Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Batu Bara Chapter III IV

BAB III
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN GENDER PADA
BIDANG TENAGA KERJA, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN DI
KABUPATEN BATU BARA

Bab tiga berisi penjelasan mengenai hasil data yang diperoleh di lapangan
dan memperlihatkan hasil analisis dari data yang diperoleh dengan menggunakan
teori gender, kebijakan publik dan implementasi kebijakan publik. Untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan maka telah dilakukan wawancara dengan
Kepala Dinas, Kepala Badan, ataupun mereka yang mewakili dan mumpuni dalam
memberikan data yang berkaitan dengan kebijakan pengarusutamaan gender di
Kabupaten Batu Bara, diantaranya, Bapak H. Sailan Nasution selaku Pelaksana
Tugas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara, Bapak Drs. Darwis, M.Si.
selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara, Bapak Parlindungan
Gultom selaku Kepala Tata Usaha Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara, Ibu
Darmawati, S.Pd. selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Kabupaten
Batu Bara yang menjabat sejak tahun 2012, Bapak Rubi Siboro selaku Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Batu Bara, dan Bapak Amat
Mukhtas selaku Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Batu Bara.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah pada penelitian ini,
maka yang akan menjadi output dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan


Universitas Sumatera Utara

Kebijakan Pengarusutamaan Gender Pada Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan, dan
Kesehatan, dan Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender
Terhadap Perempuan Pada Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan Dan Kesehatan di
Kabupaten Batu Bara. Sehingga secara umum bab tiga berisi mengenai upaya
pemerintah daerah Kabupaten Batu Bara dalam melaksanakan kebijakan
pengarusutamaan gender pada bidang tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan.
Selain itu berisi mengenai hasil dan capaian daripada pengimplementasian
kebijakan pengarusutamaan gender sehingga mampu dirasakan bagi perempuan di
Kabupaten Batu Bara.

3.1.

Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender Pada Bidang
Tenaga Kerja, Pendidikan Dan Kesehatan

Pelaksanaan kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) akan dijelaskan
dalam penelitian ini dengan tujuan agar dapat mengetahui proses dalam

merancang program-program responsif gender, sehingga nantinya dapat diketahui
apakah Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Batu Bara benar-benar melaksanakan/menerapkan kebijakan pengarusutamaan
gender sesuai Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Adapun upaya-upaya apa
saja yang dilakukan dinas tersebut sebagai bentuk telah diterapkannya kebijakan
pengarusutamaan gender.

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan mengenai kebijakan pengarusutamaan gender tertuang dalam
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di Buku II yang berisi:
“Pengarusutamaan gender sebagai strategi mengintegrasikan perspektif
gender dalam pembangunan. Pengintegrasian perspektif gender dimulai
dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan
dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.
Pengarusutamaan gender ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender
dalam pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi
seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan
gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara penduduk

laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses pembangunan,
serta mendapatkan manfaat dari kebijakan dan program pembangunan.”33

Melalui pembangunan yang mengintegrasikan perspektif gender tentunya
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun
perempuan. Dengan memberikan akses yang memadai, adil dan setara,
menjadikan laki-laki dan perempuan ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan
memanfaatkan hasil-hasil pembangunan tersebut, serta turut mempunyai andil
dalam proses pengendalian/kontrol pembangunan.
Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132
tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
Dalam Pembangunan di Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67
Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di
Daerah, juga menginstruksikan kepada semua unit pemerintah di bawah
                                                            
 Buku II RPJMN 2015-2019. Hlm 09

Universitas Sumatera Utara


koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk mengintegrasikan
pengarusutamaan gender ke dalam perencanaan dan penganggaran responsif
gender (PPRG). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap daerah baik di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota perlu memiliki peraturan daerah atau
program-program yang responsive gender.34
Untuk mengawali pelaksanaan PPRG di daerah, pada tahun 2013 telah
dibentuk Sekretariat Bersama Nasional PPRG Daerah di bawah koordinasi
Kementerian Dalam Negeri serta telah disahkan Permendagri No. 67 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman
Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah dan Permendagri No. 27
Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana
Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2015. Di samping itu, telah disusun pedoman
pelaksanaan PPRG di berbagai bidang pembangunan di pusat dan daerah, seperti
bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, perdagangan, perindustrian, ilmu
pengetahun dan teknologi, kelautan dan perikanan, dan infrastruktur.35 Bahkan
pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara juga mengeluarkan Surat Keputusan
Gubernur Sumatera Utara No. 188.44/778/KPTS/2013 tentang Pembentukan
Sekretariat Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender, yang mana
                                                            


34Penyusunan

Rencana

Aksi

Daerah

Pengarusutamaan

Gender

Kabupaten

Kendal.

http://bappeda.kendalkab.go.id/component/content/article/29-pemsosbud/83-penyusunan-rencana-aksidaerah-pengarusutamaan-gender-kabupaten-kendal.pdf. Diakses pada tanggal 21 April 2015, pukul 10.23
WIB.




 Indra Kertati. 2015. Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Kota Semarang. Riptek Vol. 9,
No. 1, Tahun 2015, Hal. 33 – 48. Hlm. 9. 

Universitas Sumatera Utara

sekretariat ini bertugas meneliti kepastian pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
dalam Rencana Kerja Anggaran SKPD dan menetapkan program utama untuk
dimasukkan pada awal penerapan PPRG. Sekretariat ini akan melakukan pelatihan
analisis gender dan menyusun lembar Anggaran Responsif Gender sampai ke
tingkat pemerintah daerah/kabupaten.36
PPRG merupakan langkah strategis untuk mencapai tujuan dari
pengarusutamaan gender. Melalui PPRG, pencapaian kesetaraan dan keadilan
gender akan semakin dekat untuk diwujudkan. Terdapat beberapa alat yang
digunakan dalam menyusun PPRG, yaitu

teknik analisis gender Harvard,

Mozard, Strength- Weak- Oppotunities- Threat (SWOT), Gender Analisis
Pathway (GAP) dan Problem Based Approach (PROBA). Dari kelima alat ini,

yang diamanatkan oleh Permendagri No. 67 Tahun 2011 adalah GAP. GAP
adalah alat analisis yang bersifat evaluatif. Alat ini digunakan pada kegiatan yang
telah tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) atau Dokumen
Pelaksanaan Angaran (DPA).37 Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara sendiri
belum pernah melakukan uji coba GAP ini, sehingga penggunaan PPRG sebagai
bagian dari strategi PUG belum dapat dikatakan berhasil dalam mengurai isu
gender yang ada di Kabupaten Batu Bara, terutama pada bidang tenaga kerja,
pendidikan dan kesehatan. Seperti yang dikutip dari wawancara dengan Ibu
Darmawati:
                                                            

  Sumatera Utara Sukses Dapatkan Penghargaan di Bidang Gender. http://satkermccbappenas.blogspot.co.id/2014/05/sumatera-utara-sukses-dapatkan.html.
Diakses pada tanggal 07
september 2016, pukul 17:36.
 Indra Kertati. Ibid,. hlm. 13. 

