T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Transformasi Komunitas Punk di Condong Catur Yogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Gerakan Sosial
Konsep gerakan sosial secara teoritis merupakan sebuah gerakan yang

terbangun berdasarkan prakarsa masyarakat dengan tujuan untuk melontarkan
tuntutan atas perubahan dalam institusi maupun kebijakan dari pemerintah yang
dirasa sudah maupun tidak sesuai lagi dengan kehendak sebagian mayarakat.
Jurgen

Habermas,

dalam

karya

kutipan


Pasuk

Phongpaichit

(2004)

mendefinisikan bahwa Gerakan Sosial yaitu hubungan defensif individu- individu
untuk melindungi ruang publik dan private mereka dengan melawan serbuan dari
sistem Negara dan pasar.
Gerakan sosial menurut Anthony Giddens dalam karya Fadhillah (2006)
didefinisikan sebagai upaya kolektif untuk mencapai kepentingan maupun tujuan
bersama melalui tindakan kolektif terlepas dari intervensi dari lembaga-lembaga
yang mapan. Lebih rinci, Kaih (2002) menyatakan bahwa gerakan sosial dapat
diartikan sebagai kelompok informal yang terorganisir dengan upaya mencapai
tujuan sosial terkhusus dalam kaitanya merubah struktur maupun nilai sosial.
Pendapat serupa juga diutarakan oleh Mayer dan Tarrow (1998) mendefinisikan
gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang dilakukan oleh rakyat biasa yang
bergabung dengan kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh.
Mirsel (2004) dalam bukunya yang berjudul Teori Pergerakan Sosial
mendefenisikan Gerakan sosial sebagai seperangkat keyakinan serta tindakan tak

terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan ataupun
menghalangi perubahan dalam masyarakat. Mayer dan Tarrow (1998) dalam
karya Sosial Movement Society mendefinisikan gerakan sosial secara inklusif,
yakni Tantangan-tantangan bersama yang didasarkan atas tujuan dan solidaritas

7

bersama dalam interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elit, saingan atau
musuh, dan pemegang otoritas.
Adapun dua sisi yang menonjol dari definisi gerakan sosial tersebut, yaitu
: pertama, upaya-upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan didalam
kelembagaan melalui gerakan sosial yang melibatkan “tantangan kolektif”.
Tantangan tersebut sering kali berfokus pada kebijakan-kebijakan publik, atau
diarahkan sebagai patokan mengawali perubahan yang lebih luas dalam struktur,
lembaga sosial dan politik, distribusi jaminan sosial, serta konseptualisasi
mengenai hak-hak dan tanggung jawab sosial dan politik. Kedua, gerakan sosial
memiliki tujuan bersifat politis dalam kaitanya mencangkup perubahan didalam
distribusi kekuasaan dan wewenang. Tujuan-tujuan politis ini hanya mungkin
dicapai lewat interaksi-interaksi yang terus-menerus, berkelanjutan, dengan aktoraktor politik di luar gerakan, yang terpenting di antaranya adalah sekutu-sekutu
dan pesaing-pesaing politik dan pemegang otoritas kekuasaan.

Selain itu Denny JA dalam karya Fauzi (2005) menjelaskan tentang halhal yang mempengaruhi lahirnya sebuah gerakan sosial, yaitu :
1. Gerakan sosial dilahirkan dengan kondisi yang memberikan kesempatan
bagi gerakan itu. Seperti halnya pemerintahan yang moderat cenderung
lebih memberikan kesempatan besar bagi kelahiran gerakan sosial
ketimbang pemerintahan yang sangat otoriter.
2. Gerakan sosial timbul karena meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang
ada. Seperti contohnya urbanisasi. Perubahan dari masyarakat tradisonal
ke masyarakat modern yang tidak diimbangi dengan persiapan yang
matang akan berdampak pada perubahan sosial yang menimbulkan
kesenjangan ekonomi yang semakin meluas antara si kaya dan si miskin,
kesenjangan serta kelunturan nilai-nilai yang sudah diagungkan, serta
krisis indentitas sosial.

