Perubahan Pengurus Pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenaan Dengan Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR PERSEROAN
BERKENAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh :

CHRISTI PRATAMI
110200218

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015


1

2

ABSTRAK
PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR PERSEROAN
BERKENANAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
*Christi Pratami
**Bismar Nasution
*** Windha
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan
tercantum dalam anggaran dasar. Perseroan terbatas pada umumnya mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal
dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi
instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Yang
menjadi permsalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan pengurus
perseroan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,bagaimana perubahan
pengurus pada anggaran dasar perseroan berkenanaan dengan pengelolaan
perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan bagaimana

tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukann kepada menteri dalam
pengelolaan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
melakukan penelitian dengan metode penelitian penelitian hukum normatif yang
menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder ini berupa
bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik penelitan yang
digunakan adalah teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan
Kedudukan hukum pengurus perseroan merupakan organ perseroan yang
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Perubaahan pengurus pada
anggaran dasar perseroan merupakan perubahan pengurus yang tetap
melaksanakan tugas kepungurusan berdasarkan maksud dan tujuan yang terdapat
di dalam anggaran dasar perusahaan. Pengurus mulai melaksanakan
kepengurusannya sejak ditutupnya RUPS, hal ini diatur dalam Pasal 94 ayat (5)
dan ayat (6) UUPT. Tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukan
kepada menteri adalah tanggung jawab pengurus sama yang diatur dalam Pasal 97
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UUPT yaitu tanggung jawab secara pribadi dan
tanggung jawab secara renteng. Pengurus yang tidak memenuhi kewajibannya
untuk melakukan pelaporan sesuai dengan wajib daftar perusahaan yang dengan

sengaja atau karena kelalaian menurut hukum pengurus telah melanggar
kewajiban berhati-hati (duty care). Namun apabila pengurus tidak melakukan
kesalahan atau kelalaian maka dapat dibebaskan dari tanggung jawab pengurus
dengan membuktikan kerugian terjadi bukan kesalahannya. Hal ini sejalan dengan
pembelaan direksi sebagai pengurus berdasarkan prinsip business judgment rule.
Katakunci: Anggaran Dasar. Pengurus. Perseroan
*Mahasiswa
**Dosen Pembimbing I, Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU
*** Dosen Pembimbing II, Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum USU
i

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menjalani masa perkuliahan sampai
dengan tahap penyelesaian skripsi yang pebuh tantangan dan rintangan.
Penulisan skripsi yang berjudul “PERUBAHAN PENGURUS PADA
ANGGARAN


DASAR

PENGELOLAAN

PERSEROAN

PERUSAHAAN

BERKENAAN

MENURUT

DENGAN

UNDANG-UNDANG

NOMOR 40 TAHUN 2007” adalah guna memenuhi persyaratan untuk mencapai
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengaharapkan saran dan kritik
untuk penyempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I, Bapak
Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H.,DFM, selaku Wakil Dekan II, dan Bapak
Dr. OK., S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Windha., S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku
ii

iii

Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Bismar Nasution,S.H.,M.H., selaku Pembimbing I yang telah
membimbing dan memotivasi penulis untuk melakukan yang terbaik dalam

penulisan skripsi ini.
5. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf pegawai di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, yang secara langsung maupun tidak langsung
telah sangat membantu dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
7. Teristimewa untuk mama, bibi dan paman penulis yang sangat penulis sayangi
yaitu Mama Fitri, Bibi Erlinda, S.E., dan Paman Dumai yang luar biasa
mendukung dalam doa dan perhatian kepada penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada teman dekat Edy yang telah selalu memberikan dukungan, dan
mendoakan penulis agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada kakak-kakak terbaik yaitu Kak Sumiaty, Kak Eva Simangungsong,
Kak Noa Violen Simangungsong, Kak Agnes Andriani Halim., S.H., Kak
Chyntia Stefany., S.H., yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada teman-teman seperjuangan yang banyak membantu dari awal
menjalani perkuliahan hingga selesainya skripsi ini Abdul Rasyid Mustafa,
iii


iv

Happy Day Olivia Simanjuntak, Dayana Yoksi Rafika, Dian Julia
Simangungsong, Rahmansyah Putra S, Marni Novita S, Febri A Hasibuan,
Miftahul Rahmah, S.H., Satria S Waruwu, S.H., dan lain-lainnya yang tidak
bisa di sebutkan satu persatu yang selalu member dukungan dan doanya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga
skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu hukum.

