 155

Universitas Sumatera Utara

25

sehingga manusia merasa aman dalam bertindak. Jika dikaitkan dengan penelitian ini,
teori kepastian hukum menandai landasan bagi Yayasan untuk mendapatkan
kepastian hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasar agar memperoleh status
badan hukum.
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya
aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum
itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh
Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam
undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara
putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa
yang telah di putuskan. 28
Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak,
meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud kongkrit. Oleh karenanya pertanyaan
tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaaan yang jawabannya tidak
mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi orang mengenai hukum itu beraneka ragam,
tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Kalangan hakim akan
memandang hukum itu dari sudut pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuwan
28

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta,
2008, hal 158

Universitas Sumatera Utara

26

hukum akan memandang hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil
akan memandang hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya.
2.

Konsep
Konsep merupakan salah satu bagian terpenting dari teori dan tidak bisa

dipisahkan. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak
menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.29 Ini
merupakan hal yang penting untuk mendefinisikan operasional guna untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau multi tafsir dari suatu istilah yang dipakai.
Berpijak dari hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan didefinisikan beberapa
konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan, yaitu:
1.

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.30

2.

Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.31

3.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
29

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal.
10.
30
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
31
Ibid

Universitas Sumatera Utara

27

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 32
4.

Anggaran dasar adalah peraturan penting yg menjadi dasar peraturan yg lain-lain
(bagi perusahaan, perkumpulan, dsb). 33

5.

Penyesuaian adalah proses, cara, perbuatan menyesuaikan. 34

6.

Kewajiban Yuridis adalah kewajiban yang terletak dalam kaidah hukum, yang
berarti bahwa, pertama kewajiban yuridis merupakan suatu keharusan yang
ekstern saja, dimana hukum harus ditaati sebab seorang yang tidak mentaatinya,
akan dihukum, kedua bahwa kewajiban yuridis ditanggapi sebagai kewajiban
intern, dimana orang mentaati undang-undang sebab mereka merasa suatu
keharusan dalam batin. 35

G. Metode Penelitian
1.

Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu penelitian

yang menggambarkan, mendeskripsikan, menelaah, menjelaskan, menganalisis, dan
menyimpulkan hukum baik itu dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil
penelitian di lapangan,36 tentang Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar
32

Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sisdiknas
http://kamusbahasaindonesia.org/anggaran%20dasar/mirip (diakses tanggal 4 April 2016,
Jam 20:30 Wib)
34
http://kamusbahasaindonesia.org/penyesuaian (diakses tanggal 4 April 2016, Jam 21:00
Wib)
35
Theo Huijbers, filsafat hukum, kanisius, Yogyakarta, 1995, hal 46
36
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 63
33

Universitas Sumatera Utara

28

Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun
2013.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan,
khususnya yang menyangkut Undang-Undang Yayasan dan Undang-Undang
Sisdiknas, PP Nomor 63 Tahun 2008, PP Nomor 2 Tahun 2003, dan peraturan
lainnya. Jadi, penelitian ini adalah juridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau
studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang
tertulis atau bahan hukum yang lain.37 Dan sekaligus juridis sosiologis yaitu
penelitian hukum yang menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang
kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan, Meneliti efektivitas
suatu Undang-Undang dan Penelitian yang ingin mencari hubungan (korelasi) antara
berbagai gejala atau variabel sebagai alat pengumpul datanya terdiri dari studi
dokumen, pengamatan (observasi), dan wawancara (interview)
2.

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang didukung

juga oleh penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan
dengan cara, menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan
atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tertier. 38
37

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.13.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal.39.
38

Universitas Sumatera Utara

29

a.

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:
1) Undang-Undang Dasar 1945.
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Yayasan
6) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Tentang Yayasan.
7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas PP No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan
Penyelenggaraan Pendidikan
8) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pengesahan Badan Hukum Yayasan

b.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah
baik itu jurnal hukum, ataupun yang lainnya dari kalangan hukum, yang terkait
dengan masalah penelitian.

c.

Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus
ensiklopedia, kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, atau majalah yang
terkait dengan masalah penelitian.

3.

Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dua cara yaitu :

Universitas Sumatera Utara

30

1.

Studi Dokumen yaitu dengan menghimpun data kemudian melakukan
penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumendokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan
dengan Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang
Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013.

2.

Wawancara yaitu dengan menghimpun data melalui kegiatan wawancara yang
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data
primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu :
a. Dinas Pendidikan Kota Medan
b. Notaris di Kota Medan, sebanyak 2 (dua) orang
c. Pengelola Yayasan Pendidikan di Kota Medan, sebanyak 5 (lima) orang

4.

Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi
berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan, pendapat
para ahli, nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta
dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan
analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat
satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data
yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan

Universitas Sumatera Utara

31

diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban
khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi
atas permasalahan dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara