Makalah Ojek Online - Makalah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan menyadari pentingnya
peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu
sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan ketersediaan jasa
transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan
yang tertib, nyaman, cepat, lancar dan berbiaya murah.1
Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai banyak kebutuhan yang harus
dipenuh untuk kesejahteraan hidupnya. Kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi
dalam satu lokasi, oleh karena itu manusia memerlukan transportasi untuk melakukan
perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ketempat yang lain dengan
menggunakan kendaraan.2 Secara umum, di Indonesia jenis transportasi ada tiga,
yaitu transportasi darat, transportasi laut, dan tansportasi udara.3 Dari ketiga jenis
transportasi tersebut, transportasi angkutan jalan darat merupakan media yang paling
sering digunakan oleh penumpang bila dibandingkan dengan transportasi lainnya.
1

Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung,


h. 7.
2

Abbas Salim, 2000, Manajemen Transportasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 45.
Hasnil Basri, 2002, Hukum Pengangkutan. Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU,
Medan, h. 22-27.
3

1

Karakteristik transportasi orang dapat dibedakan menjadi angkutan pribadi
dan angkutan umum. Angkutan umum paratransit merupakan angkutan yang tidak
memiliki rute dan jadwal yang tetap dalam beroperasi disepanjang rutenya,
sedangkan angkutan umum masstransit merupakan angkutan yang memiliki rute dan
jadwal yang tetap serta tempat pemberhentian yang jelas. Sepeda motor termasuk
dalam klasifikasi jenis kendaraan pribadi, namun di Indonesia banyak dijumpai
sepeda motor yang juga melakukan fungsi kendaraan umum yaitu mengangkut orang
dan/atau barang dan memungut biaya yang telah disepakati.
Transportasi jenis ini dikenal dengan nama ojek. Definisi ojek menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sepeda motor ditambangkan dengan

cara memboncengkan penumpang yang menyewa. Ojek merupakan sarana
transportasi darat yang menggunakan kendaraan roda dua (sepeda motor) dengan
berpelat hitam, untuk mengangkut penumpang dari satu tujuan ke tujuan lainnya
kemudian menarik bayaran.
Ojek sepeda motor telah menjadi angkutan umum favorit bagi sebagian
masyarakat karena fleksibel dalam kegiatannya, bisa menjangkau tempat yang tidak
dilalui angkutan umum seperti angkutan kota (angkot), bus, atau jenis angkutan
umum beroda empat lain. Ojek sepeda motor bisa masuk dan melalui gang-gang
sempit, jalan-jalan kecil, sehingga mampu menyediakan layanan door to door.
Bahkan ojek sepeda motor dinilai cepat, lincah dan efisien untuk melewati maupun
menghindari kemacetan di jalan. Secara de facto, keberadaan ojek sepeda motor
dianggap sangat membantu masyarakat dalam memecahkan kendala terhadap
2

tersedianya angkutan umum sebagai angkutan alternatif. Namun secara de jure,
keberadaan ojek sepeda motor dianggap bermasalah dalam hal legalitas, karena
secara normatif tidak memiliki hukum yang mengatur ojek sepeda motor secara jelas.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Selanjutnya disebut UULLAJ) Bab X tentang angkutan Pasal 137 ayat (2) jo
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 (selanjutnya di sebut

PP) menyatakan bahwa pengangkutan orang dan/atau barang dapat dilakukan dengan
menggunakan kendaraan bermotor seperti sepeda motor, mobil penumpang, mobil
barang dan mobil bus. Akan tetapi dalam bab yang sama pada bagian ketiga angkutan
orang dengan kendaraan bermotor umum menggunakan mobil penumpang umum dan
mobil bus umum. Meskipun keberadaan ojek sepeda motor dibutuhkan masyarakat
sebagai salah satu pelayanan angkutan orang, tetapi sepeda motor tidak diatur oleh
pemerintah beroperasi sebagai angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum.
Provinsi Bali baik dalam Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda)
Provinsi Bali maupun Perda Kabupaten/Kota belum mengatur secara khusus
mengenai tanggung jawab pengemudi ojek sepeda motor dalam sebuah regulasi.
Namun di beberapa daerah di Indonesia mengakui keberadaan ojek sepeda motor
dalam hal perizinannya saja. Berikut ini beberapa daerah yang telah mengakomodir
ojek sepeda motor sebagai angkutan umum alternatif, sebagai berikut.
1.

Perda Kota Palopo Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Retribusi Izin Sepeda
Motor (Ojek) Sebagai Angkutan Alternatif Masyarakat.

3


2.