Medan,

April 2015

Penulis

Christi Pratami

iv


v

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Permasalahan........................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ........................................... 4
D. Keaslian Penulisan .............................................................................. 5
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7
F. Metode Penelitian ................................................................................ 12
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 15
BAB II


KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT
UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas ................................... 18
B. Direksi Sebagai Pengurus Perseroan Terbatas ................................... 26
C. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelolaan Perusahaan ......... 38
BAB III

PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR
PERSEROAN BERKENANAAN DENGAN PENGELOLAAN
PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
40 TAHUN 2007

A. Penyebab Perubahan Anggaran Dasar Menurut Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 .........................................................................
B. Akibat Perubahan Anggaran Dasar Menurut Undang-Undang Nomor
v

46


vi

40 Tahun 2007..................................................................................... 57
C. Perubahan Pengurus pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenanaan
dengan Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007.....................................................................................
BAB IV

61

TANGGUNG JAWAB PENGURUS BARU YANG
BELUM DIBERITAHUKAN KEPADA MENTERI
DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN

A. Efektifitas Pengurus Perusahaan dalam Pengelolaan Perusahaan
yang Belum Diberitahukan kepada Menteri ........................................

70


B. Tanggung Jawab Pengurus Baru yang Belum Diberitahukan
kepada Menteri dalam Pengelolaan Perusahaan ................................ 74
C. Pembebasan Tanggung Jawab Pengurus Baru yang Belum
Diberitahukan kepada Menteri dalam Pengelolaan Perusahaan ......... 77
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 89
B. Saran .................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA

vi

ABSTRAK
PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR PERSEROAN
BERKENANAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
*Christi Pratami
**Bismar Nasution
*** Windha
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan
tercantum dalam anggaran dasar. Perseroan terbatas pada umumnya mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal
dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi
instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Yang
menjadi permsalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan pengurus
perseroan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,bagaimana perubahan
pengurus pada anggaran dasar perseroan berkenanaan dengan pengelolaan
perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan bagaimana
tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukann kepada menteri dalam
pengelolaan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
melakukan penelitian dengan metode penelitian penelitian hukum normatif yang
menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder ini berupa
bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik penelitan yang
digunakan adalah teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan
Kedudukan hukum pengurus perseroan merupakan organ perseroan yang
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Perubaahan pengurus pada
anggaran dasar perseroan merupakan perubahan pengurus yang tetap
melaksanakan tugas kepungurusan berdasarkan maksud dan tujuan yang terdapat
di dalam anggaran dasar perusahaan. Pengurus mulai melaksanakan
kepengurusannya sejak ditutupnya RUPS, hal ini diatur dalam Pasal 94 ayat (5)
dan ayat (6) UUPT. Tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukan
kepada menteri adalah tanggung jawab pengurus sama yang diatur dalam Pasal 97
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UUPT yaitu tanggung jawab secara pribadi dan
tanggung jawab secara renteng. Pengurus yang tidak memenuhi kewajibannya
untuk melakukan pelaporan sesuai dengan wajib daftar perusahaan yang dengan
sengaja atau karena kelalaian menurut hukum pengurus telah melanggar
kewajiban berhati-hati (duty care). Namun apabila pengurus tidak melakukan
kesalahan atau kelalaian maka dapat dibebaskan dari tanggung jawab pengurus
dengan membuktikan kerugian terjadi bukan kesalahannya. Hal ini sejalan dengan
pembelaan direksi sebagai pengurus berdasarkan prinsip business judgment rule.
Katakunci: Anggaran Dasar. Pengurus. Perseroan
*Mahasiswa
**Dosen Pembimbing I, Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU
*** Dosen Pembimbing II, Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum USU
i

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Keberadaan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut dengan PT)

memegang peran penting dan strategis dalam menggerakkan dan menggairahkan
kegiatan pembangunan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan banyaknya orang yang mendirikan perusahaan yang berbentuk PT. Salah
satu faktor yang memicu perkembangan dan pertumbuhan PT adalah karena
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal Asing. Undang-undang ini mengharuskan kegiatan penanaman modal,
terutama kegiatan penanaman modal asing dilakukan dalam bentuk badan usaha
yang berbentuk PT. 1
Mengenai pengertian perseroan terbatas dalam peraturan perundangundangan di Indonesia, dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) Pasal 1 angka 1
undang-undang tersebut yang berbunyi :
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini
serta peraturan pelaksanannya.”

1

M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 11.