Universitas Sumatera Utara

“Untuk GAP, Kita sebenarnya belum sampai tahap itu, instruksi dari Kita
memang ada, tapi baru akan dimulai beberapa bulan kedepan, dan itu juga

masih tahap pelatihan. Pelatihannya untuk setiap bagian program, lalu
akan Kita panggil BPP yang di Medan yaitu Ibu Maryamah selaku Biro
Pemberdayaan Perempuan di Medan, beliau akan diundang untuk
melakukan pelatihan kepada Kami, seperti mengenai GAP ini atau
Anggaran Responsif Gender ini, dan pelatihan lain seputar PUG. Mungkin
setelah dilakukannya pelatihan itu, barulah Kami bisa menghimbau untuk
membuat GAP-nya. Sekarang ini untuk pengarusutamaan gender di Kita
masih memasuk-masukkan programnya saja dan tidak semua kegiatan bisa
dimasukkan pengarusutamaan gender itu. Program kesetaraan gender juga
masih tahap peningkatan disini.”38

Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah, terdapat Pasal
4 Permendagri yang mengamanatkan; (1) Pemerintah daerah berkewajiban
menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD,
Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. (2)  Penyusunan kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan responsif gender sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui analisis gender. Maka dari itu Kabupaten Batu
Bara berkewajiban menyusun kebijakan program, dan kegiatan pembangunan

responsif gender, yang mana dalam hal ini dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD. Berikut data beserta
anggaran seputar gender dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara Tahun 2014 –
2019:
                                                            

  Data berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Darmawati selaku Kepala Badan Pemberdayan Perempuan
Kabupaten Batu Bara pada tanggal 1 Maret 2016, pukul 14.00 – 15.30 WIB, bertempat di Kantor Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Kabupaten Batu Bara 

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Batu Bara Tahun 2014 - 2019

No.

Program
Prioritas
Pembangunan


Target Capaian Setiap Tahun

….

…….

Target

Rp

Target

Rp

Target

Rp

Target


Rp

Target

Rp

Target

Rp

6.

Prog.
Keserasian
Kebijakan
Peningkatan
Kualitas Anak
& Perempuan

90%

90.000.0
00

92%

117.000.
000

94%

140.400.
000

98%

168.480.
000

98%

185.328.
000

98%

701.208.
004

7.

Prog. KB

95%

314.200.
000

96%

408.460.
000

97%

490.152.
000

98%

588.182.
400

99%

647.000.
640

99%

2.447.99
5.044

8.

Prog.
Penguatan
Kelembagaan
PUG dan
Anak

81%

76.000.0
00

85%

98.800.0
00

89%

118.560.
000

93%

142.272.
000

97%

156.499.
200

97%

592.131.
204

9.

Prog.
Kesehatan
Reproduksi
Remaja

89%

75.000.0
00

91%

97.500.0
00

93%

117.000.
000

95%

140.000.
000

97%

154.400.
000

97%

584.340.
004

10.

Prog.
Peningkatan
Kualitas
Hidup &
Perlindungan
Perempuan

84%

40.000.0
00

87%

52.000.0
00

90%

62.400.0
00

93%

74.880.0
00

96%

82.368.0
00

96%

311.648.
004

11.

Prog.
Pelayanan
Kontrasepsi

91%

160.000.
000

93%

208.000.
000

95%

249.600.
000

97%

244.520.
000

99%

329.472.
000

99%

1.246.59
2.004

12.

Prog.
Peningkatan
Peran Serta &
Kesetaraan
Jender Dalam
Pembangunan

83%

220.000.
000

87%

286.000.
000

91%

343.200.
000

95%

411.840.
000

99%

453.024.
000

99%

1.714.06
4.004

2014

2015

2016

2017

Kondisi Akhir
RPJMD/Periode
Renstra SKPD

2018

Universitas Sumatera Utara

13.

Prog.
Pembina
Peran Serta
Masy. Dalam
Pelayanan
KB/KR yg
Mandiri

95%

55.008.0
00

96%

71.510.4
00

97%

85.812.4
80

98%

102.974.
976

99%

113.272.
474

99%

428.578.
334

14.

Prog.
Pengembanga
n Model
Operasional
BKBPosyanduPadu

79%

125.000.
000

84%

162.500.
000

89%

195.000.
000

94%

234.500.
000

99%

257.400.
000

99%

973.900.
004

15.

Prog. Dana
Alokasi
Khusus
Bidang KB

917.605.
200

1.192.88
6.760

1.431.46
4.112

1.717.75
6.934

1.889.53
2.628

Sumber: Bappeda Kabupaten Batu Bara
Adapun SKPD penanggung jawab atas program ini adalah Badan
Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (BP2KB). Pada Tabel
3.1. diatas menunjukkan bahwa program-program pembangunan yang ditangani
oleh BP2KB adalah program tentang anak, keluarga berencana, dan gender yang
tentunya juga sangat melekat bagi perempuan. Anggaran responsif gender untuk
bidang tenaga kerja dan pendidikan tidak lah ada, tetapi anggaran untuk bidang
kesehatan cukup banyak, seperti Program Keluarga Berencana dengan anggran
Rp. 2.447.995.044,- Program Kesehatan Reproduksi Remaja dengan anggaran Rp.
584.340.004,-

Program

Pelayanan

Kontrasepsi

dengan

anggaran

Rp.

1.246.592.004,- Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan
KB/KR

yang

mandiri

dengan

anggaran

Rp.

428.578.334,-

Program

pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU dengan anggaran Rp.

