Pengaruh Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja pada Optimisme Karyawan

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Optimisme
1. Pengertian Optimisme
Optimis adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi individu yang
menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, &
Wilson, 2000). Menurut Scheier & Carver (2002) individu yang optimis adalah individu yang
mengharapkan hal-hal baik terjadi pada mereka. Individu yang memiliki sikap optimis
memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu
teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan rasa frustasi (Goleman, 2002).
Carr (2004) mendefenisikan optimisme sebagai sebuah ekspektasi menyeluruh bahwa hal
yang baik akan terjadi lebih banyak dari pada hal yang buruk.
Searah dengan berbagai perspektif di atas, Seligman (2006), mendefinisikan
optimisme sebagai kecenderungan untuk mempercayai bahwa hal yang baik akan terjadi
dimasa yang akan datang serta menjelaskan peristiwa-peristiwa yang baik tersebut
menggunakan alasan internal, bersifat stabil, dan menyeluruh. Individu yang optimis akan
menganggap bahwa hal buruk yang menimpa mereka merupakan sesuatu yang bersifat
sementara, merupakan sesuatu yang hanya menyerang aspek tertentu dari hidup mereka, serta
akan menjelasnya dengan alasan eksternal.
Umumnya, orang-orang yang memiliki pola pikir optimis dalam hidupnya akan

cenderung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya seharihari, mereka juga akan cenderung lebih bahagia dalam menjalani kehidupan (Steinwall,
2006). Saphiro (1997) menjelaskan bahwa optimisme akan masa depan merupakan

Universitas Sumatera Utara

kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi yang baik, serta
mengharapkan hasil yang paling memuaskan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa optimisme merupakan suatu keyakinan
individu bahwa hal yang baik akan lebih banyak terjadi dimasa depan, dimana kebaikan
tersebut akan dipersepsikan terjadi karena alasan internal akan selalu terjadi (stabil) dan
terjadi pada semua sisi kehidupan.

2. Aspek-Aspek Optimisme
Menurut Seligman (2006), optimisme memiliki tiga aspek, yaitu permanence,
pervasiveness dan personalization.
a.

Permanence
Individu yang optimis akan memandang kejadian baik yang menimpa mereka sebagai


sesuatu yang bersifat permanen yang disebabkan oleh kemampuan mereka. Sedangkan
terhadap kejadian yang buruk, mereka akan mempersepsikan hal tersebut sebagai hal yang
sifatnya temporer/sementara dan bisa dihindari di masa mendatang.

b.

Pervasiveness
Individu yang optimis akan memberikan penjelasan atas kejadian menimpa mereka

dengan pandangan yang spesifik, dan bukan sebuah generalisasi. Penjelasan yang bersifat
spesifik membuat seseorang mampu melihat bahwa sesungguhnya tidak semua aspek dalam
suatu kejadian itu merugikan. Pasti masih ada celah positif di balik beragam aspek kehidupan
lainnya.
c.

Personalization

Universitas Sumatera Utara

Individu yang optimis akan memandang kejadian baik yang menimpa mereka sebagai

sesuatu yang berasal dari dalam diri mereka sendiri (internal) dan menganggap kejadian buruk
yang menimpa mereka sebagai sesuatu yang berasal dari luar diri mereka (eksternal). Individu
yang memiliki pandangan seperti ini akan membuat mereka tidak akan kehilangan harga diri
ketika hal buruk menimpa mereka, sehingga tidak akan menyebabkan timbulnya perasaan
tidak berharga dan tidak berbakat.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Optimisme
Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme menurut Medlin & Whiten (2004) dan
Medlin, Green & Graither (2010), yaitu :
a.

Innovation and risk taking
Merupakan sejauh mana para karyawan didorong untuk lebih inovatif dan tidak

dibatasi dalam pengambilan resiko.
b.

Outcome orientation
Merupakan sejauh mana perusahaan memusatkan perhatian pada hasil, bukan proses

yang digunakan untuk mencapai hasil.

c.

Team orientation
Merupakan sejauh mana perusahaan mengorganisasikan kerja kedalam tim-tim, bukan

hanya individu-individu.
d.

People Orientation
Merupakan sejauh mana kebijakan perusahaan mempertimbangkan efek kebijakan

manajemen terhadap orang-orang dalam perusahaan.

B. Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja
1. Pengertian Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja

Universitas Sumatera Utara

Persepsi menurut Robin (2003) didefinisikan sebagai proses yang digunakan individu
untuk mengelola dan menafsirkan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada

lingkungan mereka. Sedangkan kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai usaha
organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasinya dan meningkatkan efektivitas organisasi
seperti kebijakan promosi, supervisi yang demokratis, keterlibatan pegawai, kondisi kerja
yang aman (Cascio, 2006).
Considine & Callus (2001), menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah
dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem
penghargaan, pelatihan dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam
pengambilan-keputusan. Gibson (1987) menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja
adalah filosofi manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan martabat karyawan,
memperkenalkan perubahan budaya serta untuk memberikan kesempatan pertumbuhan dan
pengembangan diri bagi karyawan. Sedangkan menurut Nawawi (2008) kualitas kehidupan
bekerja adalah sejauh mana perusahaan dapat menciptakan rasa aman dan kepuasan dalam
bekerja demi mewujudkan tujuan perusahaan.
Jewell & Siegel

(1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen dari

kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja yang aman
dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan persahabatan rekan sekerja,
kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu, derajat kepuasan dengan

situasi kerja dan kesempatan untuk bertumbuh dan pengembangan diri jika diperlukan.
Luthans (2006) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah dampak efektivitas
manusia dan perusahaan yang dikombinasikan dengan penekanan partisipasi dalam
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
Merujuk pada definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja adalah sejauh mana karyawan memberi makna

Universitas Sumatera Utara

terhadap usaha perusahaan dalam memberikan kesejahteraan terhadap karyawannya yang
pada akhirnya akan berdampak pada keefektivitasan perusahaan dan terwujudnya tujuan
perusahaan.

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja
Menurut Cascio (2006), terdapat sembilan aspek kualitas kehidupan bekerja, yaitu:

a. Partisipasi Karyawan
Karyawan perlu diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan
pekerjaan, sesuai dengan posisi, kewenangan dan jabatan masing-masing. Perusahaan dapat
melakukannya dengan membentuk tim inti dengan mengikutsertakan karyawan, dalam rangka

memikirkan langkah-langkah bisnis yang akan daitempuh. Disamping itu dapat pula
dilakukan dengan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang tidak sekedar dipergunakan
untuk menyampaikan perintah-perintah dan informasi-informasi tetapi juga memperoleh
masukan, mendengarkan saran dan pendapat karyawan.
b. Pengembangan Karir
Karyawan memerlukan kejelasan pengembangan karir masing-masing dalam
menghadapi masa depannya. Kebutuhan ini dapat daitempuh melalui penawaran untuk
menerima suatu jabatan, memberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan di
luar perusahaan atau pada lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Hal lain dapat juga
daitempuh melalui penilaian kerja untuk mengatur kelebihan dan kekurangannya dalam
bekerja yang dilakukan secara obyektif.
c. Pemecahan Konflik

Universitas Sumatera Utara

Karyawan memerlukan pemberian kesempatan pemecahan konflik dengan perusahaan
atau sesama karyawan secara terbuka, jujur dan adil. Kondisi itu sangat berpengaruh pada
loyalitas, dedikasi serta motivasi kerja karyawan. Untuk itu perusahaan perlu mengatur cara
penyampaian keluhan keberatan secara terbuka atau melalui proses pengisian fomulir khusus
untuk keperluan tersebut. Selain itu, dapat pula daitempuh dengan kesediaan untuk

mendengarkan review antar karyawan yang mengalami konflik, atau melalui proses banding (
appeal ) pada pimpinan yang lebih tinggi dalam konflik dengan manajer atasannya.
d. Komunikasi
Karyawan memerlukan komunikasi yang terbuka dalam batas-batas wewenang dan
tanggungjawab masing-masing. Komunikasi yang lancar untuk memperoleh informasiinformasi yang dipandang penting oleh pekerja dan disampaikan tepat pada waktunya dapat
menimbulkan rasa puas dan merupakan motivasi kerja yang positif. Perusahaan dalam
menyampaikan informasi dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan atau secara langsung pada
setiap pekerja, atau melalui pertemuan kelompok, dan dapat pula melalui sarana publikasi
perusahaan seperti papan buletin, majalah perusahaan dan lain-lain.
e. Kesehatan
Karyawan memerlukan perhatian terhadap pemeliharaan kesehatannya, supaya dapat
bekerja secara efektif, efisien dan produktif. Perusahaan dapat mendirikan dan
menyelenggarakan pusat kesehatan, seperti pusat perawatan gigi, menyelenggarakan program
pemeliharaan kesehatan, program rekreasi dan program konseling/penyuluhan bagi para
pekerja/karyawan.
f. Keamanan Kerja
Karyawan memerlukan rasa aman atau jaminan kelangsungan pekerjaannya. Sehingga
perusahaan perlu berusaha menghindari pemberhentian sementara para karyawan,
menjadikannya pegawai tetap dengan memiliki tugas-tugas reguler dan memiliki program


