MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PAD

MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL JIGSAW DI KELAS V SD NEGERI V SD 52/IX LEBAN KARAS KECAMATAN JAMBI LUAR KOTA KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Jambi

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan

Oleh PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI DESEMBER 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Matematika khususnya pada materi pecahan siswa kelas V di

SD Negeri 52/IX Leban Karas dilakukan secara bertahap. Suatu kenyataan yang selama ini penulis temukan bahwa hanya sebagian kecil siswa yang mampu mengikuti pembelajaran Matematika pada materi pecahan dengan baik. Sebagai gambaran bahwa dalam tahun 2011 terakhir nilai Matematika siswa kelas V masih dibawah nilai ketuntasan belajar yaitu nilai minimal sebesar 70. Nilai Matematika pada materi pecahan sendiri pada tahun 201I adalah rata-rata nilai sebesar 55 dan hanya 26"/o siswa yang memiliki nilai di atas 70, nilai 50-69 sebanyak 2l% dan sementara sisanya bervariasi ada yang memiliki nilai di bawah 50 yaitu sebanyak 53%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum belum tercapainya ketuntasan dalam belajar. Hal ini disebabkan tidak tepatnya penggunaan metode yang digunakan oleh guru. Guru selalu menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Metode atau model pembelajaran lain belum efektif digunakan.

Proses belajar mengajar di dalam kelas melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain sebagainya. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi antar sesama komponen. Keberhasilan pengajaran sangat ditentukan manakala proses pembelajaran tersebut mampu mengubah diri peserta didik. Perubahan tersebut dalam arti dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat memperoleh manfaatnya secara langsung dalam perkembangan pribadinya.

Hingga saat ini selalu dibicarakan tentang mutu pendidikan serta prestasi belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu, maka pemerintah bersama para ahli pendidikan berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan. Upaya pembaruan pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah diantaranya melalui seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan dalam hal pemantapan materi pelajaran serta metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu misalnya IPA, Matematika dan lain-lain. Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh dunia pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan Matematika di sekolah, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajaran nya maupun dari hasil prestasi belajar siswa nya.

Banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya peningkatan mutu pendidikan Matematika masih terus diupayakan. Dalam berbagai diskusi pendidikan di Indonesia, salah satu sorotan adalah mutu pendidikan yang dinyatakan rendah bila dibandingkan dengan mutu pendidikan Negara lain. Salah satu indikator adalah mutu pendidikan Matematika yang disinyalir telah tergolong memprihatinkan yang ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata Matematika siswa di sekolah yang masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai pelajaran lainnya.

Tanggung jawab keberhasilan pengajar berada di tangan seorang pendidik. Artinya, seorang guru harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengatur proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang diperlukan dalam pengajaran dapat berinteraksi antar sesama komponen. Banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, serta berbagai terobosan baik alam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan.

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa maka guru dituntut untuk membuat pembelajaran menjadi lebih inovatif yang mendorong siswa dapat belajar secara optimal baik di dalam belajar mandiri maupun di dalam pembelajaran di kelas. Inovasi model-model pembelajaran sangat diperlukan dan sangat mendesak terutama dalam menghasilkan model pembelajaran baru yang dapat memberikan hasil belajar lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan. Agar pembelajaran lebih optimal maka media pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan penting dalam peningkatan kwalitas siswa dalam belajar Matematika dan guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencanakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif.

Dalam upaya mengatasi serta meningkatkan mutu pendidikan Matematika yang selama ini sangat rendah, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain meningkatkan pengguna model, metode, atau strategi serta kwalitas guru agar merniliki dasar yang mantap sehingga dapat mentransfer ilmu dalam mempersiapkan kualitas sumber daya manusia. Secara umum, pendidikan sebenarnya merupakan suatu faktor rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia. Kegiatan tersebut dalam dunia pendidikan disebut dengan kegiatan proses belajar mengajar yang dipengaruhi oleh faktor yang menentukan keberhasilan siswa.

