Perjanjian Sewa Tanah Perkebunan Kelapa Sawit ( Studi Kasus di Kampung Harapan Bagan Sinembah Riau )

BAB II
KAJIAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA

A. Pengertian Perjanjian Sewa
Perjanjian sewa merupakan bagian dari jenis-jenis perjanjian, maka
terlebih dahulu perlu sedikit dibahas mengenai perjanjian pada umumnya.
Perjanjian menurut ketentuan pasal 1233 KUHPdt, perikatan dapat timbul baik
karena perjanjian maupun karena undang-undang.Dari ketentuan pasal ini dapat
diketahui bahwa sumber perikatan itu adalah perjanjian dan undang-undang.
Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, pihak-pihak dengan
sengaja dan bersepakat saling mengikatkan diri, dalam perikatan mana timbul hak
dan kewajiban pihak-pihak yang perlu diwujudkan.Hak dan kewajiban ini berupa
prestasi.Pihak debitur berkewajiban memenuhi prestasi dan pihak kreditur berhak
atas prestasi.
Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian ini, kedua belah pihak,
yaitu debitur dan kreditur selalu bertindak aktif untuk mewujudkan prestasi
itu.Jika salah satu pihak tidak aktif, sulitlah prestasi itu diwujudkan.Prestasi
adalah tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan.
Karena itu, dalam perikatan yang timbul karena perjanjian tidak mungkin
ada persetujuan yang dating dari satu pihak saja atau yang disebut perjanjian
sepihak.Sebagai contoh perjanjian hibah. Prestasi yang akan diwujudkan itu

adalah peralihan barang yang akan dihadiahkan itu dari pemberi kepada penerima.
Hal ini tidak akan terwujud, jika pihak penerima tidak berperan aktif dengan

10
Universitas Sumatera Utara

sengaja dan menyatakan kesediaannya menerima hadiah itu. Persetujuan itu lahir
sejak penerima menyatakan bersedia menerima atau dengan perbuatannya ia
menerima hadiah itu.
Perjanjian yang dibuat itu dapat berbentuk kata-kata secara lisan, dapat
pula dalam bentuk tertulis berupa suatu akta.Perjanjian yang dibuat secara tertulis
(akta) biasanya untuk kepentingan pembuktian, misalnya polis pertanggungan.
Apabila diperhatikan perumusan perjanjian tersebut di atas tadi, dapat
disimpulkan unsur-unsur perjanjian itu seperti berikut ini:
a) Ada pihak-pihak, sedikit-dikitnya dua orang
Pihak-pihak ini disebut subyek perjanjian.Subyek perjanjian ini dapat
berupa manusia pribadi dan badan hukum.Subyek perjanjian ini harus
mampu atau wenang melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan
dalam undang-undang.
b) Ada persetujuan antara pihak-pihak

Persetujuan di sini bersifat tetap, bukan sedang berunding.Perundingan itu
adalah tindakan-tindakan pendahuluan untuk menuju kepada adanya
persetujuan.Persetujuan itu ditunjukkan dengan penerimaan tanpa syarat
atas suatu tawaran.Apa yang ditawarkan pihak oleh pihak yang satu
diterima oleh pihak yang lainnya. Yang ditawarkan dan dirundingkan itu
umumnnya

mengenai

syarat-syarat

dan

mengenai

obyek

perjanjian.Dengan disetujuinya oleh masing-masing pihak tentang syaratsyarat dan obyek perjanjian itu, maka timbulnya persetujuan.Persetujuan
ini adalah cikal bakal untuk menjadi salah satu syarat sahnya perjanjian.


11
Universitas Sumatera Utara

c) Ada tujuan yang akan dicapai
Tujuan mengadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak itu, kebutuhan mana hanya dapat dipenuhi jika mengadakan
perjanjian dengan pihak lain. Tujuan itu sifatnya tidak boleh bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undangundang.
d) Ada prestasi yang akan dilaksanakan
Dengan

adanya

persetujuan,

maka

timbullah

kewajiban


untuk

melaksanakan suatu prestasi.Prestasi merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya
pembeli berkewajiban membayar harga barang dan penjual berkewajiban
menyerahkan barang.Dalam hukum Anglo Saxon (Inggris) prestasi ini
disebut dengan istilah “consideration”.
e) Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan
Bentuk ini perlu ditentukan, karena ada ketentuan undang-undang bahwa
hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan
mengikat dan kekuatan bukti.Bentuk tertentu itu biasanya berupa
akta.Perjanjian itu dapat dibuat secara lisan, artinya dengan kata-kata yang
jelas maksud dan tujuannya yang dipahami oleh pihak-pihak, itu sudah
cukup, kecuali jika pihak-pihak menghendaki supaya dibuat secara tertulis
(akta).

