Implementasi Program Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Angka Kematian Bayi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada
Undang-Undang No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang
No.33/2004 tentang perimbangan keuangan. Kedua undang-undang dibidang
otonomi daerah tersebut juga telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah,
pemerintah daerah diberi wewenang untuk menggali potensi daerahnya dan
menetapkan prioritas pembangunan.Tujuan dari desentralisasi fiskal dan otonomi
daerah yaitu mendorong demokratisasi didaerah, mencegah disintegrasi bangsa,
meningkatkan

kinerja

penyelenggaraan

pemerintah,

memajukan


dan

meningkatkan daya saing daerah, mendekatkan pelayanan kepada publik, dan
memberdayakan masyarakat.
Dalam bidang kesehatan, sesuai dengan PP No. 38/2007 Pasal 7 ayat 2
poin b telah terjadi pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan dan
pembangunan kesehatan dari pusat kepada daerah dalam hal pelayanan dasar
untuk masyarakat. Dengan adanya PP No.38/2007 diharapkan agar Pemerintah
Daerah dalam menyelenggarakan

urusannya dapat menetapkan kebijakan-

kebijakan yang tepat untuk pembangunan didaerahnya khususnya pembangunan
dibidang kesehatan.
Peraturan Daerah Kabupaten Bengkalis No.13/2008 Pasal 5 ayat 2
menyatakan bahwa fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis ialah
1

merumuskan kebijakan teknis dibidang penyelenggaraan kesehatan yang, dan
menyelenggarakan urusan pemerintah serta pelayanan umum dibidang kesehatan.

Menurut Sukarni (1999), penyelenggaraan pembangunan dibidang
kesehatan yang semakin luas dan kompleks perlu ditunjang oleh suatu sistem
pembiayaan yang memadai. Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan
kesehatan diperlukan dana baik dari pemerintah termasuk swasta. Penurunan
kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan dapat
menyebabkan

besaran

indikator-indikator

derajat

kesehatan

masyarakat

terkoreksi.
Visi Kabupaten Bengkalis sebagaimana tercantum dalam rencana strategis
(renstra) Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis 2010-2015 ialah masyarakat

bengkalis yang sehat, mandiri dan berkeadilan, dimaksudkan untuk menunjang
perwujudan mencapai tingkat indikator kesehatan ditahun 2015 sehingga
Kabupaten Bengkalis dapat menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia
Tenggara tahun 2020 dengan cara mempersiapkan sumber daya manusia
Indonesia di Kabupaten Bengkalis yang sehat secara jasmani dan rohani, sebagai
pelaku-pelaku pembangunan yang berkualitas dalam mewujudkan Visi Kabupaten
Bengkalis 2020 sesuai UU No.36/2009 tentang kesehatan. Menurut Sukarni
(1999) dengan ditetapkannya Sistem Kesehatan Nasional, maka terjadi perubahan
orientasi nilai dan pemikiran mengenai upaya memecahkan masalah kesehatan.
Proses perubahan tersebut selalu sejalan dengan perkembangan teknologi dan
sosial budaya. Upaya kesehatan yang semula berorientasi pada aspek pengobatan
dan penyembuhan, kini telah beralih kepada orientasi pendekatan menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan meliputi peningkatan (promotif), pencegahan
(preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).
Perubahan ini menuntut perubahan dalam pembiayaan pembangunan
kesehatan, sehingga peran pembiayaan kesehatan publik oleh pemerintah
meningkat menjadi lebih besar daripada peningkatan pembiayaan kesehatan oleh
masyarakat.Dalam hal ini pemerintah diharuskan mengambil alih pembiayaan
oleh masyarakat dengan memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama

(primary health care) secara gratis.
Dengan diberlakukannya UU No.33/2004, terjadi lonjakkan dana
pembangunan (APBD) akan tetapi alokasi untuk kesehatan walaupun meningkat
tetapi belum optimal, disisi lain ekonomi masyarakat masih belum mengalami
perbaikan yang berarti, sehingga perbaikan indikator-indikator kesehatan belum
mencapai asumsi ideal.
Asumsi ideal ratio bidang kesehatan pendanaan bidang kesehatan adalah
lima persen dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sesuai dengan
konvensi organisasi kesehatan dunia (WHO) yang setara dengan 15 % dari APBD
sesuai dengan kesepakatan Bupati dan Walikota se-Indonesia tanggal 28 Juli 2000
seakan-akan menjadi terlalu besar jika dibandingkan dengan Alokasi dana APBD
Kabupaten Bengkalis pada Dinas Kesehatan periode 2010-2015 yang rata-rata
3,72 % persen dari total APBD Kabupaten Bengkalis. Alokasi dana APBD
Kabupaten Bengkalis tahun 2010-2014 untuk bidang kesehatan dapat dilihat
dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1.1 APBD Kab, Bengkalis dan Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan 20102014
No. Tahun

APBD

Kabupaten

Asumsi 15 %
APBD Kesehatan

Realisasi APBD
Kesehatan

%

1

2010

50.622.871.314

7.593.430.697

53.390.330.319


1.86

2

2011

96.972.696.107

14.545.904.716 99.807.187.107

2.55

3

2012

220.804.190.383

33.120.628.557 227.644.651.283


4.30

4

2013

242.905.290.565

36.435.793.585 254.758.235.200

4,65

5

2014

265.875.345.258

39.881.301.789 275.356.453.250


5,25

Sumber: Bengkalis dalam angka 2010-2014 dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bengkalis
Berdasarkan data diatas dikarenakan