Perda Kabupaten Dompu Nomor 7 Tahun 2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Izin Usaha Angkutan Penumpang Umum dengan Kendaraan
Bermotor Roda Dua/ojek.

3.

Perda Kabupaten Majene Nomor 12 Tahun 2004 tentang Usaha Angkutan
dan Retribusi Izin Usaha Angkutan Khusus (ojek).
Tidak adanya pengaturan yang mengkhusus mengenai ojek sepeda motor

didalam UULLAJ maupun PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan
mengakibatkan ketidak pastian hukum terkait dengan kedudukan ojek sepeda motor
sebagai angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum. Hal ini berakibat juga
pada tanggung jawab ojek sepeda motor terhadap penggunannya dari segi UULLAJ,
karena disatu sisi UULLAJ mengatur kendaraan dalam Pasal 1 ayat (10) yang
menyatakan bahwa “Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang
digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran”. Dari
pengertian tersebut dapat ditarik unsur-unsur kendaraan bermotor umum, sebagai

berikut.
1. Setiap kendaraan;
2. Digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang;
3. Dipungut bayaran.
Unsur-unsur tersebut apabila dibandingkan dengan pengertian ojek sepeda motor
dapat dikategorikan sebagai kendaraan bermotor umum. Namun ojek sepeda motor
tidak diatur dibagian angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum.

4

Tanggung jawab pengemudi ojek sepeda motor berkaitan dengan hak-hak
konsumen, karena tanggung jawab dari pengemudi ojek sepeda motor sangat
diperlukan apabila terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dalam
penyelenggaraan pengangkutan yang tidak semestinya yang mengakibatkan tidak
selamatnya objek yang diangkut sampai ditempat tujuan. Pengguna jasa ojek sepeda
motor dapat disebut sebagai konsumen karena dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) dalam
Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Konsumen wajib dilindungi secara hukum melalui perundang-undangan yang jelas
dan pasti, termasuk juga penyelesaian yang dapat ditempuh konsumen apabila
mengalami kerugian terhadap penyelenggaraan jasa angkutan umum kendaraan
bermotor ojek. Salah satu kerugian yang dialami penumpang atau pengguna jasa ojek
sepeda motor adalah terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan
pengemudi ojek sepeda motor. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, agar pelaku
usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan konsumen.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka di susunlah skripsi ini dengan judul
“Tanggug Jawab Pengemudi Ojek Sepeda Motor Dalam Hal Terjadinya
Kecelakaan

Penumpang

Ditinjau

Dari

Konsumen”.
5


Aspek

Hukum

Perlindungan

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah tanggung jawab pengemudi ojek sepeda motor terhadap
penumpang yang mengalami kecelakaan ditinjau dari aspek hukum
perlindungan konsumen ?
2. Bagaimanakah penyelesaian yang dapat ditempuh penumpang ojek sepeda
motor apabila mengalami kecelakaan ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Penulisan skripsi ini ditentukan secara tegas mengenai materi yang akan
dibahas. Hal ini tentunya untuk menghindari agar materi atau isi dari pembahasan
tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Permasalahan diteliti dan dibatasi sesuai
dengan rumusan masalah yang akan dibahas yaitu mengenai tanggung jawab

pengemudi ojek sepeda motor terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan
ditinjau dari aspek hukum perlindungan konsumen dan penyelesaian yang dapat
ditempuh penumpang ojek sepeda motor apabila mengalami kecelakaan.

6

1.4 Originalitas Penelitian
“Tanggug Jawab Pengemudi Ojek Sepeda Motor Dalam Hal Terjadinya
Kecelakaan Penumpang Ditinjau Dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen” yang
diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum
Universitas Udayana. Namun ada skripsi yang mengangkat tentang angkutan orang,
tetapi pembahasannya berbeda, yaitu sebagai berikut.
No.
1.

Judul

Rumusan Masalah

“Perlindungan

Bagi

Konsumen

Pengguna

1. Apakah pelayanan bus Trans

Jasa

Jogja sudah memenuhi hak-

Angkutan Jalan Raya (Studi

hak

Kasus

memberikan


Bus

Trans

Jogja,

Yogyakarta)”.

konsumen

dan

perlindungan

hukum sesuai UU No. 8
Tahun

Oleh : Fahimatul Ilyah

1999


tentang

Perlindungan Konsumen ?
Fakultas Hukum Universitas

2. Bagaimana

Islam Negeri Sunan Kalijaga

yang

Yogyakarta 2014

yang

upaya

ditempuh
di

hukum

konsumen

rugikan

atas

pelayanan yang diberikan bus
Trans Jogja ?

7

2.