12
Universitas Sumatera Utara


f) Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.
Syarat-syarat tertentu ini sebenarnya sebagai isi perjanjian, karena dari
syarat-syarat itulah dapat diketahui hak dan kewajiban pihak-pihak.
Syarat-syarat ini biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan
menimbulkan hak dan kewajiban pokok, misalnya mengenai barangnya,
harganya; dan juga syarat pelengkap atau tambahan, misalnya mengenai
cara pembayarannya, cara penyerahannya, dan lain-lain. Jika semua unsur
ini dihubungkan dengan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata tentang syaratsyarat sah perjanjiian, sehingga dapat disimpulkan beberapa syarat sebagai
berikut :
1. Syarat ada persetujuan kehendakantara pihak-pihak meliputi unsurunsur persetujuan, syarat-syarat tertentu, bentuk tertentu.
2. Syarat kecakapan pihak-pihakmeliputi unsur pihak-pihak dalam
perjanjian.
3. Syarat-syarat perjanjian pertama dan kedua ini disebut syarat
subyektif.Jika syarat subyektif ini tidak dipenuhi, perjanjian itu dapat
dibatalkan (voidable).
4. Ada hal tertentu, sebagai pokok perjanjian, sebagai obyek perjanjian,
baik berupa benda maupun berupa suatu prestasi tertentu. Obyek itu
dapat berwujud dan tidak berwujud.
5. Ada kausa yang halal, yang mendasari perjanjian itu. Ini meliputi
unsur tujuan yang akan dicapai. Syarat-syarat perjanjian ketiga dan


13
Universitas Sumatera Utara

keempat ini disebut syarat obyektif.Apabila syarat obyektif ini tidak
dipenuhi, perjanjian itu batal (void).
Selanjutnya membahas tentang pengertian sewa-menyewa menurut para
ahli diantaranya yaitu :
A. Menurut M.Yahya Harahap
Menyatakan sewa-menyewa (huur en verhuur) adalah persetujuan antara
pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa.Pihak yang menyewakan atau
pemilik menyerahkan barang yang hendak di sewa kepada pihak penyewa untuk
“dinikmati” sepenuhnya (volledige genot).
Dari rumusan pengertian diatas dapat kita lihat, bahwa sewa-menyewa
merupakan:
-

Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik
barang) dengan pihak penyewa.


-

Pihak yang menyewa menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa
untuk sepenuhnya dinikmati (volledige genot).

-

Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan
pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu.
Pengertian di ataslah yang dirumuskan dalam pasal 1548 BW.Pasal 1548

ini memakai istilah sewa-menyewa (huur en verhuur).Seolah-olah istilah tersebut
member pengertian yang kembar; yang dapat menimbulkan salah pengertian
kepada kita adalah seolah-olah para pihak saling sewa-menyewakan antara
mereka.Padahal sebenarnya tidak demikian, yang benar-benar terjadi ialah
sepihak menyewakan barang kepada pihak penyewa, dan si penyewa membayar

14
Universitas Sumatera Utara


sejumlah harga atas barang yang disewanya.Tegasnya, hanya sepihak saja yang
menyewakan.Bukan saling sewa-menyewakan antara mereka. Karena itu yang
dimaksud dengan sewa-menyewa dalam pasal 1548BW tersebut tiada lain
daripada persewaan saja.
B. Menurut Prof.R.Subekti
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan
dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu
harga

yang

oleh

pihak

yang

tersebut


terakhir

itu

disanggupi

pembayarannya.Demikianlah definisi yang diberikan oleh pasal 1548 B.W.
mengenai perjanjian sewa-menyewa.
Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian
lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual.Artinya, ia sudah sah dan
mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya, yaitu
barang dan harga.
Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk
dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini
adalah membayar “harga sewa”. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki
seperti halnya dalam jual-beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati
kegunaannya.Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan
kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.
Disebutkannya perkataan “waktu tertentu” dalam uraian pasal 1548
tersebut diatas, menimbulkan pertanyaan apakah maksudnya itu, karena dalam