8

2.1.1. Gerakan sosial Transformatif
Abrele (1966) Gerakan sosial transformatif memiliki tujuan untuk
mengubah masyarakat secara menyeluruh, atau menggiring gerakan sosial ke
ranah yang lebih luas dan bertujuan untuk menjalankan suatu kepentingan dengan
suatu perubahan sosial yang diharapkan. dengan dimensi yang kompleks seperti

isu lingkungan, HAM, gender dan sebagainya yang menjadi tahap awal gerakan
sosial baru. Contoh yang bisa diambil dari gerakan ini adalah gerakan untuk
memperjuangkan kemerdekaan yang dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Seperti contohnya gerakan kaum palu merah yang bertujuan untuk menciptakan
masyarakat komunis di Bambodia dengan langkah melakukan rursalisasi,
menggiring penduduk kota di pindahkan ke desa dan lebih dari satu juta
masyarakat Bambodia kehilangan nyawa karena dibunuh kaum palu merah,
menderita kelaparan atau sakit merupakan contoh ekstrim gerakan transformatife.
Gerakan yang dilancarkan oleh rezim komunis di Uni Soviet pada tahun 30-an
serta di Tiongkok sejak akhir 40-an dengan tujuan mengubah masyarakat menjadi
masyarakat komunis yang mengakibatkan perlawanan dari masyarakat kelas
bawah terhadap diskriminasi yang telah dilakukan oleh masyarakat kelas atas.

2.2.

Modal Sosial
Pada awalnya, istilah modal oleh para pemikir ekonomi lebih merujuk

kepada hal-hal ekonomis yang mengartikan bahwa modal diartikan sebagai
sejumlah uang yang terkumpul dan dapat diinvestasikan dengan harrapan akan

mendapatkan keuntungan dimasa depan (Field, 2011: 10). Namun seiring dengan
perkembangan jaman, konsep modal telah banyak ditemukan oleh para ilmuanilmuan baru, seperti modal sosial yang menghasilkan kesejahteraan lewat nilainilai yang dimiliki bersama. Modal sosial juga merupakan prasyarat bagi seluruh
bentuk upaya kelompok yang terjadi dalam masyarakat modern. (Fukuyama,
2002: 19).

9

Modal sosial atau sosial capital merupakan istilah baru yang
dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman tentang
komunitas dan masyarakat dalam kajian sosiologi. Modal sosial menjadi
perbincangan menarik bagi ahli-ahli sosial dan pembangunan pada awal
tahun1990-an. Pada awalnya modal sosial dikembangkan oleh seorang sosiolog
Prancis bernama Pierre Bourdieu serta seorang sosiolog AmerikaSerikat bernama
James Coleman. Mereka mendefinisikkan modal sosial sebagai kemampuan
masyarakat untuk bekerja sama dengan tujuan mencapai harapan-harapan bersama
didalam berbagai kelompok dan organisasi (dalam Fukuyama, 2007: 12) Modal
sosial memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kekuatan-kekuatan komunitas
yang dikonstruksikan oleh individu atau kelompok dengan acuan struktur sosial
yang menurut penilaian bersama diharapkan dan dianggap dapat mencapai tujuan
indivudal ataupun kelompok secara efektif dan efisien dengan modal-modal

lainnya (Lawang, 2005:24).
Modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial seperti jaringan, norma,
dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih
efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (dalam Field, 2011: 51). Modal
sosial dirumuskan dengan mengacu pada ciri-ciri organisasi sosial, seperti
jaringan, norma-norma, dan kepercayaan yang menfasilitasi koordinasi kerjasama
untuk sesuatu yang manfaatnya bisa dirasakan secara bersama-sama (mutual
benafit). Modal sosial dalam bentuk struktur masyarakat yang horizontal (yang

kemudian melahirkan asosiasi-asiosiasi horisontal) berperan penting dalam
mendukung kemajuan ekonomi. Konsep modal sosial menawarkan pentingnya
suatu hubungan, dengan membangun hubungan antar satu sama lain serta
memeliharanya agar terjalin terus menerus, setiap individu dapat bekerjasama
untuk memperoleh hal-hal yang sebelumnya pernah tercapai serta dapat
meminimallisasikan

kesulitan-kesulitan

besar.


Modal

sosial

menentukan

bagaimana orang dapat bekerja sama dengan mudah untuk mencapai harapan
bersama.