1

2

Perseroan terbatas sebagai badan hukum merupakan subjek hukum yang
mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata, dapat digugat dan
menggugat di depan hakim. Pasal 7 ayat (5) UUPT menentukan bahwa perseroan
memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut dengan menteri) mengenai
pengesahan badan hukum perseroan. Dengan demikian status badan hukum PT
diperoleh sejak akta pendirian badan hukum PT tersebut disahkan.
Kata “perseroan” menunjukkan kepada modalnya yang terdiri atas sero
(saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjukkan kepada tanggung jawab
pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian
dan dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat
diperjualbekikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu
membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan
tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan
pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap
orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan
perusahaan. Perseroan sebagai badan hukum memiliki modal dasar yaitu jumlah
modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar
perseroan.
Perseroan terbatas pada umumnya mempunyai kemampuan untuk
mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana
yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri

3

maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Untuk memberikan
kesempatan kepada perseroan terbatas untuk tumbuh dan berkembang diperlukan
iklim usaha yang sehat dan efisien. Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat
dan efisien salah satunya dapat dilakukan dengan perluasan atau ekspansi
perusahaan. Perluasaan atau ekspansi perusahaan ini dapat dilakukan melalui
penggabungan, peleburan, atau pengambilahlian perusahaan akan tercipta
persaingan yang sehat dan kompetitif.
Perusahaan yang melakukan perluasaan berupa penggabungan dan
peleburan akan menimbulkan adanya perusahaan yang meleburkan diri atau
membubarkan diri yang menyebabkan ada perusahaan yang lenyap dan ada
perusahaan baru yang terbentuk. Dengan terbentuknya perusahaan baru maka
perlu dilakukan suatu pendaftaran atas perusahaan baru tersebut, sedangkan
apabila terjadinya penggabungan maka mengakibatkan perubahan pada anggaran
dasar

perusahaan

yang

melakukan

penggabungan.

Adanya

tindakan

penggabungan dan peleburan perusahaan itu harus diberitahukan kepada menteri.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik memilih judul
Perubahan Pengurus pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenaan dengan
Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.

4

B.

Permasalahan
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana kedudukan pengurus perseroan menurut Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007?
2. Bagaimana perubahan pengurus pada anggaran dasar perseroan berkenanaan
dengan pengelolaan perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007?
3. Bagaimana tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukann kepada
menteri dalam pengelolaan perusahaan?

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kedudukan pengurus perseroan berdasarkan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007.
b. Untuk mengetahui perubahan anggaran dasar menyebabkan terjadinya
perubahan susunan pada pengurus perseroan.
c. Untuk mengetahui tanggung jawab pengurus baru yang belum
diberitahukann kepada menteri dalam pengelolaan perusahaan.
2. Manfaat penulisan
Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
a. Secara teroritis

5

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta menimbulkan
pemahaman tentang perubahan anggaran dasar yang menyebabkan
terjadinya perubahan pengurus perseroan.
b. Secara praktis
Secara praktis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi para pelaku bisnis dalam
pengelolaan perusahaan dan juga sebagai kajian bagi para akademisi
dalam menambah wawasan pengetahuan terutama dalam bidang hukum
organisasi perusaahaan terutama tentang perseroan terbatas.

D.

Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis sendiri atas

masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian yang
dimaksud.Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisn yang serupa mengenai
“Perubahan Pengurus pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenanaan dengan
Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007”.
belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Adapun judul yang ada di perpustakaan Universitas Sumatera Utara antara
lain :
1. Nama

:

Rivai Halomoan S

6

Nim

:

040200214

Judul

:

Aspek Hokum Pendirian Perseroan Terbatas Menurut
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

2. Nama

:

Sri Cipta

Nim

:

030200087

Judul

:

Pembelaan Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan Menurut
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

3. Nama

:

Nina Efrina

Nim

:

050200109

Judul

:

Tinjauan Hukum Terhadap Lapangan Kepemilikan Saham
Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dan Atas Nama Orang
Lain Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas

4. Nama

:

Asidoro S Parsaulian

Nim

:

020200074

Judul

:

Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam
Pembagian Deviden Interim Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun
tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian
penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan
yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penulisan skripsi ini

7

adalah karya ilmiah asli. Bila dikemudian hari ditemukan judul yang sama maka
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E.

Tinjauan Kepustakaan
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 2
Organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, direksi dan
komisaris. 3 Dapat dilihat bahwa perseroan terbatas mempunyai organ yang terdiri
atas: 4
1. Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat umum pemegang saham (yang selanjutnya disebut RUPS)
merupakan organ perseroan yang mempunysi wewenang yang tidak diberikan
kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT
dan/atau anggaran dasar. 5 Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya
mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.
Dengan demikian, antara direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak
dapat dipengaruhi oleh RUPS. RUPS tidak dapat mencampuri tindakan
pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi, sebab tindakan direksi
semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Wewenang
2

Pasal 1 angka 1 UUPT.
Pasal 1 angka 2 UUPT.
4
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2009 ), hlm. 57- 77.
5
Pasal 1 angka 4 UUPT.
3

8

yang ada pada organ-organ dimaksudkan bukan bersumber dari limpahan atau
kuasa dari RUPS, melainkan bersumber dari ketentuan undang-undang dan
anggaran dasar.
Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam RUPS yang ditetapkan
dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan undang-undang
sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar semata-mata berdasarkan
kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui menteri yang dapat diubah melalui
perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
undang-undang. 6
Rapat Umum Pemegang Saham memutuskan hal-hal penting mengenai
kebijakan suatu perseroan yang tidak terbatas pada pengangkatan atau
pemberhentian komisaris dan direksi saja. Wewenang RUPS tersebut terwujud
dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam
RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan seperti, rencana
penjualan asset dan pemberian jaminan utang, menyetujui laporan keuangan yang
disampaikan oleh direksi, pengambilahlian dan rencana pembubaran perseroan.
2. Komisaris
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada direksi.