15
Universitas Sumatera Utara

perjanjian sewa-menyewa sebenarnya tidak perlu disebutkan untuk berapa lama
barang disewanya, asal sudah disetujui berapa harga sewanya untuk satu jam
(misalnya sewa mobil), satu hari, satu bulan atau satu tahun. Ada yang
menafsirkan bahwa maksudnya tidaklah lain dari pada untuk mengemukakan
bahwa pembuat undang-undang memang memikirkan pada perjanjian sewamenyewa dimana waktu sewa ditentukan, misalnya untuk enam bulan, untuk dua
tahun dan sebagainya. Dan penafsiran yang sedemikian itu menurut pendapat
kami memang tepat.Suatu petunjuk dapat terdapat dalam pasal 1579, yang hanya
dapat kita mengerti dalam alam-pikiran yang dianut oleh seorang yang pikirannya
tertuju pada perjanjian sewa-menyewa dimana waktu-sewa itu ditentukan.Pasal
tersebut berbunyi: “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya
dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali
jika telah diperjanjikan sebaliknya”. Teranglah bahwa pasal ini ditujukan dan juga
hanya dapat dipakai terhadap perjanjian sewa-menyewa dengan waktu tertentu.
Memang sudah selayaknya bahwa seorang yang sudah menyewakan barangnya
misalnya untuk lima tahun, tidak boleh menghentikan sewanya kalau waktu
tersebut belum habis, dengan dalih bahwa ia ingin memakai sendiri barang yang

disewakan itu. Tetapi kalau ia menyewakan barangnya tanpa ditetapkannya suatu
waktu tertentu, sudah barangtentu ia berhak menghentikan sewa itu setiap waktu
asal ia mengindahkan cara-cara dan jangka-waktu yang diperlukan untuk
pemberitahuan pengakhiran sewa menurut kebiasaan setempat.
Meskipun demikian, peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam
bab ketujuh dari Buku III B.W. berlaku untuk segala macam sewa-menyewa,

16
Universitas Sumatera Utara

mengenai semua jenis barang, baik bergerak maupun tak bergerak, baik yang
memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena
“waktu tertentu” bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa-menyewa.
Sewa-menyewa diatur dalam pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUH
Perdata. Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak
lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh
pihak yang terakhir itu (Pasal 1548 KUHPerdata). Definisi lainnya menyebutkan
bahwa perjanjian sewa-menyewa adalah “Persetujuan untuk pemakaian sementara
suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, dengan pembayaran suatu
harga tertentu.”
Pada dasarnya sewa-menyewa dilakukan untuk waktu tertentu, sedangkan
sewa-menyewa tanpa waktu tertentu tidak diperkenankan. Persewaan tidak
berakhir dengan meninggalnya orang yang menyewakan atau penyewa. Begitu
juga karena barang yang disewakan dipindahtangankan.Disini berlaku asas bahwa
jual beli tidak memutuskan sewa-menyewa.

B. Pengertian Perjanjian Sewa Tanah Pertanian
Dasar Hukum Perjanjian Sewa Menyewa
Peraturan tentang sewa menyewa termuat dalam Bab Ketujuh dari buku III
KUH Perdata yang berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua
jenis barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang memakai

17
Universitas Sumatera Utara

waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena waktu
tertentu bukan merupakan syarat mutlak dalam perjanjian sewa menyewa.
Di samping itu, bagi perjanjian sewa menyewa ini berlaku juga ketentuan
tentang perjanjian pada umumnya, sebagaimana yang tercantumkan dalam Bab
Kedua dari Buku III KUH Perdata.
Bab VII dari Buku III KUH Perdata terdiri dari empat (4) bagian, yaitu:
Bagian I :

Ketentuan Umum
Bagian I Buku III KUH Perdata ini terdapat pasal yang didalamnya
merupakan pengertian dari perjanjian, yang terdiri dari para pihak
yg mengikatkan diri karena pihak yang satu memberikan
kenikmatan dan ketenteraman kepada pihak lainnya atas suatu
barang dengan pembayaran suatu nilai harga sewa yang disanggupi
oleh pihak yang menyewa.