10

Kepemilikan modal kolektif dari modal sosial inilah yang akan
mendapatkan kepemilikan modal bersama. Tanpa disadari, relasi yang terbangun
menciptakan rasa memiliki antar individu atau kelompok dan hal ini akan menjadi
ikatan yang berlangsung lama, beriringan dengan itu pula, segala modal dan
kepemilikan yang ada menjadi milik bersama (Bourdieu, 1984:127).
Dalam prespektif Fukuyama (2002: 22) modal sosial didefinisikan sebagai
rangkaian nillai-nilai atau norma-norma informal yang dimilki bersama dalam
suatu kelompok, yang secara kolektif dimiliki oleh setiap anggotanya. Hal
tersebut memungkinkan terbangunnya kerjasama yang lebih baik diantara mereka

lewat prevelansi kepercayaan yang telah terbangun. Jika para anggota didalam
kelompok mengharapkan anggota lainnya dapat berperilaku jujur dan dapat
dipercaya, maka rasa saling mempercayai akan tumbuh dan semakin kuat. Jika
orang-orang yang bekerja sama dalam sebuah perusahaan dapat saling
mempercayai dan bekerja menurut serangkaian norma etis bersama, maka
berbisnis hanya memerlukan sedikit biaya (Fukuyama, 2007: 38).
Fukuyama (2007:93) Modal sosial dipahami sebagai kemampuan yang
timbul dari adanya kepercayaan dalam sebuah komunitas, dengan kepercayaan
sebuah perusahaan dapat mengukur dan menentukan arah keberhasilanya. Dalam
menjalankan kehidupan ekonomi maupun sektor sosial yang lain, kompentensi
dalam berasosiasi menjadi modal yang sangat penting. Hal tersebut sangat
bergantung pada kondisi di mana anggota ataupun komunitas dapat saling berbagi
untuk mencari titik temu norma-norma dan nilai-nilai bersama, jika nilai serta
norma sudah mencapai keputusan dan konsensus bersama, maka kepentingankepentingan yang bersifat individuaistik dapat tunduk pada kepentingan
komunitas. Nilai-nilai bersama ini akan bangkit dengan apa yang disebut
kepercayaan (Fukuyama, 2007: 13).

11

2.2.1. Trust (Kepercayaan)

Fukuyama mendefinisikan trust sebagai sikap saling mempercayai
dimasyarakat dan saling bersatu dengan yang lain sehingga dapat memberikan
kontribusi pada peningkatan modal sosial. kepercayaan juga merupakan normanorma kooperatif yang dibangun dengan kejujuran, kesetiaan, dan kerjasama, dan
hal tersebut

tidak terbagi secara merata dimasyarakat. Dalam masyarakat

individualistik, kepercayaan berada pada asosisoasi sukarela. sedangan pada
masyarakat yang bersifat familistik, kepercayaan berada pada jalur keluarga.
Kepercayaan menurut Fukuyama (2007:36)

dapat diartikan sebagai

harapan yang muncul dalam sebuah komunitas tentang cara berperilaku,
keteraturan, kejujuan, dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang telah
disepakati dan dimiliki bersama. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam
komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam
komunitas. Kepercayaan

memiliki dua sifat yang dapat diperoleh melalui


hubungan sosial, yakni hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal lebih
ditekankan kepada hubungan dari para pekerja dengan pekerja dan dengan
pengusaha dalam menciptakan hubunga sosial yang baik dilingkup pekerjaan
mereka. Rasa saling percaya yang timbul diantara para pekerja dan pengusaha
akan menciptakan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan diantara kedua
belah pihak. Hubungan yang kedua adalah hubungan horizontal yang merupakan
hubungan sosial antara para pengusaha, pekerja dengan masyarakat disekitar
mereka. Rasa solidaritas yang tinggi lewat kepercayaan dapat terbentuk dari
hubungan-hubungan yang baik diantara sesama pekerja dalam kelompok.
Menurut Fukuyama (2002: 75) Kepercayaan merupakan hal otonom dan
tidak bisa dilihat sebagai kebijakan moral, namun lebih kepada efek samping dari
kebijakan moral sendiri. Kepercayaan muncul ketika masyarakat saling berbagi
norma-norma kejujuran dan ketersediaan untuk saling menolong dan oleh
karenanya mampu bekerja sama satu dengan yang lain.

Fukuyama pun

membicarakan potensi merusak modal sosial. Kendati studi awalnya tentang


12

ekonomi kepercayaan berpandangan bahwa modal sosial tidak sekadar kebaikan
publik namun juga demi kebaikan publik, kemudian ia mengakui kelemahan
pendekatan ini. Semakin luas radius kekuasaan menjangkau keluar anggota
kelompok, eksternalitas semakin menyenangkan dan positif, semakin radius
kepercayaan dibatasi pada anggota kelompok sendiri, semakin besar kemungkinan
eksternalitas negatifnya.