Universitas Sumatera Utara

7.149.24
5.634

973.900.004,- Dan Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Keluarga
Berencana dengan anggaran Rp. 7.149.245.634,Program prioritas pembangunan mengenai kesetaraan gender yang
tertuang dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara masih dalam tahap peningkatan
atau penguatan program, dalam pelaksanaannya juga memakan anggaran yang
tidak sedikit. Seperti pada program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas
Anak dan Perempuan dengan anggaran Rp. 701.208.004,- dan target capaian 98%,
program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak dengan
anggaran sebanyak Rp. 592.131.204,- di akhir periode RPJMD dengan target
97%. Selain itu ada juga program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan
Perempuan dengan anggaran sebanyak Rp. 311.648.004,- dan target capaian 96%,
dan program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Jender dalam Pembangunan
dengan angaran sebanyak Rp. 1.714.064.004,- dan target capaian 99%.
Program-program tersebut adalah program yang mendukung kebijakan
pengarusutamaan gender, meskipun Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak
hanya memiliki program ini namun upaya lebih untuk menggiatkan kebijakan
pengarusutamaan gender tetap dilakukan.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Darmawati, alur pembuatan dan
pengajuan program pengarusutamaan gender oleh Badan Pemberdayaan
Perempuan pertama kali adalah dengan membuat program-programnya terlebih
dahulu dimana setiap bidang di BP2KB dikumpulkan bersama dengan kepala

Universitas Sumatera Utara

badan dan kepala masing-masing bagian program. Setelah membahas dan
menetapkan program, maka akan diusulkan ke Bappeda. Oleh Bappeda, program
yang diusulkan akan ditinjau kembali. Biasanya program-program mengenai
pengarusutamaan gender banyak yang gugur ditahap ini, tetapi jika ada program
yang memenuhi syarat dan benar-benar penting maka Bappeda akan
mengajukannya ke DPRD. Dikatakan pula oleh Ibu Darmawanti, setiap program
memiliki jangka waktu, apabila pada periode pertama program itu berhasil maka
dapat diajukan lagi. Untuk masa sekarang, Badan Pemberdayaan Perempuan
memang sedang gencar-gencarnya membuat program pengarusutamaan gender,
namun program Kota Layak Anak adalah program yang tengah menjadi isu
hangat di Kabupaten Batu Bara.
Dalam menyusun program ataupun kebijakan, adapun pihak-pihak yang
terlibat adalah seperti pada kutipan wawancara berikut:
“Ada kepala badan, kepala bidang, sama bagian program. Masyarakat
umum hanya dilibatkan ketika reses dan musrembang, Kita meminta
masukan dan pendapat mereka baru Kita tuangkan keprogram Kita. Tapi
selama ini belum ada sepertinya usulan yang datang itu tentang PUG”

Ibu Darmawati menambahkan:

“Kita kan punya gugus tugas jadi Bappeda itu yang paling atas, Kepala
Kita sekretariatnya, jadi SKPD yang lain itu terlibat, seperti Dinas
Pendidikan, DinSos, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas Kesehatan. Kita
hanya melakukan koordinasi atau kerjasama dengan mereka. Untuk
masalah anggaran, kebanyakan belum sampai membahas itu, karena
program Kita juga ya masih sebatas sosialisasi saja, dan dana yang

Universitas Sumatera Utara

terpakai tidak besar. Lagipula dana untuk PUG ini dari pemerintah paspasan.”39

Seputar anggaran pengarusutamaan gender, dalam membahas anggaran
Komisi C DPRD Kabupaten Batu Bara mengikuti mekanisme kelengkapan yang
disebut dengan badan anggaran yang dibentuk pada sidang paripurna. Banggar
akan membahas permasalahan dengan badan anggaran eksekutif dan badan
anggaran legislatif. Banggar eksekutif terdiri dari Satuan Kelengakapan Kerja
Daerah atau SKPD, sedangkan badan anggaran legislatif adalah DPRD. Dalam hal
ini SKPD lah yang memilki anggaran menyangkut masalah gender, seperti
BP2KB. Dimana usulan-usulan program dari BP2KB kepada DPRD akan dibahas
secara bersama-sama. Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Batu Bara mengatakan:
“Jadi Kita memberikan itukan dukungan atau tidak, kembali lagi kalau
Saya sih berapa anggaran untuk BP2KB itu menjadi pertanyaan, seberapa
penting anggaran itu dikeluarkan untuk perempuan. Kalau memang
penting ya Kita setujui, atau mungkin masalah-masalah perempuan itu
muncul atau sumbernya dari Kita. kalau Kita ini adalah masalah yang
muncul ditengah-tengah masyarakat masalah gender, masalah
pemberdayaan perempuan misalkan, untuk petani, nelayan, bagaimana
ibu-ibu punya usaha yang bisa diberdayakan untuk tingkatkan ekonomi, ya
ini berkaitan dengan bidang kesejahteraan sosial, koperasi, pelaku
ekonomi kecil. Maka Kita sangat mendukung apabila pihak eksekutif
memiliki program-program PP untuk meningkatkan perekonomian
keluarga. Jadi itukan berkaitan juga dengan tenaga kerja, berkaitan juga
nantinya dengan kesehatan, dan pendidikan. Karena perempuan itu ada di
lini ini.”40
                                                            

  Data berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Darmawati selaku Kepala Badan Pemberdayan Perempuan
Kabupaten Batu Bara pada tanggal 1 Maret 2016, pukul 14.00 – 15.30 WIB, bertempat di Kantor Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Kabupaten Batu Bara. 
  Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ali Mumthaz selaku Ketua Komisi C DPRD Kabupaten
Batu Bar pada tanggal 20 April 2016, pukul 11.00 – 13.00 WIB, bertempat di Kantor Komisi C DPRD
Kabupaten Batu Bara. 

Universitas Sumatera Utara

Dalam membahas seputar anggaran terlebih anggaran seputar gender, ialah
tergantung dari SKPD mana yang mengajukan program tersebut untuk dibahas.
Disinilah eksekutif dan legislatif akan bermitra untuk membahasnya. Untuk
pemberdayaan perempuan di Kabupaten Batu Bara masih berbentuk Kepala
Badan, Bapak Ali Mumthaz selaku Ketua Komisi C mengatakan sejauh ini
anggaran yang ada di BP2KB terpakai untuk sosialisasi dan menghadiri
pertemuan seputar gender dan anak di kota atau daerah lain. Disamping DPRD
prokatif terhadap program-program yang diajukan Badan Pemberdayaan
Perempuan, DPRD juga menunggu program yang datang dari eksekutif lain bila
mana dari pihak eksekutif memiliki program untuk peningkatan potensi
pemberdayaan perempuan. Namun sejauh ini belum ada dan apabila ada maka
DPRD akan melindungi dan membantu.
Dari hasil wawancara dengan Ibu Darmawati, adapun program yang bisa
diakses oleh laki-laki dan perempuan di Kabupaten Batu Bara diantaranya
program KB, program Human Trafficking, program KDRT, dan UMKM atau unit
koperasi. Selain itu, Ibu Darmawati juga menambahkan ada program-program
yang baru dilaksanakan tahun ini diantaranya program tentang ibu-ibu lanjut usia
dimana Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak memberi bantuan kepada
mereka berupa pelatihan agar lebih mandiri dan dapat menghasilkan uang.
Terdapat juga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak, yang apabila terjadi masalah dengan perempuan dan anak