Bagian II :

Tentang

aturan-aturan

yang

sama-sama

berlaku

terhadap

penyewaan rumah dan penyewaan tanah.
Bagian II Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan-aturan
yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan
penyewaan tanah. Maksudnya pada bagian ini ditetapkannya apa
yang diwajibkan oleh dari masing-masig pihak penyewa dan yang
menyewakan.
Bagian III : Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan
perabot rumah

18
Universitas Sumatera Utara

Bagian III Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan yang
khusus berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah. Pada bagian
ini terdapat tujuh Pasal yang di mana dimulai dari Pasal 1581
sampai Pasal 1587.
Bagian IV : Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi

sewa menyewa

tanah. Bagian IV Buku III KUH Perdata, mengatur tentang Tentang
aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa menyewa tanah. Pada
bagian ada

sebelas (11) pasal yang dimulai dari Pasal 1588

samapai pada Pasal 1600.
C. Isi dan Syarat Sahnya Perjanjian Sewa
1) Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :
a) Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, yang terdiri dari :
i.

Kesepakatan kehendak;

ii.

Wenang berbuat;

iii.

Perihal tertentu; dan

iv.

Kausa yang legal

b) Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata, yang terdiri
dari :
i.

Syarat itikad baik;

ii.

Syarat sesuai dengan kebiasaan;

iii.

Syarat sesuai dengan kepatutan;

iv.

Syarat sesuai dengan kepentingan umum.

19
Universitas Sumatera Utara

(2) Syarat sah yang khusus, yang terdiri dari :
a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu;
b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu;
c. Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan notaris) untuk kontrakkontrak tertentu;
d. Syarat izin dari yang berwenang.
Yang merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu
atau lebih dari syarat-syarat sahnya kontrak tersebut bervariasi mengikuti syarat
mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut :
1) Batal demi hukum (nietig, null and void), misalnya

dalam hal

dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat
objektif tersebut adalah :
a. Perihal tertentu, dan
b. Kausa yang legal.
2) Dapat dibatalkan (Vernietigbaar, voidable), misalnya dalam hal tidak
terpenuhi syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat subjektif
tersebut adalah :
a. Kesepakatan kehendak, dan
b. Kecakapan berbuat.
c. Kontrak tidak dapat dilaksanakan (Unenforceable)
3) Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang tidak begitu
saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai
status hukum tertentu. Bedanya dengan kontrak yang batal (demi hukum)

20
Universitas Sumatera Utara

adalah bahwa kontrak yang tidak dapat dilaksanakan masih mungkin
dikonversi menjadi kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak
yang dapat dibatalkan (voidable) adalah bahwa dalam kontrak yang dapat
dibatalkan, kontrak tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan
sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut, sementara kontrak yang tidak
dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum
dikonversi menjadi kontrak yang sah.
Contoh kontrak yang jika dapat dilaksanakan adalah kontrak yang
seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, tetapi
kemudian kontrak tersebut ditulis oleh para pihak.
4) Sanksi administratif
Ada juga syarat

kontrak

yang apabila tidak

dipenuhi

hanya

mengakibatkan dikenakan sanksi administrative saja terhadap salah satu
pihak atau kedua belah pihak dalam kontrak tersebut.Misalnya apabila
terhadap suatu kontrak memerlukan izin atau pelaporan terhadap instansi
tertentu, seperti izin/pelaporan kepada Bank Indonesia untuk suatu kontrak
offshore loan.
Dijelaskan juga dalam buku tentang hukum perikatan yang ditulis oleh
Abdulkadir Muhammad mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian. Dijelaskan
bahwa perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah
ditentukan oleh undang-undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally
concluded contract). Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat-syarat sah
perjanjian adalah:

21
Universitas Sumatera Utara

a. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
(consensus);
b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity);
c. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter);
d. Ada suatu sebab yang halal (legal cause).
Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat menurut
undang-undang, diakui oleh hukum. Sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi
syarat tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian
yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat, perjanjian itu berlaku antara
mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi,
maka hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.
Mengenai persetujuan kehendak, adalah kesepakatan seia sekata antara
pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat itu.Pokok perjanjian itu
berupa obyek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian.Apa yang dikehendaki oleh
pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki
sesuatu yang sama secara timbale balik. Dengan demikian persetujuan disini
sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.
Persetujuan itu harus bebas, tidak ada paksaan. Dikatakan tidak ada
paksaan, apabila orang melakukan perbuatan itu tidak berada dibawah ancaman,
baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya yang bersifat menakutnakuti, misalnya akan membuka rahasia, sehingga dengan demikian orang itu
terpaksa menyetujui perjanjian itu (pasal 1324 KUHPdt).