Alokasi Dana APBD

jauh dari

Asumsi Ideal Ratio yaitu 15 % dari APBD terjadi fenomena di Kabupaten
Bengkalis yaitu jumlah seluruh orang sakit yang dilayani 72.292 orang, tetapi
cakupan Pelayanan Pengobatan Dasar ini masih jauh dari SPM yaitu 15 % dari
penduduk dan angka kesakitan 37 persen terlihat beban puskesmas sarana
pelayanan kesehatan pada umumnya sangat berat dan masyarakat sangat rentan
terhadap penyakit sekaligus cakupan Akses Pelayanan Ibu Hamil K1 sebesar
97,30 persen, belum mencapai SPM sebesar 98 persen. Cakupan Akses Pelayanan
Ibu Hamil K4 95,59 persen, belum mencapai SPM 98 persen.
Deklarasi Millenium Development Goals telah menetapkan delapan tujuan
dimana dua antaranya berkaitan dengan tingkat mortalitas sebagai indikator

utamanya. Kedua tujuan tersebut antara lain untuk menurunkan angka kematian
anak dan ibu. Indikator atau ukuran pencapaian dari masing-masing tujuan antara
lain meliputi angka kematian balita, angka kematian bayi, dan angka kematian
ibu. Indikator ukuran pencapaian ini diadopsi oleh Indonesia sebagai salah satu
indikator dari derajat kesehatan masyarakat.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai
bagian dari Indonesia dimakanai sebagai banyaknya kematian Ibu dan kematian
Bayi per 1000 dan 100.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu yang
digunakan untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan disuatu masyarakat.
Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Bengkalis tahun 2010-2014, estimasi dan
realisasi indikator-indikator derajat kesehatan Kabupaten Bengkalis, dapat dilihat
pada Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis sebagai berikut:
Tabel 1.2. Estimasi Indikator Derajat Kesehatan Kabupaten Bengkalis Tahun
2010-2014
No

Indikator

1

2

Estimasi
2010

2011

2012

2013

2014

AKI

15

11

10


10

24

AKB

62

50

90

102

104

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis Periode 2010-2014
Tabel 1.3.Realisasi pencapaian indikator-indikator kesehatan 2010-2014.
No

Indikator

1
2

Realisasi per Tahun
2010

2011

2012

2013

2014

AKI

17

13

19

15

28

AKB

56

41

79

85

107

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Bengkalis 2010-2014
Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa realisasi
indikator-indikator derajat kesehatan masyarakat tidak mencapai besaran
indikator-indikator derajat kesehatan masyarakat pada skedul estimasi indikator
derajat kesehatan dalam renstra pembangunan kesehatan Kabupaten Bengkalis
2010-2014, yaitu:

3. AKI, dari estimasi 24 per 100.000 Kelahiran Hidup yang harus dicapai,
Kabupaten Bengkalis pada akhir tahun 2014 hanya mampu merealisasikan
AKI sebesar 28 per 100.000 Kelahiran Hidup
4. AKB, dari estimasi 104 per 1000 Kelahiran Hidup yang harus dicapai,
Kabupaten Bengkalis pada akhir tahun 2014 hanya mampu merealisasikan
AKB sebesar 107 per 1000 Kelahiran Hidup
Adapun penyebabnya tidak tercapainya realisasi indikator-indikator
derajat kesehatan terhadap estimasi indikator derajat kesehatan di Kabupaten
Bengkalis tidak lain dan tidak bukan dikarenakan faktor utamanya ialah
rendahnya realisasi alokasi pendanaan kesehatan oleh pemerintah kabupaten
bengkalis, didukung juga oleh faktor lainnya seperti faktor sosial ekonomi yang
rendah dan sebagainya, sehingga untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
diperlukanlah langkah-langkah strategis dari.pemerintah kabupaten bengkalis agar
realiasi indikator-indikator derajat kesehatan di Kabupaten Bengkalis tercapai
sesuai estimasi indikator-indikator derajat kesehatan yang ditetapkan pemerintah
kabupaten bengkalis.
Berdasarkan uraian di atas dan terkait langsung dengan tugas dan
tanggung jawab penulis sebagai mahasiswa magister studi pembangunan yang
meneliti di Kabupaten Bengkalis dan juga sebagai bentuk kontribusi untuk
percepatan pembangunan kesehatan di Kabupaten Bengkalis, maka penulis
tertarik untuk melakukan serangkaian penelitian dengan mengambil judul
“Implementasi Program Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Bengkalis Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu dan
Angka Kematian Bayi.”

1.2.Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka masalah
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Implementasi program pelayanan kesehatan di Kabupaten
Bengkalis?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi?
3. Bagaimana upaya Dinas Kabupaten Bengkalis dalam merealisasikan program
penurunan AKI dan AKB?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan kajian ini adalah:
1. Melihat sejauh mana implementasi pelayanan kesehatan di Kabupaten
Bengkalis
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi AKI dan AKB
3. Merumuskan suatu program strategis untuk mempercepat penurunan AKI dan
AKB
Manfaat kajian ini ialah:
1. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi intelektual dalam bentuk
kajian ilmiah untuk manajemen percepatan penurunan AKI dan AKB.
2. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengidentifikasi
sebab-sebab

belum

tercapainya

penurunan

AKI

dan

AKB,

dan

mengidentifikasi program dan upaya-upaya kesehatan yang operasional untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimum bagi masyarakat.