Universitas Sumatera Utara

atau terjadi KDRT atau Human Trafficking akan ada bantuan hukum bagi mereka,
untuk kasus tertentu juga diberikan terapi bagi yang mengalami trauma psikis.
Terkait upaya, adapun harapan Ibu Darmawati selaku Kepala Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak mengenai kebijakan pengarusutamaan
gender ini, yaitu:
“Harapan Kita supaya perempuan dan laki-laki di Kabupaten Batu
Bara memiliki hak yang sama. Karena dengan banyaknya faktor-faktor
kesenjangan di Batu Bara ini tentu membuat kebijakan atau program
PUG sangat dibutuhkan. Khususnya untuk perempuan, karena adik
sendiri lebih meneliti kepada perempuan, Saya berharap dinas-dinas
terkait yang adik teliti itu lebih banyak lagi membuka peluang bagi
wanita. Selain itu Saya selaku Kepala Bidang Pemberdayaan
Perempuan ya tentunya ingin program PUG bertambah, dan jika sudah
ada berjalan dengan baik. Anggarannya juga mendukung. Karena
untuk Kabupaten Kita ini masih belum terbuka wawasannya tentang
kesetaraan gender, makanya terkesan lambat kegiatan-kegiatannya.
Kegiatan juga masih sosialisasi, seperti perlindungan anak, human
trafficking, para lansia, dan payung hukum bagi anak dan korban
KDRT. Karena sudah banyak juga kejadian, cuman karena perempuan
di Batu Bara ini masih tabu, jadi tidak melapor, bahkan mereka malu
karena menganggap aib. Dan mohon maaf sekali untuk anggaran Saya
tidak bisa menyebutkan, namanya Saya juga ada atasan ya. Gimanalah,
anggaran ini sensitif. Kebetulan minggu ini Kami di BPP akan ke Bali,
tujuannya untuk melihat kegiatan Kota Layak Anak yang diharapkan
dapat diimplementasikan disini, dan hal ini masih dibahas.”41

Selanjutnya dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara 2014 - 2019 untuk
Program Penguatan Pembangunan Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kesehatan dan
Dinas

Pendidikan

pengarusutamaan

tidak

ada

gender.

menyebutkan

Oleh

program

karenanya

khusus

pelaksanaan

mengenai
kebijakan

                                                            

 Data berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Darmawati selaku Kepala Badan Pemberdayan Perempuan
Kabupaten Batu Bara pada tanggal 1 Maret 2016, pukul 14.00 – 15.30 WIB, bertempat di Kantor Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Kabupaten Batu Bara. 

Universitas Sumatera Utara

pengarusutamaan gender pada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas
kesehatan hanya memasukkan atau menerapkan kebijakan pengarusutamaan
gender secara implisit. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaksana tugas
dinas tenaga kerja, kepala dinas pendidikan dan kepala tata usaha dinas kesehatan,
secara tidak sengaja mereka menjawab dengan jawaban yang sama bahwa
kebijakan pengarusutamaan gender itu tidak pun dibuat secara khusus, tetapi
sudah dibahas dan diterapkan sejak lama. Pernyataan ini diperkuat oleh Bapak
Sailan selaku Pelaksana Tugas Dinas Tenaga Kerja:
“…kalau Disnaker berbarengan dengan instansi terkait sudah sejak dulu
membahas dan melaksanakan PUG ini, bahkan Kami yang berbuat terlebih
dahulu kalau masalah gender ini. Meskipun belum ada kebijakan secara
tertulis yang khusus membahas masalah gender di tenaga kerja, tapi kan
dari dulu sudah ada upaya dari Disnaker agar perempuan dan laki-laki
mendapatkan pekerjaan yang adil. Saya kira seperti itu.”42

Bapak Darwis selaku Kepala Dinas Pendidikan menambahkan:
“Pelaksanaannya berjalan secara natural saja. Tanpa harus Kita utamakan
gender itu, memang tidak utama, dan bahkan berlebih. Dalam pendidikan
bisa Saya katakan sangat berlebih perempuannya, di kantor ini saja lebih
banyak pegawai perempuan yang bekerja.”43

Bapak Parlindungan Gultom selaku Kepala Tata Usaha Dinas Kesehatan juga
menambahkan:
                                                            

  Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H. Sailan Nasution selaku Plt. Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Batu Bara pada tanggal 8 Maret 2016, pukul 10.00 – 12.00 WIB, bertempat di Kantor Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara. 
  Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Darwis, S. Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Batu Bara pada tanggal 2 Maret 2016, pukul 08.30 – 10.00 WIB, bertempat di Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Batu Bara. 

Universitas Sumatera Utara

“…harus butuh dana untuk kegiatan secara resmi, kecuali ada kegiatan
tidak resmi, seperti secara individu Kita ngomgong-ngomong sama
masyarakat, Kita sampaikan secara langsung kegiatan-kegiatan yang ada
pengarusutamaan gendernya, seperti pembagian kelambu untuk ibu hamil
dan menyusui, program KB untuk para bapak, dan lain-lain. Kalau untuk
melaksanakan program atau kegiatan ini kan tidak ada program khusus
dari dinas kesehatan tentang gender itu, jadi ya diterapkan secara implisit
saja.”44

Meskipun belum ada program pengarusutamaan gender yang dibentuk
oleh dinas tersebut, tetapi bukan berarti kegiatan-kegiatan responsif gender yang
selama ini disosialisasikan oleh BP2KB tidak dibahas. Penerapan kebijakan
pengarusutamaan gender untuk bidang tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan di
Kabupaten Batu Bara dianggap masih membutuhkan kajian yang lebih dalam,
sebab dari unsur sumber daya manusia baik implementatornya maupun
masyarakatnya belum mumpuni dalam menyerap informasi yang menjadikan
gender sebagai pokok pembahasan dan menjadikan perempuan sebagai unsur
pembangunan.45 Oleh karenanya Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan dan
Dinas Kesehatan melakukan beberapa kegiatan sebagai upaya untuk membangun
dan menyetarakan perempuan di Kabupaten Batu Bara.
3.1.1. Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Dinas Tenaga
Kerja

                                                            

  Data berdsarkan hasil wawancara dengan Bapak Parlindungan Gultom selaku Kepala Tata Usaha Dinas
Kesehatan Kaupaten Batu Bara pada tanngal 4 April 2016, pukul 09.00-10.30 WIB, bertempat di Kantor
Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara.
  Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ali Mumthaz selaku Ketua Komisi C DPRD Kabupaten
Batu Bara pada tanggal 20 April 2016, pukul 11.00 – 13.00 WIB, bertempat di Kantor Komisi C DPRD
Kabupaten Batu Bara. 