22
Universitas Sumatera Utara

Dikatakan tidak ada kehilafan atau kekeliruan atau kesesatan, apabila salah
satu pihak tidak hilaf tentang hal yang pokok yang diperjanjikan atau tentang
sifat-sifat penting barang yang menjadi obyek perjanjian, atau mengenai orang
dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kehilafan itu harus sedemikian rupa
sehingga seandainya orang itu tidak hilaf mengenai hal itu, ia tidak akan
menyetujuinya.
Yang terakhir ialah mengenai tidak adanya penipuan.Dikatakan tidak ada
penipuan, apabila tidak ada tindakan menipu menurut arti undang-undang (pasal
378 KUHP).Dikatakan menipu menurut pengertian undang-undang ialah dengan
sengaja melakukan tipu muslihat, dengan memberikan keterangan palsu dan tidak
benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui (pasal 1328 KUHPdt).
Mengenai kecakapan pihak-pihak. Pada umumnya orang itu dikatakan
cakap melakukan perbuatan hukum, apabila ia sudah dewasa, artinya sudah
mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun. Menurut
ketentuan pasal 1330 KUHPdt, dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialan
orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan wanita
bersuami.Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh
wali mereka, dan bagi isteri ada izin suaminya.Menurut hukum nasional Indonesia
sekarang, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum,
jadi tidak perlu lagi izin suaminya.Perbuatan hukum yang dilakukan isteri itu sah
menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalan kepada hakim.
Selain kecakapan, ada lagi yang disebut kewenangan melakukan perbuatan
hukum, kewenangan membuat perjanjian. Dikatakan ada kewenangan, apabila ia

23
Universitas Sumatera Utara

mendapat kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan perbuatan hukum tertentu,
dalam hal ini membuat perjanjian. Dikatakan tidak ada kewenangan, apabila tidak
mendapat kuasa untuk itu.
Akibat hukum ketidakcakapan/ketidakwenangan membuat perjanjian ialah
bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya kepada
hakim (voidable).Jika pembatalan itu tidak dimintakan oleh pihak yang
berkepentingan, maka perjanjian itu tetap berlaku bagi pihak-pihak.
Dalam hal mengenai suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian,
merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, merupakan obyek
perjanjian.Prestasi

itu

harus

tertentu

atau

sekurang-kurangnya

dapat

ditentukan.Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya,
jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.
Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah
untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan
dalam pelaksanaan perjanjian.Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak
dapat dilaksankan, maka dianggap tidak ada obyek perjanjian. Akibat tidak
dipenuhi syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum (void,nietig).
Suatu sebab yang halal (cause) berasal dari kata “causa” berasal dari
bahasa Latin artinya “sebab”.Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang
membuat perjanjian, yang mendorong ora

ng membuat perjanjian. Tetapi yang

dimaksud dengan causa yang halal dalam pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah
sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat

24
Universitas Sumatera Utara

perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri”, yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.
Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang
mengadakan perjanjian. Yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang
ialah “isi perjanjian itu”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah
dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan atau tidak.
Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang
oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan
(pasal 1337 KUHPdt).Akibat hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal
ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum (void, nietig).Dengan demikian tidak
ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak
semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian juga apabila perjanjian
yang dibuat itu tanpa causa atau sebab, ia dianggap tidak pernah ada (pasal 1335
KUHPdt).

D. Prestasi dan Wanprestasi
Prestasi
Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah
“performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan
hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri
untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana
disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

25
Universitas Sumatera Utara

Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap
perikatan. Dengan kata lain, prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum
perdata, kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan
debitor. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, dinyatakan bahwa semua harta
kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya
terhadap kreditor. Akan tetapi, jaminan kreditor umum ini dapat dibatasi dengan
jaminan khusus berupa benda tertentu yang diterapkan dalam perjanjian antara
pihak-pihak.
Bentuk-bentuk prestasi berdasarkan ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata
adalah:
a) Memberikan sesuatu;
b) Berbuat sesuatu;
c) Tidak berbuat sesuatu.
Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, peringatan pemberian sesuatu adalah
menyerahkan kekuasaan yang real atau suatu benda dari debitur kepada kreditur,
misalnya dalam perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian hibah,
perjanjian gadai dan perjanjian utang piutang. Dalam perikatan yang objeknya
“berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah
ditetapkan dalam perikatan, misalnya melakukan perbuatan menyita jaminan,
membongkar bangunan, mendirikan, melelang jaminan dan sebagainya.
Dalam melakukan perbuatan tersebut, debitor tidak bebas melakukannya,
tetapi diatur oleh berbagai kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian.Artinya,