7

Keberadaan komisaris dalam perseroan adalah

merupakan suatu keharusan. Komisaris dengan tugas sebagai pengawas
kebijaksanaan direksi serta memberikan nasihat kepada direksi mengenai
6

Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan
Tidak Berbadan Hukum di Indonesia (Yogyakarta: Genta Publising, 2014), hlm. 66.
7
Pasal 1 angka 6 UUPT.

9

pelaksanaan tugas kepengurusan, maka terjadi interaksi antara tugas direksi dan
komisaris pada saat sebelum dan sesudah menjalankan aktivitas perusahaan.
Direksi tidak dapat menjalankan tugas sekehendak hatinya atau dengan sewenangwenang karena ada komisaris mengawasinya. Sebaliknya, komisaris dapat
memberi nasihat kepada direksi, tetapi komisaris tidak dapat melakukan
pengurusan. Nasihat yang diberikan komisaris itu harus diterima atu tidak oleh
direksi, tergantung pada kepentingan dan tujuan perseroan. Keputusan yang
diambil direksi itu sepenuhnya merupakan tugas dan tanggung jawab direksi.
Nasihat itu dapat saja tidak dituruti apabila bertentangan dengan tujuan dan
kepentingan perseroan dalam batas-batas ketentun undang-undang dan anggaran
dasar.
Dewan komisaris dalam menjalankan fungsi kepengurusannya dapat
menggantikan kedudukan direksi, terutama pada saat perseroan tidak ada direksi
atau jika seluruh anggota direksi perseroan berhalangan, maka komisaris
bertindak menjadi direksi yang mengurus perseroan.
Wewenang komisaris yang terdapat dalam UUPT adalah sebagai berikut: 8
a. Memberhentikan sementara anggota dewan direksi dengan menyebutkan
alasannya (Pasal 106 ayat (1) UUPT);
b. Mengawasai kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan dan
memberikan nasihat kepada direksi ( Pasal 108 ayat (1) UUPT dan (2)
UUPT);

8

Kurniawan, Op.Cit., hlm. 75.

10

c. Memberikan persetujuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu, selama-sepanjang wewenang tersebut dalam anggaran
dasar perseroan (Pasal 117 ayat (1) UUPT);
d. Melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu (Pasal 118 UUPT).
3. Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 9 Seorang anggota direksi
diangkat oleh RUPS berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UUPT dan
anggaran dasar perseroan. Kewenangan RUPS ini tidak dapat dilimpahkan kepada
organ perseroan yang lainnya atau pihak lain. Anggota direksi yang telah diangkat
oleh RUPS, memiliki jangka waktu tertentu dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, dan dapat diangkat kembali sebagai direksi.
Direksi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan direksi-direksi, yang
biasanya terbagi atas beberapa pengurus bidang tertentu dan seorang direksi
utama. Hubungan hukum antara masing-masing direksi tersebut biasanya terdapat
dalam tata tertib direksi yang harus mendapatkan persetujuan RUPS sebab tata
tertib direksi ini hakikatnya sebagai pelaksanaan Pasal 9 ayat (5) dan (6) UUPT
yang menyatakan bahwa dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau
lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota direksi

9

Pasal 1 angka 5 UUPT.

11

ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. 10 Direksi dipilih dan diberhentikan oleh
RUPS

dan

karena

itu

segala

tugas

pengurusan

perseroan

harus

dipertanggungjawabkan kepada RUPS.
Perseroan terbatas melakukan perbuatan hukum melalui pengurusnya yaitu
direksi, sehingga tanpa adanya direksi, perseroan terbatas itu tidak akan dapat
berfungsi. Ketergantungan antara perseroan terbatas dan direksi menjadi sebab
lahir hubungan fidusia (fiduciary duties)

