Pemanfaatan Sari Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia.L) dan Sari Kulit Buah Nenas (Ananas Comosus L Merr) Sebagai Alternati Koagulan Lateks Karet Alam

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Karet

Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika
yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”.Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis
pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan
pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli mengambil getah dari
tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan
bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan.
Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut.
Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebagai tanaman Hevea.
Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku olehFreshneau tahun 1749 dengan
menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut.
Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condamine membuat usulan untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman Havea ini.
Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah
zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh
getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagipula dengan
cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali-kali.Pengetahuan di bidang botani

tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai
botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis Muell Erg. Nama ini diperkenalkan karena
tanaman Hevea yang didapat berasal dari Brazil, tepatnya di daerah Amazon.

Universitas Sumatera Utara

Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi
primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa negara tropis. Pada tahun itu Charles
Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet dengan
belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120-130oC. Dengan cara vulkanisir ini
semakin banyak sifat karet yang dapat diketahui dan dimanfaatkan.
Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang
untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk
mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula
mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan
dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh
Goldrich (Tim Penulis PS, 1999).
Karet alam merupakan suatu rantai hidrokarbon poliisopren yang memiliki rumus
empiris (C5H8) dimana n adalah derajat polimerisasi yang besarnya bervariasi dari satu
rantai kerantai yang lain, hidrokarbon dalam lateks asli berbentuk bulatan-bulatan kecil

yang diameter nya kira-kira 0,5µ ( 5.10-5 cm ) tersuspensi dalam medium berair atau
serum, konsentrasi hidrokarbon sekitar 35% dari berat total dari lateks ini, karet padatan
dapat diperoleh dengan mengeringkan atau dengan pengendapan menggunakan asam.
Perlakuan terakhir menghasilkan karet yang lebih bersih, karena lebih banyak
melepaskan unsur bukan karet dalam serum (Treloar,1958).
Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon
karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan
berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara,
di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan, sehingga sampai sekarang Asia
merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet
mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia
ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia,
namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan
Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi

Universitas Sumatera Utara

beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan
bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.
Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh di berbagai

wilayah di Indonesia. Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman
karet (lateks). Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5. Produk dari penggumpalan
lateks selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan
(kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet.
Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan baku
industri (sheet, crumb rubber, SIR) dan produk turunannya seperti ban, komponen, dan
sebagainya (Habibi, 2009).

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae


Keluarga

: Euphorbiaceae

Genus

: Hevea

Spesies

: Hevea Brasiliensis

Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapi bilamana karet
alam divulkanisasi, yakni dipanasi dengansedikit belerang (sekitar 20%) ia menjadi
bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang
divulkanisasi bersifat “regas” ketika diregang yakni melunak karena rantainya pecahpecah

dan


kusut.

Namun,

karet

yang

tervulkanisasi

jauh

lebih

tahan

renggang.Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan
bahan tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut.

Universitas Sumatera Utara


H3C

H3C

H

n

C=C

C=C

H2C

CH2

CH2
n


H2C

H

a.Cis-1,4 Poliisopren (Karet Alam) b.Trans-1,4 Poliisopren (Guta Perca)

Gambar 2.1. karet alam cis 1,4 poliisopren dan Gutta Percatrans 1,4 poliisopren
Berat molekul karet alam rata-rata 10,000 – 40,000. Molekul-molekul polimer
karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C–C di dalam rantai
berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat
ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai
susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan
yang bersifat elastis.
Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai
mikroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara
terbuka lateks akan segera dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang berasal
dari udara, peralatan, air hujan dan lain-lain. Mikroba akan menguraikan kandungan
protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam-asam yang berantai molekul pendek
sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai 4,5 – 5,5 maka akan
terjadi proses koagulasi.