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang tenaga kerja
di Kabupaten Batu Bara sebelumnya didasari oleh isu-isu kesenjangan gender
yang terjadi di pasar kerja, diantaranya, kurangnya pendidikan dan pelatihan soal
kerja, kurangnya modal sosial, adanya beban tanggung jawab keluarga, terjadinya
diskriminasi yang dialami perempuan maupun laki-laki dalam memperoleh status
pekerjaan, dan merupakan pemicu adanya pengangguran. Sebelumnya juga telah
dipaparkan pada Bab I mengenai kondisi tenaga kerja perempuan di Kabupaten
Batu Bara, dimana perempuan yang bekerja di Kabupaten Batu Bara hanya
sebanyak 1,603 jiwa, tidak sebanding dengan pekerja laki-laki yang mencapai
11,385 jiwa.
Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara mempunyai
program pembangunan ketenagakerjaan untuk menanggulangi pengangguran. Ada
empat bidang yang dikerjakan oleh Disnaker Kabupaten Batu Bara, yaitu 1).
Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, adalah bidang untuk mengawasi peraturan
perundang-undangan agar berjalan sesuai dengan hubungan kerja. Yang dimaksud
dengan hubungan kerja ialah ada pemberi kerja, ada pekerja dan ada kompensasi
atau gaji. Dalam mengawasi peraturan perundang-undangan ini, terdapat pegawai
pengawas yang memiliki legitimasi mengawasi atau sebagai polisi proses
perundang-undangan tenaga kerja. 2). Bidang Hubungan Industrial, adalah bidang
mengenai perselisihan. Apabila terjadi perselisihan di perusahaan, akan
diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ada mediator. 3).
Bidang Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja, adalah untuk mengawasi

Universitas Sumatera Utara

pengangguran. Berdasarkan data jumlah pengangguran yang ada, Disnaker
memberi informasi lowongan pekerjaan dengan tujuan sebagai pengendali
pengangguran., dimana setiap orang yang merasa menganggur bisa mendatangi
kantor Disnaker. Mereka mengisi data yang nantinya apabila ada lowongan
pekerjaan akan panggil, sesuai dengan ketrampilan pencari kerja dengan
perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Dengan data tersebut, Disnaker
terbantu untuk bisa mengetahui jumlah pengangguran sebenarnya di Batu Bara.
Dan 4). Bidang Pelatihan, dimana pelatihan ini bertujuan meningkatkan kualitas
ketrampilan pencari kerja. Dalam bidang ini, Disnaker mempunyai Balai Latihan
Kerja yang mengatur beberapa kejuruan seperti ketrampilan dalam las, menjahit,
salon, memprosessing hasil-hasil pertanian, dan lain-lain. Dengan demikian
diharapkan outputnya para penganggur bisa mandiri dan bisa diserap oleh
perusahaan.
Terkait penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bara Bara, Bapak
Sailan Nasution juga menambahkan :
“Misal masuk program Kita untuk bidang perluasan tenaga kerja, kalau
dalam hubungan kerja itu kan banyak faktor yang mempengaruhi, berapa
program padat karya, pertama padat karya produktif, dan kedua padat
karya infrastruktur, dimana jadi disitu mereka kerja, misalnya mereka
bangun jalan, yang menganggur tadi bisa dipekerjakan disitu, dan Kita
berikan upahnya. Kalau padat karya produktif misalnya Kita mengelola
kambing, buat pertanian kolam ikan dan segala macam. Nanti setelah
selesai program-program tersebut diharapkan bisa berjalan dan para
pekerja tetap bisa dipekerjakan dan ada penghasilannya. Ada juga program
pembinaan kewirausahaan atau tenaga kerja mandiri, dimana dengan
direkrut dan dilatih bagaimana caranya berusaha, memanajemen usahanya,
merencanaka usaha, membuat program, pembukuan, dan diberikan
stimulus agar mampu membuka sektor-sektor informal. Ada memalui

Universitas Sumatera Utara

teknologi tepat sama, apa bahan baku Kita disini, ini Kita kelola menjadi
batako, paving block. Bisa Kita latih mereka dan ketika mereka sudah
pandai, mereka bisa bekerja disitu.”46

Tidak

terkecuali

pengangguran

pada

perempuan,

Bapak

Sailan

mengatakan bahwa tidak ada pembedaan dalam menanggulangi masalah
pengangguran ini. Sebab sudah ada undang-undang ketenagakerjaan yang menjadi
pedoman Disnaker dan sebagai norma terhadap tenaga kerja, khususnya pekerja
perempuan. Undang-undang Ketenagakerjaan adalah produk daripada peraturan
internasional sebagai langkah untuk mengawasi, melindungi, menindaklanjuti
pegawai atau pekerja yang dirancang oleh PBB dan ILO. Bagi pekerja perempuan,
mereka harus terlindungi, dihargai kodratnya yang tentunya tidak sama seperti
pekerja laki-laki, hak-hak istimewa pekerja perempuan diberikan seperti cuti
hamil, cuti haid, dan apabila tidak diberikan perusahaan maka hal ini bisa
ditindak. Sebagai perlindungan fisik, pekerja perempuan juga harus merasa aman
seperti aman dari rumah ke tempat ia bekerja, dan jika mereka bekerja shift
malam, harus diberikan vitamin atau supplement tambahan.
Dengan adanya hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja/buruh,
tentunya ada upah, atau gaji yang dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesempatan atau
peraturan perundangan-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh.
Pengupahan yang diterapkan Disnaker Kabupaten Batu Bara mengacu pada Upah

                                                            

Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H. Sailan Nasution selaku Plt. Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Batu Bara pada tanggal 8 Maret 2016, pukul 10.00 – 12.00 WIB, bertempat di Kantor Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara.  