26
Universitas Sumatera Utara

debitur harus mematuhi semua ketentuan dalam perikatan dan bertanggung jawab
apabila terdapat perbuatan yang menyimpang dari ketentuan perikatan.
Prestasi lainnya adalah “tidak berbuat sesuatu”, artinya debitur bersikap
pasif karena telah ditetapkan dalam perikatan. Apabila debitur melakukan
perbuatan tertentu yang seharusnya tidak diperbuat, ia dinyatakan telah melanggar
perikatan, misalnya debitor tidak boleh menggunakan uang hasil pinjamannya
untuk kegiatan yang bersifat konsumtif dan pemborosan, seperti berjudi, bisnis
trading, valuta asing dan berfoya-foya untuk belanja kebutuhan pribadi yang tidak
diperlukan. Jika perbuatan tersebut dilakukan, secara otomatis, debitur telah
melanggar ketentuan perikatan.
Dengan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi dalam arti
memberikan sesuatu adalah memberikan semua hak milik dari debitor kepada
kreditor.Prestasi dalam arti berbuat sesuatu adalah tidak memberikan semua hak
milik dan perbuatannya tidak termasuk memberikan sesuatu.Prestasi dalam arti
tidak berbuat sesuatu adalah lawan dari wanprestasi atau ingkar janji.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata sangat menekankan sekali pada pentingnya
penentuan

kewajiban

yang

harus

dipenuhi

oleh

pihak

yang

berkewajiban.Kewajiban untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu dan atau
untuk tidak melakukan sesuatu tersebut disebut dengan prestasi.
Pada prinsipnya, jika kita perhatikan lebih lanjut rumusan yang diatur dalam:
1. Pasal 1236 Bagian 2 Bab I Buku III, dibawah judul Perikatan untuk
Memberikan Sesuatu, yang menyatakan bahwa “Debitur adalah wajib
memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada kreditur, apabila ia telah

27
Universitas Sumatera Utara

membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan
kebendaannya

atau

telah

tidak

merawatnya

sepatutnya

guna

menyelamatkannya”;
2. Pasal 1239 Bagian 3 Bab I Buku III, dibawah judul Perikatan untuk berbuat
sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, yang berbunyi “ Tiap-tiap perikatan
untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila kreditur tidak
memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban
memberikan penggantian biaya, rugi, dan bunga”; dan
3. Pasal 1240 Bagian 3 Bab I Buku III, yang mengatakan bahwa “Dalam pada
itu, kreditur berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat
berlawanan dengan perikatan dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh
Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang telah dibuat itu
atas biaya debitur; dengan tidak mengurangi hak menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga, jika ada alas an untuk itu”,
Dapat kita lihat bahwa setiap perikatan, baik yang terwujud dalam prestasi
untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, melakukan sesuatu atau untuk
tidak melakukan sesuatu, membawa pada kewajiban untuk mengganti dalam
bentuk biaya, rugi dan bunga.Penggantian dalam bentuk biaya, rugi dan bunga ini
adalah suatu bentuk prestasi yang merupakan kuantifikasi dalam jumlah tertentu
yang dapat dinilai dengan uang. Ini berarti pada prinsipnya setiap perikatan
membawa kita kepada suatu prestasi yang selalu dapat diukur dengan uang, jenis
dan macam apa pun prestasi yang semula mendasarinya.

28
Universitas Sumatera Utara

Sifat-sifat Prestasi
Prestasi itu adalah esensi daripada perikatan.Apabila esensi ini tercapai
dalam arti dipenuhi oleh debitur, maka perikatan itu berakhir.Supaya esensi itu
dapat tercapai, artinya kewajiban itu dipenuhi oleh debitur, maka perlu diketahui
sifat-sifatnya.
Sifat-sifat prestasi itu adalah:
i.

Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan;

ii.

Harus mungkin;

iii.

Harus diperbolehkan (halal);

iv.

Harus ada manfaatnya bagi kreditur;

v.

Bisa terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan.

vi.

Jika salah satu atau semua ini tidak dipenuhi pada prestasi itu, maka
perikatan itu dapat menjadi tidak berarti, dan perikatan itu menjadi batal
atau dapat dibatalkan.