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, yaitu: (l) faktor internal, yaitu yang muncul dari dalam diri sendiri, dan (2) faktor eksternal, yaitu faktor yang muncul dari luar diri sendiri. Selain itu Matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai kekhususan dibanding dengan disiplin ilmu lainnya yang harus memperhatikan hakekat Matematika dan kemampuan siswa dalam belajar. Tanpa memperhatikan faktor tersebut tujuan kegiatan belajar tidak akan berhasil. Seorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.

Guna meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Matematika, khususnya pada materi pecahan maka diperlukan upaya tindakan kelas, dalam hal ini tindakan yang berkaitan dengan materi pelajaran pecahan dilakukan dengan menggunakan siklus dalam penerapan model kooperatif tipe Jigsaw sebagai model yang cocok untuk digunakan.

Model pembelajaran Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa, (Arends, 1997). Materi akademik disajikan dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab atas penugasan bagian materi belajar dan mampu mengajar bagian materi tersebut kepada anggota tim lain.

Model pembelajaran tipe Jigsaw membuat siswa menjadi aktif berdiskusi dengan temannya dalam satu kelompok. Model ini diberikan kepada siswa dengan maksud agar siswa lebih mandiri dan lebih kreatif dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan pecahan. Hal ini tentu saja dapat mengefektifkan kegiatan pembelajaran dan siswa dapat termotivasi untuk mampu menyelesaikan soal yang diberikan guru kepada mereka.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini diberi judul "Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa pada Pembelajaran Pecahan dengan menggunakan Model Jigsaw di Kelas V SD52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi".

    1. Rumusan Masalah dan Pemecahan

      1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah: "Bagaimana cara meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran pecahan dengan menggunakan model Jigsaw di kelas V SD 52/IX. Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi?”

2. Pemecahan Masalah

Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu dengan menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw dengan langkah pembelajaran sebagai berikut:

  1. Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian.

  2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran pada saat ini.

  3. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut.

  4. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana satu kelompok terdiri dari empat orang. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama dalam kelompok, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua, demikian seterusnya.

  5. Siswa diminta membaca atau mengerjakan bagian mereka masing-masing.

  6. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lain.

  7. Khusus untuk kegiatan membaca, guru membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

  8. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran saat ini. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

  9. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk kelompok para ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapat bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari dan mengerjakan bagian tersebut. Kemudian baru masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekannya dalam kelompok.

2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini efeknya adalah meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran pecahan dengan menggunakan model Jigsaw di kelas V di SD 52/IX. Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi.

2. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini dirasakan penting, karena hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan pendidikan di SD 52/IX Leban Karas.

Secara ringkas, hasil penelitian ini diharapkan berguna dan memberikan manfaat pada:

  1. Bagi Siswa, yaitu agar dapat meningkatkan hasil belajar sehingga materi pecahan yang disajikan oleh guru akan dapat dicerna oleh siswa.

  2. Bagi Guru, yaitu pengetahuan dan pemahaman tentang penggunaan model pembelajaran tipe jigsaw bermanfaat bagi guru dalam rangka membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan, bahan perbandingan bagi guru kelas yang Iain dalam pembelajaran Matematika.

  3. Bagi Sekolah, yaitu hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pedoman dalam membuat kebijakan yang tepat terhadap siswa dalam rangka meningkatkan mutu proses pembelajaran, khususnya pada bidang studi Matematika dengan demikian diharapkan akan memberikan manfaat terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

    1. Keaktifan Belajar

      1. Konsep Keaktifan Belajar

Keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksudkan disini penekanan nya adalah pada peserta didik, sebab dengan adanya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif. belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan peserta didik secara fisik, mental intelektual dan emosional guna mmperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif atau hanya menerima informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan olah guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan peserta didik, dimana peserta didik adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala : (l) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada peserta didik, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal peserta didik (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas peserta didik, meningkatkan kemampuan minimal nya, dan mencapai peserta didik yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinyu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