11

yang dipercaya bertindak dan

mengunakan wewenangnya hanya untuk kepentingan perseroan. 12
Tanggung jawab direksi sebagai pengurus pada dasarnya beriringan
dengan keberadaan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban yang melekat pada
dirinya. Suatu kewenangan adalah suatu hak yang diperoleh setelah memenuhi
persyaratan tertentu. Suatu kewenangan tidak boleh berdiri sendiri, kewenangan
itu selalu berimbalan kewajiban yang merupakan tanggung jawabnya. Begitu juga
dengan kewenangan dan kecakapan direksi perseroan, akan selalu beriringan
dengan tanggung jawabnya selaku direksi, yang berwenang mengurus perseroan
sesuai dengan maksud dan tujuan yang terdapat dalam anggaran dasar dan
ketentuan yang berlaku lainnya. 13 Pengaturan pengurusan dan sampai di mana
tugas-tugas dari pengurusan, biasanya harus dilihat dari anggaran dasar/akta
pendirian tiap-tiap perseroan. 14

10

Agus Budiarto, Op.Cit.
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance (Yogyakarta:
Kreasi Total Media, 2007), hlm. 36.
12
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang dan
Tanggung Jawab, Edisi Kedua (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 114-115.
13
Kurniawan, Op.Cit.
14
Ibid., hlm. 79.
11

12

Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus dibagi ke dalam
beberapa bagian yaitu:
a. Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duty and confidence),
Direksi harus bertindak dengan pertimbangan yang jujur berdasarkan
kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar kepentingan sekelompok
orang atau badan. Direksi tidak menempatkan dirinya dalam posisi yang
mengakibatkan terjadinya pertentangan antara kepentingan perusahaan dan
kepentingan pribadi (conflict of interests) atau antara tugas dan
kepentingannya. Direksi harus menggunakan wewenang dan aset yang
dipercayakan kepadanya untuk maksud yang telah diberikan kepadanya
bukan untuk tujun lain.
b. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan (duty of
skill, care dan diligence).
c. Tugas yang berdasarkan ketentuan undang-undang (statutory duty).

F.

Metode Penelitian
Metode penelitian diperlukan agar tujuan penelitian dapat lebih terarah

dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada 2 (dua) macam tipologi
penelitian hukum yang lazim dipergunakan yaitu penelitian hukum normatif dan
penelitian hukum empiris. Dalam penulisan skripsi ini, metode penulisan yang
dipakai adalah sebagai berikut:

13

1. Spesifikasi penelitian
Jenis merupakan penelitian hukum normatif yang dapat diartikan sebagai
penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. 15 Sifat
dari penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif yang bersifat pemaparan dan
bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan hukum yang
berlaku pada suatu saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada atau
peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat. Pendekatan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang yaitu dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani.
2. Data penelitian
Penelitian hukum normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data
utama. Data sekunder adalah data yang tidak didapat secara langsung dari objek
penelitian. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Bahan-bahan hukum primer
Merupakan bahan-bahan yang mengikat, antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan.
2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilahlian Perseroan Terbatas.
15

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta: Rajawali Press, 2007), hlm. 13.

14

4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan
Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran
Dasar Serta Penyampian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar
dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.
b. Bahan-bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder maksudnya adalah bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku berkaitan dengan
judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan
sebagainya yang diperoleh baik melalui cetak maupun media elektronik.
c. Bahan-bahan hukum tersier
Bahan-bahan hukum tersier maksudnya adalah bahan penunjang
yang memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder. Bahan
hukum tersier lebih dikenal dengan bahan acuan di bidang hukum atau
bagan rujukan di bidang hukum, misalnya abstrak perundang-undangan,
biografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, kamus hukum,
indeks kumulatif, dan lain-lain.
3. Teknik pengumpulan data
Penulisan skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui
penelitian

kepustakaan

(library

research),

yaitu

penelitian

dengan

mengumpulakan data dan meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan
dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan
sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi.

15

Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan peraturan perundang-undangan
maupun karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet maupun sumber
teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi yang diajukan.
4. Analisa data
Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka
biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. 16 Metode
analisis data yang dilakukan adalah analisa kualitatif, 17 yaitu dengan:
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, tersier, yang relevan
dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut
diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.
c. Mengelolah dan menginterprestasikan data guna mendapatkan kesimpulan
dari permasalahn.
d. Memaparkan kesimpulan, yang data hal ini adalah kesimpulan kualitatif,
yaitu kesimpulan yang ditungkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G.

Sistematika Penulisan
Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar

tercipta karya ilmiah yang baik. Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang saling

16

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Depok: Universitas Indonesia Press,
1994), hlm. 69.
17
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) yang mempunyai makna
penelitian sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna.

16

berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan
anatara bab yang satu dengan bab lainnya.
Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang disusun dengan
sistematis untuk menguraikan masalah yang akan dibahas dengan urutan sebagai
berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini diuraikan secara ringkas mengenai latar belakang
penulisan

skripsi,

perumusan

masalah,

kemudian

dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, yang
kemudian diakhiri oleh sistem penulisan.
BAB II

KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT
UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
Bab ini diuraikan mengenai ketentuan umum tentang
perseroan terbatas, direksi sebagai pengurus perseroan
terbatas, pertanggungjawaban pengurus dalam pengelolaan
perusahaan.