Universitas Sumatera Utara

Minimum Kabupaten. Pada Disnaker, terdapat dewan pengupahan, dimana dewan
pengupahan ini setiap akhir tahun bersidang menentukan UPK. Jadi bukan
Disnaker yang menentukan upah tiap pekerja/buruh, baik pekerja perempuan
ataupun pekerja laki-laki.
Dewan Pengupahan terdiri unsur Apindo (pengusaha), unsur serikat
pekerja, dan unsur pemerintah. Lalu mereka bersidang untuk menetapkan suatu
angka Upah Minimum Kabupaten. Menurut Bapak Sailan, contoh prosedurnya
misalkan 1 juta rupiah sebagai hasil rekomendasinya, nanti rekomendasinya ini
akan dikirim ke Bupati dan ditanda tangani, tapi Gubernur lah yang menetapkan.
Apabila telah ditetapkan, baru Disnaker menyebarkan bahwa untuk upah tahun ini
adalah 1 juta rupiah. Perusahaan-perusahaan wajib melakukan sidang penentuan
upah, apabila mereka tidak ikut sidang maka akan dievaluasi oleh Disnaker.
Apabila ada pengaduan dari pekerja, baik dalam hal gaji tidak setimpal, bekerja
tidak sesuai dengan jam kerja, dan masalah pekerjaan lain maka pekerja/buruh
dapat menyampaikan hal itu pada Disnaker untuk ditindaklanjuti.47
Terkait kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang tenaga kerja ini,
meskipun penerapannya belum maksimal, namun nilai dan norma dalam
menghargai pekerja perempuan dan memperjuangkan hak-hak perempuan
maupun anak agar memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki terus
digiatkan. Bapak Sailan mengatakan bahwa dalam dunia kerja bukan gender yang
menentukan, tapi bagaimana pendidikan mereka dan dalam perjalanannya sejauh
                                                            

 Hasil wawancara dengan Bapak H. Sailan Nasution. Ibid,. 

Universitas Sumatera Utara

mana mereka pernah terserap, dan bertahan di dunia kerja. Namun Disnaker dan
perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Batu Bara tetap mendukung
adanya kebijakan pengarusutamaan gender ini, seperti yang dikatakan Bapak
Sailan Nasution:
“Perusahaan-perusahaan lah yang mendukung, dari Dinas Pemberdayaan
Perempuan juga mendukung. Kita juga menggunakan Dinas
Pemberdayaan Perempuan sebagai narasumber. Kalau ada kegiatan PUG
Kita diingatkan. Mereka ada sosialisasi ke masyarakat ya Kita juga diajak.
Gender itu kan bisa dipertukarkan. Bias gender seperti stereotype,
marginalisasi. Makanya gender jadi erat juga memang dengan tenaga
kerja, cuman Kami perannya ya disitu norma perempuan dan anak, itu
kaitannya dengan tenaga kerja. Kalau Kita sosialisasi ke perusahaan, Kita
pasti bawa norma-norma tadi.”48

Bapak Sailan menyebutkan beberapa payung hukum sebagai bentuk
perlindungan pekerja perempuan yang dipakai Dinas Tenaga Kerja Kabupaten
Batu

Bara

adalah

Undang-Undang

Nomor

13

Tahun

2003

tentang

Ketenagakerjaan, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 dan Pasal 33, UndangUndang No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. 8. Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara
Mempekerjakan Pekerja Peremuan pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003
Tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan
antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul 07.00. dan mengenai ketentuan tentang
perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam bekerja Dinas
                                                            

 Hasil wawancara dengan Bapak H. Sailan Nasution. Ibid,.  

Universitas Sumatera Utara

Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara merujuk pada Pasal 5 dan 6 UU No. 13
Tahun 2003.
Selanjutnya, upaya lain yang akan dilakukan oleh Disnaker adalah
memberikan pemahaman kepada semua stakeholder yang memperkerjakan
perempuan melalui sosialisasi, baik itu melalui brosur, seminar, diklat, radio,
maupun iklan televisi. Dengan tujuan agar masyarakat atau perempuan dan
perusahaan

yang

memperkerjakan

perempuan

memahami

kebijakan

pengarusutamaan gender dan turut berperan dalam kebijakan ini. Bapak Sailan
menambahkan bahwa sosialisasi harus tetap dilakukan, sebab orang-orang seiring
waktu akan bertukar, pengusaha bertukar, buruh bertukar, pegawai dinas juga
bertukar, karenanya jangan pernah berhenti dalam member informasi seputar
pengarusutamaan gender ini.
3.1.2. Pelaksanaan

Kebijakan

Pengarusutamaan

Gender

di

Dinas

Pendidikan
Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang pendidikan
di Kabupaten Batu Bara juga menjadi kajian dalam penelitian ini. Menurut Bapak
Darwis, pendidikan di Kabupaten Batu Bara terpengaruh oleh topografi wilayah
dan budaya daerah. Baik itu di wilayah pesisir ataupun bukan pesisir, pengaruh
pola pikir atau mindset masyarakat masih buruk dalam memandang pentingnya
pendidikan, hal ini dapat dilihat dari tingkat buta huruf dan jenjang pendidikan
yang ditamatkan, meskipun saat ini sudah mulai ada perubahan.

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan di Kabupaten Batu Bara secara keseluruhan apabila dilihat dari
segi gender bukan merupakan suatu masalah, sebab murid perempuan dan murid
laki-laki sudah hampir seimbang atau 50:50, namun untuk guru lebih didominasi
oleh guru perempuan yaitu sebanyak 70%. Hal ini dipegaruhi oleh mayarakat
terlebih kaum perempuan dalam memandang pendidikan dan memperhatikan
pendidikan daripada kaum laki-laki, terbukti apabila sekolah-sekolah mengundang
orang tua untuk sosialisasi mengenai ujian ataupun Ujian Nasional, hampir 80%
kaum ibu yang menghadiri sosialisasi tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa
tingkat kualitas pendidikan antara murid perempuan dan murid laki-laki di
Kabupaten Batu Bara sudah hampir setara, bahkan murid perempuan lebih
mendominasi.
Sarana pendidikan di Kabupaten Batu Bara juga mudah dijangkau, bahkan
untuk tingkat Sekolah Dasar tidak ada lagi masalah sebab tidak ada sarana-sarana
yang rusak. Akan tetapi sarana guna meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten
Batu Bara masih rendah. Bapak Darwis mengatakan bahwa rendahnya mutu
pendidikan di Kabupaten Batu Bara adalah karena keterbatasan dana atau
anggaran Dinas Pendidikan, terlebih untuk mendanai guru-guru agar bisa
menguasai alat-alat teknologi masa kini. Terkait sarana dan prasarana pendidikan,
Bapak Darwis menambahkan:
“Kalau sekarang yang paling sulit, ada yang mudah ada yang tidak. Soal
sarana mudah dijangkaunya kalau tempat tinggal itu mudah. Cuman yang
mau dijangkau ini yang belum ada. Contohnya, lembaga yang membuka
les tambahan sore, itu hanya ada di kecamatan tertentu seperti di
Indrapura, sementara di Tanjung Tiram tidak ada, di Lima Puluh tidak ada,