“Perlindungan Hukum Bagi

1. Faktor–faktor

apa

yang

Penumpang Angkutan (Studi

melatar belakangi angkutan

pada angkutan umum Jurusan

umum

Jatingaleh – Unnes )”.

penumpang

Oleh

kapasitas

:

Ginanjar

Hutomo

Bangun

mengangkut
melebihi

batas

maksimum

kendaraan ?

Fakultas Hukum Universita

2. Mengapa penumpang tetap

Negeri Semarang 2012

menaiki
walaupun

angkutan

umum

dalam

kondisi

penuh ?

1.5 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini akan dikemukakan tujuan umum dan tujuan
khusus. Kedua tujuan tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut.
1.5.1 Tujuan Umum
1.

Untuk mengetahui tanggung jawab pengemudi ojek sepeda motor
terhadap penumpang yang mengalami kecelakaan ditinjau dari aspek
hukum perlindungan konsumen;

2.

Untuk mengetahui penyelesaian yang dapat dilakukan penumpang
ojek sepeda motor dalam hal terjadinya kecelakaan.

8

1.5.2 Tujuan Khusus
1.

Untuk memahami lebih dalam tanggung jawab pengemudi ojek sepeda
motor apabila terjadi kecelakaan ditijau dari aspek hukum perlindungan
konsumen;

2.

Untuk memahami lebih dalam penyelesaian yang dapat ditempuh
penumpang ojek sepeda motor apabila mengalami kecelakaan.

1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut.
1.6.1 Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang
keilmuan, khususnya bidang ilmu hukum yang menyangkut tanggung jawab
pengemudi ojek sepeda motor, perlindungan konsumen dan angkutan jalan;
2. Penelitian yang dilakukan penulis skripsi ini diharapkan dapat menambah
wawasan pengetahuan secara yuridis normatif tentang penyelesaian yang

9

dapat ditempuh penumpang ojek sepeda motor apabila terjadinya
kecelakaan.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai reverensi oleh
mahasiswa fakultas hukum maupun masyarakat luas dalam tanggung jawab
pengemudi ojek sepeda motor dalam hal terjadinya kecelakaan ditinjau dari
aspek hukum perlindungan konsumen;
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan secara praktis
mengenai penyelesaian apa saja yang ditempuh penumpang ojek sepeda
motor apabila mengalami kecelakaaan.
1.7 Landasan Teoritis
Berlakunya UUPK diharapkan agar konsumen dapat mengetahui dan
memahami hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat padanya, serta konsumen
berhak memperoleh perlindungan hukum, sehingga tidak mudah dirugikan oleh
pelaku usaha.

10

Menurut KBBI perlindungan diartikan sebagai tempat berlindung, perbuatan
atau hal melindungi.4 Dari defnisi tersebut dapat ditarik unsur-unsur perlindungan
yaitu :
1. unsur tindakan melindungi;
2. unsur adanya pihak-pihak yang melindungi;
3. unsur cara melindungi.
Kata perlindungan mengandung makna, yaitu suatu tindakan perlindungan
atau tindakan melindungi dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak
tertentu dengan menggunakan cara-cara tertentu. Menurut R. Soeroso, hukum adalah
himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur
tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta
mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang
melanggarnya.
Menurut Satjipto Raharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak
yang diberikan oleh hukum.5 Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo
adalah suatu hal atau perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada

4

W. J.S. Poerwadarmita, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Balai Pustaka,
Jakarta, h. 600.
5
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Cet. V, Bandung, h. 53.

11

peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada
yang melakukan Wanprestasi.6
Jadi Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada
subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun
dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis
dalam rangka menegakkan peraturan hukum dengan tujuan memberikan suatu
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Pengertian Konsumen menurut Pasal 1 ayat (2) UUPK adalah “setiap orang
pemakai barang/ jasa, yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.7 Menurut Pasal 1 ayat (5) UUPK menyatakan bahwa “Jasa adalah
setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen”.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUPK pengertian Perlindungan Konsumen
adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hubungan konsumen dan pelaku usaha pada dasarnya adalah hubungan hukum yang
menimbulkan hak dan kewajiban timbal balik antara keduanya.8

6

Soedikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,

7

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Nusa Media, Bandung, h.

8

Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Jakarta, h. 4.

h. 8.
30.

12

Berdasarkan Pasal 2 UUPK, ada 5 (lima) asas dalam perlindungan konsumen,
yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.

asas manfaat;
asas keadilan;
asas keseimbangan;
asas keamanan dan keselamatan konsumen;
asas kepastian hukum.