BAB III

PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN
DASAR PERSEROAN BERKENANAAN DENGAN
PENGELOLAAN
PERUSAHAAN
MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
Bab ini diuraikan mengenai penyebab perubahan anggaran
dasar menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,
akibat perubahan anggaran dasar menurut Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007, perubahan pengurus pada anggaran

17

dasar

perseroan

berkenanaan

dengan

pengelolaan

perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007.
BAB IV

TANGGUNG JAWAB PENGURUS BARU YANG
BELUM

DIBERITAHUKAN

KEPADA

MENTERI

DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN
Bab ini

di dalamnya diuraikan mengenai efektifitas

pengurus perusahaan dalampengelolaan perusahaan yang
belum diberitahukan kepada menteri, tanggung jawab
pengurus baru yang belum diberitahukan kepadamenteri
dalam pengelolaan perusahaan, pembebasan tanggung
jawab pengurus baru yang belum diberitahukan kepada
menteri dalam pengelolaan perusahaan.
BAB V

PENUTUP
Merupakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi
pihak-pihak dalam mengelola perusahaan dan juga bagi
orang-orang yang membacanya.

18

BAB II
KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas
1. Istilah dan pengertian perseroan terbatas
Istilah PT berasal dari istilah Hukum Dagang Belanda Wetbook van
Koophandel (Wvk) yaitu Naamloze Vennootschap dengan singkatan NV.

18

Hukum perusahaan Inggris, PT dikenal dengan istilah Limited Company.
Company memberikan makna bahwa lembaga usaha yang dilaksanakan atau
diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang
tergabung dalam suatu badan. Limited menunjukkan terbatasnya tanggung jawab
pemegang saham, dalam arti bertanggung jawab tidak lebih dan semata-mata
dengan harta kekayaanyang terhimpun dalam badan hukum tersebut. Dengan kata
lain, hukum Inggris lebih menampilkan segi tanggung jawabnya. 19
Adapun pada hukum perusahaan Jerman. PT dikenal dengan istilah aktein
gesellschaft. Aktein adalah saham, sedangkan gesellschaft adalah himpunan.
Hukum Jerman lebih menampilkan segi saham yang merupakan ciri bentuk usaha
ini. 20
Isitilah perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan
terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero-sero atau

18

Kurniawan, Op.Cit., hlm. 57.
Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: Citra Aditya
Bakti,1996), hlm. 43.
20
Kurniawan, Op.Cit.
19

19

saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk pada tanggung jawab pemegang
saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang
dimilikinya. 21
Perseroan terbatas merupakan persekutuan untuk menjalankan perusahaan
tertentu dengan menggunakan suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah
saham atau sero tertentu, masing-masing berisikan jumlah uang tertentu pula ilah
jumlah nominal, sebagai ditetapkan dalam akta notaris pendirian perseroan
terbatas, akta mana wajib dimintakan pengesahannya oleh menteri, sedangkan
untuk jadi sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan menyetor jumlah nominal
dari sehelai saham atau lebih. 22
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD)
tidak mengatur rumusan defenisi atau pengertian tentang perseroan terbatas secara
lengkap, tetapi hanya memberikan sedikit gambaran tentang perseroan terbatas,
terutama dari segi penamaan, dan bila ditafsirkan lebih jauh, akan menyentuh
persoalan tanggung jawab terbatas dari perseroanya (pemegang saham). 23 Hal itu
diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHD yang berbunyi :
“Perseroan Terbatas tak mempunyai sesuatu firma, dan tak memakai nama
salah seorang atau lebih dari para perseronya, namun diambil nama
perseroan itu dari tujuan perusahaannya semata-mata”.
Rasio dari ketentuan Pasal 36 KUHD adalah bahwa persero dalam
perseroan terbatas masing-masing memiliki tanggung jawab terbatas sesuai

21

Ibid.
Ibid., hlm. 58.
23
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 81.
22

20

dengan nilai saham yang dimilikinya. Bila nama persero yang ditonjolkan atau
dipakai sebagai nama perseroan terbatas, maka tidak ada bedanya dengan firma,
dimana masing-masing sekutu (perseronya) memiliki tanggung jawab yang tidak
terbatas (tanggung renteng). Karena firma (nama bersama) mencerminkan
tanggung jawab di antara sekutu (perseronya) adalah sama. Tindakan hukum yang
dilakukan oleh salah seorang sekutu firma akan mengikat sekutu lainnya terhadap
pihak ketiga. 24
Pengertian tentang perseroan terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
maupun dalam ketentuan UUPT. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan
Terbatas 1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan
hukum yang didirkan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaanya”.