Universitas Sumatera Utara

di Medang Deras juga tidak ada. Jadi sangat sulit terjangkaunya. Karena
Saya sudah menawarkan beberapa lembaga pelatihan itu, les tambahan
sore contohnya, sering hal itu masih terkedala dengan beberapa hal,
pertama pengajarnya, ongkosnya, dan syarat-syarat tertentu.”49

Dalam meningkatkan kualitas pendidikan baik perempuan maupun lakilaki di Kabupaten Batu Bara, Dinas Pendidikan melakukan upaya seperti
memberikan pelatihan kepada guru-guru agar memiliki kualitas yang baik
dibidang akademis maupun kepribadian, namun terlebih dulu merubah mindset
para guru adalah hal yang paling penting dilakukan. Kemudian Dinas Pendidikan
me-manage sarana-sarana yang sangat vital atau sarana-sarana yang sangat
mendesak dan prioritas untuk dipenuhi kebutuhannya. Adapun upaya-upaya ini
tertuang dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara dengan Program Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan dengan anggaran Rp. 5.930.542.379,Program Peningkatan Kualitas Pendidikan dengan anggaran Rp. 2.544.412.504,Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dengan anggaran
Rp.139.505.811.098,- dan ada juga Program Pendidikan Non Formal dengan
anggaran Rp. 13. 950.581.698,Dalam membuat program atau kebijakan, Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Batu Bara mengatakan selalu berpandangan pada keadilan dan
kesetaraan gender. Akan tetapi mereka lebih mengutamakan kemampuan tanpa
melakukan pembedaan, sebab perempuan dan laki-laki secara gender dalam
                                                            

  Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Darwis, S. Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Batu Bara pada tanggal 2 Maret 2016, pukul 08.30 – 10.00 WIB, bertempat di Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Batu Bara. 

Universitas Sumatera Utara

bidang pendidikan adalah sama dalam memperoleh ilmu. Pelaksanaan programprogram juga berjalan secara natural. Pencapaian program pengarusutamaan
gender dibidang pendidikan juga sudah berlebih. Masyarakat juga sudah dapat
merasakan program-program tersebut, bahkan bagi perempuan.
Terkait implementasi kebijakan pengarusutamaan gender dibidang
pendidikan, Bapak Darwis selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara
mengatakan sangat setuju untuk menerapkan kebijakan tersebut, namun beliau
menambahkan:
“…dengan catatan kesetaraan gender itu tidak merubah kodrat perempuan.
Boleh menjadi perempuan modern, tapi yang tidak boleh ketika mereka
para perempuan sampai tidak mau melahirkan. Soalnya banyak kejadian di
negara-negara maju, yang malah menjadi problem di negara itu. Contoh di
Jepang, saking majunya para perempuan, negara dipusingkan dengan
tingkat kelahiran yang kurang. Intinya Saya setuju kalau perempuan
ditingkatkan kemampuannya, wawasannya agar jauh lebih baik.”50

Menurut

Bapak

Darwis,

upaya

dalam

menerapkan

kebijakan

pengarusutamaan gender untuk pendidikan di Kabupaten Batu Bara tidak perlu
dilakukan lagi, karena secara eksplisit perempuan dibidang pendidikan sudah
setara dengan laki-laki dan bahkan berlebih. Upaya selanjutnya hanyalah
mempertahankan keseimbangan tersebut.
3.1.3. Pelaksanaan

Kebijakan

Pengarusutamaan

Gender

di

Dinas

Kesehatan
                                                            

 Hasil wawancara dengan Bapak Darwis, S. Pd. Ibid,.  

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang kesehatan di
Kabupaten Batu Bara adalah berimbang. Menurut Bapak Parlindungan Gultom,
kondisi ini terjadi karena tidak ada pembedaan dalam hal melayani pasien, baik
itu pasien perempuan ataupun pasien laki-laki. Apabila terjadi hal pembedaan,
hanyalah dari segi kasus keparahan penyakit, penyakit mana yang harus ditangani
terlebih dahulu.
Indikator masyarakat dikatakan sehat adalah mereka mau memeriksakan
dirinya serta menjalankan pola hidup yang sesuai dengan prilaku hidup yang
sehat. Adapun indikator seorang perempuan dikatakan sehat adalah apabila
perempuan menikah muda, maka mereka harus memperhatikan faktor usia, cukup
usia, melakukan vaksinasi pra-nikah, dan memeriksakan kehamilannya. Terkait
kesenjangan gender pada akses ke kesehatan yang dapat dilihat dari jumlah angka
kematian ibu yang meningkat, Bapak Parlindungan Gultom mengatakan:
“Kalau masalah kesehatan ini tidak ada bahas berimbang-berimbang gitu.
Cuman prediksinya, angka kumulatif dan angka perhitungan atau
prediksinya itu yang bisa dilihat. beberapa tahun kemarin tingkat kematian
masih cukup tinggi, tapi disini kejadian itu akibat si ibu lalai
memeriksakan dirinya. Lalu prinsip masyarakat itu ibu ditolong di
rumahnya, seharusnya di Puskesmas. Karena itu sangat mempengaruhi
nyawa ibu, nyawa perempuan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang bukan
di puskesmas atau rumah sakit, artinya kalau disana dilakukan persalinan,
kan alat-alat tidak mendukung dan steril. Tapi kalau di puskesmas, apabila
nyawa kritis, msih bisa diselamatkan.”51

                                                            

  Data berdsarkan hasil wawancara dengan Bapak Parlindungan Gultom selaku Kepala Tata Usaha Dinas
Kesehatan Kaupaten Batu Bara pada tanngal 4 April 2016, pukul 09.00-10.30 WIB, bertempat di Kantor
Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara. 