Sifat-sifat mekanisme karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai
keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang
membedakan karet alam dengan karet benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan
elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem
deres, musim dan keadaan lingkungan kebun (Cowd, M.A,1991).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Lateks

Lateks karet alam secara umum didefinisikan sebagai cairan yang keluar dari pembuluh
lateks bila dilukai. Lateks itu sendiri adalah suatu sel raksasa yang mempunyai banyak
inti sel (multinukleotida). Oleh sebab itu lateks sebenarnya adalah protoplasma. Lateks
sewaktu keluar dari pembuluh lateks adalah dalam keadaan steril, tetapi kemudian
tercemar oleh mikroorganisme dari lingkungannya (Djumarti, 2010).
Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet
yang tersuspensi di dalam suatu media yang banyak mengandung bermacam-macam zat.
Warna lateks adalah putih susu sampai kuning. Lateks sendiri sebenarnya adalah
semacam getah yang dihasilkan oleh tanaman karet (Hevea brasiliensis). Karet
mempunyai sifat kenyal (elastis), sifat kenyal tersebut berhubungan dengan viskositas

atau plastisitas karet. Lateks sendiri membeku pada suhu 32 oF karena terjadi koagulasi
(Goutara,1985).
Lateks atau getah karet terdapat didalam pembuluh-pembuluh lateks yang
letaknya menyebar secara melingkar dibagian luar lapisan kambium.Lateks diperoleh
dengan membuka atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan korteks tanaman
karet dikenal sebagai proses penyadapan. Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi
lateks adalah penyadapan, arah dan sudut kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap,
letak bidang sadap, kedalaman irisan sadap, frekuensi penyadapan dan waktu
penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal dengan nama lateks kebun.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Sifat Fisik dan Kimia Lateks

Karet alam mengandung seratus persen cis1,4 poliisoprena,yang terdiri dari rantai
polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang, seperti terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.1 Komposisi Lateks Segar dari Kebun dan Karet Kering

Komponen


Komponen dalam lateks
kering (%)

Komponen dalam lateks
segar(%)

Karet hidrokarbon

36

92–94

Protein

1,4

2,5-3,5

Karbohidrat


1,6

-

Lipida

2,5 – 3,2

2,5-3,2

lain

0,4

-

Persenyawaan anorganik

0,5

0,1-0,5

Air

58,5

0,3-1,0

Persenyawaan organik

Sumber : (morton, 1987)

2.2.2 Protein

Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0–1,5% (b/v) dan
sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam
serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan
pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel

Universitas Sumatera Utara

karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet dapat dilihat
pada Gambar 2.2. sebagai berikut:
3
-

O

+

+
H H

O-

H+

+

H+
H+

H

1

O-

H+

O+

H
H+

+

H

2
O-

H + H+

O-

Gambar 2.2. Partikel karet dengan lapisan pelindung dan molekul air (Khairina, 2010).
1. Partikel karet
2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif
3. Molekul air
Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai
sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara
partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan (Khairina, 2010).

2.2.3 Karbohidrat
Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa.
Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme,
sebagai akibatnya terbentuk asam lemak.Asam lemak ini menurunkan kemantapan
mekanik dan pH lateks. Jika pH sampai pada titikisoelektrik maka lateks menggumpal.
Untuk menghindarkan aktifitas mikroba biasanya ditambahkan bahan pengawet seperti
amonia, natrium sulfit dan formaldehid (Ompusunggu,M dan Darussamin,A,1989).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Ion-ion logam
Ion-ion logam seperti ca2+ dan Mg2+ yang terdapat di dalam lateks dapat menetralkan
muatan negatif dari partikel karet dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks
serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan
menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu
kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu
kemantapan

serta

kestabilan

sistem

koloid

lateks

(Ompusunggu,M

dan

Darussamin,A,1989).
Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang
berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis
(Rubberines). Namun bahan-bahan itu berbeda sifat dasarnya misalnya kekuatan
tensil,daya ulur maksimum, daya lentur (Resilience) dan terutama pada proses
pengolahannya serta prestasinya sebagai barang jadi. Karet alam merupakan suatu
komoditi homogen yang cukup baik. Kualitas dan produksi karet alam sangat terkenal
dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk karet-karet benang, adapun sifatsifatnya adalah:
− Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil
− Dapat dibentuk dengan panas yang rendah
− Daya tahan karet terhadap benturan, goresan, dan koyakan sangat baik seperti
oksidasi dan ozon
− Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan
kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak, pelumat sintetis dan
cairan hidrolik
− Daya tahan sangat tinggi(Spillane,1989).
Lateks pekat merupakan jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat

Universitas Sumatera Utara

melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau
centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakanuntuk pembuatan bahanbahan karet yang tipis dan bermutu tinggi(Suharto,1978).
2.2.5 Penggumpalanlateks

Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena tidak saling berdekatannya
muatan partikel karet, sehingga adanya intereaksi karet dengan pelindungnya menjadi
hilang. Partikel karet yang sudah bebasakan bergabung membentuk gumpalan.
Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan pH lateks. Penggumpalan karet
didalam lateks kebun (pH±6,8) dapat dilakukan dengan penambahan asam, dengan
menurunkan pH hingga tercapai titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif protein
seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol.
Hubungan antara pH dengan muatan listrik dapat di lihat pada Gambar 2.3 sebagai

Positif (+)
0

Titik isoelektrik
Daerah Stabil
(+)

2

4

6

Negatif (-)

Total Muatan

berikut :

8

9

Daerah Stabil

Daerah Pembekuan

Gambar 2.3. Hubungan pH dengan muatan listrik

Universitas Sumatera Utara

Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun adalah pada pH 4,5–4,8 tergantung
jenis klon. Asam penggumpal yang banyak digunakan adalah asam formiat dengan karet
yang dihasilkan bermutu baik. Penggunaan asam kuat seperti asam sulfat atau nitrat
dapat merusak mutu karet yang digumpalkan. Penambahan bahan-bahan yang dapat
mengikat air seperti alkohol juga dapat menggumpalkan partikel karet, karena ikatan
hidrogen antara alkohol dengan air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan
protein yang melapisi partikel karet, sehingga kestabilan partikel karet didalam lateks
akan terganggu dan akibatnya karet akan menggumpal. Penggunaan alkohol sebagai
penggumpal lateks secarakomersial jarang digunakan.
Panambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan
negatif, sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet
menggumpal. Petani karet sering menggunakan tawas(Al3+) sebagai bahan penggumpal
lateks. Sifat penggumpalan lateks dengan tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi
kadar kotoran dan kadar abu karet. Selain itu semakin tinggi konsentrasi logam dapat
mempercepat oksidasi karet oleh udara menyebabkan terjadi pengusangan karet dan PRI
menjadi rendah.
Proses penggumpalan karet didalam lateks juga dapat terjadi secara alamiah
akibat kegiatan mikroba. Karbohidrat dan protein lateks menjadi sumber energi bagi
pertumbuhan mikroba dan diubah menjadi asam-asam lemak etiris (asam formiat, asam
asetat dan propionat).Semakin tinggi konsentrasi asam, pH lateks akan semakin menurun
dan setelah tercapai titik isoelektrik karet akan menggumpal. Dalam pembuatan lump
mangkok untuk bahan olah SIR-20 atau SIR-10 penggumpalan secara alamiah sering
dilakukan. Lateks dibiarkan menggumpal selama 24 jam, kemudian besok harinya
dipungut. Lump mangkok harus dideres setiap harinya, agar variasi mutu bahan olah
lump tersebut tidak terlalu besar (Shinzo,2015).

Universitas Sumatera Utara

2.2.6 Standart Indonesia Rubber (SIR)

Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Mentri Perindustrian dan Perdagangan
dengan SK No.143/KP /V /69.