Wanprestasi
Wanprestasi

berasal

dari

istilah

aslinya

dalam

bahasa

Belanda

“wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam
perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang
timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua
kemungkinan alasannya yaitu:
a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena
kelalaian.

29
Universitas Sumatera Utara

b. Karena keadaan memaksa (force majure), jadi di luar kemampuan debitur,
debitur tidak bersalah.
Wanprestasi adalah suatu istilah yang menunjuk pada ketiadalaksanaan
prestasi oleh debitor. Bentuk ketiadalaksanaan ini dapat terwujud dalam beberapa
bentuk, yaitu:
1. Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya;
2. Debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya atau
melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya;
3. Debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya;
4. Debitur melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan.
Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitur untuk tidak
mau

melaksanakannya,

maupun

karena

kelalaian

debitur

untuk

tidak

melaksanakannya. Dalam hal debitur memang secara sengaja tidak mau
melaksanakannya, maka sesungguhnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 1236
dan Pasal 1239.
Oleh karena tidak mungkin debitur dapat dipaksa untuk melakukan segala
sesuatu yang tidak mau dilaksanakan olehnya.Terhadap ketentuan ini, maka
berlakulah ketentuan Pasal 1311 KUHPerdata secara umum. Dalam hal debitur
memiliki lebih dari dua kreditur, maka Pasal 1132 KUHPerdata jo. Pasal 1133
KUHPerdata akan berlaku dalam hal ini.
Terhadap debitur yang dengan sengaja tidak memenuhi perikatannya, dan
memiliki dua atau lebih kreditur, maka ketentuan Undang-Undang Kepailitan
dapat diterapkan, agar kreditur dapat memperoleh haknnya yang diberikan oleh

30
Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang, selama dan sepanjang persyaratan tentang kepailitan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Kepailitan telah dipenuhi.
Seorang debitur yang lalai, yang melakukan “wanprestasi” dapat digugat
di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada
tergugat itu. Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan
peringatan/sommatie oleh juru sita di pengadilan atau cukup dengan surat tercatat
atau kawat, supaya tidak mudah dipungkiri oleh si berhutang sebagaimana diatur
dalam pasal 1238 KUH Perdata, dan peringatan tersebut harus tertulis.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak
pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak
pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :
1. Kesengajaan
2. Kelalaian
3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)
Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang perbuatan
melawan hukum, hukum kontrak tidak begitu membedakan apakah suatu kontrak
tidak dilaksanakan karena adanya unsur kesalahan dari para pihak atau tidak.
Akibatnya umumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi dengan perhitunganperhitungan tertentu. Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasanalasan force majure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak
memenuhi prestasi (untuk sementara atau selama-lamanya).

31
Universitas Sumatera Utara

Di samping itu, apabila seseorang telah tidak melaksanakan prestasinya
sesuai ketentuan dalam kontrak, maka pada umumnya (dengan beberapa
perkecualian) tidak dengan sendirinya dia telah melakukan wanprestasi. Apabila
tidak ditentukan lain dalam kontrak atau dalam undang-undang, maka
wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh
kreditur (ingebrekestelling) yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak
kreditur (lihat Pasal 1238 KUH Perdata).
Stelsel dengan akta lalai ini adalah khas dari Negara-negara yang tunduk
kepada Civil Law seperti Prancis, Jerman, Belanda dan karenanya juga Indonesia.
Sementara di Negara-negara yang berlaku sistem Common Law, seperti Inggris
dan Amerika Serikat, pada prinsipnya tidak memberlakukan stelsel akta lalai ini.
Dalam praktek akta lalai ini sering disebut dengan:
-

Somasi (Indonesia)

-

Sommatie (Belanda)

-

Sommation (Inggris)

-

Notice of Default (Inggris)

-

Mahnung (Jerman dan Swiss)

-

Einmahnung (Austria)

-

Mise en demeure (Prancis)
Namun demikian, bahkan di Negara-negara yang tunduk kepada Civil Law

sendiri, akta lalai tidak diperlukan dalam hal-hal tertentu, yaitu dalam hal-hal
sebagai berikut:
1. Jika dalam persetujuan ditentukan termin waktu.

32
Universitas Sumatera Utara

2. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi.
3. Debitur keliru memenuhi prestasi.
4. Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum
(misalnya Pasal 1626 KUH Perdata).
Jika debitur mengakui atau memberitahukan bahwa dia dalam keadaan
wanprestasi.

33
Universitas Sumatera Utara