Universitas Sumatera Utara

Menurut Bapak Parlindungan Gultom, penerapan pengarusutamaan gender
pada bidang kesehatan juga bukanlah suatu isu yang harus dibeda-bedakan
berdasarkan laki-laki dan perempuan. Selama ini Dinas Kesehatan Kabupaten
Batu Bara hanya berpandangan pada Undang-undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, dimana mencantumkan tentang Kesehatan Reproduksi pada
bagian keenam Pasal 71 sampai dengan Pasal 77. Bapak Parlindungan Gultom
menjelaskan berdasarkan Pasal 71 Ayat 3 terdapat amanat bahwa kesehatan
reproduksi harus dilaksanakan melalui kegiatan yang promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Setiap orang termasuk remaja berhak memperoleh informasi,
edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Oleh sebab itu Dinas Kesehatan berkewajiban menjamin ketersediaan
sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu,
dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Setiap pelayanan
kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif,
termasuk reproduksi dengan bantuan harus dilakukan secara aman dan sehat
dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan,
dalam hal ini perempuan memang lebih ditekankan. Karena perempuan lah yang
pada umumnya melakukan aborsi sehingga dilarang kecuali yang memenuhi
syarat tertentu. Dinas Kesehatan berperan dalam melindungi dan mencegah
perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung

Universitas Sumatera Utara

jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Masalah kesehatan di Kabupaten Batu Bara hampir 70% dipengaruhi oleh
lingkungan, terlebih Kabupaten Batu Bara merupakan wilayah yang dibagi
menjadi daerah pesisir dan daerah bukan pesisir. Tendensi penyakit akibat
perbedaan wilayah ini, apabila dilihat dari klasifikasi secara umum adalah
malaria, tuberculosis paru, infeksi saluran nafas atas dan diare. Daerah pesisir
merupakan wilayah yang paling banyak terjadi masalah kesehatannya, hal ini
dikarenakan pantai pesisir yang pasang surut. Menurut Bapak Parlindungan
Gultom, setelah dilakukan investigasi langsung ke lapangan, keadaannya daerah
ini tidak cukup baik karena masih ditemukan rumah penduduk yang tidak sehat
dan layak dihuni. Ditemukan pula bahwa angka kesakitan lebih banyak
didominasi oleh laki-laki, hanya saja perempuan lebih peka dan inisiatif untuk
memerikakan diri ke rumah sakit, bidan, ataupun puskesmas.
Mengenai permasalahan tersebut, adapun upaya yang dilakukan Dinas
Kesehatan adalah dengan membuat program-program kesehatan, misalnya pada
kasus Demam berdarah Dengue atau DBD, karena penyakit DBD tahun ini cukup
meningkat dan angka kematian untuk DBD juga cukup tinggi, maka Dinas
Kesehatan melakukan tindakan dengan sosialisasi yang dimulai dari tingkat
kecamatan dengan mengundang kepala desa dan kepala lingkungannya untuk
melakukan bersih lingkungan. Selain itu diusahakan juga pencegahan DBD
dengan upaya merekrut kader-kader Jematik atau Juru Pemantau Jentik. Ketika

Universitas Sumatera Utara

terjadi kasus DBD, kader jematik terlebih dulu memantau apa penyebab DBD itu,
apakah dari lingkungan itu sendiri atau kasus import. Kemudian dilakukan
pengasapan, meskipun pengasapan ini terkesan terpaksa dilakukan sebab dapat
meracuni lingkungan mikroorganisme atau bakteri yang baik bagi lingkungan
namun ikut terbunuh, bahkan bagi individu juga bahaya, dapat menyebabkan
kanker, dan apabila sering diasapkan, nyamuk-nyamuk justru akan kebal.
Dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara tahun 2013 – 2018, ada beberapa
program yang membahas mengenai upaya Dinas Kesehatan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat, seperti Program Upaya Kesehatan Masyarakat dengan
anggaran Rp.33.620.000.004,-.
Pada bidang kesehatan, penanganan kasus-kasus penyakit memang tidak
mengaitkan dengan gender. Namun pada kasus malaria, karena Dinas Kesehatan
gencar melakukan pendistribusian kelambu secara rutin, maka Dinas Kesehatan
memasukkan kebijakan pegarusutamaan gender pada program itu, sebab program
tersebut diutamakan bagi keluarga ibu hamil dan menyusui, dan yang memiliki
balita. Pada program ini, masih sedikit tingkat keberhasilannya sebab masyarakat
masih tabu dan sebagian masyarakat lain merasa iri karena hanya ibu hamil dan
menyusui saja yang diberikan kelambu. Oleh karen itu Dinas Kesehatan juga
membagikan kelambu secara massal yang ditujukan untuk umum pada waktu
tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Meskipun Dinas Kesehatan belum memilki program khusus untuk
pengarusutamaan gender, namun upaya seperti merencakan program sudah ada.
Terlebih program dari BP2KB juga sangat membantu. Menurut Bapak
Parlindungan Gultom, program-program pengarusutamaan gender untuk bidang
kesehatan hanya dimasuk-kan pada program kesehatan yang lain, karena dengan
cara ini tidak terlalu memakan anggaran. Terkait program pengarusutamaan
gender ini, Bapak Parlindungan Gultom menambahkan:
“Karena kegiatan gender ini tidak ada yang spesifik, PUG-nya jadi
dimasuk-masukan ke program yang lain saja. Khusus atau tersendiri itu
belum ada. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa dibuat. Sepertinya
untuk dinas kesehatan belum ada kajian kesitu, belum cukup. Seperti yang
Saya bilang diawal tadi kalau Pak Fuad lah yang mengikuti pertemuannya,
artinya baru akan dibicarakan. Bisa dibuat untuk tahun-tahun berikutnya.
cuman kan kegiatan PUG itu tidak harus langsung masuk, harus ada
kajiannya lagi, dimanakah dia paling dibutuhkan, dibidang mana. Setahu
Saya baru Pak Fuad lah yang baru kesana datang ke Medan. Kalau Saya
sih tahu dari media saja, kalau untuk menghadiri acara-acara lain ada
disampaikan tentang PUG itu ya Saya sedikit tahu.”52

Dijelaskan pula untuk tahapan dalam merancang suatu program atau
kegiatan

dibidang

kesehatan,

berikut

Bapak

Parlindungan

Gultom

menjelaskannya:
“Tahapan nya itu menyandang puskesmas, lalu puskesmas menyampaikan
ke dinas kesehatan disini. Lalu Kita menyusun rencana kerja dan anggaran.
Setelah itu dikumpulkan di dinas kesehatan untuk di rapatkan, baru Kita
mengajukan ke Bappeda. Tapi yang tingkat puskesmas itu Kita juga
melakukan musrembang tingkat kecamatan, musyawarah pembangunan
tingkat kecamatan. Lalu dibahaslah apa-apa saja permintaan dari
                                                            

 Hasil wawancara