1. Jenis-jenis Keaktifan dalam Belajar

Menurut Paul D Dierich (2001:20) keaktifan belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok, yaitu:

a. Kegiatan-kegiatan visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan memberi saran, mengemukakan pendapat wawancara diskusi dan interupsi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio

d. Kegiatan-kegiatan menulis

Menulis cerita, menulis laporan memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisikan angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.

f. Kegiatan-kegiatan metrik

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan berkebun.

g. Kegiatan-kegiatan mental

Merenungkan mengingatkan, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan

h. Kegiatan-kegiatan emosional

Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan overlap satu sama lain.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar

Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, peserta didik juga dapat berlatih untuk berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Gagne dan Briggs (2009:35) menyatakan bahwa Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, yaitu:

  1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

  2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik).

  3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.

  4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).

  5. Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya.

  6. Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

  7. Memberi umpan balik (feedback)

  8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur.

  9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.

2. Makna dan Ciri Belajar

Terdapat titik pertemuan antara berbagai pendapat para ahli mengenai apa itu hakekat atau esensi dari perbuatan belajar yaitu perubahan perilaku dan pribadi, namun mengenai apa sesungguhnya yang dipelajari dan bagaimana manifestasi nya masih tetap merupakan permasalahan yang mengundang interpretasi paling fundamental mengenai hal ini. Dengan demikian inti dari belajar yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dilihat dari psikologi adalah adanya perubahan kematangan bagi anak didik sebagai akibat belajar sedangkan dilihat dari proses adalah interaksi antara peserta didik dengan pendidik sebagai proses pembelajaran. Perubahan kematangan ini akibat dari adanya proses pembelajaran, dan perubahan ini tampak pada perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar.

Menurut Makmun (2003:159) yang dimaksud dengan perubahan dalam konteks belajar dapat bersifat fungsional atau struktural, material dan behavioral, serta keseluruhan pribadi. Pendapat ini sejalan dengan Fathurrahman dan Sutikno (2009:6) yang mengatakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. Pendapat lainnya dikemukakan Sumiati dan Asrori (2008:38) secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan.

Karakteristik perilaku belajar dilihat dari sudut psikologi pendidikan disebut juga prinsip-prinsip belajar. Tindakan belajar tampak sebagai perilaku belajar yang kelihatan dari luar. Berkaitan dengan konsep perubahan dalam konteks belajar itu dapat bersifat fungsional, atau struktural, material dan behavioral, serta keseluruhan pribadi. Secara singkat dijelaskan bahwa : (l) belajar merupakan perubahan fungsional yaitu jiwa manusia terdiri atas sejumlah fungsional yang memiliki daya atau kemampuan tertentu misalnya daya mengingat dan daya berpikir, (2) belajar merupakan pelayanan materi pengetahuan, material dan atau pengayaan pola-pola sambutan (respon) perilaku baru (behavior), pandangan ini dikemukakan penganut paham ilmu jiwa asosiasi atau paham empirisme nya Jhon Locke, (3) belajar merupakan perubahan perilaku dan pribadi secara keseluruhan.

Pemahaman terhadap berbagai teori belajar diperlukan dan penting bagi para pendidik untuk tugas profesional nya. Chaplin dalam Ekawarna (2009:43) menegaskan bahwa belajar adalah: (l) perolehan dari sebarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku, sebagai hasil dari praktek atau hasil pengalaman, (2) proses mendapatkan reaksi-reaksi sebagai hasil dari praktek dan latihan khusus. Dalam mempelajari hal belajar lewat pengkondisian atau persyaratan, ada tersedia dua model yaitu pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan.