Yang berlaku mulai 18 Juni 1969

menetapkan

ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut :

1. SIR adalah karet alam yang dikeluarkan dari daerah-daerah yang termasuk dalam
lingkungan Negara Repoblik Indonesia.
2. SIR yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran (28x6,5)
dalam inci. Bongkahan-bongkahan yang telah dibungkus dengan plastik polyetilen,
tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari 180oC, berat jenis 0,92 dan
bebas dari segala bentuk pelapis (couting). Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan
dalam kantung kertas/krapt 4 ply atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton.
3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara
visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart of
Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book)
4. SIR terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR 20.
Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus disertai dengan
penetapan nilai plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf :
“ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80.
“ M” untuk PRI antara 60 – 79.
“ S ” untuk PRI antara 30 – 59.
Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan
dimasukkan dalam SIR.
5. Warna karet tidak menjadi bagian Dalam spesifikasi teknis.
6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada
Departeman Perdagangan. Departeman Perdagangan akan memberikan tanda
pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang
diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil
produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh kedua balai tersebut untuk
mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi
7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang
dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.
8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing SIR dan
menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen Perdagangan.
Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan dilarang
(Omposunggu,1987).
2.2.7 Karet Alam SIR 20
Karet alam SIR 20 berasal dari koagulan (lateks yang mudah menggumpal) atau hasil
olahan seperti lum, sit angin, getah keping, sisa dan lain-lain, yang diperoleh dari
perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.
Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR 20 yaitu dengan
pemilihan bahan baku yang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa,
dll). Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses pengeringan dilakukan
selama 10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses peremahan, pengemasan
bandela (setiap bandela 33 kg atau 35 kg) dan karet alam SIR 10 siap untuk diekspor
(Ompusunggu, 1987).
2.2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalanlateks
Prakoagulasi terjadi karena kemampuan bagian koloidal yang terkandung dalam
berkurang. Bagian-bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan
membentuk komponen yang berukuran besar. Komponen koloidal yang leih besar ini
akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya pra koagulasi.
Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1) Jenis karet yang ditanam
Perbedaan antara jenis yang ditanam akan menghasilkan lateks yang berbedabeda pula. Otomatis kestabilan dan kemantapan koloidalnya berbeda.
2) Enzim-enzim
Enzim dikenal sebagai biokatalis yang mampu mempercepat berlangsungnya
suatu reaksi walaupun hanya terdapat dalam jumlah kecil. Cara kerjanya adalah
dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan-bahan karet. Akibatnya
kemantapan lateks berkurang dan terjadilah prakoagulan.
3) Mikroorganisme atau jasad-jasad renik
Lateks yang berasal dari pohon karet

yang sehat dan baru disadap dapat

dikatakan steril atau bersih sama sekali dari mikroorganisme. Tetapi pohon yang
baru disadap mudah sekali terinfeksi oleh jasad-jasad renik.
4) Faktor cuaca atau musim
Penyadapan jarang dilakukan untuk mencegah terjadinya koagulasi. Akan tetapi
bila tindak pencegahan prakoagulasi telah dilaksanakan maka penyadapan pada
musim hujan dapat terus dilakukan.
5) Kondisi tanaman
Tanaman karet yang sedang sakit, masih muda atau telah tua bias mempengaruhi
koagulasi. Penyadapan pada tanaman yang belum siap akan menghasilkan lateks
yang kurang mantap dan menggumpal.
6) Air sadah
Adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi asam. Apabila
tercampur kedalam lateks, maka prakoagulasi akan terjadi dengan cepat. Untuk
menjaga jangan sampai air sadah dipakai dalam pengolahan, maka dilakukan
analisa kimia. Derajat kesadahan air yang masihmungkin digunakan adalah 6 oC.