Menurut Sution Usman Adji menyatakan bahwa pengangkutan adalah
“Perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena
perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta
efisien”.9 Sedangkan menurut H. M. N. Purwosutjipto menyatakan pengangkutan
adalah “Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”.10
Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut
KUHPerdata) menyatakan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Pada hakekatnya perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pihak
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang
dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan

9

Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, 1990, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka
Cipta, Jakarta, h. 6-7.
10
H. M. N. Purwosutjipto, 1981, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum
Pengangkutan. Djambatan, Jakarta, h. 2.

13

penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan.
Adapun asas penyelenggaraaan lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam
Pasal 2 UULLAJ yakni:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

asas transparan
asas akuntabel
asas berkelanjutan
asas partisipatif
asas bermanfaat
asas efisien dan efektif
asas seimbang
asas terpadu
asas mandiri.

Pasal 229 UULLAJ membagi kecelakaan lalu lintas menjadi tiga golongan
yaitu:
a.

kecelakaan Lalu Lintas Ringan, yaitu merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang;

b.

kecelakaan Lalu Lintas Sedang, yaitu merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang;

c.

kecelakaan Lalu Lintas Berat, yaitu merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah
kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu

14

keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya. 11
Pasal 234 ayat (1) UULLAJ mengatur tanggung jawab pengemudi, pemilik
kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak
ketiga karena kelalaian pengemudi. Namun, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika: adanya keadaan memaksa yang tidak dapat
dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi, disebabkan oleh perilaku korban
sendiri atau pihak ketiga, dan/atau disebabkan gerakan orang dan/atau hewan
walaupun telah diambil tindakan pencegahan (ayat 3).
Pasal 235 ayat (1) UULLAJ menyatakan bahwa Jika korban meninggal dunia
akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf
c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan
bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya
pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Selanjutnya, Pasal
2345 ayat (2), jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat
kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan
huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib
memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak
menggugurkan tuntutan perkara pidana.

11

Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 48.

15

Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam
menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh tanggung jawab
dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Tanggung jawab pelaku usaha diatur
dalam UUPK Pasal 19 sampai Pasal 28. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab
dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut.
1.

Prinsip tanggungjawab berdasarkan kesalahan (Liability Based On Fault
Principle);

2.

Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab (Presumption of
Liability Principle);

3.

Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggungjawab (Presumption of
Non Liability);

4.

Prinsip tanggung jawab mutlak (Absolute Liability Principle);

5.

Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability principle). 12

Upaya penyelesaian merupakan suatu cara yang dilakukan seseorang atau
badan hukum yang merasa dirugikan haknya dan ingin mendapatkan keadilan
menurut cara yang ditetapkan oleh udang-undang. Menurut Pasal 45 sampai 58
UUPK mengatur penyelesaian konsumen dapat dilakukan diluar pengadilan maupun
melalui pengadilan.

12

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukukm Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,

h. 92.

16

1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Skripsi adalah suatu karya tulis yang bersifat ilmiah, oleh karena itu dalam
pembahasan atau penyelesaiannya harus didukung atas bahan hukum atau hasil
penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penulisan hukum normatif, dimana
dalam menyelesaikan setiap permasalahan dilihat dari aspek hukum yang berlaku.13
1.8.2 Jenis Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian nomatif adalah Pendekatan
Perundang-undangan (Statute approach). Pendekatan Perundang-undangan (Statute
approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Dalam
penelitian ini pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan
perundang-undangan terkait dengan permasalahan yang diteliti.14
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Berdasarkan penelitian normatif sumber bahan hukum penulisan ini
menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu sebagai
berikut.
a. Bahan hukum primer terdiri dari atas : KUHPerdata, KUHD, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang

13
14

Bambang Suggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta, h. 17.
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 97.

17

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan, Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian, Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu
Lintas Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Akutan
Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan
Perlindungan Konsumen Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer, berupa literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum,
kamus dan ensiklopedia hukum dan internet berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder. Penelusuran terhadap bahan-bahan hukum tersebut dilakukan dengan
membaca, melihat, mencatat, dan melakukan penelusuran melalui media internet dan
media

cetak.

Pemilihan

bahan

hukum

memperhatikan kebutuhan penelitian.
18

dilakukan

secara

selektif

dengan

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara
kualitatif, yaitu menekankan pada kualitas yang berbentuk pernyataan, maksudnya
bahan yang diperoleh diolah menurut pernyataan yang didapat dari sumber-sumber
hukum yang kemudian akan disusun secara sistematis. Dan disini penulis
menggunakan metode deduktif, yaitu penulisan yang bertitik tolak pada dasar-dasar
pengetahuan umum yang menuju ke hal yang khusus.

19