Dalam pengkondisian klasikal proses asasi yang tercakup di dalamnya adalah pengulangan berpasangan yaitu yang dipasang dari suatu perangsang yang dikondisioning (yang harus dipelajari), dan satu perangsang yang tidak dikondisionir atau dipersyaratkan (berkenaan dengan penguatan). Menurut Sagala (2003:53) perbuatan dan hasil belajar dapat dimanifestasikan dalam wujud: (l) pertambahan materi pengetahuan berupa fakta, informasi, prinsip hukum atau kaidah, prosedur atau pola kerja, atau teori sistem nilai-nilai, (2) penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan proses berpikir, mengingat atau mengenal kernbali, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan) dan (3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik yang tangible maupun yang intangible. Setiap perilaku belajar tersebut selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik antara lain seperti dikemukakan berikut ini:

  1. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus, yang berpengaruh pada proses belajar selanjutnya

  2. Belajar hanya terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual

  3. Belajar merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu arah yang ingin dicapai melalui proses belajar

  4. Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan keseluruhan tingkah laku secara integral

  5. Belajar adalah proses interaksi

  6. Belajar berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada yang kompleks

Dari hal tersebut di atas nampak bahwa ciri khas belajar adalah perubahan, yaitu belajar menghasilkan perubahan perilaku dalam diri siswa. Belajar menghasilkan perubahan perilaku yang secara relatif tetap dalam berpikir, merasa, dan melakukan pada diri siswa. Perubahan tersebut terjadi sebagai hasil latihan, pengalaman, dan pengembangan yang hasilnya tidak dapat diamati secara langsung.

3. Konsep Pembelajaran

Di dalam pembelajaran siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.

Peranan guru di dalam mengajar bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar, agar proses belajar lebih memadai. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa yang meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator sukses nya pelaksanaan pembelajaran.

Bahan pelajaran dalam poses pembelajaran hanya merupakan perangsang tindakan pendidikan atau guru, juga hanya merupakan tindakan memberikan dorongan dalam belajar yang tertuju pada pencapaian tujuan belajar. Antara belajar dan mengajar dengan pendidikan bukanlah sesuatu yang terpisah atau bertentangan. Justru proses pembelajaran adalah merupakan aspek yang terintegrasi dari proses pendidikan.

Sudah menjadi kelaziman bahwa proses pembelajaran dipandang sebagai aspek pendidikan jika berlangsung di sekolah saja. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran merupakan proses yang mendasar dalam aktivitas pendidikan di sekolah. Dari proses pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar yaitu mengalami proses untuk meningkatkan kemampuan mentalnya dan tidak mengajar yaitu membelajarkan siswa. Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku, dalam tindakan tersebut guru menggunakan asas pendidikan maupun teori pendidikan. Guru membuat desain instruksional, mengacu pada desain ini para siswa menyusun program pembelajaran di rumah dan bertanggung jawab sendiri atas jadwal pelajar yang dibuatnya. Sementara itu siswa sebagai pembelajaran di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman, dan tujuan. Siswa tersebut mengalami perkembangan jiwa sesuai azas emansipasi dirinya menuju keutuhan dan kemandirian.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2001:297) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat cara belajar siswa aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Di dalam proses belajar mengajar guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pembelajaran yang matang oleh guru. Ada pendapat beberapa teori yang mengatakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang efektif di kelas.

Hal ini menggambarkan bahwa orang berpengetahuan adalah orang yang terampil memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam menguji hipotesis dan menarik generalisasi dengan benar. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi di konstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi dibentuk dan dikonstruksikan oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu mengembangkan intelektual nya. Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang ada pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

Proses pembelajaran atau pengajaran kelas menurut. Dunkin dan Biddle dalam Ekawarna (2009:44) berada pada empat variabel interaksi yaitu: (l) variabel pertanda berupa pendidik, (2) variabel konteks berupa peserta didik, sekolah dan masyarakat, (3) variabel proses berupa interaksi peserta didik dengan pendidik, dan (4) variabel produk berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Proses pembelajaran akan berjalan baik jika guru mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (l) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran, dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran.

Seorang guru harus menguasai materi pelajaran, juga menguasai metode pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai, maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu dalam merespon perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar berasal dari guru dan media buku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik dalam sistem yang mandiri maupun dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber belajar oleh pihak guru maupun para ahli pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistis antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologi berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis terjadi pada diri peserta didik. Menurut Knirk dan Gustafson (1986:15) Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.