Universitas Sumatera Utara

7) Cara pengangkutan
Sarana transportasi baik jalan atau kendaraan yang buruk akan menambah
frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalanan yang buruk atau angkutan yang
berguncang – guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok –kocok
sehingga mengakibatkan kerusakan kestabilan koloidal.
8) Kotoran atau bahan lain yang tercampur
Prakoagulasi sering terjadi karena tercampur kotoran atau bahan lain yang
mengandung asam atau kapur.
Senyawa-senyawa kimia yang digunakan sebagai bahan anti koagulan adalah :
a) Soda (Natrium karbonat, Na2CO3 )
b) Amoniak (NH4OH)
c) Natrium sulfit (Na2SO3)
Bahan-bahan penggumpalnya :
a) Asam semut (disebut juga asam formiat CHOOH )
Berupa cairan jernih dan tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau
merangsang dan masih bereaksi asam pada pengenceran.
b) Asam Asetat (disebut juga asam cuka CH3COOH )
Berupa cairan yang tidak berwarna dan jernih, berbau merangsangdan
mudah diencerkan dalam air.
Pemakaian bahan anti koagulan harus dibatasi karena pemakaiannya memakan
biaya yang banyak.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Bahan Penggumpal (Koagulan)
1. Asam formiat (asam semut, CHOOH), berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna,
mudah larut dalam air, dan masih bereaksi asam pada pengenceran.berbau tajam, mudah
larut dalam air, alkohol, eter yang titik didihnya 100,5oC dan titik leburnya 8oC. Asam
formiat terdapat dalam badan semut merah, dalam beberapa macam tumbuh-tumbuhan
yang menyebabkan rasa gatal dan dalam jumlah kecil juga terdapat dalam air keringat
manusia (Sanir,I,1997).
Dalam industri asam formiat dibuat dari karbon monoksida dengan uap air yang
dialirkan melalui katalis (oksida-oksida logam pada suhu sekitar 200oC dan tekanan
besar).

Reaksi kimianya yaitu:
Katalis
CO + H2O

HCOOH

Pembuatan dalam industri:
O

120-150oC
NaOH + CO

O

H2SO4

+ Na2SO4

HC

HC
ONa

OH

Gambar: 2.4 Pembuatan asam formiat

Asam formiat digunakan dalam industri lateks untuk menggumpalkan lateks.
2. Asam Asetat (disebut juga asam cuka, CH3COOH), berupa cairan yang jernih dan
tidak

berwarna,

berbau

merangsang,

dan

mudah

di

encerkan

dalam

air

(Setyamidjaja,1993).

Universitas Sumatera Utara

2.4 Mengkudu(Morinda Citrifolia L)
Mengkudu adalah tanaman perdu dengan tinggi mencapai 6 meter. Batang bulat dan
berkulit kasar. Daun bulat telur terletak berselang seling. Helaian daun hijau dan tulang
daun menonjol.bunga berwarna putih dan bergerombol di ketiak daun. Buah bulat
panjang dengan kulit luar tampak benjolan. Bila sudah matang daging buah melunak dan
beraroma khas. Biji kuning kecoklatan dan keras. Tumbuh di dataran rendah sampai
ketinggian 1000 meter. Perbanyakan dengan biji yang sudah tua (Mursito,B.2007).
Mengkudu tergolong tanaman tropis yang Evergreen, yang artinya selalu memiliki
daun sepanjang tahun. Buahnya pun tidak mengenal musim. Mengkudu memiliki nama
latin Morinda Citrifolia. Marga (genus)meliputi sekitar 50 hingga 80 spesies.
Caroluslinnaeus,seorang ahli klasifikasi tanamanmengklasifikasikan mengkudu sebagai
berikut:


Divisi :Spermatophyta (Tumbuhan
berbiji tingkat tinggi karena

berbiji dan berbunga


Sub

divisi

:

Angiospermae

(Tumbuhan berbiji tertutup)


Kelas



Anak kelas:Sympetale (ciri khas

: Dicotyledone

memiliki daun mahkota yang berlekatan
satu sama lain, sehingga dibagian bawah merupakan pipa atau
pembuluh)


Bangsa

: Rubiales



Suku

: Rubiaceae



Genus

: Morinda



Spesies

: Morinda citrifolia L

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Buah mengkudu

Kandungan kimia buah mengkudu yaitu mengandung skopoletin, rutin, polisakarida,
asam askorbat, betakaroten, 1-arginin, proxironin, dan peroxeroninase, iridoid,
asperolusid, iridoid antrakinon, asam lemak, kalsium, vitamin B, asam amino, glikosida
dan glukosa (sjabana dan bhalwan 2002).
Selain itu juga terkandung senyawa-senyawa seperti morindon, rubiadin, dan flavonoid
(Bangun, A.P, 2002). Dapat dilihat komposisi buah mengkudu pada tabel 2.2 sebagai
berikut :
2.2. Tabel komposisi buah mengkudu dalam 100 g
NO