Runtuhnya kepercayaan disebabkan oleh sikap

mementingkan diri sendiri yang eksesif atau oportunis. Untuk itulah kepercayaan
yang melahirkan rasa menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan
individu dapat membuat orang-orang bekerjasama lebih efisien dan efektif.
Lawang (2005:55) menyimpulkan inti konsep saling percaya antar satu
sama lain sebagai berikut:
1. Keduanya saling mengenal, hal ini merupakan variabel penting dalam
proses terjadinya rasa saling percaya yang diawali dengan tahapan untuk
mengenal satu sama lain. Tahapan ini oleh beberapa ahli diseebut sebagai
pelumas.
2. Keduanya memiliki nilai yang sama, interaksi sosial memunculkan nilainilai yang sama, hal tersebut dapat dilihat dalam hubungan seperti
persahabatan dan kekeluargaan. Sosialisasi yang dilakukan masyarakat
juga dapat menciptakan nilai bersama.
3. Keduanya memiliki kepentingan yang sama, serta tanpa adanya kehadiran
salah satu pihak dapat berpotensi mendapatkan kegagalan dari pihak yang
terkait.
4. Hanya karena percaya saja, dengan perumpamaan jika A percaya B,
hanya karena B percaya pula dengan A, hal seperti ini disebut sebagai
kepercayaan asumtif, yakni percaya hanya karena percaya saja. Dengan
contoh jika ada orang jawa yang saling bertemu di tempat yang jauh dari
pulau jawa, orang-orang tersebut dapat langsung saling percaya karena
keduanya dari suku yang sama. Rasa saling percaya seperti inidisebut
sebagai generalized trust.

13

5. Kepercayaan akan timbul jika harapan dari masing-masing dapat terpenuhi
karena pelaksanaan tugas kepercayaan, jika A mendapatkan apa yang ia
harapkan dari B karena kepercayaan yang telah diberikan, dan sebaliknya.
6. Kepercayaan fundamental yang ditimbulkan karena komitmen pada janji
untuk memenuhi kewajiban dan melaksanakan tugas dari orang yang telah
mempercayainya, serta setia pada nilai dan norma.

2.2.2. Norm (Norma)
Modal sosial menurut Fukuyama (2007:39) diartikan sebagai sumber
(resource) yang timbul lewat interaksi antara orang-orang dalam sebuah
komunitas. Namun, seringkali pengukuran terhadap modal sosial jarang
melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Pengukuran lebih terarah
pada hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya
kepercayaan antar warga masyarakat. Suatu interaksi dapat terjadi dalam level
individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala
relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan
ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan
tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi
lainnya, yang juga dapat dikatakan akan memunculkan nilai-nilai dan normanorma bersama.
Norma merupakan kesepakatan bersama yang berperan untuk mengontrol
dan menjaga hubungan antara individu dengan individu lainnya dalam kehidupan
bermasyarakat. Norma-norma masyarakat merupakan patokan untuk bersikap dan
berperilaku secara pantas yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar,
yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata tertib
(Soekanto, 2007: 198).
Berpatok pada norma-norma dan nilai-niai bersama, asosiasi yang terjadi
diantara para orang dalam suatu institusi ataupun komunitas akan menghasilkan
kepercayaan yang pada giliranya akan memiliki nilai ekonomi yang besar dan

14

terukur. Douglass North (dalam Fukuyama, 2002: 243) menjelaskan bahwa
norma-norma sangat penting untuk mengurangi biaya-biaya transaksi. Jika kita
tidak memiliki norma, maka kita mungkin harus merundingkan aturan-aturan
kepemilikan atas dasar kasus per kasus, sebuah situasi yang tidak kondusif bagi
pertukaran pasar, investasi, maupun pertumbuhan ekonomi.
Menurut Fukuyama (2007:37), terbentuknya norma tidak diciptakan oleh
birokrat maupun pemerintah. Norma terbentuk melalui kebiasaan, tradisi, sejarah,
tokoh panutan yang menjadi dorongan kepada semua orang yang berada didalam
komunitas untuk

melakukan tata cara perilaku sesuai dengan kesepakatan

kelompok. Lewat tata cara perilaku bersama kemudian akan timbul modal sosial
secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur
kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok.
Norma kolektif dan simbol yang bermakna sama dapat digunakan
seseorang dalam struktur sosial untuk memprediksi perilaku dan tindakan orang
dalam struktur, dengan asumsi jika dalam pertukaran pertama, keduanya dapat
saling mendapatkan timbal balik yang menguntungkan, maka pertukaran yang
seterusnya akan menciptakan harapan terhadap perolehan keuntungan yang lebih
baik lewat timbal balik. Jika dalam proses pertukaran yang terjalin secara terusmenerus mampu menghasilkan keuntungan diantara keduanya,

maka akan

muncul kewjiban sosial yang membuat hubungan didalam pertukaran dapa
terpelihara dengan baik (Lawang 2005:70).