Di dalam teknologi pembelajaran ada tiga komponen utama yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik), dart kurikulum. Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Hal ini menggambarkan bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik merupakan inti proses pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahapan rangsangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Curu sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga penilai kemajuan belajar meminta para pendidik untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.

4. Hasil Belajar

Menurut Winkel (2009:45) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu pada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Hamalik (2003:155) hasil belajar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Hasil belajar itu biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau kata-kata baik, sedang, kurang dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Djamarah (2001:22) hasil belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dari dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar juga dapat ditunjukkan dalam bentuk seperti perubahan aspek pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Penilaian hasil belajar, terutama di dalam kelas menurut Yamin dan Ansari (2009:165) merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik atau cara seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian produk, penilaian produk, penilaian kumpulan hasil belajar.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikemukakan kembali bahwa seseorang dikatakan telah belajar bila terjadi perubahan tingkah laku pada dirinya yang diakibatkan adanya interaksi seseorang dengan lingkungan sehingga memperoleh kecakapan atau pengetahuan baru. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan.

Pengertian tentang hasil belajar yaitu:

  1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

  2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh partumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.

  3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif' mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengesampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang yang bisanya hanya berlangsung sementara Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.

Hasil belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa itu sendiri (faktor lingkungan), Dalam hal ini faktor yang datang dari siswa itu sendiri adalah kemampuan yang telah dimilikinya, dimana faktor kemampuan itu sangat besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor tisik dan psikis. Sedangkan faktor dari luar diri siswa adalah kualitas pengajaran.

Ketuntasan dalam belajar menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah tingkat ketercapaian kompetensi ketuntasan belajar tingkat ketercapaian setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kriteria ketuntasan minimal (KKM).

    1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

      1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian boleh kelompok, boleh juga perorangan. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang baik. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.

Model pembelajaran kooperatif adalah serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting yaitu: (l) adanya peserta dalam kelompok, (2) adanya aturan kelompok, (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai. (Slavin, 2010:15).

Pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif dan komponen struktur insentif kooperatif. Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan

sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sana mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras

untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pembelajaran.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pengajaran Jigsaw dikembangkan oleh Elliot dan teman-temannya pada tahun 1978. Model ini merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa saling aktif clan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.

Untuk mencapai hasil yang optimal dalam belajar kelompok hendaknya anggota kelompok seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuan maupun karakteristik yang lain. Dengan demikian, cara yang efektif untuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat kelompok-kelompok. Bila siswa membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang sangat disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam kemampuan.

Jumlah siswa dalam kelompok hendaknya dibatasi, agar dapat bekerjasama dengan baik dan efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi kemampuan produktifitas nya. Ada beberapa ahli berpendapat bahwa jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerja sama antara para anggotanya.

Kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Slavin pernah mengadakan penelitian bahwa jumlah yang paling efektif dalam satu kelompok adalah 4-6 orang siswa dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-3 orang siswa.

Dalam kelompok Jigsaw ini anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan dan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Berikutnya materi tersebut didiskusikan mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model Jigsaw bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Model ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini dapat juga digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Pengetatan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika, Agama dan Bahasa. Model ini cocok untuk semua kelas atau tingkatan. Adapun langkah-langkah tipe Jigsaw (Lie, l994) adalah:

  1. Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian.

  2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran pada saat ini. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut.

  3. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana satu kelompok terdiri dari empat orang.

  4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama dalam kelompok, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua, demikian seterusnya.

  5. Siswa disuruh membaca dan mengerjakan bagian mereka masing-masing.

  6. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini; siswa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lain.

  7. Khusus untuk kegiatan membaca, guru membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

  8. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran saat ini. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

  9. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, Siswa bisa membentuk kelompok para ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapat bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari dan mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekannya dalam kelompok.