Komponen

Kadar (%)

1

Air

89,10

2

Protein

2,90

3

Lemak

0,60

4

Karbohidrat

2,20

5

Serat

3

6

Abu

1,20

7

Lain-lain

1

Sumber : jones (2000)

Universitas Sumatera Utara

Asam askorbat yang ada didalam buah mengkudu adalah sumber vitamin C yang
luar biasa. Vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang hebat. Antioksidan
bermanfaat untuk menetralisir radikal bebas (partikel-partikel berbahaya yang terbentuk
sebagai hasil samping metabolisme, yang dapat merusak materi genetik dan merusak
sistem kekebalan tubuh). Asam kaproat , asam kaprilat dan asam kaprik termasuk
golongan asam lemak. Asam kaproat dan asam kaprik inilah yang menyebabkan bau
busuk yang tajam pada buah mengkudu. Selenium adalah salah satu contoh mineral yang
bayak terdapat pada mengkudu (waha,M.G.STP, 2010).
Komposisi kimia buah mengkudu mengandung senyawa metabolit skunder dan juga
beragam seperti vitamin A, C , niasin, tiamin dan riboflavin, serta mineral seperti zat
besi, kalsium, natrium dan kalium. Beberapa senyawa fitokimia dalam buah mengkudu
adalah terpen, acubin, alizarin, zat zat antrikuinon, asam askorbat, asam kaproat, asam
kaprilat, zat-zat skopoletin dan alkaloid (pohan dan antara 2001).

2.5 Nenas(AnenasComosus L Merr)

Nenas (Anenas comosus L merr)dalam dunia tumbuhan termasuk kedalam
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae,
Kelas

: Monokotiledoneae,

Ordo

: Farinoseae,

Family

: Bromeliaceae,

Genus

: Anenasdan

Spesies

: Anenas comusus L merr

(Mulharjo, 1984).
Nenas merupakan tanaman tahunan yang secara keseluruhan batang yang pendek,
daun nenas menempel pada tangkai buah dan batang dengan panjang berkisar 60 cm

Universitas Sumatera Utara

sampai 120 cm. buah yang dihasilkan dari tanaman nenas berbentuk silidris dengan
bobot berkisar antara 0,5 kg sampai 3,0 kg panjang buah nenas berkisar antara 10 cm
sampai 14 cm dengan lingkaran buah antara 30 cm sampai 36 cm.

Gambar 2.6 Buah nenas

Terdapat beberapa macam jenis nenas yaitu:
1.

Cayenne
Buah nenas jenis ini memiliki mata tidak berduri, buahnya berwarna hijau
kekuningan dan rasanya agak asam, baik untuk dikalengkan karena memiliki serat
kasar, sehingga tidak mudah hancur. Bobot buah ini berkisar antara 0,75 sampai 1,5
kg per buah (winjadi,1988).

2.

Red spanish
Nenas jenis ini memiliki ketahanan terhadap penyakit dan berumur panjang,
memiliki bobot antara 0,9 sampai 1,8 kg perbuah. Daging buah berwarna putih kulit
buah kuat dan kompak sehingga cocok dikirim ketempat yang jauh dengan
pengapalan dalam bentuk segar pada saat matang nenas berwarna kemerahmerahan, kuning dan jingga (Pantastico, 1986).

3.

Queen
Queen adalah varietas yang paling tua dengan bobot berkisar antara 0,9 sampai
1,3 kg perbuah. Buah ini memiliki warna kulit buah kuning tua keemasan dan

Universitas Sumatera Utara

daging buah kuning. Varietas queen yang paling terkenal adalah nenas Bogor, nenas
Palembang dan nenas Kediri.