2.2.3. Network (Jaringan)
Fukuyama (2002: 324) mendefinisikan hubungan dalam jaringan sosial
sebagai sekelompok agen-agen individual yang berbagi norma-norma atau nilainilai informal melampaui nilai-nilai atau norma-norma yang penting untuk
transaksi-transaksi pasar biasa. Jaringan menurut Fukuyama (2005) melibatkan
pertukaran yang bersifat timbal balik yang tidak semata-mata berdasarkan pada

15

prinsip untung rugi. Hal tersebut mampu terjadi karena pertukaran yang terjadi
dalam jaringan berbasis norma-norma yang bersifat informal yang tidak secara
langsung mengharapkan balasan, namun terdapat harapan tentang manfaat jangka
panjang.
Fukuyama (2002: 332) menjelaskan bahwa melalui hubungan informal
seperti persahabatan atau pertemanan pun, dapat diciptakan jaringan yang
memberikan saluran-saluran alternatif bagi aliran informasi dan ke dalam sebuah
organisasi. Jaringan dengan kepercayaan tinggi akan berfungsi lebih baik dan
lebih mudah daripada dalam jaringan dengan kepercayaan rendah (Field, 2011:
103). Terdapat tiga fungsi jaringan (Lawang 2005:69) yaitu :
1. Fungsi informasi atau media informasi dari jaringan, dengannya setiap
pihak yang terkait dalam jaringan berkemungkinan dapat mengetahui dan
memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah, peluang atau
apapun mengenai kegiatan usaha. Fungsi informasi disebut juga sebagai
fungsi pelumas atau fungsi peluang.
2. Fungsi Akses, mengarah pada kesempatan yang dapat diberikan jaringan
kepada orang lain diluar jaringan, dengan menyediakan suatu barang atau
jasa yang tidak dapat dipenuhi oleh organisasi secara internal.
3. Fungsi Koordinasi, lebih sering dijumpai pada kegiatan-kegiatan informal,
yang dianggap oleh Fukuyama dapat lebih membantu mengatasi masalah
kebuntuan yang disebabkan oleh keterbatasan birokrasi. Fungsi koordinasi
berkaitan pula dengan fungsi jaringan lainnya, sehingga modal sosial
memiliki kontribusi signifikan terhadap kegiatan ekonomi.
Jaringan sosial secara umum mmiiki fungsi ekonomi dan tujuan untuk
mencapai kesejahteraan sosial (Lawang 2005:68). Didalam jaringan terdapat 2
fungsi yakni fungsi ekonomi dan fungsi kesejahteraan sosial. Fungsi ekonomi
terletak pada produktivitas, efektifitas, dan efisiensinya yang tinggi, sedangkan
fungsi kesejahteraan sosial mengarah kepada dampak kebersamaan bersifat
partisipatif yang diperoleh dari suatu pertumbuhan ekonomi.

16

2.3.

Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Setyanto (2015) dari

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Progdi Desain
Komunikasi Visual, tentang MAKNA DAN IDEOLOGI PUNK. Inti dari ideologi
Punkadalah pada motto "D.I.Y (Do It Your Self)", motto ini begitu diyakini dan

dihidupi oleh mereka layaknya sebuah ajaran agama. "Do It Your Self" artinya
semua dapat dikerjakan sendiri, ideologi ini muncul karena sifat mereka yang anti
sosial, mereka tidak mempercayai siapapun diluar komunitas Punk, bahkan
kecenderungan ideologi mereka selalu berkaitan dengan perlawanan terhadap
kekuasaan/politik, anti sosial, minoritas, vandalisme, anti hukum, dan segala hal
yang cenderung negatif. Namun dibalik ideologi tersebut sebenarnya ada juga
kandungan yang positif, seperti pola hidup mandiri, berkarya (musik) meski
dalam keterbatasan, Keberanian dalam mengaktualisasikan diri serta kepercayaan
diri yang tinggi.
Motto "Do It Your Self" juga dipahami mereka untuk bertindak seenaknya,
akhirnya dalam menyampaikan aspirasi komunitas Punksering melakukan hal‐hal
yang negatif seperti aksi vandalisme yaitu menaruh atau memuat gambar‐gambar
yang