Kelebihan yang model pembelajaran tipe Jigsaw adalah:

  1. Memupuk rasa tanggung jawab

  2. Dapat bekerjasama antar teman

  3. Dapat meningkatkan motivasi belajar

  4. Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari

  5. Dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa.

Kekurangan menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw:

  1. Menggunakan waktu yang lama, apalagi tidak dirancang dengan baik

  2. Kadangkala ada ketergantungan satu siswa dengan siswa yang lain

4. Pengertian Pecahan

Pecahan adalah suatu bilangan yang terdiri dari pembilangan dan penyebut seperti contoh ,dst. Angka 1 dan 2 adalah pembilang, angka 2 dan 5 adalah penyebut.

a. Mengubah Pecahan Biasa ke bentuk Persen

Pernahkah kita mendengar kata persen? Dalam kehidupan seharihari kita sering mendengar dan menemukan istilah persen, misalnya koperasi menetapkan bunga pinjamannya sebesar 2 persen (2%).Belanja di Toko Murah selalu memberikan diskon sebesar l0 persen (10%), dan lain-lain.

Persen sebenarnya merupakan bilangan pecahan (bilangan yang memiliki pembilang dan penyebut). Persen dilambangkan dengan (%).

Contoh:

Cara mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk persen, yaitu dengan cara mengubah penyebut pecahan tersebut menjadi 100, karena persen merupakan per seratus.

b. Mengubah Persen ke Bentuk Pecahan Biasa

Mengubah persen ke dalam bentuk pecahan biasa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Dari bentuk persen diubah dulu menjadi pecahan biasa (perseratus)

  2. Taksir atau cari pembagi terbesar dari bilangan pembilang dan penyebut

  3. Bagi pembilang maupun penyebut dengan bilangan pembagi tersebut

Contoh 1:

Pembagi terbesar dari 75 dan 100 adalah 25 maka kedua bilangan 75 dan 100 (pembilang dan penyebut) dibagi oleh bilangan 25 menjadi 75 : 25 = 3 (pembilang) 100 : 25 = 4 (penyebut) jadi : 75% = 2% =

Contoh 2:

Pembagi terbesar dari 80 dan 100 adalah 20 maka kedua bilangan 80 dan 100 (pembilang dan penyebut) dibagi oleh bilangan 20 menjadi 80 : 20 = 4 (pembilang) 100 : 20 = 5 (penyebut) jadi : 80% =

c. Mengubah Pecahan Biasa ke bentuk Desimal

Mengubah pecahan biasa ke dalam bilangan desimal dapat dilakukan dengan dua cara berikut:

1. Dengan cara dibagi (bagi kurung). Ingat, bahwa (per = bagi). Jadi, untuk mengubah pecahan menjadi desimal dengan cara pembilang dibagi penyebut.

Contoh: = 0, 25

2. Dengan cara mengubah penyebut menjadi.l0, 100, atau 1000. Ingat, bahwa bilangan desimal merupakan bilangan per sepuluh, per seratus, atau per seribu.

Contoh:

d. Mengubah Desimal ke bentuk Pecahan Biasa

Mengubah bilangan desimal menjadi pecahan biasa caranya hampir sama dengan cara yang kedua dalam mengubah pecahan biasa menjadi desimal (diubah menjadi persepuluh, perseratus, per seribu) kemudian pembilang dan penyebut dibagi dengan angka yang sama.

Contoh:

e. Mengubah Desimal ke Bentuk Persen

1. Bilangan desimal diubah dulu menjadi pecahan persepuluh atau perseratus. Ingat perseratus sama dengan persen.

Contoh:

2. Bilangan desimal diubah menjadi pecahan persepuluh atau perseratus kemudian dikalikan dengan 100.

Contoh:

0,5

=

5

x

100

=

50%

10

  1. Mengubah Persen ke bentuk Desimal

Bilangan persen diubah menjadi perseratus dan untuk menjadikan bilangan desimal hanya tinggal menentukan angka di belakang koma.

Contoh:

3. Hasil Penelitian yang Relevan

Tidak berhasilnya pembelajaran dalam suatu materi disebabkan beberapa faktor. Faktor yang menentukan seperti faktor, lingkungan, faktor guru dan faktor siswa itu sendiri. Faktor guru sering tidak menggunakan media, model atau metode tertentu sehingga siswa tidak tertarik dengan pembelajaran yang ditampilkan.