Menurut wijana dkk (1991) kulit nenas mengandung 81,72 % air, 20,87 % serat kasar,
17,53 % karbohidrat, 4,41 % protein, 0,02 % lemak, 0,48 % abu, 1,66 % serat basah dan
13,65 % gula reduksi.Asam organik utama yang terdapat dalam buah nenas adalah asam
sitrat, yang merupakan asam tidak menguap yang terbanyak dalam buah nenas. Selain
asam sitrat juga terdapat asam malat dan asam oksalat. Vitamin yang terdapat dalam
buah nenas adalah vitamin C yang besarnya dipengaruhi oleh tingkat kematangan bagian
daging buah dan varietas. Pigmen yang terdapat dalam buah nenas adalah karoten dan
xantrofil yang keduanya berperan dalam memberikan warna buah.kandungan pigmen
karoten dalam buah nenas lebih besar dibandingkan dengan pigmen xantrofil (Dull,
1971).

2.6 pH Meter
pH meter terdiri dari beberapa bagian yaitu sensor pH yang berfungsi sebagai pendeteksi
keasaman dan kebasaan, serta transmitasi sebagai alat yang menampilkan hasil dari
pendeteksian sensor tersebut supaya dapat dilihat atau dibaca berapa nilai keasaman dan
kebasaan suatu larutan atau padatan yang akan dideteksi.Selain lakmus,pengukuran pH
dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip
elektrolit/konduktivitas suatu larutan (Kholilah, 2008).
Cara kerja pH meter ini adalah dengan cara mencelupkan pendeteksi dari pH
meter kedalam larutan yang akan diukur (kira-kira kedalaman 5cm) dan secara otomatis
alat bekerja mengukur.pH meter memiliki ketelitian yang lebih baik yaitu memiliki
sensitivitas 0,01 pH. Meskipun demikian, pH meter masih mempunyai kekurangan,

Universitas Sumatera Utara

yaitu perubahan yang lambat dan berosilasi, yang merupakan masalah penting dalam
menentukan skala yang valid (Hatta, 2012).

2.7 Kadar Karet Kering (%KKK)
Menurut Purbaya, (2011) Kadar karet kering adalah kandungan padatan karet per satuan
berat (%). Umumnya lateks kebun hasil penyadapan mempunyai kadar kering karet
(KKK) 20–35%. Berdasarkan Maspanger (2005) kualitas karet dinilai dari KKK, yakni
mutu 1 dengan kadar kering minimal 28% dan mutu II dengan kadar kering di bawah
28%. Menurut Rivai (1994) metode yang paling sederhana untuk menentukan
KKK,yakni metode gravimetri. Hubungan KKK diperoleh berdasarkan persamaan
sebagai berikut:

KKK =

x 100%

(2.1)

Latekskebunmempunyaikadar karet kering (KKK) 30%-40% dan bersifat netral
dengan pH 7,0 - 7,2. Variasi KKK dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
umur tanaman, musim dan tenggang waktu setelah penyadapan.Tanamankaret yang
lebih tua biasanya menghasilkan lateks dengan KKK yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman muda. Pada musim hujan lateks cenderung lebih encer.

Universitas Sumatera Utara

2.8. Plasticity Retention Index (% PRI)

Platicity Retention Index adalah nilai dari sifat plastisitas (keliatan/ kekenyalan) karet
yang mentah yang masih tersimpan bila karet dipanaskan selama 30 menit pada
temperatur 140 oC.Nilai Plasticity Retention Index adalah persentase plasisitas karet
setelah dipanaskan dibandingkan plastisitas sebelum dipanaskan yang ditentukan dengan
alat Plastimeter Wallace, dengan persamaan:

PRI =

x 100%

(2.2)

dimana : Pa = Plastisitas karet sesudah dipanaskan selama 30 menit (setelah
pengusangan).
Po = Plastisitas karet sebelum dipanaskan (sebelum pengusangan).
(Kartowardoyo. 1980)

Tujuan pengujian PRI dilakukan untuk mengukur degrandasi atau penurunan ketahanan
karet mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi, nilai PRI yang tinggi (lebih dari 80%)
menunjukan bahwa nilai ketahanan karet terhadap oksidasi adalah besar. Oksidasi karet
oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan berakhir dengan
pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai polimer semakin
pendek.
Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah.
Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah menjadi
lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan
vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat bahan jadi karet.

