Gambaran Batita Penderita Pneumonia yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia

internasional

saat

ini

memiliki

agenda

pembangunan

berkelanjutan 2030 (Sustainable Development Goals/SDGs) yang berjudul
“Transforming Our World” atau “Mengubah Dunia Kita”. SDGs disusun
berdasarkan capaian-capaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals/ MDGs), yang diadopsi pada tahun 2000 dan memandu aksiaksi pembangunan selama 15 tahun terakhir. Terdapat 17 tujuan pembangunan

berkelanjutan dengan 169 target, dibandingkan dengan 8 Tujuan Pembangunan
Milenium dengan 21 target (ILO, 2015).
Tujuan ketiga dari SDGs adalah menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Ada 13 indikator yang
ditetapkan untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah mengakhiri
kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan seluruh negara berusaha
menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes 2015).
Sejak tahun 2000 sampai 2015, penurunan kematian anak telah
didorong oleh penurunan kematian akibat pneumonia (47%), diare (57%),
malaria (58%), komplikasi yang berhubungan intrapartum (38%), dan campak
(75%). Hal tersebut merupakan salah suatu pencapaian MDGs dan akan
dilanjutkan serta diperluas oleh SDGs (WHO, 2015). Menurunkan angka
kematian anak hanya dapat dicapai melalui upaya-upaya intensif yang fokus pada
penyebab utama kematian anak yaitu pneumonia, diare, malaria, kekurangan gizi,

1
Universitas Sumatera Utara

2


dan masalah neonatal. Lebih dari 98% kematian pneumonia dan diare pada anakanak terjadi di 68 negara berkembang. Kematian karena penyakit ini sangat terkait
dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan kurangnya akses perawatan kesehatan
(Weber, 2010).
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang
terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun. Pneumonia
membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun, mencakup hampir 1
dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta anak-balita setiap tahun
yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Oleh karena itu pneumonia
disebut sebagai pembunuh anak no 1 (the number one killer of children). Di
negara berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the
neglegted disease) atau penyakit yang terlupakan (the forgotten disease) karena
begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit
perhatian yang diberikan terhadap masalah pneumonia. (Said, 2010).
Pneumonia disebabkan oleh bakteri atau virus

yang menyebabkan

peradangan pada paru dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas
cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya seperti sakit

kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang (Kemenkes, 2013).
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 menjelaskan bahwa jumlah
kasus pneumonia pada balitamencapai 657.490 kasus. Angka tersebut masih jauh
dari target penemuan kasus pneumonia sebesar 2.231.183 kasus. Jumlah kematian
balita akibat pneumonia pada tahun 2014 sebanyak 496 kematian. Angka
kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,08%, dan lebih rendah bila

Universitas Sumatera Utara

3

dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar 1,19%. Sumatera Utara menempati
peringkat keenam dengan jumlah kasus pneumonia pada balita tertinggi di
Indonesia yaitu sebanyak 27.273 kasus dengan peringkat pertama pada Provinsi
Jawa Barat sebanyak 197.654 kasus.
Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2012 dan 2013 menjelaskan
bahwa jumlah kasus pneumonia pada balita yang ditemukan dan ditangani pada
tahun 2012 sebanyak 17.443 sedangkan tahun 2013 sebanyak 23.643 kasus. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kasus pneumonia dari tahun 2012
sampai tahun 2013. Tiga kabupaten/kota yang memiliki kasus pneumonia paling

tinggi tahun 2012 adalah Kota Medan sebanyak 4.943 kasus (25.50%), Kabupaten
Deli Serdang sebanyak 4.334 kasus (21,53%) dan Kabupaten Simalungun
sebanyak 2.924 kasus (32,44%).
Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan insiden tertinggi pneumonia
balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan yaitu 22 per 1.000 balita.
Menurut Misnadiarly (2008), bahwa pneumonia pada anak balita paling sering
disebabkan oleh virus pernapasan dan puncaknya terjadi pada umur 24-36bulan,
sedangkan pada anak umur sekolah biasanya disebabkan oleh bakteri. Umur 12-23
bulan dan 24-36 bulan berada pada kelompok umur batita. Kemenkes, 2011
menetapkan batita sebagai salah satu sasaran program pembangunan kesehatan,
dimana yang dimaksud dengan batita adalah sekelompok penduduk yang berusia