Defenisi perseroan terbatas di atas kemudian mengalami sedikit
penyempurnaan dalam UUPT dengan adanya penambahan frase baru, yakni
“persekutuan modal”, sehingga defenisinya secara lengkap dalam Pasal 1 angka 1
UUPT berbunyi:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirkan berdasarkan
24

Ibid.

21

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaanya”.
2. Peraturan hukum mengenai perseroan terbatas
Sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan UUPT lahir,
peraturan yang berlaku terhadap suatu PT adalah peraturan yang berasal dari
jaman kolonial. Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam KUHD (Wetboek
van Koophandel Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) dalam Buku Kesatu Titel
Ketiga Bagian Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan
dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan
Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 KUHD.
Kedua peraturan ini dalam perkembangannya dirasakan sudah tidak sesuai
dengan tuntutan jaman dan untuk memenuhi kebutuhan hukum batu yang dapat
lebih memacu pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi.
Kemudian lahirlah undang-undang perseroan terbatas yang merupakan produk
negara Indonesia sendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas yang kemudian digantikan dengan UUPT.
Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan perkembangan hukum yang
mengatur tentang hukum perusahaan di Indonesia, yaitu: 25
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel
Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23), Pasal 36 KUHD sampai dengan Pasal

25

Kurniawan, Op Cit., hlm. 59.

22

56 KUHD, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal
54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan juga berhubungan dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (yang
selanjutnya disebut KUH Perdata). Buku Ketiga tentang Perikatan,
khususnya mulai Bab Kedelapan Tentang Persekutuan, dikatakan:
“Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang
atau lebih mengikatkan diri untuk memasuk kan sesuatu dalam
persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi
karenanya.”
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang
diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dengan mencabut peraturan
perundangan yang ada di dalam KUH Perdata, dan inilah undang-undang
tentang PT yang merupakan produk pemerintah bangsa Indonesia untuk
pertama kalinya.
c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang
diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dengan mencabut UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
3. Pendirian perseroan terbatas
Pasal 7 ayat (1) UUPT, menjelaskan bahwa perseroan terbatas didirikan
oleh 2 (dua) orang atau “lebih” dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa

23

Indonesia. Terdapat penegasan kata “sekurang-kurangnya harus 2 (dua) orang”.
Hal ini disebabkan karena dalam mendirikan perseroan harus didasarkan pada
perjanjian, atau yang disebut asas kontraktual sesuai dengan Pasal 1313 KUH
Perdata, yang menyebutkan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
satu orang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih,
sehingga tidak mungkin dalam pendirian perseroan terbatas hanya dibuat oleh satu
orang saja.
Kata “orang” di sini harus dapat dibedakan antara “orang” atau “manusia”
yang dapat mendirikan perseroan terbatas. Ternyata dalam undang-undang
perseroan terbatas, kata “orang” harus dipandang sebagai subyek hukum dalam
arti luas. “Orang” adalah orang perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan
dalam mendirikan perseroan terbatas, badan hukum dapat melakukan perjanjian
sehingga tampil sebagai pendiri perseroan. 26
Perjanjian pendirian perseroan terbatas diperlukan akta notaris karena akta
yang demikian merupakan akta otentik. Dalam hukum pembuktian, akta otentik
dipandang sebagai suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. 27 Hal ini berarti
bahwa yang tertulis di dalam akta tersebut harus dipercaya kebenarannya dan
tidak memerlukan tambahan alat bukti lain. Jika yang diajukan bukan akta notaris
maka permohonan pengesahan akta pendirian PT dapat ditolak oleh menteri,
sehingga akan berakibat perseroan terbatas tidak berbadan hukum.
Setelah membuat akta pendirian di depan notaris, yang menjadi keharusan
selanjutnya adalah akta pendirian PT tersebut dimintakan pengesahan pada
26

Ibid., hlm. 60.
Ibid.

27

24

menteri guna suatu PT memperoleh status badan hukum. Untuk memperoleh
pengesahan tersebut, Pasal 9 ayat (1) UUPT menjelaskan prosedur yang harus
ditempuh oleh para pendiri perseroan terbatas tersebut. Pendiri secara bersamasama atau melalui kuasanya mengajukan permohonan melalui jasa teknologi
informasi Sistematika Administrasi Badan Hukum secara elektronik kepada
menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. Jangka waktu berdirinya perseroan;
c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. Alamat lengkap perseroan.
Setelah diperolehnya pengesahan oleh menteri, ini berarti berlakunya
anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik pihak
pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseroan,
sehingga praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi “undang-undang” bagi
semua pihak. 28
Status badan hukum perseroan akan mempengaruhi tanggung jawab PT
dalam tindakannya terhadap kerugian yang diderita PT. Akibatnya para pemegang
saham bertanggung jawab terbatas sebesar saham yang dimasukkan. Seperti
halnya ketentuan dalam KUHD, UUPT juga mewajibkan dilaksanakannya
pendaftaran

dan

pengumuman

perseroan.