Menurut Ema Delita (2011:52) dalam penelitiannya bahwa model pembelajaran tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dalam penelitiannya di SD Negeri 138/IV Kota Jambi yang menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif model Jigsaw pada pembelajaran Matematika. Pembelajaran model Jigsaw bermanfaat membantu siswa dalam pembelajaran Matematika" ini terlihat dari hasil penelitian terjadi peningkatan tiap-tiap siklus.

4. Kerangka Berpikir

Penulis mengadakan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Adapun kerangka berpikir pada penelitian ini yaitu ditemukannya hasil pembelajaran Matematika pada materi pecahan yang belum dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu melakukan tindakan yang berupa penggunaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Peneliti berharap keaktifan belajar siswa akan meningkat. Berikut kerangka berpikir penelitian yaitu:

Keaktifan belajar siswa rendah

Siswa

Peningkatan keaktifan belajar siswa

Model Pembelajaran Jigsaw

  • Mendorong siswa saling aktif dalam belajar

  • Mendorong siswa untuk saling membantu

  • Memotivasi siswa dalam belajar

  • Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah

  • Meningkatkan rasa tanggung jawab dalam kelompok

Berdasarkan permasalahan dan kajian teori, peneliti merasa perlu mengatasi permasalahan yang ditemukan rendahnya keaktifan siswa sehingga hasil belajar siswa menurun. Dalam proses pembelajaran Matematika materi pecahan, guru kurang menarik perhatian siswa yang ditandai dengan aktifitas siswa dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu peneliti menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sangat tepat digunakan, siswa lebih banyak terlibat langsung dalam pembelajaran. Kegiatan model pembelajaran tipe Jigsaw memungkinkan keterlibatan siswa secara aktif, saling membantu dalam memecahkan masalah, dan meningkatkan perhatian siswa dalam belajar kelompok.

5. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang dikemukakan adalah “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran pecahan di kelas V SD Negeri 52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi”.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi yang berjumlah 33 orang dengan jumlah siswa Laki-laki sebanyak 13 orang dan siswa perempuan berjumlah 20 orang.

Dilihat dari latar belakang suku bangsa siswa di kelas V dibagi atas beberapa golongan atau ras yaitu dari suku Minang, suku Melayu, suku Batak, dan suku Jawa selain itu latar belakang perekonomian orang tua siswa rata-rata sebagai petani dan buruh harian lepas.

Dalam proses pembelajaran berlangsung terlihat siswa memiliki beberapa karakteristik diantaranya bersifat ceria, pemalu, pendiam, dan kritis, namun ratarata siswa terlihat cenderung kurang aktif dalam proses pembelajaran karena minat belajar siswa terlihat kurang. Siswa lebih banyak diam, duduk, dan dengar. Proses pembelajaran didominasi oleh guru dan guru lebih banyak aktif dibandingkan siswa.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan mulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 dilakukan dengan tiga siklus. Sedangkan tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di kelas V SD Negeri 52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Kondisi SD Negeri 52/IX Leban Karas seperti berikut:

  1. Terletak di desa Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi.

  2. Gedung permanen terdiri dari 5 kelas, 2 kantor yaitu ruang kepala sekolah dan ruang guru. serta dilengkapi fasilitas yaitu: 3 kamar mandi, 1 untuk guru dan 2 untuk siswa, kantin, 2 rumah dinas guru serta halaman yang digunakan untuk upacara dan olahraga.

  3. Terdapat 2 lapangan olahraga yaitu lapangan voli dan sepak bola.

  4. SD Negeri 52/IX Leban Karas memiliki seorang kepala sekolah, 6 tenaga pengajar berstatus PNS dan 3 tenaga pengajar honor serta I orang staf TU.

3. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga siklus, satu kali siklus tindakan menggunakan dua kali tatap muka dalam waktu dua jam pelajaran (2 x 35 menit). Masing-masing siklus dalam penelitian tindakan di kelas ini dibagi dalam 4 (empat) tahap kegiatan, empat tahap kegiatan dimaksud adalah:

  1. Perencanaan

  2. Pelaksanaan

  3. Observasi/ Evaluasi

  4. Analisis dan Refleksi

1. Perencanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus. Adapun tahapan dalam setiap siklus adalah perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Perencanaan dilaksanakan sebelum pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan dilaksanakan oleh guru sebagai peneliti berkolaborasi dengan kepah sekolah dan teman sejawat sebagai rekan diskusi. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini meliputi:

  1. Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan pada siswa

  2. Membuat skenario pembelajaran

  3. Membuat Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP)

  4. Membuat lembar kerja siswa

  5. Mempersiapkan sarana belajar

  6. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar siswa ketika pelaksanaan tindakan dan lembar observasi untuk melihat aktivitas guru dalam proses pembelajaran

  7. Mendesain alat evaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan tindakan dan lembar observasi untuk melihat aktifitas guru selama proses pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan

Penelitian ini dilaksanakan sendiri oleh peneliti di kelas IV .sebagai guru Matematika dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kegiatan Awal

  1. Apersepsi, guru mengajak siswa untuk mengingat pembelajaran Matematika yang telah dipelajari

  2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

  3. Guru memberikan motivasi pada siswa dengan mengaitkan pembelajaran pecahan dengan kegiatan sehari-hari

2. Kegiatan Inti

a. Eksplorasi

Sebelum proses pembelajaran dimulai guru memberikan penjelasan tentang cara kerja yang harus ditempuh siswa secara bertahap. Guru mempersiapkan materi atau tugas yang harus dipelajari siswa secara berkelompok. Setelah dipersiapkan guru langsung memberikan materi dan tugas pada masing-masing kelompok. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang mana setiap kelompok terdiri dari 4 orang secara heterogen yaitu berdasarkan jenis kelamin, kecerdasan, suku dan agama

b. Elaborasi

Siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan membahas materi yang diberikan oleh guru. Setelah menyelesaikan tugas dalam kelompok utusan kelompok bertemu untuk menyesuaikan hasil diskusi dalam kelompoknya dengan kelompok lain. Utusan kelompok kembali ke kelompok asalnya dan menyampaikan hasil dari beberapa kelompok lain.

c. Konfirmasi

Setelah selesai menyampaikan hasil dari tim ahli (utusan kelompok), utusan kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas. Guru menanggapi pekerjaan atau hasil jawaban siswa dan memberi informasi yang sebenarnya atau jawaban yang benar. Setelah selesai kegiatan kelompok, guru mengadakan tes atau evaluasi. Evaluasi dilakukan secara individu dan tidak boleh saling membantu.

3. Kegiatan Akhir

Pemberian umpan balik, yaitu mengadakan tanya jawab tentang materi pecahan. Hal ini untuk mengukur pemahaman siswa terhadap penguasaan materi pecahan. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, mengadakan evaluasi dan tindak lanjut.

3. Observasi dan Evaluasi

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Dalam melakukan observasi peneliti berkolaborasi dengan seorang guru dan dalam melakukan observasi terhadap keaktifan siswa dalam belajar, hal ini dilakukan karena observasi terdapat kelompok tidak mungkin dilakukan oleh satu orang guru saja.

Lembar observasi siswa akan mengukur kualitas tentang: (l) kerja sama dengan kelompok, (2) diskusi kelompok, (3) siswa bertanya, (1) menjawab pertanyaan, (5) mengoreksi hasil pekerjaan teman sekelompok dan (6) mengerjakan tugas individu.

Adapun indikator yang di observasi untuk aktifitas guru adalah (1) apersepsi, guru mengingatkan kembali materi sebelumnya dan menghubungkan dengan materi yang akan di bahas, (2) menyebutkan materi atau sub pokok bahasan yang akan dibahas, (3) memberi tahu kompetensi yang akan dicapai, (4) membentuk kelompok siswa secara heterogen, (5) tugas yang diberikan per kelompok, (6) memperhatikan siswa bekerja dalam kelompok, (7) memberikan