Universitas Sumatera Utara

yang teratur dalam memberikan kesempatan karyawan mengundurkan diri, terutama melalui
pengaturan pensiun.
g. Kebanggaan
Karyawan perlu dibina dan dikembangkan perasaan bangganya pada tempat kerja,
temasuk juga pada pekerjaan atau jabatannya. Untuk keperluan itu, perusahaan
berkepentingan menciptakan dan mengembangkan identitas yang dapat menimbulkan rasa
bangga karyawan terhadap perusahaan. Dalam bentuk yang sederhana dapat dilakukan
melalui logo, lambang, jaket perusahaan dan lainnya. Selain itu rasa bangga juga dapat
dikembangkan melalui partisipasi perusahaan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan mengikutsertakan karyawan, kepedulian terhadap masalah lingkungan sekitar dan
mempekerjakan karyawan dengan kewarganegaraan dari bangsa tempat perusahaan
melakukan operasional bisnis.
h. Kompensasi yang Sesuai
Karyawan harus memperoleh kompensasi yang adil/wajar dan mencukupi. Untuk itu
diperlukan kemampuan menyusun dan menyelenggarakan sistem dan struktur pemberian
kompensasi langsung dan tidak langsung

(pemberian upah dasar dan berbagai


keuntungan/manfaat) yang kompetitif dan dapat mensejahterakan karyawan sesuai dengan
posisi/jabatannya di perusahaan dan status sosial ekonominya di masyarakat.
i. Lingkungan Kerja yang Aman
Karyawan memerlukan keamanan lingkungan kerja. Perusahaan berkewajiban
menciptakan dan mengembangkan serta memberikan jaminan lingkungan kerja yang aman.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan membentuk komite keamanan
lingkungan kerja yang secara terus menerus melakukan pengamatan dan pemantauan kondisi
tempat dan peralatan kerja guna menghindari segala sesuatu yang membahayakan para
pekerja, terutama dari segi fisik. Kegiatan lain dapat dilakukan dengan membentuk tim yang

Universitas Sumatera Utara

dapat memberikan respon cepat terhadap kasus gawat darurat bagi karyawan yang mengalami
kecelakaan. Dengan kata lain perusahaan perlu memiliki program keamanan kerja yang dapat
dilaksanakan bagi semua karyawannya.

3. Dampak Kualitas Kehidupan Bekerja
Perusahaan yang mengupayakan optimalisasi kualitas kehidupan bekerja untuk
karyawan, pada umumnya akan berdampak baik bagi karyawan dan perusahaan itu sendiri.

Berikut merupakan beberapa hasil penelitian yang memberi penjelasan tentang variabelvariabel penting yang dapat meningkat searah dengan meningkatnya kualitas kehidupan
bekerja.
a.

Kinerja
Penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara pemenuhan kualitas

kehidupan bekerja dengan kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lau & May (1998) dan Husnawati (2006)
b.

Komitmen
Komitmen merupakan variabel yang juga dapat meningkat sejalan dengan

meningkatnya kualitas kehidupan bekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Normala & Daud (2010) dan Ahmadi, Salavati & Rajabzadeh (2012), daitemukan bahwa
kualitas kehidupan bekerja dapat menciptakan komitmen pada diri karyawan.
c.

Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah variabel lainnya yang dapat meningkat dengan adanya layanan

kualitas kehidupan bekerja yang baik dari perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh King &
Ehrhard (1997) mengindikasikan bahwa adanya peranan kualitas kehidupan bekerja terhadap
kepuasan kerja pada karyawan.