Universitas Sumatera Utara

Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan
dan proses pengolahan crumb rubber. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan
karena terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
oksidasi pada karet antara lain adalah:
a. Sinar Matahari
Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya
oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung oleh
sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan
koagulum.

b. Pengenceran lateks dan Koagulum (penggumpalan)
Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman
dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang
melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat nonkaret didalam
lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti oksidasi dan
dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan barang jadi karet
yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet.
c. Zat-zat pro-oksidasi (tembaga atau mangan)
Kandungan ion-ion logam seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar
abu didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga
(Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion merupakan
katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas
konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan
mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah.
d. Pengering karet

Universitas Sumatera Utara

Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet
dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127oC, dengan
waktu pengeringan 2 - 4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan.
Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam
lateks kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi
pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet menjadi
melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas karet Po karet, maka
akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun(Kartowiryo, S. 1970).

e. Nilai Po
Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradasi
akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman dalam air, penggunaan formalin
sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat
menyebabkan penurunan nilai Po.
Nilai Po rendah juga bisa disebabkan oleh pengeringan pada suhu terlalu tinggi
(lebih dari 130oC) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang
matang. Pemeraman dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai
peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.
Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku, yaitu lateks
kebun. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahan
karet terhadap pengusangan (PRI). Lateks kebun dari klon yang berbeda memiliki nilai
Po atau viskositas yang mungkin berbeda sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian
pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Mutu Crumb Rubber dan penyebabnya
Cacat mutu
Vm tinggi

Po rendah

Ash tinggi

Kadar kotoran
tinggi atau bervariasi

PRI rendah

Faktor penyebab


Koagulum asal lateks beraroma tinggi



Ukuran remah besar



Suhu rendah



Remahan menggumpal



Blending kurang baik



Proporsi karet lunak terlalu tinggi



Suhu terlalu tinggi



Drying terlalu lama



Bahan olah mutu rendah



Tercampur tanah liat



Burner kurang baik



Blending kurang sepurna



Pre- cleaning tidak efektif



Bahan olah kualitas rendah



Air pencuci kotor



Jumlah pass di kreper kurang banyak



Maturasi terlalu lama



Bahan olah mutu rendah



Karet teroksidasi atau terlalu lama
terkena cahaya



Suhu drying tinggi, lambat

(Kartowiryo,S.1997)

Universitas Sumatera Utara

2.9 Uji TGA (Thermal Gravimetric Analysis)

Thermogravimetri analysis (TGA) merupakan metode ekseperimental yang mengukur
berat dari sampel dengan fungsi suhu atau waktu. Sampel dipanaskan dengan laju
pemanasan yang konstan (pengukuran dinamis) atau ditahan pada suhu konstan
(pengukuran isotermal), dan juga dapat diukur dalam keadaan program suhu non-linier
seperti yang digunakan dalam pengukuran TGA sampel terkontrol (SCTA). Pemilihan
suhu program tergantung kepada informasi yang akan digunakan dari sampel. Sebagai
tambahan, keadaan atmosfer yang digunakan pada percobaan TGA mengambil peran
yang penting. Perubahan keadaan atmosfer dapat dilakukan pada saat pengukuran.
Hasil dari pengukuran TGA biasanya ditampilkan sebagai kurva TGA yang
memplotkan massa atau persen terhadap suhu dan atau waktu. Tampilan alternatif
yang dapat digunakan adalah kurva turunan pertama dari TGA terhadap suhu atau
waktu. Kurva ini menunjukan laju perubahan massa dan dikenal sebagai turunan
termogravimetri atau kurva DTG (Bottom,2008).

Universitas Sumatera Utara