provokatif

(dan/atau

jorok),

memasukkan

pesan‐pesan

politik,

berkali‐berkali memuat gambar tanpa informasi sumber atau lisensi, seringkali
juga disertai pengrusakan pada fasilitas umum, mengotori jalan dan mengganggu
ketertiban. Mengingat sejarahnya yang kelam, ideologi Punksarat dengan hal‐hal
yang berbau pemberontakan/perlawanan, kebanyakan teraktualisasi menjadi suatu
hal yang negatif, oleh karena itu Punk sebenarnya dekat dengan kriminalitas,
pengangguran, sex bebas, anarki, narkoba, revolusi, dan hal‐hal negatif lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Khasanah
(2008),Punk merupakan komunitas yang memiliki ideologi sosialisme, yang
meneriakkan kepentingan orang-orang tertindas, anti kapitalisme, bebas tanpa ada
aturan yang mengatur segala aktivitas mereka, yang berpegang pada prinsip asal
tidak merugikan orang lain.

17

Relasi antar individu di dalam komunitas Punk adalah berbeda dengan
relasi yang terjadi dalam kehidupan sosial sehari-hari, sebagaimana umumnya
yang mengakui adanya stratifikasi atau kelas sosial tertentu. Komunitas Punk
menjalankan hubungan antar individu di dalamnya berdasarkan keyakinan akan
kebersamaan, kesetaraan, persamaan, ketidakberbedaan, eksistensi diri, dan antistruktur. Penelitian Khasanah juga melihat bagaimana gaya hidup anak Punk yang
bebas berpengaruh terhadap aktivitas keagamaan mereka. Sebagian anak Punk
mengaku kalau mereka jarang melakukan ritual keagamaan yang diwajibkan di
dalam agama mereka. Akan tetapi, ada juga yang tetap menjalankan hal tersebut
meskipun dalam keadaan apapun. Bagi anak Punk, agama merupakan urusan
pribadi masing-masing orang dengan Tuhan. Tidak ada kaitannya dengan
komunitas atau gaya hidup Punk.

2.4.

Usaha Kedai Keblasuk
Usaha

Kedai

Keblasuk

merupakan usaha

warung

makan yang

menawarkan sajian berupa makanan dan minuman, namun yang membedakan
kedai tersebut dengan yang lainnya adalah suasana. Konsep suasana yang
ditawarkan kepada konsumen lebih menunjukan sisi-sisi Punk lewat serangkaian
ide-ide yang di sambung menjadi sesuatu hal yang kreatif. Kedai tersebut juga
merupakan tempat beristirahat ataupun tempat nongkrong para Punkers yang
sedang singgah.
Hingga kini usaha Kedai Keblasuk dikelola oleh Cangak masih
beraktifitas, kedai tersebut berdiri sejak tahun 2010. Dahulunya kedai tersebut
masih berupa rumah singgah bagi rekan-rekan Punkers dengan halaman yang
cukup luas, pada akhir tahun 2010 muncul idea dari mereka untuk membuat suatu
usaha dalam bentuk kedai yang sekaligus memberi ruang kepada mereka dalam
mengimplementasikan ekspresi dirinya, sekaligus menambah penghasilan,
berdasarkan pengamatan-pengamatan terhadap lingkungan sekitar yang banyak
dihuni mahasiswa.

18

2.5.

Kerangka Pikir Penelitian

PUNKERS

HIDUP
DIJALANAN

MODAL
SOSIAL

TRANSFORMASI

PENGUSAHA
KEDAI
KEBLASUK

Terjadi transformasi hidup beberapa Punkers dari jalanan seperti
mengamen,

vandalism,

dan

lainnya

sebagai

media

berekspresi

serta

menyampaikan aspirasi berupa kritik sosial menjadi pengusaha Kedai Keblasuk
di Condong CaturYogyakarta. keputusan para Punkers melakukan transformasi
menjadi pengusaha kedai tidak semata-mata terjadi hanya karena alasan ekonomis
semata, tentunya terdapat proses pergerakan serta alasan rasional kelompok yang
erat kaitanya dengan modal sosial yang berlaku didalam komunitas tersebut.

19