Universitas Sumatera Utara

C. Pengaruh Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja pada Optimisme
karyawan
Optimisme adalah kecenderungan untuk mempercayai bahwa hal baik akan terjadi
dimasa mendatang (Seligman, 2006). Dalam organisasi, optimisme karyawan dapat
meningkat apabila perusahaan berorientasi pada kesejahteraan karyawan (Green et al, 2004 &
Medlin et al, 2010). Usaha perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan disebut
kualitas kehidupan bekerja (Cascio, 2006).
Studi yang dilakukan oleh Mortazavi, Yazdi & Amini (2012) melaporkan bahwa
kualitas kehidupan bekerja berhubungan dengan komponen-komponen psychological capital
seperti resiliensi, harapan, optimisme dan self-efficacy. Peterson dan Steen (2002) menyatakan
bahwa salah satu yang mempengaruhi optimistic explanatory stlyle individu adalah kondisi
ditempat kerja. May & Lau menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja yang baik akan
menimbulkan perasaan berharga pada diri karyawan. Harga diri yang tinggi, berkorelasi
positif dengan optimisme (Fry, 1995). Zulkarnain (2013) menyatakan bahwa kualitas
kehidupan bekerja akan meningkatkan motivasi dan kesehatan karyawan, kondisi fisik yang
sehat dan motivasi berkolerasi positif dengan optimisme (Scheier & Carver 1987).
Dinamika antara optimisme dan persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja juga
dapat terlihat dari keterkaitan aspek-aspek kualitas kehidupan bekerja dengan optimisme.
Aspek kualitas kehidupan bekerja yang pertama merupakan partisipasi karyawan. Menurut
Cascio (2006), aspek partisipasi karyawan dapat dilakukan dengan membentuk tim inti
dengan mengikutsertakan karyawan. Menurut Green et al (2004) dan Medlin et al (2010) team
orientation merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan optimisme karyawan dalam
bekerja.
Aspek kedua dari kualitas kehidupan bekerja yang dikemukakan Cascio (2006) adalah
adanya pengembangan karir yang dilakukan oleh perusahaan, dimana karyawan memiliki

Universitas Sumatera Utara

kejelasan atas karirnya dimasa depan. Menurut Seligman (2006), adanya kejelasan atas apa
yang mungkin dicapai individu dimasa yang akan datang akan berpengaruh besar terhadap
optimisme yang dimiliki individu. Selanjutnya Cascio (2006) menyebutkan bahwa aspek dari
kualitas kehidupan bekerja berupa adanya pemecahan konflik yang diupayakan oleh
perusahaan. Karyawan memerlukan pemberian kesempatan pemecahan konflik secara
terbuka, jujur dan adil, sehingga mereka menjadi semakin loyal dan memiliki motivasi yang
lebih tinggi dalam bekerja. Motivasi dalam melakukan aktivitas menurut Peterson (2000)
berkorelasi positif dengan optimisme.
Aspek kualitas kehidupan bekerja berikutnya adalah adanya pelayanan kesehatan yang
disediakan oleh perusahaan agar karyawan dapat bekerja lebih efektif, efisien dan produktif.
Menurut Seligman (2006) adanya umpan balik terhadap kesehatan yang diberikan kepada
seorang individu akan menambah tingkat optimisme itu sendiri. Peterson (2000) menyatakan
kondisi fisik yang sehat berkorelasi positif dengan optimisme. Aspek kualitas kehidupan
bekerja berikutnya adalah komunikasi yang baik. Komunikasi yang lancar dipandang dapat
menimbulkan rasa puas dan motivasi kerja. Menurut Seligman (2006) perasaan puas individu
akan hidup merupakan suatu konstruk yang memiliki hubungan timbal balik dengan
optimisme, dimana selain rasa puas akan meningkatkan optimisme, optimisme juga akan
menimbulkan rasa puas itu sendiri. Hal ini juga diperkuat oleh Peterson (2000) yang
menyebutkan bahwa individu yang optimis akan mudah puas terhadap suatu pencapaian yang
Ia peroleh.
Pada aspek keamanan kerja, karyawan memerlukan rasa aman atau jaminan
kelangsungan pekerjaannya. Aspek ini memiliki jenis kaitan yang sama dengan aspek
pengembangan karir terhadap optimisme. Seligman (2006) adanya kejelasan atas apa yang
mungkin dicapai individu dimasa yang akan datang akan berpengaruh besar terhadap
optimisme. Selanjutnya aspek kualitas kehidupan Cascio (2006) adalah kebanggaan.

Universitas Sumatera Utara

Karyawan perlu dibina dan dikembangkan perasaan bangganya pada tempat kerja. Aspek ini
sangat personal karena sangat terkait dengan evaluasi internal karyawan terhadap bagaimana
upaya perusahaan dalam memberikan rasa bangga dalam diri mereka. Kebanggaan yang
terbentuk dalam diri karyawan akan sangat berpengaruh pada bagaimana perusahaan
memperhatikannya secara perorangan agar dapat menciptakan identitas yang dapat
menimbulkan rasa bangga karyawan terhadap perusahaan. Perhatian secara perorangan yang
diberikan oleh perusahaan ini merupakan salah satu indikator optimisme yaitu people
orientation.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, terlihat adanya suatu benang merah
antara persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja dengan optimisme.

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis :
Persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja berpengaruh pada optimisme karyawan.

Universitas Sumatera Utara