Kewajiban

pendaftaran

dan

pengumuman tersebut diselenggarakan oleh meteri, hal ini sesuai yang diatur
28

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: PT
RajaGrafindo, 1999), hlm. 30.

25

dalam Pasal 29 dan Pasal 30 UUPT. Adapun yang wajib diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia adalah :
a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri;
b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri;
c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya
oleh menteri.
Pengumuman oleh menteri dilakukan dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan menteri atau
sejak diterimanya pemberitahuan.Setelah mendapatkan pengesahan, selanjutnya
akta pendirian dan surat pengesahan dari menteri tersebut wajib didaftarkan dalam
daftar perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
pengesahan. Daftar perusahaan yang dimaksud di atas adalah daftar catatan resmi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan. 29
4. Status badan hukum perseroan terbatas
Perseroan terbatas setelah mendapatkan pengesahan dari menteri, maka PT
telah sah sebagai badan hukum dan menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan
perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya.
Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum
memperlakukan pemegang saham dan pengurus (direksi) terpisah dari PT itu
sendiri dikenal dengan isitilah : “separate legal personality” yaitu sebagai
individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian pemegang saham yang tidak
29

Berdasarkan asas hukum, maka peraturan yang didahulukan adalah UUPT. Hal ini
disebabkan karena UUPT lahir setelah Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan. Lex posterior
legi imperior, artinya aturan yang baru akan mengenyampingkan aturan yang lama.

26

mempunyai kepentingan dalam kekayaan PT, juga tidak bertanggung jawab atas
utang-utang PT. 30 Perseroan terbatas sebagai badan hukum, pada prinsipnya PT
dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orangperorangan dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang hanya
mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan yang dalam hubungan tertentu
dengan PT.

B. Direksi Sebagai Pengurus Perseroan Terbatas
1. Direksi sebagai pengurus perseroan terbatas
Direksi adalah : 31
a. Organ perseroan,
Organ perseroan terdiri dari RUPS, direksi dan komisaris. 32 Tiap-tiap
organ perseroan tersebut memiliki fungsi masing-masing,mempunyai
kedudukan paralel dan satu tidak berada di bawah yang lainnya. Apabila
anggota direksi terdiri lebih dari satu orang maka mereka merupakan
dewan pengurus atau dewan pimpinan perusahaan yang disebut the Board
of Directors, yang apabila diterjemahkan berarti dewan direksi. Namun
perlu diketahui bahwa ini hanya penamaan saja dan bukan dalam arti
tanggung jawab menurut sistem Anglo Saxon atau Amerika karena dalam
sistem ini anggota direksi dipilih dan diangkat oleh para pemegang saham.
b. Bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan

30

Kurniawan , Op.Cit., hlm. 64.
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru (Jakarta: Djambatan, 1996)
hlm. 73-77.
32
Pasal 1 angka (2) UUPT.
31

27

Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan
dan

sesuai

dengan

maksud

dan

tujuan

perseroa.

33

Direksi

bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan yang diatur dalam
Pasal 97 ayat (2) UUPT yang menyatakan, setiap pengurus wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan.Tanggung jawab penuh tersebut menurut
Pasal 98 UUPT berupa tanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan.
Terdapat confidential relation antara perseroan sebagai badan hukum
dengan pengurus sebagai natural person, yang dibebankan tugas dan
kewajiban berdasarkan fiduciary, yang dilaksanakan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan. Oleh karena itu, direksi melakukan tugas dan
kewajiban atau tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehatihatian (duty of skill dan care) yang diperlukan untuk mewujudkan
kepentingan dan tujuan perseoan. Dalam hal ini, pada akhirnya fiduciary
juga bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena
kepentingan perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang
saham dan juga termasuk di dalamnya kepentingan pihak kreditur
perseroan. Kewenangan pengurusan perseroan diberikan oleh undangundang kepada direksi untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang
diperlukan atau kewenangan pengurus dipercayakan kepada direksi agar

33

Pasal 92 ayat (1) UUPT.

28

direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi
kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyalty).
Ada kalanya dalam pengurusan terdapat pertentangan/benturan
kepentingan antara direksi secara pribadi dengan perseroan, antara lain
sebagai berikut :
1) Direksi tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk
membuat keuntungan bagi dirinya.
Apabila terjadi demikian, dia tidak hanya melanggar tugasnya (breach
of his duty), tetapi keuntungan yang diperoleh akan menjadi milik
per